Anda di halaman 1dari 13

Masakan Jepang

Masakan Jepang ( nihon ryri, nippon ryri


?
) adalah makanan yang
dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara unik di Jepang dan menggunakan
bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam bahasa Jepang,
makanan Jepang disebut nihonshoku atau washoku. Sushi, tempura, shabu-shabu,
dan sukiyaki adalah makanan Jepang yang populer di luar Jepang, termasuk di Indonesia.
Masakan dan makanan Jepang tidak selalu harus berupa "makanan yang sudah
dimakan orang Jepang secara turun temurun." Makanan orang Jepang berbeda-beda
menurut zaman, tingkat sosial, dan daerah tempat tinggal. Cara memasak masakan Jepang
banyak meminjam cara memasak dari negara-negara Asia Timur dan negara-negara Barat.
Di zaman sekarang, definisi makanan Jepang adalah semua makanan yang dimakan orang
Jepang dan makanan tersebut bukan merupakan masakan asal negara lain.
Dalam arti sempit, masakan Jepang mengacu pada berbagai berbagai jenis makanan
yang khas Jepang. Makanan yang sudah sejak lama dan secara turun temurun dimakan
orang Jepang, tapi tidak khas Jepang tidak bisa disebut makanan Jepang. Makanan
sepertigyudon atau nikujaga merupakan contoh makanan Jepang karena menggunakan
bumbu khas Jepang seperti shyu, dashi dan mirin. Makanan yang dijual rumah makan
Jepang seperti penjual soba dan warung makan kapp juga disebut makanan Jepang.
Makanan yang mengandung daging sapi sering dianggap bukan masakan Jepang karena
kebiasaan makan daging baru dimulai sejak Restorasi Meiji sekitar 130 tahun lalu. Menurut
orang di luar Jepang, berbagai masakan dari daging sapi seperti sukiyaki dan gyudon juga
termasuk makanan Jepang. Dalam arti luas, bila masakan yang dibuat dari bahan makanan
yang baru dikenal orang Jepang ikut digolongkan sebagai makanan Jepang, maka definisi
masakan Jepang adalah makanan yang dimasak dengan bumbu khas Jepang.
Masakan Jepang sering merupakan perpaduan dari berbagai bahan makanan dan
masakan dari berbagai negara. Parutan lobak yang dicampur saus sewaktu
memakan bistik atau hamburg steak, dan salad dengan dressing parutan lobak merupakan
contoh perpaduan makanan Barat dengan penyedap khas Jepang. Saus spaghetti yang
dicampur mentaiko,tarako, natto, daun shiso atau umeboshi merupakan contoh makanan
Barat yang dinikmati bersama bahan makanan yang memiliki rasa yang sudah akrab dengan
lidah orang Jepang. Bistik dengan parutan lobak sebenarnya tidak dapat disebut sebagai
makanan Jepang melainkan bistik ala Jepang (waf steak). Berdasarkan aturan ini,
istilah waf ( ala Jepang
?
) digunakan untuk menyebut makanan yang lazim ditemukan
dan dimakan di Jepang, tapi dimasak dengan cara memasak dari luar Jepang.
Berdasarkan aturan waf, beberapa jenis makanan sulit digolongkan sebagai makanan
Jepang karena merupakan campuran antara makanan Jepang dan makanan asing:
Makanan Barat yang dicampur bahan makanan yang unik Jepang, seperti sarada
udon (salad adalah makanan Barat tapi dicampurudon yang khas Jepang), kari,
dan anpan (roti berasal dari Barat berisi ogura yang khas Jepang).
Makanan khas Jepang yang berasal dari luar negeri tapi dibuat dengan resep yang sudah
diubah sesuai selera lokal, seperti ramendan gyza.
Makanan yang berdasarkan bahan dan cara memasak sulit diputuskan harus
dimasukkan ke dalam kategori makanan Barat atau makanan Jepang, misalnya pork
ginger dan butashgayaki keduanya menunjuk pada makanan yang sama.
Sebagian besar ahli kuliner berpendapat masakan Jepang mudah sekali dibedakan dari
masakan negara tetangga seperti masakan Korea dan masakan Cina. Walaupun demikian,
sejumlah makanan Korea juga mendapat pengaruh dari masakan Jepang. Di Korea juga
dikenal kimbab (futomakizushi), sup miso, dan takuan (asinan lobak) yang merupakan
makanan khas Jepang.

Penyajian makanan Sushi
Makanan utama di Jepang terdiri dari nasi (kadang-kadang dicampur palawija)
, sup dan lauk. Lain halnya dari masakan Cina atau masakan Eropa, masakan Jepang tidak
mengenal tahapan (course) dalam penyajian. Dalam budaya makan Eropa atau Cina,
makanan disajikan secara bertahap, mulai dari hidangan pembuka, sup, hidangan utama,
dan diakhiri dengan hidangan penutup. Masakan Jepang dihidangkan semuanya secara
sekaligus. Dalam hal penyajian hidangan, dalam masakan Jepang tidak dikenal perbedaan
antara tata cara penyajian di rumah dengan tata cara penyajian di restoran. Jamuan makan
dan kaiseki merupakan pengecualian karena makanan disajikan secara bertahap.
Dalam hal menikmati makanan, masakan Jepang bisa dengan mudah dibedakan dari
masakan Eropa atau masakan Cina. Rasa dicampur sewaktu makanan Jepang berada di
dalam mulut. Asinan sayur-sayuran mungkin terasa terlalu asin kalau dimakan begitu saja,
namun asinan terasa lebih enak ketika dimakan dengan nasi putih. Dalam masakan Jepang,
bahan makanan tidak diolah secara berlebihan. Makanan harus mempunyai rasa asli bahan
makanan tersebut. Cara memasak atau penyiapan makanan hanya bertujuan menampilkan
rasa asli dari bahan makanan. Makanan juga sama sekali tidak dimasak dengan bumbu yang
berbau tajam. Masakan Jepang tidak mengenal teknik memasak yang bisa merusak
penampilan bahan dan kesegaran bahan makanan.
Juru masak masakan Jepang dituntut serba bisa dalam berbagai bidang. Mereka
dituntut memiliki keahlian dalam pengolahan bahan makanan, pengetahuan tentang alat-
alat makan, serta pemilihan suasana yang tepat untuk menikmati makanan. Masakan
Jepang sangat berbeda dari masakan Perancis yang sangat maju dalam pembagian keahlian
di dapur dan pelayanan terhadap tamu di ruang makan.
Peralatan makan untuk masakan Jepang umumnya dibuat dari keramik, porselen,
atau kayu yang dipernis dengan urushi. Di rumah keluarga Jepang, setiap anggota keluarga
memiliki mangkuk nasi dan sumpit sendiri, dan tidak saling dipertukarkan dengan milik
anggota keluarga yang lain. Sumpit yang dipakai bisa berupa sumpit kayu, sumpit bambu,
atau sumpit sekali pakai. Sebelum teknik pembuatan keramik dikenal di Jepang, sebagian
besar alat makan dibuat dari kayu yang dipernis. Alat makan dari porselen umumnya diberi
hiasan gambar-gambar yang berfungsi sebagai penghias hidangan.
Masakan Jepang memiliki aturan yang sangat longgar menyangkut bentuk alat
makan dari keramik. Piring bisa saja berwarna gelap atau berbentuk persegi empat,
sehingga sangat mencolok dibandingkan piring makanan Eropa atau Amerika. Alat makan
untuk makanan Jepang terlihat sangat berbeda dengan alat makan untuk masakan Cina atau
Korea. Masakan Cina menggunakan piring bundar dari porselen dengan hiasan sederhana,
sementara masakan Korea memakai porselen putih tanpa hiasan atau alat makan dari
logam.

Awal sejarah tertulis
Nihon Shoki adalah literatur klasik yang memuat sejarah tertua tentang masakan
Jepang. Di dalamnya dikisahkan tentang nenek moyang klan Takahashi bernama
Iwakamutsukari-no-mikoto. Makanan yang dihidangkannya
berupa namasu ikan cakalang dan potongan kerang (hamaguri) yang diacar dengan cuka.
Hidangan istimewa tersebut dibuatnya untuk Kaisar Keiko yang sedang
mengunjungi Provinsi Awa ketika bersedih atas kematian Yamato Takeru. Iwakamutsukari-
no-mikoto bertugas sebagai juru masak istana dan kemudian dimuliakan sebagai dewa
masakan.
Asal usul masakan
Orang Jepang mulai makan nasi sejak zaman Jomon. Lauknya berupa bahan
makanan yang direbus (nimono), dipanggang, atau dikukus. Cara mengolah makanan
dengan menggoreng mulai dikenal sejak zaman Asuka, dan berasal dari Semenanjung
Korea danCina. Teh dan masakan biksu diperkenalkan di Jepang bersamaan dengan
masuknya agama Buddha, namun hanya berkembang di kalangan kuil. Makanan biksu
adalah masakan vegetarian yang disebut shjin ryri. Hewan peliharaan dan binatang buas
seperti monyet dilarang untuk dijadikan bahan makanan. Di dalam literatur
klasik Engishiki juga diceritakan tentang ikan hasil fermentasi yang disebut narezushi yang
dipakai sebagai persembahan di Jepang bagian barat.
Masakan zaman Nara
Pengaruh kuat kebudayaan Cina pada zaman Nara ikut memengaruhi masakan
Jepang pada zaman Nara. Makanan dimasak sebagai hidangan upacara dan ketika ada
perayaan yang berkaitan dengan musim. Sepanjang tahunnya selalu ada perayaan dan pesta
makan. Teknik memasak dari Cina mulai dipakai untuk mengolah bahan makanan lokal.
Penyesuaian cara memasak dari Cina dengan keadaan alam di Jepang akhirnya melahirkan
masakan yang khas Jepang.
Masakan zaman Heian
Pada zaman Heian, masakan Jepang terus berkembang dengan pengaruh dari
daratan Cina. Orang Jepang waktu itu mulai mengenal makanan seperti karaage dan kue-
kue asal Dinasti Tang (tgashi), dan natto. Aliran memasak dan etiket makan berkembang di
kalangan bangsawan. Atas perintah kaisar Kk, Fujiwara no Yamakage menyunting buku
memasak aliran Shij yang berjudul Shijry Hchshiki. Sampai saat ini, rumah makan
tradisional Jepang masih sering memiliki altar pemujaan untuk Fujiwara no Yamakage dan
Iwakamutsukari-no-mikoto.
Masakan zaman Kamakura
Makanan olahan dari tahu yang disebut ganmodoki mulai dikenal bersamaan dengan
makin populernya tradisi minum teh dan ajaran Zen. Pada zaman Kamakura, makanan
dalam porsi kecil untuk biksu yang menjalani latihan disebut kaiseki. Pendeta Buddha
bernama Eisai memperkenalkan teh yang dibawanya dari Cina untuk dinikmati dengan
hidangan kaiseki. Masakan ini nantinya berkembang menjadi makanan resepsi yang juga
disebut kaiseki, tapi ditulis dengan aksara kanji yang berbeda.
Masakan zaman Muromachi
Memasuki zaman Muromachi, kalangan samurai ikut dalam urusan masak-memasak
di istana kaisar. Tata krama sewaktu makan juga semakin berkembang. Aliran etiket
Ogasawara yang masih dikenal sekarang bermula dari etiket kalangan samurai dan
bangsawan zaman Muromachi.
Chnagon bernama Yamakage no Masatomo mendirikan aliran memasak Shijry.
Aliran ini menerbitkan buku memasak berjudulShijry Hchsho (Buku Memasak Aliran
Shij). Sementara itu, klan Ashikaga mendirikan aliran memasak kusary. Orang mulai
menjadi cerewet soal cara memasak dan menghidangkan makanan. Makanan
gaya honzen (honzen no seishiki) dan gaya kaiseki merupakan dua aliran utama masakan
Jepang zaman Muromachi. Dalam gaya honzen, makanan dihidangkan secara individu di
atas meja pendek yang disebut ozen. Porsi yang dihidangkan cukup untuk dimakan satu
orang. Dalam gaya kaiseki, makanan dihidangkan dalam porsi kecil seperti makanan yang
dihidangkan dalam upacara minum teh.
Namban adalah istilah orang Jepang zaman dulu untuk "luar negeri",
khususnya Portugal dan Asia Tenggara. Dari kata namban dikenal istilah nambansen (kapal
dari luar negeri). Kedatangan kapal-kapal dari luar negeri dari zaman
Muromachi hingga zaman Sengoku membawa serta berbagai jenis masakan yang
disebut namban ryri (masakan luar negeri) dan nambangashi (kue luar negeri). Kue
kastela yang menggunakan resep dari Portugal adalah salah satu contoh dari nambangashi.
Masakan zaman Edo
Kebudayaan orang kota berkembang pesat pada zaman Edo. Makanan penduduk
kota seperti tempura dan teh gandum (mugicha) banyak dijual di kios-kios pasar kaget. Pada
masa itu, di Edo mulai banyak dijumpai rumah makan khusus soba dan nigirizushi.
rusuichaya adalah sebutan untuk rumah makan tradisional (rytei) yang digunakan
samurai sewaktu menjamu tamu dengan pesta makan. Makanan dinikmati secara santai
sambil meminum sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan kaiseki
atau masakan Honzen. Masakan rusuichaya disebut masakan kaiseki ( kaiseki
ryri?, masakan jamuan makan), dan ditulis dengan aksara kanji yang berbeda dari "kaiseki"
untuk upacara minum teh.
Teknik pembuatan kue-kue tradisional Jepang (wagashi) berkembang pesat berkat
tersedianya gula yang sudah menjadi barang yang lumrah. Alat makan
dari keramik dan porselen mulai banyak digunakan dan diberi hiasan berupa gambar-
gambar artistik yang dikerjakan secara serius. Daging ternak mulai dikonsumsi orang Jepang
dan daging sapi dimakan sebagai obat. Sejak pertengahan zaman Edo mulai dikenalnya
teknik seni ukir sayur, dan makanan mulai dihias dengan hiasan dari lobak (wachigai daikon).
Pada waktu itu juga mulai dikenal telur rebus aneh dengan kuning telur berada di luar dan
putih telur di dalam (kimigaeshi tamago).
Masakan Kanto
Masakan Jepang zaman modern adalah hasil penyempurnaan masakan zaman
Edo. Daimyo dari seluruh penjuru Jepang mengenal kewajiban sankin ktai. Mereka wajib
datang ke Edo untuk menjalankan tugas pemerintahan bersama shogun. Kedatangan
daimyo dari seluruh pelosok negeri membawa serta cara memasak dan bahan makanan
khas dari daerah masing-masing. Bahan makanan yang dibawa rombongan daimyo dari
seluruh pelosok Jepang menambah keanekaragaman masakan Jepang di Edo. Semuanya
ditambah dengan makanan laut segar dan enak dari Teluk Edo yang disebut Edomae. Hasil
laut dari Samudera Pasifik seperti ikan tongkol sudah dijadikan menu tetap sewaktu
membuat sashimi.
Ikan dari familia Sparidae yang dikenal di Jepang sebagai ikan tai merupakan
lambang kemakmuran di Jepang. Ikan tai yang dipanggang utuh tanpa dipotong-potong
merupakan hidangan istimewa pada kesempatan khusus. Makanan yang dihidangkan pada
pesta makan terdiri dari dua jenis: makanan untuk dimakan di tempat pesta, dan makanan
yang berfungsi sebagai hiasan. Panggang ikan tai termasuk dalam makanan hiasan yang
boleh saja dimakan di tempat pesta. Namun, ikan panggang di pesta sebenarnya lebih
merupakan hiasan karena dimaksudkan untuk dibawa pulang oleh para tamu sebagai oleh-
oleh. Tradisi membawa pulang makanan pesta sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah
berasal dari zaman Edo dan terus berlanjut hingga sekarang. Selain ikan panggang, tamu
biasanya dipersilakan membawa pulang kinton (biji berangan dan ubi jalar yang dihaluskan)
dan kamaboko.
Masakan yang lahir dari berbagai keanekaragaman di daerah Kanto disebut masakan
Edo atau masakan Kanto. Sebutan masakan Kanto digunakan untuk membedakannya dari
masakan Kansai yang sudah dikenal orang lebih dulu. Ciri khas masakan Kanto adalah
penggunaan kecap asin (shyu) sebagai penentu rasa, termasuk untuk makanan berkuah
(shirumono) dan nimono. Tradisi membawa pulang makanan pesta merupakan alasan
penggunaan kecap asin dalam jumlah banyak dalam masakan Kanto, maksudnya agar rasa
tetap enak walaupun sudah dingin. Berbeda dengan masakan Kanto, masakan Kansai justru
tidak terlalu asin walaupun mengandalkan garam dapur sebagai penentu rasa.
Masakan Kansai
Masakan Kansai adalah sebutan untuk masakan Osaka dan masakan Kyoto. Berbeda
dari budaya Edo yang gemerlap, masakan Kyoto mencerminkan budaya Kyoto yang elegan.
Masakan Kyoto dipengaruhi masakan kuil Buddha. Ciri khasnya adalah penggunaan banyak
sayur-sayuran, tahu, kembang tahu, namun sedikit makanan laut karena letak geografis
Kyoto yang jauh dari laut. Masakan Kyoto melahirkan cara memasak dengan bumbu
seminimal mungkin agar rasa asli tahu atau kembang tahu (yang memang sudah "tipis")
tidak hilang. Kepandaian mengolah ikan kering seperti bodara (ikan cod kering)
dan migakinishin (ikan hering kering) menjadi hidangan yang enak merupakan keistimewaan
masakan Kyoto.
Osaka adalah kota tepi laut dengan hasil laut yang melimpah. Oleh karena itu,
masakan Osaka mengenal berbagai cara pengolahan hasil laut. Makanan laut diolah agar
enak untuk langsung dimakan di tempat dan tidak untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Masakan Osaka tidak mementingkan rasa makanan kalau sudah dingin karena pada
prinsipnya "makanan yang habis dimakan". Prinsip masakan Osaka bertolak belakang
dengan prinsip masakan Kanto yang memikirkan rasa makanan kalau sudah dingin.

Sushi
Sushi (, , atau biasanya ,
?
) adalah makanan Jepang yang terdiri
dari nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah
atau sudah dimasak.
[1]
Nasi sushi mempunyai rasa masam yang lembut karena dibumbui
campuran cukaberas, garam, dan gula.
Asal-usul kata sushi adalah kata sifat untuk rasa masam yang ditulis dengan huruf
kanji sushi(
?
). Pada awalnya, sushi yang ditulis dengan huruf kanji merupakan istilah
untuk salah satu jenis pengawetan ikan disebut gyosh (
?
) yang membaluri ikan
dengan garam dapur, bubuk ragi ( koji
?
) atau ampas sake ( kasu
?
). Penulisan sushi
menggunakan huruf kanji yang dimulai pada zaman Edo periode pertengahan
merupakan cara penulisan ateji (menulis dengan huruf kanji lain yang berbunyi yang sama).
Konon kebiasaan mengawetkan ikan dengan menggunakan beras dan cuka berasal
dari daerah pegunungan di Asia Tenggara. Istilahsushi berasal dari bentuk tata bahasa kuno
yang tidak lagi dipergunakan dalam konteks lain; secara harfiah, "sushi" berarti "itu (berasa)
masam",
[2]
suatu gambaran mengenai proses fermentasi dalam sejarah akar katanya. Dasar
ilmiah di balik proses fermentasi ikan yang dikemas di dalam nasi ialah bahwa cuka yang
dihasilkan dari fermentasi nasi menguraikan asam amino dari daging ikan. Hasilnya ialah
salah satu dari lima rasa dasar, yang disebut umami dalam bahasa Jepang.
[3]

Nigirizushi dikenal di Jepang sejak zaman Edo. Sebelum zaman Edo, sebagian besar
sushi yang dikenal di Jepang adalah jenis oshizushi (sushi yang dibentuk dengan cara
ditekan-tekan di dalam wadah kayu persegi).
[4]
Pada zaman dulu, orang Jepang mungkin
kuat makan karena sushi selalu dihidangkan dalam porsi besar. Sushi sebanyak 1 kan (1
porsi) setara dengan 9kan (9 porsi) sushi zaman sekarang, atau kira-kira sama dengan 18
kepal sushi (360 gram). Satu porsi sushi zaman dulu yang
disebut ikkanzushi mempunyai neta yang terdiri dari 9 jenis makanan laut atau lebih.
Pada zaman Edo periode akhir, di Jepang mulai dikenal bentuk awal dari nigirizushi.
Namun ukuran porsi nigirizushi sudah dikurangi agar lebih mudah dinikmati. Ahli sushi
bernama Hanaya Yohei menciptakan sushi jenis baru yang sekarang disebut
edomaezushi.
[4]
Namun ukuran sushi ciptaannya besar-besar seperti onigiri. Pada masa itu,
teknik pendinginan ikan masih belum maju. Akibatnya, ikan yang diambil dari laut sekitar
Jepang harus diolah lebih dulu agar tidak rusak bila dijadikan sushi.
Sampai tahun 1970-an sushi masih merupakan makanan mewah. Rakyat biasa di
Jepang hanya makan sushi untuk merayakan acara-acara khusus, dan terbatas pada sushi
pesan-antar. Dalam manga, sering digambarkan pegawai kantor yang pulang tengah malam
ke rumah dalam keadaan mabuk. Oleh-oleh yang dibawa untuk menyogok istri yang
menunggu di rumah adalah sushi. Walaupun rumah makan kaitenzushi yang pertama sudah
dibuka tahun 1958 di Osaka, penyebarannya ke daerah-daerah lain di Jepang memakan
waktu lama. Makan sushi sebagai acara seluruh anggota keluarga terwujud di tahun 1980-an
sejalan dengan makin meluasnya kaitenzushi.
Keberhasilan kaitenzushi mendorong perusahaan makanan untuk memperkenalkan
berbagai macam bumbu sushi instan yang memudahkan ibu rumah tangga membuat sushi
di rumah. chirashizushi atau temakizushi dapat dibuat dengan bumbu instan ditambah nasi,
makanan laut, tamagoyaki dan nori.

Jenis Sushi
Sushi pada umumnya digolongkan berdasarkan bentuk nasi, antara lain nigirizushi,
oshizushi, chirashizushi, inarizushi, dan narezushi.

Nigirizushi
Makanan laut segar (pada umumnya mentah) diletakkan di atas nasi yang dibentuk dengan
menaruh nasi di telapak tangan yang satu dan membentuknya dengan jari-jari tangan yang
lain. Nori sering dipakai untuk mengikat neta agar tidak terlepas dari nasi. Lauk yang
diletakkan di atas sushi juga bisa dalam keadaan matang
seperti tamagoyaki atau belut unagi dan belut anago yang sudah dipanggang.
Pada mulanya, edozushi adalah sebutan untuk sushi yang menggunakan hasil laut Teluk
Tokyo, tapi sekarang sering digunakan untuk menyebut nigirizushi. Di Hokkaido yang
terkenal dengan hasil laut, istilah namazushi (?, sushi mentah) dipakai untuk sushi
dengan neta mentah. Istilah ini dipakai untuk membedakannya dari sushi asal daerah lain
yang sering merebus lebih dulu neta seperti udang yang mudah kehilangan kesegarannya.
Neta untuk nigirizushi
Ikan: aji (selar), iwashi (lemuru), kajikimaguro (marlin), katsuo (cakalang), karei atau ikan
sebelah mata
kanan), salem,saba (ikan kembung), sanma (saury), suzuki (kerapu), kakap, hamachi (ikan su
nglir, nama bergantung usia ikan, bisa disebut buriatau kanpachi),
ikan hiramasa, hirame (ikan sebelah), toro (daging perut yang berlemak dari ikan tuna atau
tongkol), mekajiki(todak), ikan ainame.
Kerang: aoyagi (bakagai), akagai, hotategai (tiram), hokkigai (ubagai), mirugai (mirukui), tsub
u.
Belut: anago, unagi
Udang: amaebi, blacktiger, kuruma ebi, lobster, botan ebi
Kepiting (rajungan): zuwaigani, tarabagani
Telur ikan: ikura, tobiko
Cumi-cumi, uni (bulu babi), dan gurita
Aburage, kanikamaboko (kamaboko daging kepiting tiruan), kampyo (serutan labu yang
dikeringkan), mentimun, dashimaki, natto(kedelai fermentasi), neri ume (saus buah plum),
negitoro (cacahan daging ikan tuna dengan daun bawang), tsukemono (sayuran hasil
fermentasi).
Sushi yang dijual di kaitenzushi mempunyai banyak variasi neta yang bukan asli Jepang,
seperti miniburg (daging isi hamburger), berbagai macam jenis daging seperti charsiu, ikan
tuna kaleng, dan alpukat.
Cara makan
Nigirizushi dinikmati dengan mencelup sedikit bagian neta ke dalam kecap asin.
Nigirizushi umumnya dimakan dengan tangan, walaupun boleh-boleh saja dimakan
memakai sumpit.
Nigirizushi biasanya dimakan dengan sekali suap.
Teknik mengepal nasi
Ada beberapa teknik mengepal nasi yang merupakan seni keterampilan yang harus dikuasai
ahli sushi ( sushi shokunin?):
Tegaeshi:
Hon tegaeshi
Ko tegaeshi
Tate gaeshi
Yoko tegaeshi
Oyayubi nigiri
Berdasarkan kekuatan tangan sewaktu mengepal, bentuk nasi bisa berupa bentuk silinder
(tawaragata), kotak persegi empat (hakogata), dan kapal (funegata).
Di restoran kaitenzushi, nasi yang sudah dibumbui dibentuk secara otomatis menggunakan
mesin sushi, bahkan ada nasi bentukan mesin yang sudah diberi wasabi atau diikat dengan
nori. Mesin pembuat sushi ada juga yang terlihat seperti tempat nasi tradisional dari kayu
agar penikmat sushi mendapat kesan seolah-olah makan sushi yang dikepal oleh ahli sushi
sungguhan.


Wasabi
Wasabi ( atau ?)(Wasabia japonica, sinonim: Eutrema japonica, Bahasa
Inggris:Japanese Horseradish) adalah tanaman asli Jepang dari suku kubis-kubisan
(Brasscicaee). Parutan rimpang (rizoma)yang juga disebut wasabi, dimakan sebagai
penyedap masakan jepang seperti sashimi, sushi, soba dan ochazuke. daun, tangkai, dan
rizoma memiliki aroma harum, sekaligus rasa tajam menyengat hingga ke hidung seperti
mustar, tapi bukan pedas di lidah seperti cabai.
Unsur kimia yang menjadikan wasabi memiliki rasa menyengat (pedas)
adalah isotiosianat(6-methylthiohexyl isothiocyanate, 7-methylthioheptyl isothiocyanate,
dan 8-methylthiooctyl isothiocyanate). Senyawa ini bersifat antimikroba yang menghambat
pertumbuhan bakteri, sehingga irisan ikan segar selalu dimakan bersama wasabi.
Pemeliharaan wasabi biasanya di alam bebas, tanaman hanya tumbuh liar daerah
beriklim sejuk, di lembah pinggiran sungai atau di tengah air bersih yang mengalir perlahan-
lahan. Di Jepang, wasabi tumbuh liar di sepanjang aliran sungai yang bersih dan sejuk (10-
17) di daerah pegunungan pulau Honshu, Kyushu, dan Shikoku.
Tanaman herba tahunan, seluruh bagian tanaman memiliki aroma harum sekaligus
rasa pedas menyengat bila dimakan. Rizoma berwarna hijau terang, berbentuk bulat
panjang dan mengecil di bagian bawah. Daun keluar langsung dari bagian rizoma, tangkai
agak panjang dan tumbuh ke atas dengan daun yang melebar. Daun berbentuk seperti
jantung, diameter sekitar 10 cm. Di musim semi, dari rizoma keluar tangkai untuk bunga,
letak daun bersilangan, dan ukuran daun lebih kecil dari daun yang keluar langsung dari
rizoma. Bunga keluar di ujung tangkai, mekar di akhir bulan Februari-Maret, berwarna putih,
daun mahkota 4 helai, dan mekar tidak secara berturut-turut.
Budidaya wasabi dimulai sekitar tahun 1596-1615 di hulu Sungai Abe, Utgi,
Prefektur Shizuoka. Pada waktu itu, penduduk desa Utgi mencabut wasabi yang tumbuh
liar dan memindahkannya ke lahan di sekitar mata air yang terletak di Idgashira. Budidaya
wasabi di Idgashira menjadi usaha budidaya wasabi yang pertama di Jepang. Hasilnya
dipersembahkan kepada Tokugawa Ieyasu yang tinggal di Istana Sumpu. Menurut cerita,
Ieyasu sangat menyukai rasa wasabi hadiah penduduk desa, dan begitu gembira dengan
bentuk daun wasabi yang mirip lambang keluarga klan Tokugawa. Menurut cerita lain,
penyebaran wasabi ke seluruh Jepang dimulai di pertengahan zaman Edo dari bibit tanaman
wasabi yang diterima Itagaki Kanshir setelah mengajarkan budidaya shiitake kepada
penduduk Utgi




Penggunaan Wasabi
Banyak sekali kegunaan wasabi yang bisa digunakan dalam makanan jepang yaitu
sushi tetapi juga bisa digunakan bersama makanan dn kuliner yang lain, dan ini dia berita
berikutnya.Dan jika terlalu banyak menggunakan wasabi juga bahaya loh.... jadi ikuti aturan
makannya ya...
Selain wasabi segar, di pasaran tersedia bubuk wasabi dalam bubuk wasabi kemasan
kaleng, dan wasabi kemasan tube. Di Jepang, daun dan bunga wasabi digoreng sebagai
tempura, dan wasabi digunakan sebagai perasa untuk berbagai produk makanan ringan
hingga es krim.
Rizoma wasabi diparut dengan alat parut dari logam (oroshigane). Walaupun
demikian, sebagian kecil orang berpendapat aroma wasabi tidak hilang dan terasa lebih
enak bila diparut dengan alat parut tradisional dari kulit ikan hiu. Wasabi hanya diparut
seperlunya saja sebelum dimakan, karena aroma wasabi hilang di udara terbuka. Rasa pedas
hingga keluar air mata merupakan kenikmatan tersendiri bagi penikmat wasabi. Anak-anak
yang belum terbiasa, biasanya memakan sushi yang tidak diberi wasabi (bahasa
Jepang:sabinuki).
Rizoma wasabi berharga mahal dan metode pengawetannya sulit, sehingga bubuk
wasabi dan pasta wasabi dalam tube digunakan sebagai pengganti. Bubuk wasabi dan
wasabi dalam tube sering dibuat dari bahan pengganti berupa lobak, dicampur
rizoma Armoracia rusticana (bahasa Inggris: horseradish), dan bahan pewarna makanan.
Bubuk wasabi kemasan kaleng dicampur dengan air untuk menghasilkan pasta wasabi yang
siap santap.
Komposisi bubuk wasabi dan wasabi tube bergantung kepada merek dan produsen.
Bila produk mengandung kadar wasabi asli lebih dari 50%, maka di kemasannya ditulis, Hon
Wasabi (wasabi asli) atau Hon wasabi shiy (?, Menggunakan wasabi asli).
Definisi "wasabi asli" bisa berarti bagian rizoma atau bagian lain dari tumbuhan (daun dan
tangkai). Bila pasta wasabi mengandung kurang wasabi kurang dari 50%, maka pada
kemasan ditulis sebagai Hon wasabi iri (?, Mengandung wasabi asli).

Udon
Udon (,?) adalah salah satu jenis mi yang sudah dikenal di Jepang sejak
dulu, dibuat dari tepung terigu dan berbentuk tebal serta agak lebar.
Sesuai standar JAS, udon berbentuk bulat seperti pipa harus berdiameter di atas 1,7
mm, sedangkan udon berbentuk pipih harus memiliki lebar di atas 1,7
mm. Hiyamugi terlihat mirip dengan udon namun lebih langsing. Hiyamugi mempunyai
diameter 1,2-1,7 mm dan ketebalan 1,0-2,0 mm. Selain disebut Hiyamugi, udon yang
langsing juga disebut Hosoudon.
Tepung terigu berprotein sedang atau rendah diulen dengan air dan
sedikit garam untuk membuat adonan udon. Setelah adonan dipotong-potong, udon bisa
langsung direbus. Udon rebus biasanya dimakan bersama kuah yang dibuat
dari dashi dengan tambahankecap asin yang disebut tsuyu. Di Jepang bagian barat, kuah
udon berwarna coklat muda hampir bening karena memakai kecap asin encer (usukuchi
shyu). Sedangkan di Jepang bagian timur, kuah udon berwarna gelap hampir hitam karena
memakai kecap asin kental (koikuchi shyu).
Di Jepang, udon merupakan makanan rakyat, berharga murah dan banyak dimakan
sebagai pengganti nasi. Orang Jepang sejak dulu sudah akrab dengan udon dan sering
dimakan beramai-ramai sewaktu ada keramaian atau perayaan. Variasi cara memasak dan
jenis lauk yang digunakan berbeda-beda bergantung pada daerahnya di Jepang.
Di zaman kuno, udon dilafalkan sebagai "undon". Konon orang Jepang mengenalnya
di abad pertengahan sebagai makanan asal Tiongkok. Sampai sekarang, pangsit (wonton)
dalam dialek Wu ditulis sebagai dan dibaca sebagai undon.
Dalam kitab Engishiki, "undon" diperkenalkan sebagai salah satu jenis makanan
dari dinasti Tang. Tapi "undon" zaman itu mungkin lebih dekat dengan pangsit, karena
berupa daging dibungkus lembaran tepung yang digilas tipis.
Udon yang dikenal sekarang ini dulunya disebut Kirimugi, dan baru disebut "udon"
sejak zaman Edo. Pada waktu itu, "udon" adalah nama untuk sejenis masakan berupa
kirimugi yang dimakan dengan kuah hangat, atau didinginkan dengan air es setelah direbus.

Jenis Jenis Udon
Berdasarkan cara pembuatan
Teuchi (udon buatan tangan)
Adonan udon digilas tipis dan dipotong memakai pisau secara manual. Disebut juga
Teuchi Udon, dan banyak ditawarkan rumah makan udon kelas menengah hingga kelas atas.
Kikaiuchi (udon buatan mesin)
Dibuat di pabrik dengan mesin otomatis sehingga harganya murah. Sebagian besar
udon yang dijual di Jepang merupakan produksi pabrik.
Tenobe (udon yang dilebarkan dengan tangan)
Udon jenis ini termasuk langka, dibuat dengan cara menarik-narik adonan dan
melipatnya berkali-kali dengan menggunakan dua batang kayu atau sumpit panjang. Cara ini
mirip dengan teknik pembuatan somen atau mi tradisional Tiongkok.
Berdasarkan bentuk fisik
Tama udon (udon bundar)
Udon mentah yang baru jadi direbus dengan air mendidih selama 1 menit. Setelah
itu udon diangkat dan dibundarkan. Sebelum dimakan, udon masih harus direbus kembali
dan ditiriskan. Udon jenis ini masih banyak mengandung air dan tidak tahan lama disimpan.
Tama udon yang dimasukkan ke dalam kantong plastik disebut Yude udon (udon rebus) dan
banyak dijual di pasar-pasar swalayan di Jepang.
Nama udon (udon segar)
Udon yang baru jadi, ditaburi tepung dan dibungkus. Udon segar biasanya lebih enak
dari jenis udon lainnya, tapi tidak tahan lama disimpan. Selama belum direbus, tepung
terigu yang dikandung udon terus mengalami proses pematangan. Udon segar harus segera
dimasak karena cuma tahan beberapa hari saja. Sebelum dihidangkan, udon segar harus
direbus dan ditiriskan airnya.
Hoshi udon (udon kering)
Udon yang dijadikan udon kering biasanya adalah hoso udon (udon tipis). Setelah
jadi, udon dilipat sama panjang, berbentuk persegi empat dengan panjang sekitar 20 cm dan
dikeringkan. Udon kering bisa tahan lama disimpan dan sebelum dimakan harus direbus
terlebih dulu. Dibandingkan dengan udon segar, udon yang sudah dikeringkan rasanya tidak
begitu enak. Udon jenis ini sering digunakan untuk membuat udon goreng yang
disebut Yakiudon.
Reit udon (udon beku)
Setelah direbus dengan air mendidih, udon langsung dibekukan. Jenis udon segar
yang dibekukan tanpa direbus lebih dulu disebut Reitonama udon (udon segar beku). Air
yang terkandung di dalam berbagai jenis mi akan mengembang bila dibekukan. Susunan
molekul tepung terpecah-pecah sehingga rasa mi menjadi kurang enak. Agar udon beku
yang sudah direbus bisa kenyal kembali, produsen udon sering menambahkan tapioka atau
zat tepung yang lain.
Udon instan
Udon instan yang dijual dalam kemasan mangkok biasanya sudah digoreng dengan
minyak atau mengalami proses freeze drying. Udon instan tahan lama dan bisa langsung
dimakan setelah diseduh air panas. Udon instan yang tidak digoreng tapi dikeringkan
dengan hembusan udara panas sering dianggap lebih enak.

Anda mungkin juga menyukai