Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan/Keperawatan
Keluhan Utama :
Nyeri dada
Sesak nafas
Edema
2. Riwayat Kesehatan
Digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan yang mencerminkan refleksi perubahan dan
sirkulasi oksigen.
Nyeri lokasi, durasi, awal pencetus, kwalitas, kuantitas, factor yang memperberat/memperingan,
tipe nyeri.
Integritas neurovaskuler mengalami panas, mati rasa, dan perasaan geli.
Status pernafasan sukar bernafas, nafas pendek, orthopnoe, paroxysmal nocturnal dyspnoe dan
efek latihan pada pernafasan.
Gangguan sirkulasi peningkatan berat badan, perdarahan, pasien sudah lelah.
Riwayat kesehatan sebelumnya penyekit yang pernah diderita, obat-obat yang digunakan dan
potensial penyakit keturunan.
Kebiasaan pasien diet, latihan, merokok dan minuman.
3. Riwayat Perkembangan
Struktur system kardiovaskuler berubah sesuai usia.
Efek perkembangan fisik denyut jantung.
Produksi zat dalam darah.
Tekanan darah
4. Riwayat Sosial
Cara hidup pasien.
Latar belakang pendidikan
Sumber-sumber ekonomi.
Agama.
Kebudayaan dan etnik.
5. Riwayat Psikologis
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
Mengidentifikasi stress/sumber stress.
Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber-sumber coping.
B. 11 Pola Kesehatan Fungsional (Gordon)
1. Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan : klien merasakan kondisi kesehatan dan
bagaimana cara menangani
2. Pola nutrisi/metabolik : gambaran pola makan dan kebutuhan cairan b/d kebutuhan metabolik
dan suplai nutrisi
3. Pola eliminasi : gambaran pola fungsi pembuangan (BAB, BAK, melalui kulit)
4. Pola aktifitas/olah raga : gambaran pola aktifitas, olahraga, santai, rekreasi
5. Pola tidur-istirahat : gambaran pola tidur, istirahat, dan relaksasi
6. Pola kognitif dan perceptual : gambaran pola konsep diri klien dan persepsi terhadap dirinya
7. Pola peran/hubungan : gambaran pola peran dalam berpartisipasi / berhubungan dengan orang lain
8. Pola seksualitas/reproduksi : gambaran pola kenyamanan/tidak nyaman dengan pola seksualitas
dan gambaran pola reproduksi
9. Pola koping/toleransi stress : gambaran pola koping klien secara umum
dan efektifitas dalam toleransi terhadap stress
10. Pola nilai/keyakinan : gambaran pola nilai-nilai, keyakinan-keyakinan (termasuk aspek spiritual),
dan tujuan yang dapat mengarahkan menentukan pilihan/keputusan.

C. Pengkajian Fisik
J ANTUNG
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada jantung. Sebelum
melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka penting terlebih dahulu melihat pasien
secara keseluruhan/keadaan umum termasuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan
dan frekuensi pernafasan. Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
Bentuk tubuh gemuk/kurus
Anemis Sianosis
Sesak nafas
Keringat dingin
Muka sembab
Oedem kelopak mata
Asite
Bengkak tungkai/pergelangan kaki
Clubbing ujung jari-jari tangan
Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan pemeriksaan nadi adalah :
Kecepatan/menit
Kuat/lemah (besar/kecil)
Teratur atau tidak
Isi setiap denyut sama kuat atau tidak.

INSPEKSI
1. Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang gemuk atau emfisema
pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah Titik Impuls Maksimum (Point of Maximum Impulse).
Normalnya berada pada ruang intercostals V pada garis midklavikular kiri. Apabila impuls maksimum
ini bergeser ke kiri berarti ada pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
2. Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada Veussure Cardiac dinding totaks di
bagian jantung menonjolm menandakan penyekit jantung congenital. Benjolan ini dapat dipastikan
dengan perabaan.
Vena Jugularis Eksterna (dileher kiri dan kanan)
Teknik :
Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan 45
Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit kekiri pemeriksa di kanan pasien
Perhatikan vena jugularis eksterna yang terletak di leher ; apakah terisi penuh/sebagian, di mana
batas atasnya bergerak naik turun
Dalam keadaan normal vena jugularis eksterna tersebut kosong/kolaps
Vena jugularis yang terisi dapat disebabkan oleh :
- Payah jantung kanan (dengan atau tanpa jantung kiri)
- Tekanan intra toraks yang meninggi
- Tamponade jantung
- Tumor mediastinum yang menekan vena cava superior.
PALPASI
Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung. Point of
Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi ketika darah mengalir melalui
katup yang menyempit atau mengalami gangguan.
Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati pada inspeksi.
Perabaan dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah :
Lebar impuls iktus kordis
Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan (dengan telapak tangan)
:
Bising jantung yang keras (thrill)
Apakah bising sistolik atau diastolic
Bunyi murmur
Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/hipertropi otot jantung akibat latihan/atlit,
hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.
PERKUSI
Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan pemeriksaan perkusi.Tujuannya
adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri). Teknik perkusi menuntut
penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa harus mengetahui
tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.
AUSKULTASI
1. Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi jantung, murmur dan
gesekan (rub).
2. Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung merupakan refleksi dari membuka
dan menutupnya katup dan terdengar di titik spesifik dari dinding dada.
3. Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler (mitral dan trikuspidalis).
4. Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta dan pulmonal).
5. Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan oleh pengisian ventrikel
ketika diastole dan mengikuti S2.
6. Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel pada diastole yang lambat
karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel atau lemahnya penggelembungan ventrikel.
7. Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung yang tidak
sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising jantung adalah :
Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
Kenyaringan (keras-lemah) bising.
Lokasi bising (yang maksimal).
Penyebaran bising.
Adapun derajat kenyaringan bising jantung dipengaruhi oleh :
Kecepatan aliran darah yang melalui katup.
Derajat kelainan/gangguan katup.
Tebal tipisnya dinding toraks.
Ada tidaknya emfisema paru.
Tingkat kenyaringan bising jantung meliputi :
Tingkat I : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat sunyi.
Tingkat II : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.
Tingkat III : nyaring, segera dapat terdengar/mudah didengar.
Tingkat IV : amat nyaring tanpa thrill.
Tingkat V : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba)
Tingkat VI : dapat didengar tanpa stetoskop.
Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah besar disebabkan oleh
bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat ditentukan :
o Lokasi : daerah tertentu/menyebar
o Waktu : setiap saat, ketika sistolik/diastolic.
o Intensitas :
Tingkat 1 : sangat redup.
Tingkat 2 : redup
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras.
o Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah, medium dan tinggi.
o Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak.
Gesekan (rub) adalah bunyi yang dihasilkan oleh parietal dan visceral oleh perikarditis. Bunyi
kasar, intensitas, durasi dan lokasi tergantung posisi klien.

PEMBULUH DARAH
Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan sirkulasi perifer.
Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat menekan tempat tersebut dengan
ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.
Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.

D. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung;
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan
status kesehatan yang akan datang.

E. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas,
durasi), catat setiap respon verbal/non verbal,
perubahan hemo-dinamik

2. Berikan lingkungan yang tenang dan
tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas
dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi)
1. Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil
dalam variasi respon verbal non verbal yang juga
bersifat individual sehingga perlu digambarkan
secara rinci untuk menetukan intervensi yang
tepat.
2. Menurunkan rangsang eksternal yang dapat
memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
3. Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri
dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh

4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid,
Nitrostat, Nitro-Dur)


Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin),
pindolol (Visken), propanolol (Inderal)

Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)



Penyekat saluran kalsium seperti verapamil
(Calan), diltiazem (Prokardia).
terhadap nyeri.


Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi
koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner
dan perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek
hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi:
kontraksi miokard yang buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk
menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau
nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan
dengan nitrogliserin.
Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat
meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD
sebelum, selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas


3. Anjurkan klien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdominal.






4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan
klinis klien.



5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan
klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas
bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program
rehabilitasi pasca serangan IMA.
1. Menentukan respon klien terhadap aktivitas.

2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
3. Manuver Valsava seperti menahan napas,
menunduk, batuk keras dan mengedan
dapat mengakibatkan bradikardia,
penurunan curah jantung yang kemudian
disusul dengan takikardia dan peningkatan
tekanan darah.
4. Keterlibatan dalam pembicaraan panjang
dapat melelahkan klien tetapi kunjungan
orang penting dalam suasana tenang
bersifat terapeutik.
5. Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai
dengan kemampuan kerja jantung.
6. Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam
proses penyembuhan klien.

3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang
menunjukkan kecemasan klien





2. Dorong klien untuk mengekspresikan
perasaan marah, cemas/takut terhadap
situasi krisis yang dialaminya.


3. Orientasikan klien dan orang terdekat
terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.



4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti
cemas/sedativa sesuai indikasi
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane,
Lorazepam/Ativan).
1. Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
secara langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang
dapat menunjukkan adanya kegelisahan,
kemarahan, penolakan dan sebagainya.
2. Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi,
dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman
kematian, cemas terhadap ancaman
kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial
dan sebagainya.
3. Informasi yang tepat tentang situasi yang
dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan
sekitar dan membantu klien mengantisipasi
dan menerima situasi yang terjadi.
4. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung;
penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam
keadaan baring, duduk dan berdiri (bila
memungkinkan)









2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya
murmur.


1. Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan
rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin berhubungan
dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin
dan atau masalah vaskuler sebelumnya.
Hipotensi ortostatik berhubungan dengan
komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung
ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR
yang meningkat.
2. S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral,
peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai
infark yang berat. S4 mungkin berhubungan
dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel
dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan
aliran darah normal dalam jantung seperti pada






3. Auskultasi bunyi napas.


4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan
mudah dikunyah.


5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai
kebutuhan klien

6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok
sesuai indikasi.

7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si
pacu jantung bila digunakan.
kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi
otot papilar.
3. Krekels menunjukkan kongesti paru yang
mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokard.
4. Makan dalam volume yang besar dapat
meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya
bradikardia.
5. Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan
miokard dan menurunkan iskemia.
6. Jalur IV yang paten penting untuk pemberian
obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada
berulang.
7. Pacu jantung mungkin merupakan tindakan
dukungan sementara selama fase akut atau
mungkin diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem konduksi.

5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental
yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah,
syok.

2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit
dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.

3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi,
kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)


4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia,
penurunan bising usus, mual-muntah, distensi
abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine,
catat berat jenis.




6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas
darah, BUN, kretinin, elektrolit)
1. Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah
jantung di samping kadar elektrolit dan variasi
asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Penurunan curah jantung menyebabkan
vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh
penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan
denyut nadi.
3. Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan
distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-
tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi
tromboemboli paru.
4. Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat
menimbulkan disfungsi gastrointestinal

5. Asupan cairan yang tidak adekuat dapat
menurunkan volume sirkulasi yang berdampak
negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan
organ lainnya. BJ urine merupakan indikator
status hidrsi dan fungsi ginjal.
6. Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.


7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang
diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)





- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac),
Antasida.


- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
Heparin dosis rendah mungkin diberikan
mungkin diberikan secara profilaksis pada klien
yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial,
kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat
tromboplebitis. Coumadin merupakan
antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan asam lambung,
mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster
khususnya karena adanya penurunan sirkulasi
mukosa.
Pada infark luas atau IM baru, trombolitik
merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama
serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.


6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya
krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang
berat badan setiap hari bila tidak
kontraindikasi.




4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24
jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi
(Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline,
Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
1. Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat
dekompensasi jantung.
2. Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume
cairan (overhidrasi)
3. Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan
positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan
BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan
volume cairan/gagal jantung.
4. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang
dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya
dekompensasi jantung.
5. Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga
harus dibatasi.
6. Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi
kelebihan volume cairan.


7. Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik
yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.





7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan
status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat
dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi
proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet
instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor
risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan
gejala yang memerlukan perhatian
cepat/darurat.

4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas
isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang
1. Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan mental klien.

2. Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.


3. Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih
bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan
penekanan pada hal-hal penting yang signifikan
bagi kesehatan klien.
4. Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja
miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen
memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.

5. Jelaskan program peningkatan aktivitas
bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja
ringan, kerja sedang)
serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat
memicu serangan ulang.
5. Meningkatkan aktivitas secara bertahap
meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas
yang berlebihan. Di samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan
memungkinkan kembalinya pola hidup normal.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta: EGC
Doenges at al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
Price & Wilson.1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta: EGC
Soeparman & Waspadji.1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: BP FKUI

Anda mungkin juga menyukai