JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2014
2
A. Penilaian Acuan Patokan (PAP) PAP pada dasarnya berarti penilain yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka-angka hasil pengukuran agar hasil itu mempunyai arti tertentu. Dengan demikian patokan ini tidak dicari-cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran sebagaimana dilakukan pada PAN. Patokan yang telah disepakati terlebih dahulu itu biasanya disebut Tingkat Penguasaan Minimum. Siswa yang dapat mencapai atau bahkan melampai batas ini dinilai lulus dan belum mencapainya nilai tidak lulus mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh pelajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai batas lulus itu. Patokan yang dipakai untuk kelompok siswa yang mana sama ini pengertian yang sama. Dengan patokan yang sama ini pengertian yang sama untuk hasil pengukuran yang diperoleh dari waktu ke waktu oleh kelompok yang sama ataupun berbeda-beda dapat dipertahankan. Yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang benar- benar tuntas.
Ciri-ciri Penilaian Acuan Patokan (PAP) 1. Kelulusan seseorang ditentukan oleh satu patokan atau persyaratan tertentu, bukan ditentukan oleh ranking dalam kelompok tertentu; 2. Satu bentuk penilaian berbabsis kompetensi; 3. Digunakan dalam belajar tuntas, semua komponen standar/tujuan pembelajaran (learning objectives/outcomes)/tujuan instruksional dikuasai; 4. siswa/mahasiswa dinilai dengan kriteria yang telah ditentukan; 5. Seringkali dihubungkan dengan penguasaan pembelajaran, misalnya lulus-gagal dalam test tertentu; 6. Mengenali apa yang diketahui dan dapat dilakukan siswa/mahasiswa.
3
Kelebihan Penilaian Acuan Patokan (PAP) 1. Penilaian lebih transparan dengan menggunakan rubrik atau skema penilaian (marking scheme); 2. Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan kriteria minimal; 3. Nilai dan peringkat lebih dapat dirundingkan; 4. Nilai atau skor dapat dipertanggungjawabkan secara objektif karena berdasarkan prestasi yang disesuaikan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan; 5. Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa/mahasiswa serta fokus pada pembelajaran; 6. Lebih adil dan fair, karena siswa/mahasiswa diukur berdasarkan standar prestasi, bukan dengan membandingkan mahasiswa satu dengan lainnya; 7. Prestasi tergantung pada tingkat kebaikan kinerja yang ditunjukkan siswa/mahasiswa; 8. Lebih dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan prestasi siswa/mahasiswa; 9. Mengakui subjektifitas dan penilaian yang profesional dalam pemberian nilai; 10. Cocok digunakan untuk penempatan kegiatan belajar bersyarat atau berseri; 11. Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam proses pembelajaran; 12. Cocok digunakan untuk memonitor kemampuan setiap siswa/mahasiswa atau kelompok dalam proses pembelajaran.
Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP) 1. Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah kriteria dan standar; 2. Berisiko mengembangkan daftar nama kriteria yang berlianan; 3. Lebih menekankan hasil daripada proses; 4. Peringkat dapat dinyatakan dengan tidak sebenarnya secara positif/negatif; 5. Kadang akademisi kurang kompeten dan percaya diri untuk membuat penilaian profesional; 6. Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai berdasarkan referensi norma menjadi referensi kriteria; 7. Pikiran bahwa hanya persentase kecil yang memperoleh ranking rendah, dan sebaliknya, pasti mereka yang di pendidikan tinggi yang memperoleh ranking tinggi; 8. Siswa/mahasiswa dapat mempertanyakan nilai mereka.
4
Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang ditentukan tanpa terpengaruh oleh kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil. Sebagai contoh, seperti soal diatas jika kita menggunakan PAP akan seperti ini: Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan kriteria, misalnya sebagai berikut: Rentang Skor Nilai 90 s.d 100 10 80 s.d 89 9 70 s.d 79 8 60 s.d 69 7 50 s.d 59 6 40 s.d 49 5 30 s.d 39 4 20 s.d 29 3 10 s.d 19 2 0 s.d 9 1
Setelah kriteria ditetapkan, langkah berikutnya adalah mengkonversi skor mentah ke nilai. Untuk skor : 50 dikonversi menjadi nilai 6 45 dikonversi menjadi nilai 5 40 dikonversi menjadi nilai 5 35 dikonversi menjadi nilai 4 30 dikonversi menjadi nilai 4 Jika kita bandingkan masalah diatas, maka masing-masing nilai akan memiliki arti berbeda:
5
Skor Mentah, Nilai Berdasarkan Pendekatan Normal dan Kriteria. Skor Mentah Nilai Berdasarkan Pendekatan Keterangan Normal Kriteria 50 10 6
45 9 5 40 8 5 35 7 4 30 6 4
B. Penilaian acuan norma (PAN) PAN ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan apa adanya dalam arti, bahwa patokan pembanding sematamata diambil dari kenyataankenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu berlangsung, yaitu hasil belajar siswa yang diukur itu beserta pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak diluar hasilhasil pengukuran kelompok manusia. PAN pada dasarnya mempergunakan kurve normal dan hasilhasil perhitungannya sebagai dasar penilaiannya. Kurve ini dibentuk dengan mengikut sertakan semua angka hasil pengukuran yang diperoleh. Dua kenyataan yang ada didalam kurve Normalyang dipakai untuk membandingkan atau menafsirkan angka yang diperoleh masing masing siswa ialah angka rata- rata (mean) dan angka simpanan baku (standard deviation), patokan ini bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau kebawah sesuai dengan besarnya dua kenyataan yang diperoleh didalam kurve itu. Dengan kata ain, patokan itu dapat berubahubah dari kurve normal yang satu ke kurve normal yang lain. Jika hasil ujian siswa dalam satu kelompok pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikkan). Sebaliknya jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser kebawah (diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang 6
sama dihasilkan melalui bangunan dua kurve yang berbeda akan mempunyai arti umum yang berbeda pula.
Ciri-ciri dalam penilaian yang berbasis PAN Ada beberapa ciri-ciri dalam penilaian yang berbasis PAN antara lain: 1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya. 2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat relative. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut. 3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya). 4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius. 5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok. Contoh acuan norma dalam menetukan nilai siswa. Dalam kelas matematika, peserta tes terdiri dari 9 orang dengan skor mentah 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, dan 30. Jika menggunakan pendekatan penilaian acuan normal (PAN), maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10. sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Nilai-nilai tersebut diperoleh secara transpormasi sebagai berikut: Skor 50 dikonversi menjadi nilai 10 sebagai nilai tertinggi yang dicapai peserta tes, yang diperoleh dengan cara: 50 x 10 = 10 10 45 x10 = 9,5 50 45 x 10 = 8 50 35 x 10 = 7 50 7
35 x10 = 6 50 Kelebihan Penilaian Acuan Norma (PAN) 1. Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau kelompok di pendidikan tinggi. 2. Asumsi bahwa tingkat kinerja yang sama diharapkan terjadi pada setiap kelompok siswa/mahasiswa; 3. Hasil kelompok tengah (mean group) cocok dengan persentase untuk setiap tahun; 4. Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata pelajaran/kuliah dan memberikan hadiah atau penghargaan utama untuk sejumlah siswa/mahasiswa tertentu; 5. Mendukung ide tradisional kekauan akademis dan menggunakan standar.
Kekurangan Panilaian Acuan Norma (PAN) 1. Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa/mahasiswa: apa yang mereka ketahui atau dapat mereka lakukan; 2. Sedikit menyebutkan kualitas pembelajaran; 3. Tidak fair karena peringkat siswa/mahasiswa tidak hanya tergantung pada tingkat prestasi, tetapi juga atas prestasi siswa/mahasiswa lain; 4. Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus pada tahun berikutnya; 5. Tidak fair, khususnya pada kelompok kecil. Referensi ini dapat menyebarkan peringkat, memperbesar-besarkan perbedaan dalam prestasi, dan menekan berbagai perbedaan; 6. Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para siswa/mahasiswa.
8
C. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai berikut: 1. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus 2. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan. 3. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama- sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument. 4. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur. 5. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan. 6. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya. 7. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda. Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut: 1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku. 2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes. 3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya. 4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan. 9
D. Tabulasi Data Tabulasi data merupakan proses pengolahan data yang dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam tabel. Atau dapat dikatakan bahwa tabulasi data adalah penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar untuk memudahkan dalam pengamatan dan evaluasi. Hasil tabulasi data ini dapat menjadi gambaran tentang hasil penelitian, karena data-data yang diperoleh dari lapangan sudah tersusun dan terangkum dalam tabel-tabel yang mudah dipahami maknanya. Selanjutnya peneliti bertugas untuk memberi penjelasan atau keterangan dengan menggunakan kalimat atas data-data yang telah diperoleh. Tabulasi data dapat dilakukan melalui cara tabulasi langsung dan lembaran kode.
1. Tabulasi Langsung Maksudnya data langsung ditabulasi dari kuesioner ke dalam tabel yang sudah dipersiapkan tanpa perantara lainnya. Cara ini biasanya dilakukan untuk data yang jumlah responden dan variabelnya sedikit. Tabel Frekuensi Kunjungan Siswa SMA Kelas XII ke Perpustakaan dalam Seminggu Terakhir
2. Lembaran Kode (Code Sheet) Lembaran kode dapat dikerjakan dengan menggunakan fasilitas komputer. Biasanya penabulasian dengan cara ini hanya efisien apabila variabel dan responden yang diteliti sangat banyak. Jenis tabel yang umumnya dibuat dalam tabulasi data adalah tabel frekuensi dan tabel silang. a. Tabel Frekuensi Tabel frekuensi adalah tabel yang menyajikan berapa kali sesuatu hal terjadi. Tabel ini dapat dibedakan atas table frekuensi relatif, yaitu tabel frekuensi yang berisi persentase, 10
dan tabel frekuensi kumulatif, yaitu table frekuensi yang berisi angka kumulatif.
Contoh tabel frekuensi. Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden
b. Tabel Silang Tabel silang dibuat dengan cara memecah lebih lanjut setiap kesatuan dari setiap kategori menjadi dua atau lebih subkesatuan. Kegunaan pembuatan tabel silang antara lain sebagai berikut. 1) Menganalisis hubungan-hubungan antarvariabel yang terjadi. 2) Melihat bagaimana dua atau beberapa variabel berhubungan. 3) Mengatur data untuk keperluan analisis statistik. 4) Mengontrol variabel tertentu sehingga dapat dianalisis tentang ada tidaknya hubungan tertentu. 5) Memeriksa kesalahan-kesalahan dalam kode ataupun jawaban dari daftar pertanyaan.
Contoh tabel silang. Tabel 5.3 Frekuensi Kunjungan Siswa SMA Kelas XII ke Perpustakaan Selama Seminggu Terakhir Berdasarkan Jenis Kelamin
11
E. Rata-rata Hitung (Mean) Rata-rata atau Mean merupakan ukuran statistik kecenderungan terpusat yang paling sering digunakan. Rata-rata ada beberapa macam, yaitu rata-rata hitung (aritmatik), rata-rata geometrik, rata-rata harmonik dan lain-lain. Tetapi jika hanya disebut dengan kata "rata-rata" saja, maka rata-rata yang dimaksud adalah rata-rata hitung (aritmatik). Penghitungan Penghitungan rata-rata dilakukan dengan menjumlahkan seluruh nilai data suatu kelompok sampel, kemudian dibagi dengan jumlah sampel tersebut. Jadi jika suatu kelompok sampel acak dengan jumlah sampel n, maka bisa dihitung rata-rata dari sampel tersebut dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan: = rata-rata hitung xi = nilai sampel ke-i n = jumlah sampel Contoh Penghitungan Misalkan kita ingin mengetahui rata-rata tinggi badan siswa di suatu kelas. Kita bisa mengambil sampel misalnya sebanyak 10 siswa dan kemudian diukur tinggi badannya. Dari hasil pengukuran diperoleh data tinggi badan kesepuluh siswa tersebut dalam ukuran sentimeter (cm) sebagai berikut. 172, 167, 180, 170, 169, 160, 175, 165, 173, 170 Dari data di atas dapat dihitung rata-rata dengan menggunakan rumus rata-rata :
12
Rata-rata Hitung Data Berkelompok Data berkelompok adalah data yang disajikan dalam bentuk kelas-kelas interval. Setiap kelas biasanya memiliki panjang interval yang sama. Ada tiga cara menghitung rata-rata data berkelompok, yaitu dengan menggunakan titik tengah, menggunakan simpangan rata-rata sementara dan menggunakan kode (coding). Rumus ketiga cara penghitungan rata-rata data berkelompok tersebut adalah sebagai berikut.
1. Menggunakan titik tengah (cara biasa)
2. Menggunakan simpangan rata-rata sementara
dimana 2. Menggunakan pengkodean (coding)
Keterangan = rata-rata hitung data berkelompok = rata-rata sementara fi = frekuensi data kelas ke-i xi = nilai tengah kelas ke-i ci = kode kelas ke-i p = panjang interval
13
Contoh penghitungan: Sebanyak 21 orang pekerja dijadikan sampel dan dihitung tinggi badannya. Data tinggi badan dibuat dalam bentuk kelas-kelas interval. Hasil pengukuran tinggi badan adalah sebagai berikut.
Hitunglah rata-rata tinggi badan pekerja dengan menggunakan titik tengah, simpangan rata-rata sementara dan cara koding. Jawab: 1. Menggunakan titik tengah (cara biasa) Proses penghitungan rata-rata dengan menggunakan titik tengah dibantu dengan menggunakan tabel di bawah ini.
Dari tabel di atas diperoleh
Dengan begitu dapat kita hitung rata-rata data berkelompok sebagai berikut.
14
2. Dengan menggunakan simpangan rata-rata sementara Sebelum menghitung rata-rata data berkelompok menggunakan simpangan rata-rata sementara, kita terlebih dahulu menetapkan rata-rata sementaranya. Misalkan rata-rata sementara yang kita tetapkan adalah 160. Selanjutnya kita bisa membuat tabel penghitungan sebagai berikut.
Dari tabel di atas diperoleh
Hasil rata-rata hitung menggunakan simpangan rata-rata adalah
3. Cara coding Sama dengan menggunakan simpangan rata-rata sementara, sebelum menghitung rata- rata dengan cara coding, kita juga harus menetapkan rata-rata sementara. Namun rata-rata sementara yang kita tetapkan harus sama dengan salah satu nilai tengah salah satu kelas interval. Misalkan kita menetapkan rata-rata sementara adalah nilai tengah kelas keempat, yaitu 168. Dengan begitu kita bisa membuat tabel dan pengkodean seperti di bawah ini. 15
Pengkodean dimulai dari angka 0 untuk kelas interval dimana rata-rata sementara ditetapkan. Kemudian dengan kelas sebelumnya berturut-turut menjadi angka negatif (-1, -2, -3 dan seterusnya) menjauhi kelas rata-rata sementara. Berikutnya dengan kelas sesudahnya berturut-turut pengkodeannya menjadi angka positif (1,2 3 dan seterusnya) menjauhi kelas rata- rata sementara tersebut.
Dari tabel di atas diperoleh
Hasil rata-rata hitung menggunakan coding adalah sebagai berikut.
F. Varian dan Standar Deviasi (Simpangan Baku) Standar deviasi merupakan ukuran penyebaran yang paling banyak digunakan. Semua gugus data dipertimbangkan sehingga lebih stabil dibandingkan dengan ukuran lainnya. Namun, apabila dalam gugus data tersebut terdapat nilai ekstrem, standar deviasi menjadi tidak sensitif lagi, sama halnya seperti mean. Standar Deviasi memiliki beberapa karakteristik khusus lainnya. SD tidak berubah apabila setiap unsur pada gugus datanya di tambahkan atau dikurangkan dengan nilai konstan tertentu. SD berubah apabila setiap unsur pada gugus datanya dikali/dibagi dengan nilai konstan tertentu. Bila dikalikan dengan nilai konstan, standar deviasi yang dihasilkan akan setara dengan hasilkali dari nilai standar deviasi aktual dengan konstan. 16
Rumus Simpangan Baku untuk Data Tunggal Untuk data sample menggunakan rumus
Untuk data populasi menggunkan rumus
Contoh : Selama 10 kali ulangan semester ini sobat mendapat nilai 91, 79, 86, 80, 75, 100, 87, 93, 90,dan 88. Berapa simpangan baku dari nilai ulangan sobat? Jawab Soal di atas menanyakan simpangan baku dari data populasi jadi menggunakan rumus simpangan baku untuk populasi. Kita cari dulu rata-ratanya rata-rata = (91+79+86+80+75+100+87+93+90+88)/10 = 869/10 = 85,9 17
Kita masukkan ke rumus
Rumus Simpangan Baku Untuk Data Kelompok Untuk sample menggunakan rumus
Untuk populasi menggunakan rumus
Contoh : Diketahui data tinggi badan 50 siswa samapta kelas c adalah sebagai berikut 18
Hitunglah berapa simpangan bakunya 3. Kita cari dulu rata-rata data kelompok tersebut
4. Setelah ketemu rata-rata dari data kelompok tersebut kita bikin tabel untuk memasukkannya ke rumus simpangan baku
19
G. Rumus Konversi nilai Skala 1-10 Konversi adalah adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi huruf. Jika tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa dinterpretasikan. Konversi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan Meaan dan SD atau dikenal juga dengan batas lulus Mean (Mean = SD). Cara yang kedua adalah dengan Mean Ideal dan SD Ideal atau Remmers. Untuk cara pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai Mean dan SD, kemudian menentukan besarnya SUD (Skala Unit Deviasi), dan langkah terakhir adalah menentukan batas atas dan batas bawah. Untuk menentukan batas atas dan batas bawah tersebut, rumusnya adalah sebagai berikut: Batas bawah C = M 0,5 SUD Batas bawah D = M 1,5 SUD Batas atas C = M + 0,5 SUD Batas atas B = M + 1,5 SUD Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Rumus skala 10 Skala Sigma Skala 1-10 Nilai Kualitatif M + 2,25 SD > 10 Istimewa M + 1,75 SD 9 Baik sekali M + 1,25 SD 8 Baik M + 0,75 SD 7 Lebih dari cukup M + 0,25 SD 6 Cukup M 0,25 SD 5 Hampir Cukup M 0,75 SD 4 Kurang M 1,25 SD 3 Kurang Sekali M 1,75 SD 2 Buruk M 2,25 SD 1 Buruk Sekali 20
Pada umumnya guru guru di Indonesia mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa dalam rapor. Adakalanya juga digunakan skala 1-100, sehingga memungkinkan bagi guru untuk memberikan penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10 guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 akan dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hampir1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
H. Konversi nilai 1-10 Misalkan ada 50 soal pilihan ganda, kita koreksi dulu hasil ulangan siswa hingga mendapatkan skor. Skor yang di dapat adalah jumlah soal yang dijawab benar oleh siswa dari 50 soal yang diberikan. Lalu kita mendapatkan skor tertinggi dan skor terendah, misalnya Skor tertinggi = 30 Skor terendah = 10 Selanjutnya Tentukan Nilai Tertinggi dan terendah yang dikehendaki. Skor tertinggi = 30 dapat nilai 8 Skor terendah = 10 dapat nilai 6 Rumus yang kita pakai adalah Y = ax + b Terlebih dahulu kita menentukan nilai a, dengan cara : Nilai Tertinggi 8 = 30a + b (30 adalah skor tertinggi) Nilai Terendah 6 = 10a + b (10 adalah skor terendah) 2 = 20a a = 2/20 a = 1/10 atau 0,1 sekarang kita menetukan b, dengan cara : 8 = 1/10 x 30 + b ( 1/10 atau 0,1 adalah a sedang 30 adalah skor tertinggi) 8 = 3 + b b = 8 3 b = 5 Selanjutnya memasukkan kedalam rumus Y = ax + b sekarang kita buktikan untuk menentukan nilai konversi : Y = 0,1 x 30 + 5 21
Y = 3 + 5 Y= 8 Artinya siswa dengan skor 30 mendapat nilai konversi 8, bagaimana dengan yang terendah? berikut perhitungannya: Y= 0,1 x 10 + 5 Y = 1 + 5 Y= 6. Bagaimana dengan yang lain,misalkan skornya 20,dengan rumus Y = ax + b Berikut perhitungannya: Y = 0,1 x 20 + 5 Y = 2 + 5 Y = 7
Contoh 2 Misalnya kita harapkan siswa dapat nilai 6 sampai 9 ternyata siswa hanya mendapat nilai 3 sampai 7. Berulang-ulang kita remidi atau HER, ternyata hasilnya masih belum sesuai dengan KKM. Berikut adalah cara untuk mengkonversi nilai, tanpa mengurangi nilai siswa, bahkan dengan rumus ini siswa dapat nilai tambahan dengan rasio yang sama atau sekurang-kurangnya tetap. Rumus : NK = (NA NAR) x (NKT-NKR) ; (NAT-NAR) +NKR NK : Nilai Konversi NA : Nilai Asli NAR : Nilai Asli Terendah NAT : Nilai Asli Tertinggi NKR : Nilai Konversi Terendah NKT : Nilai Konversi Tertinggi Misalnya perolehan nilai siswa 3 sampai 7, padahal sesuai dengan KKM kita mengharapkan nilai 6 sampai 9. Maka ; Nilai 3 dikonversikan menjadi : NK = (3-3) x (9-6) ; (7-3) + 6 = 0 x 3 ; 4 + 6 = 6 Jadi nilai asli 4 menjadi 6 nilai konversi. Nilai 4 dikonversikan menjadi : NK = (4-3) x (9-6) ; (7-3) + 6 22
= 1 x 3 ; 4 + 6 = 6,75 Jadi nilai asli 4 menjadi 6,75 nilai konversi. Nilai 6 dikonversikan menjadi : NK = (6-3) x (9-6) ; (7-3) + 6 = 3 x 3 ; 4 + 6 = 8,25 Jadi nilai asli 4 menjadi 8,25 nilai konversi. Nilai 7 dikonversikan menjadi : NK = (7-3) x (9-6) ; (7-3) + 6 = 4 x 3 ; 4 + 6 = 9 Jadi nilai asli 4 menjadi 9 nilai konversi. Kalau diperlihatkan pada tabel sebagai berikut : Nilai Asli Nilai Konversi Konversi 3.00 6.00 0.75 3.25 6.19 0.75 3.50 6.38 0.75 3.75 6.56 0.75 4.00 6.75 0.75 4.25 6.94 0.75 4.50 7.13 0.75 4.75 7.31 0.75 5.00 7.50 0.75 5.25 7.69 0.75 5.50 7.88 0.75 5.75 8.06 0.75 6.00 8.25 0.75 6.25 8.44 0.75 6.50 8.63 0.75 6.75 8.81 0.75 7.00 9.00 0.75
23
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito Anonim. 2013. Varian dan Standar Deviasi Simpangan. http://www.rumusstatistik.com/2013/07/varian-dan-standar-deviasi-simpangan.html. ( 25 Maret 2014 Pukul 17.15) -----. 2012. Pengolehan data kuatitatif. http://ssbelajar.blogspot.com/2012/11/pengolahan- datakuantitatif.html.( 25 Maret 2014 Pukul 19.05)