Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Sistem pertanian di Indonesia pada


umumnya berbasis konvensional, namun
beberapa tahun terakhir muncul alternatif
teknologi berbasis lingkungan, seperti LEISA
(sistem pertanian input rendah) dan pertanian
organik. Sistem pertanian sayuran dataran
tinggi yang dibudidayakan di Ciwidey dan
Cisarua adalah sistem pertanian organik dan
konvensional. Namun petani di daerah
tersebut telah menggunakan pupuk yang
berlebihan sehingga perlu dikaji untuk
mengetahui kesuburan tanah dan perubahan
sifat kimia yang terjadi. Sistem pertanian
konvensional menggunakan pestisida dan
pupuk anorganik dengan dosis yang ber-
lebihan, sehingga menyebabkan akumulasi
hara di perairan maupun air tanah yang
berdampak pada pencemaran lingkungan.
Meningkatnya dampak kerusakan
lingkungan akibat penggunaan pestisida dan
pupuk, membawa kesadaran bagi segenap
pihak, dengan menerapkan teknologi ramah
lingkungan antara lain melalui cara budidaya
pertanian organik. Menurut Sutanto (2002)
pertanian organik menerapkan hukum
pengembalian yang berarti suatu sistem yang
berusaha untuk mengembalikan semua jenis
bahan organik ke dalam tanah baik dalam
bentuk residu dan limbah pertanaman maupun
ternak yang selanjutnya bertujuan
memberikan makanan pada tanaman.
Analisis tanah dapat menilai tingkat
produktivitas tanah. Hal ini dibutuhkan karena
kondisi setiap tanah berbeda-beda,
bergantung pada proses pembentukannya.
Proses pembentukkan tanah sendiri
dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(pedogenesis) maupun kegiatan manusia
(metapedogenesis) (Purwowidodo 1998).
Salah satu jenis tanah di Indonesia adalah
tanah Andisol. Tanah Andisol merupakan
tanah yang berkembang dari bahan vulkanik
(Hardjowigeno 2003). Analisis tanah
dilakukan pada beberapa kedalaman.
Pemilihan kedalaman untuk sampling
berdasarkan pada nilai kedalaman efektif.
Kedalaman efektif adalah tingkat kedalaman
tanah yang tidak dapat ditembus oleh akar
karena batu. Analisis tanah digunakan dalam
penelitian kesuburan sebagai dasar penentuan
rekomendasi pemupukan untuk perbaikan
kesuburan tanah dan peningkatan hasil
pertanian.
Perilaku nitrogen di dalam tanah sangat
dinamis dan mudah berubah. Oleh karena itu
bila dalam jumlah yang berlebihan akan
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan
manusia sehingga penggunaan pupuk
khususnya nitrogen harus diefisienkan (Resh
1983). Menurut Hakim (1998) proses
mineralisasi tanah sangat bergantung pada
faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan
macam vegetasi yang dipengaruhi oleh
keadaan setempat seperti topografi, batuan
induk dan kegiatan manusia. Oleh karena itu
perbedaan jenis tanah dan cara pengolahan
tanah terutama pemupukan, memungkinkan
terjadinya perbedaan ketersediaan nitrogen
hasil proses mineralisasi nitrogen dalam
tanah.
Nitrogen adalah salah satu unsur hara
esensial dengan tingkat ketersediaan yang
rendah di dalam tanah, karena mudah hilang
melalui proses penguapan dan pencucian.
Sumber utama nitrogen tanah adalah bahan
organik, yang kemudian akan mengalami
proses mineralisasi yaitu konversi nitrogen
oleh mikroorganisme dari nitrogen organik
(protein dan senyawa amina) menjadi bentuk
anorganik (NH
4
+
dan NO
3
-
) sehingga menjadi
tersedia untuk diserap oleh tanaman (Crohn
2004). Hasil penelitian Umariah (2007)
menjelaskan bahwa metode yang digunakan
untuk analisis penetapan NH
4
+
pada tanah,
yaitu metode ekstraksi KCl sedangkan metode
yang digunakan untuk penetapan NO
3
-
adalah
metode ekstraksi CaCl
2
. Walaupun nitrogen
tersedia secara alami namun jumlahnya tidak
cukup untuk tanaman maka diberikan dalam
bentuk pupuk organik maupun pupuk sintetis.
Penelitian ini bertujuan mengukur dan
membandingkan tingkat pelepasan amonium
(NH
4
+
) dan nitrat (NO
3
-
) pada beberapa
kedalaman tanah Andisol pada sistem
pertanian organik dan konvensional. Selain itu
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
dasar pemberian dosis pupuk nitrogen.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Andisol
Tanah merupakan hasil pelapukan
batuan yang bercampur dengan sisa-sisa
bahan organik dari organisme (vegetasi atau
hewan) yang hidup di permukaan atau di
dalamnya. Setiap jenis tanah mempunyai sifat
dan karakteristik tertentu yang dicirikan
melalui sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
(Tejoyuwono 1998). Andisol berdasarkan
pada sistem klasifikasi taksonomi tanah
dikenal dengan Andosol yang memiliki
epipedon histik dan sifat andik serta memiliki
kompleks pertukaran yang didominasi oleh
2
bahan amorf dengan bobot isi kurang dari
0.85 g/cm
3
(Soil Survey Staff 1999).
Sifat umum Andisol di Indonesia
meliputi ciri morfologi dan fisik kimia. Ciri
morfologi Andisol ditandai dengan tanah
yang berwarna gelap, coklat sampai hitam,
porositas tinggi, memiliki kapasitas air tinggi,
tetapi ketahanan terhadap erosinya rendah.
Sifat fisik kimia Andisol ditandai dengan
reaksi tanah agak masam sampai netral (pH
5.06.5), kejenuhan basa sekitar 2040%,
kapasitas tukar kation tinggi sekitar 2030
me/100g, kandungan C dan N tinggi tetapi
rasio C/N rendah, kandungan kalium sedang,
kandungan fosfor rendah, sukar mengalami
peptisasi, berat jenis <0.85% dan pada
kapasitas lapang kelembaban tanah >15%.
Andisol terbentuk baik di dataran rendah
maupun di lereng gunung sampai kirakira
ketinggian 2000 m di atas permukaan laut
(Tan 1991). Menurut Lembaga Penelitian
Tanah, peta penyebaran tanah tahun 1963
(Ciwidey) dan 1966 (Cisarua) skala
1:250.000 menunjukkan bahwa tanah tersebut
merupakan tanah Andisol. Berikut ini data
analisis awal tanah Andisol Cisarua dan
Ciwidey.
Tabel 1 Data analisis awal tanah Andisol
Cisarua dan Ciwidey*
Kode N-total C-organik C/N
(%) (%)
PHO 0.38 3.36 8.9
PHK 0.23 1.95 8.7
BOO 0.49 5.06 10.4
BOK 0.31 2.75 8.8
BSBO 0.34 3.18 9.4
BSBK 0.35 3.08 8.7
*Sumber: Moeskops, 2007
Keterangan: Permata Hati (PH), Bukit
Organik (BO), dan Bina Sarana Bakti (BSB).
Nitrogen Tanah
Nitrogen merupakan unsur hara makro
esensial yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh
tanaman dengan kuantitas terbanyak
dibandingkan dengan unsur lain yang
didapatkan dari tanah (Krisna 2002).
Atmosfer mengandung nitrogen dalam jumlah
yang besar, kira-kira 80% dari udara terdiri
atas nitrogen. Pembentukan nitrogen di alam
dalam bentuk terikat, yang disebut fiksasi
nitrogen. Hal ini terjadi di dalam tanah,
terutama oleh bakteri. Jenis bakteri pengikat
nitrogen yang paling efisien bersifat simbiotik
(Nasoetion 1996).
Fraksi nitrogen yang terdapat dalam
tanah yang umum adalah N-organik. Sub-
fraksi dari N-organik terdiri atas asam amino
dan humin N. Persen konsentrasi dan
distribusi dari sub-fraksi dari N-organik selalu
bervariasi, bergantung pada faktor tanah,
komponen yang ditambahkan, proses
pengairan, intensitas pengolahan dan
komponen mikrobiologi tanah. Fraksi N-tanah
yang lain adalah fraksi N-anorganik yang
disusun atas N-NH
4
+
, N-NO
3
-
, N-NO
2
-
dan N
2

(Krisna 2002). Kehilangan nitrogen pada
tanah pertanian dapat terjadi melalui
denitrifikasi, volatilisasi amonia, dan
pencucian (kehilangan NO
3
-
). Pencucian nitrat
merupakan masalah pencemaran yang
potensial terjadi pada air permukaan dan air
bawah tanah yang sangat berbahaya bagi
lingkungan dan kesehatan manusia (Bohn et
al. 1979).
Mineralisasi Nitrogen Tanah
Mineralisasi merupakan aspek penting
dari transformasi nitrogen dalam tanah.
Mineralisasi adalah proses konversi dari
bentuk organik dari nitrogen menjadi bentuk
mineral (Krisna 2002). Proses mineralisasi
nitrogen mencakup perombakan N-organik
menjadi N-mineral dalam tanah. Nitrogen
tanah sebagian besar berada dalam bentuk
organik, maka pelapukan N-organik
merupakan suatu proses yang menjadikan
nitrogen tersedia bagi tanaman. Pelapukan
yang merupakan suatu proses biokimia yang
kompleks membebaskan karbondioksida dan
akhirnya nitrogen dibebaskan dalam bentuk
amonium (NH
4
+
).
Menurut Havlin et al. (1999), proses
mineralisasi melibatkan dua reaksi yaitu
reaksi aminisasi dan amonifikasi yang terjadi
melalui aktivitas mikroorganisme
heterotrofik. Aminisasi merupakan proses
perubahan protein dan senyawa serupa yang
merupakan sebagian besar nitrogen dari tanah
menjadi senyawa amino. Prosesnya dapat
digambarkan sebagai berikut (Soepardi
1983):
Protein RNH
2
+ CO
2
+ Energi
Mineralisasi disebut juga dengan
amonifikasi, karena hasil akhirnya adalah
amonia. Sebagian besar amonia cepat
menghasilkan bentuk NH
4
+
. Kecenderungan
NH
4
+
terbentuk karena kehadiran ion-ion
hidrogen dalam tanah, dan ikatan yang kuat
terbentuk antara amonia dan hidrogen dari
penyatuan elektron (Foth 1998).

3
Amino dan asam amino yang dihasilkan
melalui proses aminisasi didekomposisi oleh
bakteri heterotrof dan membebaskan NH
4
+
.
Proses ini disebut dengan amonifikasi
nitrogen. Prosesnya dapat digambarkan
sebagai berikut:
RNH
2
+ H
2
ONH
3
+ R - OH + Energi
NH
3
+ H
+
NH
4
+
Amonium yang terbentuk pada proses ini (1)
diubah menjadi N-NO
3
-
melalui nitrifikasi; (2)
diserap oleh tanaman; (3) digunakan langsung
oleh mikroorganisme heterotrof dalam
dekomposisi C-organik untuk proses
selanjutnya; (4) fiksasi dalam kisi-kisi mineral
liat; dan (5) diubah menjadi N
2
dan dilepaskan
perlahan kembali ke atmosfer (Havlin et al.
1999).
Nitrifikasi
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi
N-NH
4
+
menjadi N-NO
3
-
. Nitrifikasi
merupakan proses dua tahap dengan N-NO
2
-

sebagai hasil antara (Foth 1998). Proses
pertama dalam nitrifikasi, yaitu perubahan
N-NH
4
+
menjadi N-NO
2
-
dan selanjutnya
diubah menjadi N-NO
3
-
. Oksidasi secara
biologis N-NH
4
+
menjadi N-NO
2
-
dapat
digambarkan sebagai berikut:
2NH
4
+
+ 3 O
2
2 NO
2
-
+ 2H
2
O +4 H
+
Nitrosomonas adalah bakteri autotrofik
yang mendapatkan energi dari oksidasi N dan
karbon dari CO
2
. Bakteri autotrofik lainnya
(nitrosolobus, nitrospira dan nitrosovibrio)
dan beberapa bakteri heterotrofik juga dapat
mengoksidasi N-NH
4
+
menjadi N-NO
2
-
.
Pada reaksi yang kedua N-NO
2
-
dioksidasi
menjadi N-NO
3
-
melalui reaksi:
2 NO
2

-
+ O
2
2 NO
3
-
Oksidasi N-NO
2
-
dilakukan oleh bakteri
autotrofik yang dikenal dengan nama
Nitrobacter. Intensitas proses ini terutama
bergantung pada jumlah N-NH
4
+
yang tersedia
untuk bakteri penitrifikasi (Sanchez et al.
2001). Menurut Havlin et al. (1999), faktor-
faktor yang mempengaruhi nitrifikasi dalam
tanah adalah jumlah amonium dalam tanah,
populasi bakteri, reaksi tanah, aerasi tanah,
kelembaban tanah, dan suhu.
Bentuk nitrogen yang tersedia bagi
tanaman dan mikroorganisme, yaitu N-NH
4
+

dan N-NO
3
-
. Penggunaannya berakibat dalam
perubahan bentuk mineral nitrogen ke dalam
bentuk organik dan prosesnya disebut
imobilisasi nitrogen. Imobilisasi nitrogen
tidak berbahaya dalam tanah. Hal ini
merupakan subyek untuk mengulangi siklus
nitrogen dalam tanah yang meliputi
mineralisasi, nitrifikasi dan imobilisasi (Foth
1998).
Pencucian nitrat (leaching) merupakan
salah satu proses hilangnya nitrat di dalam
tanah. Kehilangan nitrat merupakan kejadian
fisika disebabkan oleh perkolasi air melalui
tanah. Nitrat mudah larut dan bergerak
dengan tanah yang airnya berlebih di bawah
zona akar. Standar yang ditetapkan untuk
jumlah nitrat yang diperbolehkan dalam air
minum adalah 50 mg/l (Permenkes No.
416/1990).
Metode Penetapan Senyawa Nitrogen
Penetapan nitrogen total dalam tanah
dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl
yang didasarkan ketetapan bahwa senyawa
.nitrogen organik dan anorganik dapat
dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat
membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat
yang terbentuk disuling dengan penambahan
NaOH yang akan membebaskan NH
3
. NH
3

yang tersuling akan diikat oleh asam borat
dan dapat dititrasi dengan H
2
SO
4
dengan
menggunakan indikator conway (Widjik &
Hardjono 1996). Reaksi yang terjadi sebagai
berikut:
N-Tanah + H
2
SO
4
(NH
4
)
2
SO
4

(NH
4
)
2
SO
4
+2NaOH2NH
3
+Na
2
SO
4
+2H
2
O
NH
3
+ H
3
BO
3
NH
4
H
2
BO
3

2NH
4
H
2
BO
3
+H
2
SO
4
(NH
4
)
2
SO
4
+2H
3
BO
3
Nitrogen yang tersedia dalam tanah
dapat ditetapkan dengan metode KCl. Dasar
metode ektraksi dengan KCl pada penetapan
senyawa nitrogen (NH
4
+
dan NO
3
-
) dalam
tanah dapat dibebaskan oleh KCl 1N menjadi
amonium klorida dan kalium nitrat (Bertrand
2006). Metode ekstraksi CaCl
2
yang
digunakan pada penentuan nitrat telah
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata
dengan metode ekstraksi KCl (Umariah
2007). Nitrat dapat juga diekstrak dengan
menggunakan CaCl
2
(Suhardi 2005).
Sementara N-organik tidak terekstrak. NH
3
+

dan NO
3
-
yang dibebaskan dari dalam tanah
dapat diukur dengan spektrofotometer (Widjik
& Hardjono 1996). Panjang gelombang yang
digunakan pada penentuan konsentrasi
amonium tanah adalah 636 nm, sedangkan
pada penentuan nitrat digunakan panjang
gelombang 210 nm dan 275 nm (Norman et
al. 1985). Panjang gelombang tersebut

4
digunakan karena memberikan nilai serapan
yang maksimum. Panjang gelombang 275 nm
digunakan sebagai pengoreksi dari serapan
bahan organik.
Pertanian Organik dan konvensional
Istilah pertanian organik menghimpun
seluruh imajinasi petani dan konsumen yang
secara serius dan bertanggung jawab
meghindarkan penggunaan bahan kimia dan
pupuk yang bersifat meracuni lingkungan
(Sutanto 2002). Pertanian organik merupakan
jenis pertanian yang sumber pengolahannya
dengan memanfaatkan bahan organik yang
terdapat di alam. Bahan organik tersebut dapat
berfungsi sebagai pestisida dan pupuk.
Pertanian konvensional merupakan pertanian
yang memanfaatkan bahan agrokimia sintetis
(pupuk dan pestisida) di dalam sumber
pengolahannya. Pertanian organik dapat
mengurangi pencemaran lingkungan yang
berasal dari agrokimia jika dibandingkan
dengan pertanian konvensional (Poveda et al.
2005). Oleh karena itu, dilakukan analisis
tanah yang pada dasarnya bertujuan
memberikan data sifat fisika dan kimia serta
unsur hara dalam tanah.
Analisis tanah lebih ditekankan pada data
status unsur hara, sedangkan analisis untuk
klasifikasi dan evaluasi lahan lebih banyak
menetapkan sifat dan karakteristik tanah
dibandingkan status unsur hara (Puslittanah
2005). Hasil analisis tanah dapat digunakan
sebagai rekomendasi pemupukan dan
pengelolaan tanah setelah ada korelasi dengan
respon pemupukan di lapangan.
Kadar Air
Air kurang tersedia untuk tanaman karena
penjerapan secara fisik maupun kimia air oleh
bahan-bahan organik. Untuk menetapkan
kandungan komponen lain dari bahan
penentuan kadar air dilakukan agar
komponen-komponen tersebut dapat
dinyatakan sebagai % bahan kering dan
nilainya konstan (Harjadi 1993). Kadar air
dapat ditetapkan dengan gravimetri.
Gravimetri merupakan cara penentuan jumlah
zat berdasarkan pada penimbangan hasil
reaksi setelah bahan yang dianalisis
direaksikan (Harjadi 1993).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah contoh
tanah Andisol pada beberapa kedalaman (0-
25, 25-50, 50-75, 75-100 cm) daerah
pertanian organik dan konvensional dari
Ciwidey dan Cisarua, Jawa Barat. Alat yang
digunakan adalah spektrofotometer Uv-Vis
HITACHI U-2010.
Metode
Metode analisis tanah dilakukan
berdasarkan pada standar analisis kimia tanah
dan tanaman Balittanah (Puslittanah 2005).
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara
pengambilan contoh tanah di lapangan yang
dilanjutkan dengan analisis di laboratorium.
Contoh tanah komposit diambil dari lahan
pertanian organik dan konvensional di lahan
sayuran organik dan konvensional Cisarua
(Bina Sarana Bakti dan Permata Hati) dan
Ciwidey (Bukit Organik), Jawa Barat.
Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan di 3
lokasi kebun sayuran yang dibudidayakan
secara organik dan konvensional, yaitu Bina
Sarana Bakti Cisarua, Permata Hati Cisarua,
dan Bukit Organik Ciwidey. Contoh tanah
diambil dengan menggunakan bor belgi pada
beberapa kedalaman, diantaranya: 0-25, 25-
50, 50-75 dan 75-100 cm. Pengeboran
dilakukan pada tiap bedengan dengan 4 titik
yang dipilih secara acak di setiap pertanaman.
Contoh tanah dari 4 titik tersebut
dicampurkan menjadi satu contoh tanah
komposit yang homogen. Selanjutnya contoh
tanah komposit tersebut dimasukkan ke dalam
plastik yang telah berlabel contoh tanah dan
disimpan dalam lemari pendingin hingga akan
dianalisis.
Penentuan Kadar Air
Contoh tanah ditimbang sebanyak 5 g
dalam pinggan aluminium yang telah
diketahui bobotnya. Contoh tanah dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 C selama 16 jam.
Setelah itu, contoh tanah didinginkan di
dalam eksikator, contoh tanah beserta wadah
ditimbang. Bobot tanah yang hilang adalah
bobot air.
Penentuan Kandungan Amonium Tanah
Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukan
ke dalam botol kocok dan ditambahkan
larutan KCl 1 N sebanyak 50 ml. Setelah itu
larutan contoh tanah dikocok dengan
menggunakan mesin pengocok selama 60
menit. Setelah 60 menit larutan tersebut
disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung
pada botol film. Sebanyak 1 ml filtrat
ditambahkan dengan pereaksi 1, pereaksi 2,
dan NaOCl 5% masing-masing sebanyak 2

Anda mungkin juga menyukai