Anda di halaman 1dari 5

Merayakan Pembacaan

EKA KURNIAWAN
Aku menemukanmu dalam pelarian, tulis Intan Paramaditha dalam pembukaan cerita pendek
Mak Ipah dan BungaBunga, !"ihir Perempuan, Kata Kita, #$$%&' Perhatikan dengan saksama
kalimat pembuka itu' "iapa (ang sedang dalam pelarian) Aku atau kamu, atau keduan(a)
Kalimat (ang tak memberi kepastian apa pun seperti itu dengan mudah kita temukan dalam
hampir setiap buku kumpulan cerpen atau n*+el (ang datang dari para penulis generasi paling
mutakhir'
Perhatikan pula satu cuplikan kalimat dari cerpen ,akra Punarbha-a Wa(an "unarta !,akra
Punarbha-a, .ramedia Pustaka Utama, #$$%& ini/ "uka bercengkerama dengan ikan, *mbak,
rasi biduk dan perahu' "iapa (ang suka bercengkerama dengan ikan, *mbak, rasi biduk dan
perahu) .uru bahasa kita (ang baik di sek*lah pasti akan menc*ret kalimat seperti itu,
sebagaimana mungkin akan dilakukan *leh edit*redit*r terbaik kita' Kalimat tanpa sub(ek
dianggap bukan kalimat (ang baik' 0api, benarkah kalimatkalimat tak lengkap seperti itu tak
termaa1kan sama sekali)
I2inkan sa(a menambah dua c*nt*h lagi' Puthut EA dalam Kitab "alah Paham !3ua 0angisan
pada "atu Malam, Penerbit K*mpas, #$$4& menulis/ Puntung r*k*kn(a (ang masih men(ala
5atuh di kaus *bl*ng (ang lusuh dan membuat beberapa lubang' Meski kita bisa menebak
dengan tepat maksud kalimat itu, paling tidak sebuah pertan(aan masih bisa dia5ukan
kepadan(a/ siapa (ang membuat beberapa lubang) 6a-abann(a bisa r*k*kn(a (ang masih
men(ala atau kaus *bl*ng (ang lusuh' 3engan kata lain, kalimat tersebut bahkan masih bisa
men(esatkan'
3an, ini sebaris kalimat (ang dicuplik dari cerita pendek 7ubang 8itam 7inda ,hristant( !Kuda
0erbang Maria Pint*, Kata Kita, #$$9&/ 3ia kenakan mantel berkerah bulu cerpelai, ba5u *bral,
empat d*llar' "e5enak kita akan mengira ini merupakan kalimat ma5emuk, gabungan dari tiga
kalimat/ dia kenakan mantel berkerah bulu cerpelai: dia kenakan ba5u *bral: dan dia kenakan
empat d*llar' 0api, apa maksudn(a dia kenakan empat d*llar) Aha, tern(ata (ang dimaksud
7inda adalah dia kenakan mantel berkerah bulu cerpelai, (ang adalah ba5u *bral, dan hargan(a
empat d*llar' 7agilagi kalimat men(esatkan, tapi dengan mudah kita segera tahu maksudn(a,
dan segalan(a !dibuat& terangbenderang kembali' Mengapa)
Kalimatkalimat tak lengkap, atau kalimat gelap !dengan asumsi kalimatkalimat tersebut tidak
bersi1at terang dan 5ernih&, sangat mudah kita 5umpai dalam ragam bahasa lisan' 3alam lisanan,
semua masalah tata bahasa semacam itu termaa1kan disebabkan munculn(a satu anasir/
k*nteks' K*nteks inilah (ang biasan(a mengisi ruang k*s*ng dalam kalimat tak lengkap dan
memberi caha(a bagi kalimat (ang gelap' "ep*t*ng kalimat, "epi, misaln(a, barangkali tak
memberi pen5elasan apa pun disebabkan kalimat tersebut tak menampilkan sub(ek' Namun, 5ika
kalimat itu dikatakan sambil melihat rumah tanpa penghuni dan tanpa caha(a, pendengarn(a
bisa segera mengisi ruang k*s*ng dalam kalimat tak lengkap tersebut dengan sebuah k*nteks/
Rumah itu sepi' Rumah itu men5adi sub(ek (ang tak terucapkan' Apakah dalam ragam bahasa
tulis 5uga ada k*nteks)
K*nteks dalam bahasa tulis muncul dalam bentuk (ang lain' Kutipan cerpen Wa(an "unarta di
atas, 5ika dilengkapi dengan kalimat sebelumn(a, akan men5adi begini/ A(ahku nela(an tua
bermata ungu' "uka bercengkerama dengan ikan, *mbak, rasi biduk dan perahu' 3alam kalimat
pertama kita menemukan a(ahku sebagai sub(ek' 3i sini penulis seperti meminta kita agar
men(impan in1*rmasi itu untuk sesekali dipergunakan kembali sebagai pengisi ruang k*s*ng'
Maka, ketika kita menghadapi kalimat kedua, pembacaann(a akan men5adi/ A(ahku suka
becengkerama dengan ikan, *mbak, rasi biduk dan perahu' Wa(an bermain dengan ruang
k*s*ng (ang meminta kita menebak dan kemudian mengisin(a'
;perasi (ang berbeda dilakukan *leh Intan Paramaditha' Ketika kita menghadapi kalimat aku
menemukanmu dalam pelarian, kita tak dibekali apa pun sebagai penerang untuk membuat
kalimat tersebut benderang' "ebalikn(a, 5ustru kita diminta men(impan kalimat gelap itu dan di
sepan5ang cerita, Intan perlahanlahan menerangi kalimat tersebut' 3emikianlah akhirn(a kita
tahu, atau menc*ba tahu, bah-a (ang dalam pelarian adalah si aku' Aku adalah pengantin baru
(ang melarikan diri dari tetekbengek pestan(a'
Permainan bahasa ini<tentu dalam pengertian (ang agak berbeda dengan language games
Wittgenstein<sesungguhn(a bukan sesuatu (ang baru' Bahkan, bisa kita temukan dalam tradisi
sastra (ang 5auh lebih lama' Ini serupa dengan ruang k*s*ng dalam lukisan/ kan+as (ang
dibiarkan tak tersentuh cat' Atau seperti 5eda di dalam musik' Namun, dalam tradisi pr*sa
mutakhir kita, sa(a menemukan peman1aatann(a dalam cakupan (ang mencengangkan' Penulis
penulis ini tak kha-atir dengan ketersesatan' Mereka barangkali bahkan menganggap
ketersesatan, karena ruang k*s*ng (ang gelap, sebagai strategi (ang penuh kesadaran' Ia
men5elma men5adi se5enis misteri dalam cerita detekti1 atau hantu dalam cerita h*r*r (ang kita
tunggu kemunculann(a'
3alam kutipan kalimat 7inda ,hristant(, kita diminta bermain tebaktebakan hubungan tiga 1rasa
mantel berkerah bulu cerpelai, ba5u *bral, dan empat d*llar' "e5ak a-al kita seperti
diingatkan bah-a kalimat tersebut meminta untuk tidak dibaca sebagaimana biasan(a, apa (ang
dimaksudn(a tidak sebagaimana apa (ang tertulis di sana' Pr*sapr*sa ini 5elas tidak ditu5ukan
kepada para pembaca (ang malas, pembaca (ang tak ingin dia5ak bermain tebaktebakan, sebab
5ebakan tak han(a ada di tingkat cerita, tapi bahkan di tingkat kalimat, klausa, 1rasa, atau
mungkin kata'
Kita se*lah menghadapi titik tiga di antara 1rasa1rasa tersebut dan, seperti dalam kalimat Intan,
akan diisi sementara kita melan5utkan pembacaan kalimat berikutn(a/ Menurut pen5ualn(a, milik
artis terkenal ,ar*le 7*mbard' 8ah) =ang benar sa5a> 7*mbard sudah lama mati' Ba5u ini sempat
mampir di mana sebelum masuk t*k* l*ak) Rentetan kalimat itu mengisi ruang k*s*ng dan akan
terbaca ringkas men5adi mantel berkerah bulu cerpelai itu ba5u *bral' 3an, kalimat selan5utn(a/
3ia kirim mantel tersebut ke penatu, biar karb*n tertrakl*rida mematikan kumankuman (ang
bersembun(i di situ, semakin memperkuat kesan l*ak dan u5ungu5ungn(a murah' Ia meru5uk ke
1rasa empat d*llar'
3an bagaimana dengan kalimat Puntung r*k*kn(a (ang masih men(ala 5atuh di kaus *bl*ng
(ang lusuh dan membuat beberapa lubang) Kita tahu bisa membuat 1rasa ?puntung r*k*kn(a
(ang masih men(ala@ 5atuh ?'''@ dan membuat ?'''@ sebagai 1rasa predikatAkata ker5a, dan
tampakn(a inilah (ang dimaksud' Namun, kata membuat barangkali bisa 5uga diberikan kepada
1rasa (ang lain/ ?kaus *bl*ng (ang@ lusuh dan membuat ?'''@' Puthut tidak memberi pen5elasan
apa pun untuk menerangin(a di kalimat berikut !atau sebelumn(a&/ Aku ingin men*l*ngn(a, tapi
kepala ini berat rasan(a, dan ia sendiri tidak merasa kepanasan'
Kata kepanasan mungkin memba-a kita ke asumsi bah-a puntung r*k*k itulah (ang membuat
lubang meski kita dihadang masalah lain/ kita tak tahu di mana puntung r*k*k membuat lubang,
dan seandain(a menebak lubang itu di kaus *bl*ng, kita tak tahu itu kaus *bl*ng siapa sehingga
bisa 5adi tak berhubungan dengan p*t*ngan kalimat ia sendiri tak merasa kepanasan' 3alam
kalimat Puthut, kita menemukan peman1aatan kalimat misterius (ang begitu maksimal,
permainan tebaktebakan (ang n(aris tanpa akhir, dan ia tak merasa perlu memiliki na1su untuk
memberin(a penerang (ang benderang'
Pengarang sudah mati dan pembacalah (ang harus memba-a *b*r di kegelapan kuburan' Bagi
sa(a, ini adalah da(a tarik luar biasa dari pr*sa kita belakangan hari ini, membuat sa(a ingin
mengulang tak han(a pembacaan sebuah cerita pendek atau n*+el, tapi bahkan sebaris kalimat,
sambil bertan(atan(a apa (ang bisa sa(a temukan di sana'
Kegiatan intelek
Membaca merupakan akti+itas (ang lebih intelek daripada menulis, kata cerpenis 6*rge 7uis
B*rges'
Barangkali dalam rangka mengh*rmati peran pembaca sebagai pemegang kuasa mutlak
pemaknaan, penulispenulis pr*sa kita ini tak merasa perlu membuat segalan(a benderang'
Usaha membuat makna (ang seterangterangn(a bisa dikatakan siasia sebab pada akhirn(a
akan selalu ada pembacaan (ang berbeda' Ada persepsi (ang lain' 3an, bah-a tak ada sesuatu
pun (ang tanpa makna' 3emikianlah sa(a pikir bagaimana ruangruang k*s*ng dan gelap dalam
pr*sa merupakan suatu pera(aan atas pembacaan dan pemaknaan' 3i sini tak han(a pembaca,
tapi 5uga penulis menc*ba menemukan kemungkinankemungkinan persepsi dan, pada akhirn(a,
makna' 3engan kata lain, ini merupakan usaha para penulis mengambil kembali peran intelekn(a
tanpa harus merebutn(a dari pembaca'
"a(a ingin memperlihatkan kemungkinankemungkinan ini dalam penggunaan mereka atas
meta1*ra, misaln(a, 5ika apa (ang mereka lakukan masih bisa kita anggap sebagai meta1*ra'
35enar Maesa A(u dalam Waktu Na(la !Mereka Bilang, "a(a M*n(et>, .ramedia Pustaka Utama,
#$$#& memba(angkan akhir -aktu dengan kalimat/ ''' 5am tangann(a berubah 5adi sapu, m*bil
sedann(a berubah 5adi labu, dan dirin(a berubah 5adi abu' Bagian dirin(a berubah 5adi abu relati1
mudah diba(angkan sebagai m*men kematian, barangkali kematian di panggung kremasi, atau
35enar memba(angkan ma(at di kuburan (ang hancur men5adi tanah 5uga sebagai abu' Namun,
bagaimana dengan 5am tangan (ang 5adi sapu dan sedan (ang 5adi labu) Itu bukan gambaran
(ang umum mengenai kematian, paling tidak bagi sa(a' 35enar se*lah menantang kita untuk
menciptakan suatu persepsi lain mengenai kematian dari kalimat tersebut' "a(a memba(angkan,
misaln(a, barangkali di akhir -aktu perempuan seperti Na(la akan berakhir serupa pen(ihir'
"apu mengingatkan sa(a kepada sapu terbang nenek sihir dan labu mengingatkan sa(a kepada
malam 8all*-een' 3an, abu adalah ma(at pen(ihir (ang dibakar' Ingat, Na(la telah di+*nis
hidupn(a tak lama lagi' Itu serupa kutukan'
Ben 8ae dalam 0aman Pemulung !Rumah Ka-in, Kata Kita, #$$9& menulis sebaris meta1*ra
mencengangkan/ "embari menikmati suara a2an 2uhur ?'''@' "uara a2an itu seperti air liur'
Meleleh' Bersekutu dengan hu5an' Mencengangkan sebab, pertama, sa(a harus bersusah
pa(ah memba(angkan suara a2an !(ang& meleleh' Barangkali suara (ang berleretleret, mengalir
pelan dan pan5ang' Kedua, sa(a 5uga harus bersusahpa(ah memba(angkan menikmati suara
a2an !(ang& seperti air liur' "angat sulit memba(angkan sa(a bisa menikmati air liur' Air liur bagi
sa(a cenderung men5i5ikkan untuk dinikmati' Namun, sa(a menc*ba membacan(a kembali dan
membacan(a dengan cara lain' "a(a menc*ba memba(angkan a2an sebagai -aktu dan meleleh
membuat sa(a teringat kepada 5am5am "al+ad*r 3ali (ang meleleh' "a(a tak (akin apakah itu
(ang dimaksud Ben 8ae, tapi membacan(a dengan cara seperti itu memberi kesenangan
tertentu, memba(angkan dunia 0aman Pemulung men5adi semakin surealis'
Bandingkan c*nt*hc*nt*h tersebut dengan pandangan umum tentang meta1*ra' "a(a akan
menc*m*t satu dari ,asselCs 3icti*nar(/ ''' a -*rd is trans1erred in applicati*n 1r*m *ne *b5ect t*
an*ther, s* as t* impl( c*mparis*n' Atau dari (ang +ersi Ind*nesia, Kamus Istilah "astra kar(a
Abdul R*2ak Baidin dkk terbitan Balai Pustaka ini/ ma5as (ang mengandung perbandingan (ang
tersirat (ang men(amakan hal (ang satu dengan hal (ang lain' Kata kuncin(a/ perbandingan'
Kata ini men(iratkan akan adan(a satu keparalelan' 3an, biasan(a, meta1*ra dipergunakan untuk
memper*leh kesan lebih terpahami, atau lebih memperkuat e1ek (ang dimaksud'
8arimau dan kucing besar adalah perbandingan (ang bersi1at paralel' Mata hari !matahari&
adalah perbandingan untuk bintang kate kita (ang sebelumn(a dikenal sebagai sur(a' Kemudian
lihat kembali suara a2an (ang seperti liur atau 5am tangan (ang 5adi abu untuk menggantikan
akhir -aktu' Meta1*ra di sini tak serupa dengan perbandingan (ang paralel, tidak pula untuk
memper5elas maupun memperkuat e1ek' Bagi sa(a, meta1*rameta1*ra ini lebih tampak sebagai
penciptaan persepsi lain (ang telan5ur kita kenal mengenai a2an maupun akhir -aktu'
"ebenarn(a Arist*teles sudah mengatakann(a 5auh5auh hari dalan P*etics/ meta1*ra adalah
tran1erensi term dari satu hal ke hal lainn(a/ genus ke spesies, spesies ke genus, atau spesies ke
spesies, atas dasar anal*gi'
3e1inisi ini 5auh lebih l*nggar' Perhatikan kembali kata ini/ anal*gi' Anal*gi tak han(a
men(iratkan perbandingan, tapi 5uga kias, bahkan persepsi' Anal*gi tak han(a melulu menuntut
perbandingan (ang paralel, tapi bahkan halhal (ang sangat tidak serupa' Kita sedang
menghadapi pergeseran penciptaan meta1*ra !atau kembali ke -atakn(a (ang lebih kun*&' "ur(a
bukan lagi sekadar mata hari, mungkin bisa pula sebagai k*mputer rusak' 3an harimau b*leh
5adi malam keparat'
Kita, penulis dan pembaca, bersekutu dalam mereka ulang ba(angan mengenai a2an dan akhir
-aktu' 3engan kata lain, mencari kembali, dan terus kembali sebab memang dibiarkan men5adi
begitu labil, apa (ang kita sebut sebagai realitas' 3an, pada akhirn(a/ makna'
Perhatikan pula cerpen (ang tampak pr*1etis ini/ Air Ra(a !Perempuan Pala, Ak( Press, #$$9&
kar(a A2hari' 3itulis beberapa saat sebelum tragedi air ra(a sungguhan di Aceh, cerpen ini tak
sekadar suatu simb*lisme semata' Ia adalah persekutuan a5aib antara ban5ir besar, kapal (ang
terus tumbuh, Nuh, bapak (ang pergi, anak dan ibu (ang menunggu di rumah, (ang satu sama
lain tampak tak memiliki hubungan apa pun' "en(atan(a memang begitu' 3ua kisah berbeda,
tentang pela(aran Nuh dan tentang keluarga (ang terimpit perang saudara, berkelindan
menciptakan makna 1iksi (ang han(a bisa diketahui pembacan(a se*rang demi se*rang'
3emikianlah, alihalih membuat cerita pendek men5adi segep*k pesan (ang centangperenang,
kar(akar(a ini membiarkan dirin(a 5adi pu22le (ang pembaca sendiri tahu maknan(a'
3engan cara (ang agak berbeda mengenai pemaknaan ini, Raudal 0an5ung Banua memilih
men(*d*rkan peristi-a biasa/ tentang rumahrumah menghadap 5alan, (ang telah membuka
pintupintun(a untuk kepergian, tapi belum tentu menerima kepulangan !RumahRumah
Menghadap 6alan, dalam Parang tak Berulu, .ramedia Pustaka Utama, #$$%&' Peristi-a umum
(ang dis*d*rkan untuk dimaknai ulang'
Rasional dan positivistik
Baman m*dern dihiasi *leh tradisi ilmu pengetahuan (ang rasi*nal dan p*siti+istik' Apa (ang
tersisa dalam tradisi itu di dunia sastra) Realisme mungkin sudah ban(ak ditinggalkan' ;m*ng
*m*ng tentang *risinalitas mungkin sudah sangat memb*sankan' Meskipun ban(ak penulis
masih mempergunakann(a, mereka membicarakann(a dengan penuh kecemasan, atau dilihat
*rang dengan penuh kecurigaan' Namun, realisme dan *risinalitas bukan satusatun(a hal (ang
masih tertinggal dari tradisi rasi*nal dan p*siti+istik ini' 0untutan akan suatu kalimat (ang terang
dan 5ernih 5elas merupakan ba-aan tradisi serupa itu' ,lear and distinct, kata 3escartes'
"i1atsi1at terang, 5ernih, dan tepat 5elas men(iratkan adan(a suatu makna (ang tunggal'
"iapa pun pembaca (ang menuntut hal semacam itu merupakan pembaca (ang gagap
menanggung beban *t*n*min(a sendiri' Pembaca seperti ini 5uga merupakan pembaca (ang
cenderung sinis terhadap kelisanan dan terutama terhadap kelisanan dalam keberaksaraan,
serta mengagungkan (ang sebalikn(a'
"ikapsikap seperti itu tampak semakin luntur dalam kepenulisan para penulis generasi terkini'
0anpa beban dan bahkan cenderung bersikap enteng, 3ina ;cta+iani mereka ulang cerpen
William Daulkner "etangkai Ma-ar untuk Emil( dalam cerpenn(a sendiri (ang ber5udul "etangkai
Ma-ar dari Emil( !,*m* un "uen*, ;rakel, #$$%&' 3emikian pula .una-an Mar(ant* !B*n
"u-ung, Insist Press, #$$%&, misaln(a, menulis ulang mit*l*gi 6a-a lama dalam 6angan Bilang
bilang Kala !dari ,enthini&, "erat Padi !"erat ,ari(*s 3e-i "ri&, atau cerita *rang lain dalam
7antana !dari "im1*ni Past*ral, Andre .ide&'
"a(a pikir antara kalimatkalimat (ang tak taat tata bahasa sebagaimana c*nt*hc*nt*h di a-al
hingga reka ulang cerita di c*nt*hc*nt*h akhir, semuan(a men(iratkan hal (ang sama/
mera(akan pembacaan, dan akhirn(a sekali lagi, makna' Atau dengan kata lain/ mera(akan
ketersesatan'
EKA KURNIAWAN Penulis Novel dan Cerita Pendek, Menyelesaikan Studi di Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai