Anda di halaman 1dari 10

TUGAS EKOLOGI LAUT

Bruguiera cylindrical, Pandanus furcatus








OLEH :
Hadyan Rafdi Kamarz
26020210141010


PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

I. Pendahuluan
Asal kata mangrove tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai
pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata
mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa
Inggris grove. Sementara itu, menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal
dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan
marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur.
Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda,
namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan
Wightman (1989)mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat
di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan
sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub
tropis yang terlindung (Saenger, dkk, 1983). Sementara itu Soerianegara (1987)
mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah
lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut
air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora
dan Nypa.
Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.
Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38%), Kalimantan
978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19%) (Dit. Bina Program INTAG,
1996). Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove tumbuh dan
berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar dan
terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistem lingkungan lain di daerah
pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di daerah tersebut. Tumbuhan
mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi
lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang
tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan seperti
itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan
secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang lainnya
mengembangkan system akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi

sistem perakarannya. Dalam hal lain, beberapa jenis mangrove berkembang
dengan buah yang sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya
(vivipar), seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops dan Rhizophora.
II. Isi
2.1 Mangrove
2.1.1 Ekositem Mangrove
Ekosistem Mangrove adalah sebuah lingkungan dengan ciri khusus dimana
lantai hutannya digenangi oleh air dimana salinitas juga fluktuasi permukaan air
tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove ini
sebenarnya masuk ke dalam lingkup ekosistem pantai sebab ia terletak di kawasan
perbatasan laut dan juga darat. Ia terletak di wilayah pantai dan juga muara sungai.
Hutan mangrove, sebagai sebuah hutan yang tumbuh di wilayah pasang dan surut
akan tergenang air di masa pasang dan akan bebas dari genangan air pada saat air
surut. Komunitas yang ada di dalam hutan mangrove ini sangat adaptif terhadap
kadar garam air laut. Sebagai sebuah ekosistem, hutan mangrove terdiri dari
beragam organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya.
2.1.2 Ciri-Ciri Ekosistem Mangrove
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari
habitatnya yang unik adalah:
Memilik jenis pohon yang relatif sedikit
Memiliki akar yang tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti
jangkar melengkung dan menjulang pada bakau rhizophora spp. serta akar
yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada sonneratia spp. dan pada api-
api avicennia spp.
Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di
pohonnya, khususnya rhizophora
Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik
dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah;
Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama;

Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
kuat;
Airnya berkadar garam (bersanilitas) payau (2-22
0
/
00
) hingga asin
(mencapai 38
0
/
00
).
2.1.3 Faktor Lingkungan untuk Pertumbuhan Mangrove
Menurut Departemen Kehutanan (1992), kondisi ekologis yang
mengatur dan memelihara kelestarian ekosistem mangrove sangat tergantung
pada kondisi berimbangnya jumlah ketersedian air tawar dan air masin yang
cukup. Menurut Parcival and Womersley (1975) dalam Kusmana (1995)
lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi
hutan mangrove adalah kondisi sedimentasi, erosi laut dan sungai,
penggenangan pasang surut dan kondisi garam tanah serta kondisi akibat
eksploitasi. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
mangrove di suatu lokasi adalah :
- Fisiografi pantai (topografi)
- Pasang (lama, durasi, rentang)
- Gelombang dan arus
- Iklim (cahaya, curah hujan, suhu, angin)
- Salinitas
- Oksigen terlarut
- Tanah
- Hara
2.1.4 Penyebaran Ekosistem Menggrove
Hutan mangrove sering dianggap sebagai suatu ekosistem yang sangat
lain. Sebenarnya hutan mangrove merupakan salah satu dari berbagai tipe hutan
yang terdapat di dunia. Hutan mangrove hanya terdapat di pantai yang kekuatan
ombaknya terpecah oleh penghalang berupa pasir, terumbu karang, atau pulau.
Oleh karena itu, biasanya hutan mangrove terdapat di kawasan rawa sekitar pantai.
Indonesia mempunyai luas hutan mangrove terbesar di dunia yaitu 3,7 jutahektar
(21,8% dariluas hutan mangrove di dunia). Di Indonesia hutan mangrove dapat
ditemukan hampir di setiap propinsi.


2.1.5 Fungsi utama ekosistem/hutan mangrove
Pada dasarnya ekosistem/hutan mangrove mempunyai 4 (empat) fungsi
utama yaitu:
Fungsi fisik, sebagai penjaga garis pantai agar tetap stabil, mempercepat
perluasan lahan baru, melindungi pantai dan mengolah limbah.
Funsi biologis, sebagai tempat bersarangnya benih-benih ikan, udang,
kepiting dan kerang, tempat bersarangnya burung-burung besar, habitat alam begi
banyak biota, nursery ground, feeding ground dan shelter area bagi biota
perikanan.
Fungsi ekonomi, sebagai tempat kelangsungan tambak-tambak, tempat
pembuatan garam, rekreasi dan pariwisata serta hasil kayu dan non kayu.
Fungsiekologis, sebagai penyerap emisi/sink dan penyimpan cadangan
karbon.
2.2 Bruguiera cylindrica
Klasifikasi :
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Myrtales
Famili: Rhizophoraceae
Genus: Bruguiera
Spesies: Bruguiera cylindrica (L.) Bl.
Nama setempat :
Burus, tanjang, tanjang putih, tanjang sukim, tanjang sukun, lengadai, bius,lindur.
Deskripsi umum :

Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di
bagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit
kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil.
Daun :
Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawahnya hijau agak kekuningan.
Unit & Letak: sederhana & berlawanan.
Bentuk: elips.
Ujung: agak meruncing.
Ukuran: 7-17 x 2-8 cm.
Bunga :
Bunga mengelompok, muncul di ujung tandan (panjang tandan: 1-2 cm). Sisi luar
bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.
Letak: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga.
Formasi: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga.
Daun Mahkota: putih, lalu menjadi coklat ketika umur bertambah, 34 mm.
Kelopak Bunga: 8; hijau kekuningan, bawahnya seperti tabung.
Buah :
Hipokotil (seringkali disalah artikan sebagai buah) berbentuk silindris
memanjang, sering juga berbentuk kurva. Warna hijau didekat pangkal buah dan
hijau keunguan di bagian ujung. Pangkal buah menempel pada kelopak bunga.
Ukuran: Hipokotil: panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm.
Ekologi :
Tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat di belakang
zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove kearah laut. Jenis ini
juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat yang baru terbentuk
dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuhnya pada tanah liat

membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh
pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsive terhadap
penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung
sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya
lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Penyebaran :
Asia Tenggara dan Australia, seluruh Indonesia, termasuk Irian Jaya.
Kelimpahan :
Umum.
Manfaat :
Akar muda dari embrionya dimakan dengan gula dan kelapa. Kayu dari Bruguiera
cylindrica padat, kemerahan dan kuat dan digunakan dalam konstruksi. Kayunya
juga dapat dikonversi menjadi arang dan kayu bakar. Ekstrak yang dibuat dari
pneumatophores yang digunakan dalam pembuatan parfum. Di Maladewa yang
propagul direbus dan dimakan sebagai sayuran di pulau-pulau di mana ia tumbuh.
Dalam pengobatan tradisional, kulit buah ini digunakan untuk menghentikan
pendarahan dan daun digunakan untuk menurunkan tekanan darah.
2.3 Pandanus furcatus
Klasifikasi :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Pandanales
Suku : Pandanaceae
Marga : Pandanus
Jenis : Pandanus furcatus
Nama setempat : Pandan.

Deskripsi umum :
Pohon dapat mencapai ketinggian hingga 6 m.
Daun :
Berduri pada sisi daun dan ujungnya tajam. Panjang antara 0,5 2,0 meter
Bunga :
Warna merah-ungu.
Letak: di ujung.
Benangsari: banyak.
Formasi: payung.
Buah :
Seperti buah nenas dan ketika matang warnanya kuning jeruk.
Ekologi :
Tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis pantai, terkena
pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.
Penyebaran :
Himalaya, Cina (Guangxi dan Yunnan Xizang), Myanmar, Malaysia dan diduga
terdapat di seluruh Indonesia.
Kelimpahan :
Sangat umum.
Manfaat :
Dapat sebagai tanaman pagar. Bunganya dimanfaatkan untuk wangi-wangian dan
hiasan pada acara pernikahan. Daun pandan yang digunakan untuk menenun tikar
pandan, tali, bahan pembangunan rumah, topi dan membawa tas. Ekstrak dari
daun, batang dan akar digunakan di India untuk mengobati disentri. Daun harum
dari P. amaryllifolius, P. tectorius dan P. odorifer semua digunakan di Asia

Tenggara untuk memasak beras rasa dan hidangan kari, minuman dan makanan
penutup. Bunga jantan dari beberapa spesies merilis parfum yang menarik dan
halus, esensi suling yang disebut kewra, dan digunakan dalam kosmetik dan
memasak. Cerita-cerita rakyat berkata bunganya dapat memancing ular.

III. PENUTUP
Ekosistem Hutan Mangrove sangat berperan penting terhadap kehidupan
makhluk hidup. Bila keseimbangan ekosistem Hutan Mangrove terganggu
ataupun dengan sengaja dirusak, maka secara langsung hal tersebut akan
berdampak pada kelangsungan hidup makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan
maupun hewan, sebab beberapa makhluk hidup bergantung pada ekosistem Hutan
Mangrove.
Selain itu, bila Hutan Mangrove di alih fungsikan menjadi tambak, lalu
dialih fungsikan lagi menjadi perkebunan kelapa sawit, hal itu tidak dapat
memberikan investasi yang lama disebabkan salinitas diwilayah tersebut sangat
tinggi, dan juga jenis tanah yang digunakan sebagai perekebunan tersebut kurang
cocok untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa
sawit,serta hal itu hanya akan menurunkan kualitas tanah.
Dan juga, Setiap Spesies mangrove mempunyai keunggulan dan kerugian
yang berbeda-beda seperti dua jenis mangrove yang telah dibahas yaitu Bruguiera
cylindrical dan Pandanus furcatus. Mereka memiliki kegunaan, ekologi, dan
penyebaran yang berbeda-beda namun akan tetap bermanfaat dan berguna bagi
masyarakat disekitarnya bila diketahui cara mengolah dan memaksimalkannya
dengan baik dan benar.

Daftar Pustaka
http://en.wikipedia.org/wiki/Bruguiera_cylindrica di akses tgl 30 mei 2014 jam
08.00 WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/Pandanus_furcatus di akses tgl 30 mei 2014 jam
08.10 WIB
http://grennleader.blogspot.com/2012/11/ekosiste-mangrove.html di akses tgl 30
mei 2014 jam 08.20 WIB
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai