Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario
Informasi 1
Ny. Aming 48 tahun datang ke poliklinik penyakit Dalam RSMS
dengan keluhan leher terasa tegang. Penderita mengaku keluhan sering
terjadi sejak bertahun-tahun lalu dan sering hilang timbul tetapi tidak pernah
di bawa ke dokter karena takut biaya yang mahal. Keluhan berkurang ketika
beristirahat tetapi muncul dan memberat saat bekerja di sawah.Ny. Aming
juga mengeluhkan terkadang kepala terasa nyut-nyut-an, tidak nyaman,
dan badan cepat lelah sehingga sulit tidur. Sekarang penderita memiliki
kartu BPJS sehingga penderita berani memeriksakan dirinya ke RS.
Ny. Aming merupakan seorang petani dengan 4 orang anak, suami nya
sudah meninggal dunia. Penderita menyangkal pernah menderita tekanan
darah tinggi dan menyangkal mengalami kencing manis ataupun riwayat
penyakit ginjal, namun mengatakan bahwa ayahnya adalah penderita
tekanan darah tinggi. Ny.Aming mengaku pernah di tensi oleh perawat
tetangga rumahnya tetapi lupa hasilnya hanya ingat bahwa dia disuruh
mengurangi makan gesek.

Informasi 2
Pemeriksaan fisik:
KU/Kes : tampak sakit ringan/ composmentis
Tanda vital : Tekanan darah : 170/90 mmHg (30 menit berikutnya
diperiksa ulang dan hasilnya sama)
Nadi : 88x/menit


1

Respirasi : 20x/menit
Suhu Tubuh : 36,5
O
C
Kepala dalam batas normal
JVP : 5 2 cm
Dada : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : teraba ictus cordis di SIC V
Perkusi : tidak ada keterangan
Batas Jantung
Kanan atas : SIC II Linea parasternal dekstra
Kanan bawah : SIC IV Linea parasternal dekstra
Kiri atas : SIC II Linea parasternal sinistra
Kiri bawah : SIC V Linea midclavicula sinistra
S1-S2 regular, gallop (-), murmur (-)
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

Informasi 3
X-foto thorax : Jantung CTR <50%, kesan normal
Paru tenang
EKG : Normal sinus rhythm
Informasi 4
Diagnosis : Hipertensi II (essential Hypertension)
Terapi : Non medika mentosa :
Batasi konsumsi garam
Healthy life style
Medikamentosa
Amlodipine 1 x 5 mg
Captopril 3 x 12,5 mg
Prognosis : ad vitam : ad bonam
ad fungsionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah
belakang kepala (daerah oksipital dan sebahagian daerah tengkuk)
(Sjahrir, 2008).
B. Batasan Masalah
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. Aming
b. Usia : 48 tahun
c. Pekerjaan : petani
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama : leher terasa tegang
b. Onset : bertahun-tahun
c. Kuantitas : hilang timbul
d. Kualitas : mengganggu aktivitas
e. Faktor pemberat : memberat saat bekerja
f. Faktor peringan : istirahat
g. Keluhan lain : kepala terasa nyut-
nyutan, tidak nyaman, cepat lelah, sulit
tidur
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Menyangkal pernah menderita tekanan darah tinggi, menyangkal
mengalami kencing manis, dan menyangkal adanya riwayat penyakit
ginjal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah Ny.Aming penderita tekanan darah tinggi.


3

5. Riwayat Sosial Ekonomi
Gemar mengonsumsi gesek.

C. Analisis Masalah
1. Klasifikasi nyeri kepala
2. Mekanisme nyeri kepala
3. Mekanisme leher tegang
4. Pengaruh mengonsumsi garam berlebih ("gesek") dengan keluhan yang
diderita pasien
5. Hubungan antara tekanan darah tinggi, kencing manis, dan pernyakit
ginjal dengan gejala pasien
6. Kemungkinan diagnosis dari kasus Ny. Aming
7. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan
8. Interpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
didapatkan
9. Penegakan diagnosis dan alasan dignosis
10. Anatomi jantung dan pembuluh darah
11. Histologi jantung dan pembuluh darah
12. Fisiologi jantung
13. Mekanisme pengaturan tekanan darah
14. Definisi hipertensi
15. Etiologi hipertensi
16. Klasifikasi hipertensi
17. Patogenesis hipertensi
18. Penatalaksanaan hipertensi
19. Obat-obat untuk hipertensi
20. Kegawatdaruratan hipertensi dan penatalaksanaannya
21. Komplikasi hipertensi
22. Prognosis hipertensi
23. Edukasi hipertensi




4

D. Pembahasan Masalah
1. Klasifikasi Nyeri Kepala
Klasifikasi nyeri kepala berdasarkan kausa adalah sebagai berikut
(Widjaja, 2004). :
a. Primer
Nyeri kepala primer terjadi karena adanya kelainan anatomi atau
kelainan struktur. Nyeri kepala primer diklasifikasikan sebagai berikut
(Widjaja, 2004) :
1) Migrain
Migrain disebabkan karena ketidaknormalan vaskuler,
serangan dimulai dari mata atau pelipis menyebar ke satu atau dua
sisi kepala. Nyeri diikuti rasa berdenyut bahkan terkadang mual
muntah. Fase migrain adalah sebagai berikut :
a) Dengan aura : tidak diketahui pasti penyebabnya, serangan
didahului oleh adanya aura ( 5 60 menit), nyeri bisa langsung
timbul setelah terjadinya aura
b) Tidak dengan aura : nyeri kepala satu sisi yang berdenyut,
sedang berat, diperparah dengan aktivitas fisik, biasanya 4
72 jam, bisa mual dan muntah
2) Tension
Tension ditandai dengan nyeri hilang timbul, menyerang
bagian depan maupun belakang kepala dikarenakan karena posisi
badan dan kepala yang tidak tepat, contoh saat posisi duduk.
3) Cluster
Cluster seringkali menyerang pria, menyerang pada satu sisi
kepala, nyeri pada bagian mata dan menyebar ke wajah dan
temporal, mata berair dan terjadi sumbatan pada hidung. Etiologi
cluster dapat terjadi karena alkohol, nitrit, vasodilator sehingga
terjadi dilatasi arteri ekstrakranialis.



5

b. Sekunder
Nyeri kepala sekunder bersifat kronis progresif, nyeri > 3 bulan
mengalami penambahan derajat jadi berat, frekuensi jadi lebih sering,
dan durasi ( lebih lama). Nyeri kepala sekunder diklasifikasi sebagai
berikut (Widjaja, 2004) :
1) Nyeri kepala karena trauma kepala atau leher
2) Nyeri kepala karena kelainan vaskular kranial atau servikal
3) Nyeri kepala karena infeksi
4) Nyeri kepala karena gangguan vaskuler, contoh : perdarahan
subarakhnoid
5) Nyeri kepala karena penggunaan zat kimia
6) Nyeri kepala karena gangguan metabolik, contoh : hipogklikemia
7) Neuralgia kranial, dari saraf kranial, biasanya sakit kepala menetap

2. Mekanisme Nyeri Kepala
Mekanisme dasar terjadinya sakit kepala adalah perangsangan
nosiseptor nervus trigeminus oleh beberapa neuropeptida. Beberapa
contoh molekul penyebab sakit kepala diantaranya adalah yang paling
besar CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide), kemudian diikuti oleh
Substansi P, Neurokinin A, Pituitary Adenylate Cyclase Activating
Peptide (PACAP) nitricoxide (NO), prostaglandin E2 (PGE2),
bradikinin, serotonin (5-HT) dan adenosin triphosphate (ATP) yang akan
mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor-nosiseptor. Khusus untuk
nyeri kepala klaster clan chronic paroxysmal headache adalagi pelepasan
VIP (vasoactive intestine peptide) yang berperan dalam timbulnya gejala
nasal congestion dan rhinorrhea (Widjaja, 2004).
Rangsangan molekul tersebut akan diteruskan ke batang otak,
terutama ke peri aquaductal grey matter, locus coeruleus, nukleus raphe
magnus dan reticular formation yang mengatur konvergensi kerja dari


6

korteks somato sensorik, hipotalamus, anterior cyngulate cortex, dan
struktur system limbic lainnya sehingga timbul rasa sakit kepala. Pada
sakit kepala kronik harian, respon patofisiologis bias disebabkan oleh
adanya aktivasi reseptor NAMDA dan peningkatan kadar zat besi dalam
darah (Widjaja, 2004).
Teori lain menyebutkan bahwa sakit kepala disebabkan oleh adanya
proses inflamasi yang memicu pelepasan kaskade zat substansi dari
perbagai sel. Makrofag melepaskan sitokin lL-1 (Interleukin 1), lL-6 dan
TNF- (Tumor Necrotizing Factor ) danNGF (Nerve Growth Factor).
Sel mast melepas/ mengasingkan metabolit histamin, serotonin,
prostaglandin dan asam arakhidonat sehingga terjadi sensitisasi terminal
sel saraf (Widjaja, 2004).
Patofisiologi migren sedikit kurang lebih sama, akan tetapi
melibatkan molekul Cutaneous allodynia (CA), yaitu nafsu nyeri yang
ditimbulkan oleh stimulus non noxious terhadap kulit normal. Saat
serangan/ migren, 79% pasien menunjukkan cutaneus allodynia (CA) di
daerah kepala ipsilateral dan kemudian dapat menyebar ke daerah
kontralateral dan kedua lengan (Widjaja, 2004).
Sakit kepala tension kronik disebabkan oleh karena penurunan
ambang batas nyeri karena adanya stress berkepanjangan disertai
peningkatan sensitivitas seseorang terhadap nyeri. Faktor tersebut
langsung menghasilkan rasa nyeri ketika dirangsang oleh rangsang
nosiseptif nyeri (Cathcart et al., 2009).

3. Mekanisme Leher Tegang
Sakit kepala tension dan leher tegang adalah kondisi stress mental,
non-physiological motor stress, dan miofasial lokal yang melepaskan zat
iritatif ataupun kombinasi dari ketiganya yang menstimuli perifer
kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supra spinal pain,
kemudian berlanjut lagi ke sentral (Widjaya, 2004).
Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari
platelet), bradikinin (dilepas dari belahan precursor plasma molekul


7

kallin) dan kalium (yang dilepas dari selotot), SP dan CGRP dari aferen
otot berperan sebagai stimulant sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet
(Widjaya, 2004).
Untuk jenis TTH episodic biasanya terjadi sensitisasi perifer
terhadap nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral.
Proses kontraksi otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal
descending pain inhibitory activity dan hipersensitivitas supraspinal
terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya nyeri pada
Tension type Headache. Semua nilai ambang pressure pain detection,
thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun
ekstra sefalik (Widjaya, 2004).
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai factor pencetus
(87%), eksaserbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala.
Prevalensi life time depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada
penderita depresi dijumpai adanya deficit kadar serotonin dan
noradrenalin diotaknya (Widjaya, 2004).

4. Pengaruh mengonsumsi garam berlebih ("gesek") dengan keluhan
yang diderita pasien
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode
pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu
singkat, dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-
bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Yang dimaksud dengan
garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hamper semua
bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan
(Rismayanthi, 2012).
Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang
dibutuhkan tubuh. Natrium menjaga keseimbangan asam basa didalam
tubuh dengan mengimbangi zat zat yang membentuk asam. Natrium


8

adalah kation utama dalam cairan ekstraselular dan hanya sejumlah kecil
natrium berada dalam cairan intraselular (Suhardjo, 1992).
Natrium berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Natrium
berperan pula dalam absorpsi glukosa dan sebagai alat angkut zat zat
gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus (Almatsier,
2001).
Namun, perlu diingat bahwa apapun apabila dikonsumsi berlebihan
maka akan berdampak buruk bagi tubuh kita. Konsumsi natrium yang
berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraselular
meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraselular ditarik keluar,
sehingga volume cairan ekstraselular meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraselular tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah
(Astawan, 2003).
Disamping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat
mengecilkan diameter dari arteri, sehingga jantung harus memompa lebih
keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang
yang semakin sempit dan akibatnya adalah hipertensi. Hal yang
sebaliknya juga terjadi, ketika asuan natrium berkurang maka begitu pula
volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu (Hull, 1993).
Mempertahankan volume plasma (yang penting untk perfusi
jaringan) sangat berkaitan dengan pengaturan keseimbangan natrium.
Mekanisme pengaturan keseimbangan volume sangat bergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah
bagian dari volume extra cellular fluid (ECF) pada ruang vaskular yang
secara efektif memerfusi jaringan. Volume ECF pada orang sehat
umumnya berubah-ubah sesuai dengan volume sirkulasi efektifnya, dan
berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total karena
natrium adalah zat terlarut utama yang menahan air di dalam ECF (Price,
2012).


9

Ketika terjadi peningkatan kadar natrium, maka akan terjadi
hiperosmolalitas karena garam natrium merupakan penentu utama
osmolalitas plasma. Peningkatan osmolalitas serum menyebabkan air
berpindah dari intra cellular fluid (ICF) ke ECF, dan menyebabkan
penurunan volume sirkulasi efektif (Price, 2012).
Penurunan volume sirkulasi efektif dodeteksi oleh baroreseptor,
yang mengakibatkan sel-sel jukstaglomerular ginjal memproduksi
protein, yaitu renin. Renin bekerja sebagai enzim yang melepaskan
angiotensin I dari protein plasma angotensinogen. Angiotensin I
kemudian diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang
korteks adrenal untuk menyekresi aldosteron. Aldosteron bekerja pada
duktus koligentes ginjal yang mengakibatkan retensi natrium (dan air).
Selain itu, angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi pada otot polos
arteriol. Kedua mekanisme ini membantu memulihkan volume sirkulasi
efektif (Price, 2013).

5. Hubungan antara tekanan darah tinggi, kencing manis, dan pernyakit
ginjal dengan gejala pasien
Riwayat hipertensi keluarga pasien perlu ditanya kepada pasien
karena terdapat kecenderungan seorang dengan orang tua hipertensi
untuk menderita hipertensi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa orang
dengan ayah dan ibu hipertensi memilik irisiko 45% lebih tinggi
menderita hipertensi sedangkan orang dengan ayah saja atau ibu saja
menderita hipertensi memiliki risiko 30% lebih besar terkena hipertensi.
Pada kasus ini, ayah pasien mengalami hipertensi sehingga pasien
memiliki risiko 30% lebih tinggi terkena hipertensi (Depkes RI, 2006).
Riwayat penyakit ginjal dan kencing manis perlu digali dengan
maksud untuk memastikan apakah pasien benar-benar tidak mengalami
hipertensi atau tidak. Penyakit ginjal merupakan komplikasi dari
hipertensi (Palmer, 2008). Selain itu, komplikasi lainnya adalah kencing
manis (Stoltz, 2008).


10

Berdasarkan etiologi, hipertensi dapat dibedakan menjadi
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer dapat terjadi
akibat dari lingkungan dan genetik, sedangkan pada hipertensi sekunder
banyak terdapat etiologi, yaitu berhubungan dengan ginjal, vaskuler, dan
endokrin. Pada umumnya angka kejadian hipertensi primer sekitar 90-
95% pada kasus dewasa, dan hanya sedikit pasien (2-10%) yang
memiliki penyebab sekunder (Madhur, 2013).
Berikut di bawah ini adalah penyebab dari hipertensi sekunder, yaitu
(Madhur, 2013) :
1. Penyebab dari ginjal (2,5-6%) pada hipertensi termasuk renal
parenchymal diseases dan renal vascular diseases, adalah :
Polycystic kidney disease
Chronic kidney disease
Urinary tract obstruction
Renin-producing tumor
Liddle syndrome
2. Penyebab dari vaskuler, yaitu :
Coarctation of aorta
Vasculitis
Collagen vascular disease
3. Penyebab dari hormon endogen, yaitu :
Primary hyperaldosteronism
Cushing syndrome
Pheochromocytoma
Congenital adrenal hyperplasia

6. Kemungkinan diagnosis dari kasus Ny. Aming
a. Hipertensi
1) Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan


11

diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
2) Etiologi
a) Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan
persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan
mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak
diketahui penyebabnya dan mencakup 95% dari kasus
hipertensi banyak faktor yang mempengaruhi seperti
gennetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis,
sistem renin angiotensin, defek ekskresi Na, dan peningkatan
faktor-faktor resiko seperti obesitas, alkohol, merokok,
polisitemia (Mansjoer, 2009).
b) Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat
kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini
penyebabnya diketahui dan ini menyangkut 5% dari kasus-
kasus hipertensi. Penyebab spesifiknya diketahui seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, sindrom cushing, feokromositoma, hipertensi karena
kehamilan (Mansjoer, 2009).
3) Faktor risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi
dua kelompok besar yaitu (Sugiharto et al, 2006) :
a) Faktor yang tidak dapat diubah
i. Genetik
Pada seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi,
dapat memiliki kerentanan 25% terhadap penyakit
tersebut, sedangkan pada kedua orang tua dengan
penderita hipertensi, maka tingkat kerentanannya
meningkat menjadi sekitar 60%.
b) Faktor yang dapat diubah
i. Aktivitas fisik


12

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan
aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat.
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot
tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan
aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
paru-paru memerlukan tambahan energi untuk
mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
ii. Obesitas
Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi
dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung
dan sirkulasi volume darah penderita obesitasobesitas
dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita
hipertensi dengan berat badan normal.
iii. Asupan garam berlebih
Pada garam terkandung kadar natrium tinggi.
Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Makanan asin biasanya
memiliki rasa gurih (umami), sehingga dapat
meningkatkan nafsu makan. Pengaruh asupan natrium
terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
iv. Makanan berlemak
Makanan yang digoreng memiliki rasa yang gurih,
renyah, enak dan kaya lemak. Hal ini menyebabkan
seseorang ingin makan terus menerus, sehingga memiliki
densitas energi yang tinggi dan tingkat kepuasan yang
rendah. Rendahnya tingkat kepuasan dapat berpengaruh


13

terhadap kemampuan respon insulin dan leptin, hormon
yang menstimulasi rasa lapar-kenyang.
Konsumsi pangan tinggi lemak juga dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang
dikenal dengan aterosklerosis. Lemak yang berasal dari
minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai
panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang
berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan
dan pembentukan plak di pembuluh darah. Pembuluh
darah menjadi semakin sempit dan elastisitasnya
berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat
mengganggu kesehatan jika jumlahnya berlebih lainnya
adalah kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein
(LDL).
v. Stress
Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik
yang mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh
darah, dan meningkatkan retensi air dan garam. Pada saat
stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga
renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga
semakin meningkat. Peningkatan sekresi hormon tersebut
berdampak pada peningkatan tekanan darah.

b. Gagal jantung kongesti
1) Anamnesis
Gejala gagal jantung secara konvensional dibagi menjadi
gagal ventrikel kiri, gagal venrikel kanan, atau keduanya (gagal
jantung kongestif) (Gleadle, 2007).
Gagal jantung bukan merupakan diagnosis dan penyebab
yang mendasarinya harus dicari. Gagal jantung adalah alasan


14

yang sangat sering, mencakup 5% daripasien yang dirawat di
bangsal rumah sakit (Gleadle, 2007).
Gagal ventrikel kiri:
a) Sesak napas
b) Ortopnea
c) Dispnea nocturnal paroksismal (Adakah masalah dengan
pernapasan di malam hari)
d) Yang lebih jarang adalah mengi (wheezing), batuk, sputum
merah muda berbusa, toleransi olah raga berkurang
Gagal ventrikel kanan:
a) Edema periferk hususnya pada pergelangan kaki, tungkai,
dan sakrum
b) Asites
c) Ikterus, nyerihati, mual, dan nafsu makan berkurang (akibat
edema usus), namun jarang terjadi.
d) Efusi pleura yang menyebabkan sesak napas
2) PemeriksaanFisik
Menurut Gleadle (2007) pada pasien gagal jantung terdapat
pemeriksaan fisik berupa:
a) Peningkatan JVP
b) Edema
c) Hepatomegali
d) Takikardi
e) Irama Gallop
f) Takipnea
g) Sianosis
h) Sputum merahmudaberbusa
i) Syok
3) PemeriksaanPenunjang
a) Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat
penting, meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung,


15

system konduksi, dan terkadang etiologi dari gagal jantung.
Kelainan segmen ST; berupa ST segmen elevasi
infarkmiokard (STEMI) atau Non (STEMI). Gelombang Q
pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertropi,
bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang
memanjang, disritmia, atau perimiokarditis harus diperhatian
(Sudoyo, 2009).
b) FotoToraks
Foto toraks dapat digunakan untuk menilai derajat kongesti
paru, mengetahui adanya kelainan paru dan jantung lain
seperti efusi pleura, infiltrate atau kardiomegali (Sudoyo,
2009).

c. Infark miokard
Infark miokard adalah kerusakan otot jantung karena penurunan
suplai darah koroner akibat aterosklerosis, oklusi arteri akibat
embolus atau thrombus, atau juga karena syok dan hemoragi
(Baughman & Hackley, 2000). Keluhan utama penderita infark
miokard biasanya adalah nyeri dada disertai nyeri alih ke bagian
pundak dan ekstremitas atas sebelah kiri. Pada pemeriksaan EKG,
akan ditemukan depresi segmen ST dan inverse gelombang T dan
kadang-kadang ditemuka ngelombang Q (Oman et al., 2008).

7. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan
a. Keadaan dan kesan umum
b. Tanda vital (denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, dan suhu
tubuh)
c. Pemeriksaan kepala (mata, hidung, bibir, rongga mulut, tonsil,
faring)
d. Pemeriksaan leher (kelenjar getah bening, deviasi trachea, luka atau
trauma)


16

e. Pemeriksaan paru (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) untuk
menilai paru dan jantung
f. Pemeriksaan abdomen (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi)
g. Pemeriksaan ekstremitas (suhu akral, jari-jemari, trauma)

8. I nterpretasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
didapatkan
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : tampak sakit ringan
b. Tanda vital :
1) Nadi : 88 x/menit (normal)
2) Respirasi : 20x/menit (normal)
3) Tekanan darah : 170/90 mmHg (Hipertensi II sesuai JNC 7)
4) Suhu Tubuh : 36,5
O
C (normal)
c. Kepala dan leher : dalam batas normal
d. Dada :
1) Jantung
Ictus cordis tidak tampak ( normal)
Konfigurasi jantung dalam batas normal
S1-S2 murni (normal)
Gallop (-), murmur (-) (normal)
2) Paru : dalam batas normal
e. Abdomen dalam batas normal
f. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang :
a. Elektrokardiografi
Normal sinus rhythm (normal)
b. X-foto thorax
Jantung CTR <50%, kesan normal (normal, tidak ada kardiomegali)
Paru tenang (normal)




17

9. Penegakan diagnosis dan alasan dignosis
Tahap untuk menegakkan diagnosis hipertensi (Panggabean, 2009):
1. Anamnesis
a. Peningkatan tekanan darah, berdebar-debar, rasa melayang (dizzy), dan
impoten.
b. Hipertensi vaskuler seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada
(iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut.
Gangguan vaskuler lain yaitu epistaksis, hematuria, pandangan kabur
karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic.
c. Ada riwayat penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder:
polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
peningkatan BB dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing.
Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala,
palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dimulai dengan menilai keadaan umum, dam
memperhatikan keadaan khusus seperti Cushung, feokromositoma,
perkembangan tidak proporsionalnya tubuh bagian atas dibanding
dengan bagian bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta.
Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan saat tidur dan saat
berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener-Barker sangat
berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arteri karotis
untuk melihat adanya stenosis atau oklusi (Panggabean, 2009).
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung
ditujukan untuk menilai HVK dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls
apeks yang prominen. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat
kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik
akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat
ditemukan akibat peninggian tekanan atrium kiri, sedangkan bunyi S3
ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat
dilatasi dari ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut
summation gallop. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas


18

tambahan seperti ronki basah atau ronki kering/mengi. Pemeriksaan
perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa,
ginjal dan asites. Auskultasi bising sekitar kiri dan kanan umbilikus
(renal artery stenosis). Arteri radialis, arteri femoralis dan arteri
dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur
minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun)
(Panggabean, 2009).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi:
a. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit dan silinder
b. Hemoglobin/Hematokrit
c. Elektrolit darah: Kalium
d. Ureum/ Kreatinin
e. GDP
f. Kolesterol total
g. EKG menunjukkan HVK pada sekitar 20-50% (kurang sensitif) tetapi
masih menjadi metode standar.
Pemeriksaan lanjutan antara lain:
a. TSH
b. Leukosit darah
c. Trigliserida, HDL, kolesterol LDL
d. Kalsium dan fosfor
e. Foto toraks
f. Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini
dan lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%)
Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah:
a. Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
b. Hipertensi dengan kelainan katup
c. Hipertensi pada anak atau remaja
d. Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat
e. Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan
fungsi diastolik atau sistolik)


19

f. Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik
(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, preudo normal atau tipe
restriktif) (Panggabean, 2009).

10. Anatomi J antung dan Pembuluh Darah


Gambar 1. Jantung.
Jantung adalah satu organ berdinding musculous tebal dengan 4
ruangan di dalamnya. Jantung ini menempati Mediastinum Medius,
rongga di dada kiri dan berada di dalam kantong Pericardium. Jantung
merupakan organ tubuh yang paling berat pada embryo 5 bulan.
Kerjanya harus tetap berkontraksi sejak dalam kandungan sampai orang
meninggal. Bentuk jantung seperti kerucut dengan puncak (Apex)
kedepan lateral kiri dan basis di Posterior. Beratnya (tanpa darah) adalah
300 gr; Capacitas ruangannya adalah 300 cc (dilatasi) dimana 120 cc
masing-masing untuk bilik kiri/kanan. Besar jantung sewaktu Cositractie
adalah sebesar tinju (12,5 x 3,5 x 2,5 cm).
a. Permukaan Jantung
Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sterno-costalis
(anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies
posterior), Jantung juga mempunyai apex yang arahnya ke bawah,


20

depan, dan kiri. Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium
dextrum dan ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh
sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium
dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian
auricula sinistra. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus
sinister oleh sulcus interventricularis anterior (Snell, 2006).
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh
ventriculus dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus
interventricularis posterior. Permukaan inferior atrium dextrum,
tempat bermuara vena cava inferior, juga ikut membentuk facies
diaphragmatica (Snell, 2006).
Basis cordis, atau facies posterior terutama dibentuk oleh
atrium sinistrum, tempat bermuara empat venae pulmonales. Basis
cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis,
dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan, dan
kiri. Apex terletak setingi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari
garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat
dan diraba pada orang hidup. Basis cordis dinamakan basis karena
jantung berbentuk piramid dan basisnya terletak berlawanan dengan
apex. Jantung tidak terletak pada basisnya; jantung terletak pada
facies diaphragmatica (inferior) (Snell, 2006).
b. Batas Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri
oleh auricula sinistra dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas
bawah terutama dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh
atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister. Batas-batas ini
penting pada pemeriksaan radiografi jantung (Snell, 2006).
c. Ruang-Ruang Jantung
Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium
dextrum, atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus
sinister. Atrium dextrum terletak anterior terhadap atrium sinistrum
dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus sinister. Dinding


21

jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang di luar
terbungkus oleh pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan
di bagian dalam diliputi oleh selapis endothel disebut endocardium
(Snell, 2006).
Serambi kanan = Atrium Dexter
Serambi kiri = Atrium Sinister
Bilik kanan = Ventriculus Dexter
Bilik kiri = Veritricuius Sinister
Serambi kanan menerima darah Venous yang miskin oksigen
dari seluruh tubuh melalui V. cava superior dan V. cava lnferior.
Muara ke 2 Vena ini boleh dikatakan tidak mempunyai klep.
Serambi kanan kedepan berhubungan dengan bilik kanan melalui
klep Atrio Ventricular Tricuspidalis (3 buah klep). Atrium Dexter ini
mempunyai ruangan yang dibatasi 6 dinding yaitu dinding Posterior,
dinding anterior, dinding lateral, dinding medial, dinding Superior,
dan dinding lnferior (Snell, 2006).
Pada dinding posterior kita dapati pelurusan ke 2 V. Cavae,
dilateral pelurusan V. Cavae ini kita jumpai Crista Terminalis. Pada
dinding medial bagian belakang terdapat Fossa Ovalss dan pada
bagian depannya terdapat Annulus Limbus Ovalis (Snell, 2006).
Pada dinding lnferior terdapat muara V. Cava lnferior,
kedepan muara V. Cava lnferior terdapat Valvulae Sinus Coronarius
(muara pembuluh Venous terbesar untuk jantung). Pada dinding
depan terdapat Klep Tricuspid (3 buah klep). Pada dinding atas
terdapat muara V. Cava Superior dan Cristae disebut M. Pectinati
yang merupakan serabut-serabut otot jantung. M. Pectinatus ini
adalah dinding dari Auriculum Cordis yaitu inangan dari atrium.
Pada dinding lateral yang merupakan kesatuan dengan dinding atas
terdapat Musculi Pectinati. Pada ruangan atrium kiri terdapat di
dinding Posterior 4 buah (empat buah) muara V. Puimonalis; dinding
Superior dengan Musculi Pectinati, dinding medial merupakan


22

Septum Atriorum, dinding lnferior, dinding depan dengan klep
Bicuspid (2 klep) (Snell, 2006).
Ruangan Ventrikel kiri kebelakang dibatasi dinding posterior
dengan klep Bicuspid (dilateral kiri) dan klep Aorta (dimedial).
Dinding medial merupakan Septum Ventriculare. Dinding
selebihnya melengkung. Pada permukaan dalam ruangan Ventrikel
kiri ini terdapat Endocardium. Trabeculae Carneae, M. papillaris,
Chorda, Tendinea (pita-pita halus menghubungkan M. papillaris
dengan daun-daun Klep Bicuspid). Otot jantung disebut
Myocardium, serabut-serabut otot atrium terpisah dari Ventrikel.
Batas perpisahan antara ke2 kumpulan serabut otot disebut Sulcus
Coronarius (Snell, 2006).
Serabut-serabut otot atrium terdiri dari2 lapisan :
1) Lapisan luar berjalan Transversal (arah melintang)
2) Lapisan dalam berjalan melengkung dari arah depan kebelakang
(Ada sedikit serabut-serabut Circulair mengelilingi muara Vena
yang masuk kedalam Atrium) (Snell, 2006).
Serabut-serabut otot Ventrikel terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Lapisan luar yang tipis dengan serabut-serabut arah Spiral,
bersatu untuk kedua ventrikel.
2) Lapisan tengah tebal, lapisan ini untuk Ventrikel kanan, serabut-
serabut medius ini arahnya Silindris untuk tiap-tiap Ventrikel.
3) Lapian dalam, arah serabut-serabutnya Spiral, lapisan ini
merupakan lanjutan dari serabut-serabut luar (Snell, 2006).
Fungsi serabut-serabut otot jantung adalah berkontraksi
memperkecil jantung dan menutup klep-klep agar tidak terjadi
pengembalian darah (Regurgitation) dan mendorong darah keluar
jantung, keseluruh tubuh rata-rata sebanyak 72 x tiap menit system
conductie didalam jantung dilakukan melalui system serabut
Conductie yang terdapat pada dinding jantung. System Conductie ini
terdiri dari:



23

1) Sinus - Atrial Node (SA Node)
2) Atrio - Ventricular Node (AV Node).
3) Atrio -Ventricular Bundle (Hiss Bundle).
4) Serabut purkinje.
Titik tolak Conductie adalah Sinu Atrial Node yang terletak
pada ujung atas Sulcus Terminalis (bayangan diluar dari Crista
Terminalis pada atrium kanan). Titik tolak conductie berikutnya
adalah Atrio Ventricular Node yang terdapat pada Septum Atriale
didepan Ostium Sinus Coronarius. Sebagai penerus conduksi adalah
Atrio Ventricular Bundle (Hiss Bundle) yang dimulai dari Atrio-
Ventricular Node ke Hiss Bundle yang terdapat pada Septum
Ventriculare. lnnervasi system Conductie ini secara teratur adalah
oleh N. Vagus; Sino Atrial Node disyarafi oleh Serabut Vagus
kanan. Atrio Ventricular Node disyarafi oleh serabut N. Vagus kiri.
Bila Atrium berkontraksi akan diikuti oleh contraksi ventrikel.
Serabut-serabut otot dan A. coronaria disyarafi oleh serabut-serabut
Symphatis lewat N. Cardiacii dan serabut-serabut Afferent dilakukan
juga melalui N. Cardiaci (Snell, 2006).
d. Perdarahan Jantung
Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae,
Arteriae coronariae dan cabang-cabang utamanya terdapat di
permukaan jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial
(Snell, 2006).
Jaringan lemak ini dibawah Pericardium berguna sebagai
bantalan lembut bagi A. Coronaria yang ada didalamnya dan juga
sebagai cadangan makanan. A. Coronaria adalah 2 Arteri yang
khusus mendarahi otot-otot jantung, Ada 2 A. Coronaria yaitu : A.
Coronaria Dextra (kanan) sebagai cabang dari Bulbus Aorta dengan
pangkal diatas klep kanan dari Aorta Ascendens dan A. Coronaria
Sinistra merupakan pangkal Aorta Ascendens, berpangkal diatas
klep kiri dan Aorta. A. Coronaria Dextra berjalan didalam Sulcus


24

Coronarius bagian kanan, Sulcus mana memisah atrium kanan
dengan Ventrikel kanan; arteri ini menuju Facies Diaphragmatica
kanan dan kemudian berada di dalam Sulcus Longitudinalis
Posterior yang berakhir dekat Apex Cordis. A. Coronarius kanan ini
terutama mendarahi dinding jantung kanan, kemudian melalui
cabang-cabang kecil mendarahi dinding atrium kanan, juga
mendarahi sebagian Septum Ventriculorum dan bagian medial
dinding Ventrikel kiri (Snell, 2006).
A. Coronaria sinister mendarahi Ventrikel dan Atrium kiri
(lebih besar dari yang kanan) yang berjalan pada Sulcus Coronarius
bagian kiri. Sulcus ini memisah atrium kiri dengan Ventrikel kiri. A.
Coronaria Sinistra ini segera bercabang 2 yaitu :
1) Ramus Descendens Anterior yang mula-mula berjalan
dibelakang pangkal A. Pulmonalis, kemudian menuju kedepan
berada pada Sulcus Longitudinalis Anterior yang menuju
lncissura Apicis Cordis dan berbelok kebawah pada Facies
Diaphragmatica. Arteri ini mendarahi dinding Ventrikel kiri
depan, Septum Ventriculorum dan sebagian kecil untuk dinding
Ventrikel kanan (Snell, 2006).
2) Ramus Circumflexus yang mula-mula ditutupi oleh Auriculum
Sinister, kemudian menempati Sulcus Coronarius kiri menuju
Facies Diaphragmatica yang berjalan sejajar dan berdekatan
dengan Sulcus Longitudinalis Posterior. Arteri ini mendarahi
dinding Ventrikel kiri lateral bawah dan dinding dan dinding
Atrium sinister (Snell, 2006).
Anastomose antara cabang-cabang A. Coronaria ini sedikit
sekali, akibatnya bila terjadi penyumbatan pada salah satu Arteri ini
atau cabang-cabangnya maka terjadilah Degeneratie dan Necrose
otot-otot didaerah alirannya (Myocard Infarction). Fungsi A.
Coronaria adalah membawa oksigen dan Nutrisi untuk otot-otot
jantung (daerah Venous jantung dialirkan melalui beberapa buah V.
Cordis menuju Sinus Coronarius). Darah Arteriel otot-otot, Atrium,


25

Ventrikel kanan dialirkan melalui A. Coronaria Dextra. Darah
Venous dari dinding atrium kanan dan dinding depan Ventrikel
kanan dialirkan melalui V. Cordis Magna langsung ke Sinus
Coronarius (Snell, 2006).
Darah Venous dari dinding Ventrikel kanan dan atrium kanan
dialirkan melalui V. Cordis Anterior ke Atrium kanan; Ventrikel kiri
bagian Apex, depan dan Septum akan menerima darah Arterial dari
Ramus Descendens Anterior (cabang A. Coronarius) (Snell, 2006).
Ventrikel kiri bagian Arterial dari Ramus Descendens Anterior
(cabang A. Coronarius). Ventrikel kiri bagian Diaphragmatica
menerima darah Arterial dari Ramus Circumflexus (cabang dari A.
Coronarius kiri) Atrium kiri menerima darah Arterial dari Ramus
Circumflexus. Darah Venous dari masing-masing dinding Ventrikel
kiri dan kanan dialirkan melalui beberapa Venae Cordis Minimae
yang masuk langsung ke Ventrikel kiri dan kanan melalui muara
kecil yaitu Foramina Venarum Minimarum. Darah Venous dinding
Ventrikel kiri Posterior dialirkan melalui V. Posterior. Ventriculi
Sinister yang memasuki pangkal V. Cordis Magna. Mediastinum
yang ada pada Sulcus Longitudinalis posterior yang menuju Sinus
(Snell, 2006).
e. Coronarius
Aliran Lymph jantung terdiri dari 2 Jurusan yaitu jurusan
Sulcus Longitudinalis Anterior dan jurusan Sulcus Longitudinalis
Posterior. Aliran jurusan Sulcus Longitudinalis Anterior akan
mengalirkan aliran Lymph dari Endocardium dan dinding Facies
Costalis, aliran ini melalui depan Arteri pulmonales dan dari sini ke
aliran Mediastinum (Snell, 2006).
Aliran jurusan Sulcus Longitudinalis Posterior mengalirkan
Lymph dari dinding jantung Facies Diaphragmatica melalui
belakang A. Pulmonalis dan dari sini menuju aliran Mediastinum.
Aliran Lymph Pericardium akan mengikuti V. Phrenico Cardiaca
menuju aliran Mammaria lnterna yang bersangkutan kedalam


26

Mediastinum. Projeksi jantung pada dinding dada depan adalah :
batas kanan dibentuk atrium kanan pada garis para Sternal kanan
mulai tulang rawan iga 3 kanan sampai pada tulang rawan iga 6
kanan. Batas bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri dan garis ini
dari Apex mula-mula melengkung kekiri lalu lurus hingga tulang
rawan iga ke-2 kiri. Batas atas dibentuk oleh atrium kanan dan
atrium kiri melalui garis tulang rawan iga 3 kanan ke tulang rawan
iga ke 2 kiri (Snell, 2006).
f. Anatomi Permukaan Katup-Katup Jantung
Proyeksi jantung pada permukaan tubuh telah dijelas-kan pada.
Proyeksi permukaan katup-katup jantung seperti berikut ini.
1) Valva tricuspidalis terletak di belakang setengah bagian kanan
sternum pada spatium intercostale.
2) Valva mitralis terletak di belakang setengah bagian kiri sternum
setinggi cartilage costalis.
3) Valva trunci pulmonalis terletak di belakang ujung medial
cartilage costalis III sinistra dan bagian yang berhubungan
dengan sternum.
4) Valva aortae terletak di belakang setengah bagian kiri sternum
pada spatium intercostale III (Snell, 2006).
g. Auskultasi Katup Jantung
Waktu mendengarkan jantung dengan stetoskop, dapat
didengarkan dua bunyi: lub-dub. Bunyi pertama ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel dan penutupan valva tricuspidalis dan
mitralis. Bunyi kedua ditimbulkan oleh penutupan cepat valva
aortae dan valva trunci pulmonalis. Penting bagi dokter untuk
mengetahui tempat untuk meletakkan stetoskopnya pada dinding
thoraks sehingga dia mampu mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh masing-masing katup dengan gangguan yang
minimal (Snell, 2006).
1) Valva tricuspidalis paling baik didengarkan sekitar ujung
bawah kanan corpus sterni.


27

2) Valva mitralis paling baik didengarkan di sekitar denyut apex,
yaitu setinggi spatium intercostale V sinistra, 31/1 inci (9 cm)
dari garis tengah.
3) Valva pulmonalis didengar dengan gangguan minimal di
sekitar ujung medial spatium intercostale II kiri.
4) Valva aortae paling baik didengar di sekitar ujung medial
spatium intercostale II kanan (Snell, 2006).
h. Pericardium
Pericardium merupakan sebuah kantong fibroserosa yang
membungkus jantung dan pangkal pembuluh-pembuluh besar.
Fungsinya adalah membatasi pergerakan jantung yang berlebihan
secara keseluruhan dan menyediakan pelumas sehingga bagian-
bagian jantung yang berbeda dapat berkontraksi. Pericardium
terletak di dalam mediastinum medius, posterior terhadapat corpus
sterni dan cartilagines costales II sampai VI (Snell, 2006).
1) Pericardium Fibrosum
Pericardium fibrosum adalah bagian fibrosa yang kuat
dari kantong pericardium. Pericardium terikat kuat di bawah
centrum tendineum diahpragma. Pericardium fibrosa bersatu
dengan selubung luar pembuluh-pembuluh darah besar yang
berjalan melalui pericadium yaitu, aorta, truncus pulmonalis,
venae cavae superior dan inferior, dan venae pulmonales.
Pericardium fibrosum di depan melekat pada sternum melalui
ligamenta sternopericardiaca (Snell, 2006).
2) Pericardium Serosum
Pericardium serosum mempunyai lamina parietalis dan
lamina visceralis. Lamina parietalis membatasi pericardium
fibrosum dan melipat di sekeliling pangkal pembuluh-
pembuluh darah besar untuk melanjut menjadi lamina
visceralis pericardium serosum yang meliputi permukaan
jantung. Lamina visceralis berhubungan erat dengan jantung
dan sering dinamakan epicardium. Ruang seperti celah di


28

antara lamina parietalis dan lamina visceralis pericardium
serosum disebut cavitas pericardiaca. Normalnya, cavitas ini
berisi sedikit cairan, cairan pericardial, yang berfungsi sebagai
pelumas untuk memudahkan pergerakan jantung (Snell, 2006).
3) Sinus Pericardii
Pada permukaan posterior jantung, lipatan pericardium
serosum di sekitar vena-vena besar membentuk recessus yang
dinamakan sinus obliquus. Demikian posterior jantung,
terdapat sinus transversus yang merupakan jalan pendek yang
terletak di antara lipatan pericadium serosum di sekitar aorta
dan truncus pulmonalis dengan lipatan di sekitar vena-vena
besar (Snell, 2006).

11. Histologi J antung dan Pembuluh Darah








Gambar 2. Vena dan arteri

Gambar 3. Arteri dengan pewarnaan memperlihatkan lamina elastika
eksterna dan interna



29


Gambar 4. Lamina elastika interna arteri


Gambar 5. Aorta potongan longitudinal dengan serat elastis


Gambar 6. Aorta potongan longitudinal
Memperlihatkan (Eroschenko, 2010):
a. Tunika intima
b. lamina elastika interna


30

c. tunika media dengan tampakan serat elastis dan sedikit otot polos.
Ada tampakan lamina elastika eksterna
d. tunika adventisia

Gambar 7. Vasa vasorum di tunika adventisia pada aorta potongan
longitudinal

Gambar 8. Otot jantung
Ciri otot jantung (Eroschenko, 2010):
a. Inti sel 1 atau lebih ditengah
b. Diskus interkalatus yang berfungsi mengahntarkan impuls dari
serabut otot satu keserabut otot yang lain
c. Beranastomose atau bercabang
d. Berstriata
e. Kerjanya involunter



31


Gambar 9. Chorda tendinae (atas) dan m. papilaris (bawah)

Gambar 10. Sinus coronarius yang berada di atrium dextra


Gambar 11. Atrioventrikular junction ditengahnya ada valvula
atrioventrikularis
Pada gambar, disebelah kanan dari valvula atrioventrikularis
adalah atrium dan disebelah kiri adalah ventrikel. Cara membedakannya
adalah dengan melihat lapisan endocardium dan miocardium dari
keduanya tersebut. Pada atrium, endokardiumnya tebal dan
miokardiumnya tipis. Pada ventrikel, endokardiumnya tipis dan
miokardiumnya tebal (Eroschenko, 2010).



32

12. Fisiologi J antung
a. Siklus Jantung

Gambar 12. Sistem Konduksi Jantung
Siklus jantung adalah peristiwa yang terjadi pada jantung
berawal dari permulaan sebuah denyut jantung sampai permulaan
denyut jantung berikutnya. Setiap siklus diawali pembentukan
potensial aksi yang spontan dalam nodus sinus. Nodus ini berawal dari
SA node pada dinding lateral superior atrium kanan kemudia menjalar
dengan kecepatan tinggi melalui atrium ke AV node kemudian bundle
of HIS lalu menuju bundle branch dan akhirnya sampai pada serabut
purkinje di ventrikel (Guyton & Hall, 2012).
1) Fase 1- Kontraksi Atrial
Pada fase ini atrium mulai berkontraksi, dan katup AV kanan
dan kiri masih terbuka sehingga menyebabkan penambahan
pengisian ventrikel sebesar 20 persen. Segera sesudah ventrikel
berkontraksi, tekanan ventrikel meningkat dengan tiba-tiba
sehingga menyebabkan katup AV menutup. Pada saat ini ventrikel
terisi darah secara maksimal. Volume darah dalam ventrikel
tersebut disebut volume diastolik-akhir (Guyton & Hall, 2012).
2) Fase 2- Kontraksi Isovolumetrik
Selanjutnya pada fase ini dibutuhkan tambahan waktu
sebanyak 0.02-0.03 detik bagi ventrikel agar dapat membentuk
tekanan yang cukup untuk mendorong katup semilunaris agar
terbuka melawan tekanan di dalam aorta dan arteri pulmonalis.
Selama periode ini akan terjadi kontraksi pada ventrikel namun


33

tidak terjadi pengosongan. Periode ini disebut kontraksi
isovolumetrik (Guyton & Hall, 2012).
3) Fase 3- Ejeksi Cepat
Bila tekanan ventrikel kiri meningkat di atas 80 mmHg, (dan
tekanan ventrikel kanan meningkat sedikit di atas 8 mmHg), maka
tekanan ini akan mendorong katup semilunaris terbuka. Segera
setelah itu, darah mengalir keluar dari ventrikel, sekitar 70 persen
dari proses pengosongan darah terjadi selama sepertiga pertama.
Waktu sepertiga pertama ini yang disebut periode ejeksi cepat
(Guyton & Hall, 2012).
4) Fase 4- Ejeksi Lambat
Waktu dua pertiga pertama, sekitar 30 persen sisa
pengosongan darah, ini yang disebut periode ejeksi lambat.
Volume yang masih tertinggal dalam setiap ventrikel disebut
volume sistolik akhir. Peninggian tekanan di dalam arteri besar
yang berdilatasi yang baru saja diisi darah yang berasal dari
ventrikel yang berkontraksi, segera mendorong darah kembali ke
venterikel sehingga aliran darah ini akan menutup katup
semilunaris dengan keras (Guyton & Hall, 2012).
5) Fase 5- Relaksasi Isovolumetrik
Pada akhir sistolik, relaksasi ventrikel mulai terjadi secara tiba-
tiba, sehingga baik tekanan intraventrikel kanan maupun kiri
menurun dengan cepat. Selama 0.03-0.06 detik berikutnya, otot
ventrikel terus berelaksasi, meskipun volume ventrikel tidak
berubah. Hal ini disebut relaksasi isovolumetrik. Pada fase ini
semua katup masih menutup (Guyton & Hall, 2012).
6) Fase 6- Pengisian Cepat
Tekanan ventrikel menurun hingga ke tekanan diastoliknya
yang rendah, tekanan yang cukup tinggi yang telah terbentuk dalam
atrium, segera mendorong katup AV untuk membuka sehingga
darah dapat mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel. Keadaan ini
disebut periode pengisian cepat. Periode pengisian cepat


34

berlangsung sepertiga pertama dari diastolik (Guyton & Hall,
2012).
7) Fase 7- Pengisian Lambat
Selama sepertiga kedua dari diastolik, biasanya hanya ada
sedikit darah yang mengalir ke dalam ventrikel, darah ini adalah
darah yang mengalir masuk ke dalam atrium dari vena dan
langsung masuk ke ventrikel (Guyton & Hall, 2012).

b. Suara Jantung (Tortora, 2006)
1) S
1

- Suara keras
- Ditimbulkan oleh katup AV
2) S
2

- Suara keras
- Ditimbulkan oleh katup semilunar
3) S
3

- Suara lunak/ lembut
- Oleh aliran darah mengisi ventrikel saat rapid filling
4) S
4

- Suara lunak/ lembut
- Oleh aliran darah mengisi ventrikel saat kontraksi atrial

13. Pengaturan tekanan darah
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah
ke jaringan. Tekanan ini garus diatur karena tekanan tersebut harus cukup tinggi
untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup dan tekanan tidak boleh terlalu
tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung. (Sherwood,
2001)
Dua penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan
resistensi perifer local. Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh
baroreseptor (sensor tekanan) di dalam system sirkulasi. Apabila reseptor
mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, akan dimulai serangkaian respons


35

reflex untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka
pendek (dalam beberapa detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan
resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh system saraf otonom pada
jantung, vena, dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang (memerlukan waktu
beberapa menit sampai hari) melibatkan penyesuaian volume darah total dengan
memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang mengatur
pengeluaran urindan rasa haus. (Sherwood, 2001)

Gambar 1.PengaturanTekananDarah




CO
Aliran Balik
Vena
Simpatis-
parasimpatis
Volume
Darah
Katup Vena
Kontrol
Vasokontriksi Lokal
Pompa
Respirasi
SV
HR
Jumlah SDM
Viskositas i
r
TPR
Pompa Otot
Rangka
Daya Hisap
Jantung
Tekanan Darah



36

Gambar 2.RegulasiTekananDaraholehmekanismeRenin-Angiotensin-Aldosteron




































Volume darah
Tekanandaraharteri
Alirandarahkeginjal
Juxtaglomerular sekresi renin
kesirkulasi
Angiotensinogen Angiotensin
Oleh Renin di hati
Vasokonstriksiperifer
Angiotensin I Angiotensin II
Oleh ACE di paru
Angiotensin II
Secaralangsung
reabsorbsigaramdan air
di ginjal
Rangsangzona
glomerular kortex
adrenal
sekresialdosteron
TPR
TekananDarahArteri
ReabsorbsiNaCl di
ginjal
TekananDarah


37

14. Definisi hipertensi
Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah
suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ~140 mm Hg (tekanan
sistolik) dan/ atau ~90 mmHg (tekanan diastolik) (Depkes RI, 2006). Menurut
kriteria JNC 8, Hipertensi ditegakkan jika tekanan darah seseorang >140/90
mmHg, kecuali pada orang berusia >60 tahun, batasnya adalah 150/90 mHg
(James et al., 2013).

15. Etiologi hipertensi
1. Usia
Peningkatkan usia dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi.
Jika hipertensi terjadi pada usia di bawah 35 tahun, risiko terjadinya infark
miokard akut dan kematian pun akan lebih tinggi (Tambayong, 2000).
2. Jenis Kelamin
Pada umumnya hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-laki. Akan
tetapi, seiring dengan berjalannya usia seseorang, kejadian hipertensi
ditemukan lebih banyak pada wanita berusia di atas 65 tahun
dibandingkan dengan laki-laki pada usia yang sama (Tambayong, 2000).
3. Ras
Hipertensi pada penduduk ras kulit hitam lebih tinggi daripada
penduduk di luar ras tersebut. Selain itu, komplikasi yang ditimbulkan
karena hipertensi pun lebih hebat terjadi pada orang kulit
hitam(Tambayong, 2000).
4. Pola Hidup
Pola makan tidak sehat yang menyebabkan obesitas, diabetes
mellitus dan lain-lain adalah penyebab utama timbulnya hipertensi.
Kondisi hiperkolesterolemia, hyperlipidemia, dangan gangguan endokrin
pun meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Kebiasaan merokok juga
bisa meningkatkan risiko hipertensi dan penyakit jantung coroner
(Tambayong, 2000).




38

5. Penyakit lain
Riwayat penyakit lain sebelumnya seperti diabetes mellitus,
hipertiroidisme, feokromositoma, dan lain-lain berperan dalam
menimbulkan kondisi hipertensi (Tambayong, 2000).

16. Klasifikasi hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi essensial dan hipertens
isekunder. Hipertensi essensial adalah hipertensi yang tidak jelas penyebabnya,
diperkirakan disebabkan oleh faktor genetic dan kelainan saraf simpatis yang
mencakup sekitar 90% kejadian hipertensi. Hipertensi sekunder adalah hipertensi
karena adanya riwayat penyakit tertentu sebelumnya (Baraderoet al., 2008).

Tabel 1. Penyebab hipertensi sekunder(Baraderoet al., 2008).



39


17. Patomekanisme Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstruksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di thoraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan setilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangan sensitif terhadap norepnefrin,
meskipun tidak diketahui mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner & Suddarth,
2002).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriktriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke


40

ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin mengangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatkan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya
elasitisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
Patoflow Hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002)
























41

18. Tatalaksana Hipertensi

Algoritma Terapi Hipertensi JNC 8 (Paul A, 2013)































42

A. Non Farmakologis
Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hiperetnsi
(National Institutes of Health, 2003)

DASH adalah kependekan dari Dietary Approach to Stop Hypertension atau
diet yang diterapkan khusus untuk penderita hipertensi.

B. Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah (Chobanian,2003) :
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)


43

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau A receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap,
dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang
atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan
kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi.
Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan
kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya
adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain
dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan
menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar
pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target
tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan
dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum
bertambah (Yogiantoro, 2006).
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah (Yogiantoro, 2006) :
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat .


19. Obat Anti Hipertensi
A. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Beberapa diuretik antara lain
(Katzung, 2011):


44


1. Tiazid
Golongan tiazid umumnya kurang efektif pada gangguan fungsi
ginjal dapat memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama
menyebabkan hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL dan
trigliserida). Efek hipotensif tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan
mencapai maksimum setelah 2-4 minggu.
Tiazid efektif untuk pasien hipertensi dengan kadar renin yang
rendah. Tiazid dapat digunakan sebagai obat tunggal pada hipertensi
ringan sampai sedang atau dalam kombinasi dengan antihipertensi lain
bila TD tidak berhasil diturunkan dengan diuretik saja.
Tiazid jarang menyebabkan hipotensi ortostatik dan ditoleransi
dengan baik,harganya murah, dapat diberikan satu kali sehari dan efek
antihipertensinya bertahan pada pemakaian jangka panjang.
Efek antihipertensi tiazid mengalami antagonisme oleh
antiinflamasi non steroid (AINS) terutama indometasin, karena AINS
menghambat sintesis prostaglandin yang berperan penting dalam
pengaturan aliran darah ginjal dan transport air dan garam. Akibatnya
terjadi retensi natrium dan air yang mengurangi efek hampir semua
obat antihipertensi.
Tiazid dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang
dapat berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis.Efek samping
ini dapat dihindari bila tiazid diberikan dalam dosis rendah atau
kombinasi dengan obat lain seperti diuretik hemat kalium,atau
penghambat enzim konvensi angiotensin (ACE- inhibitor).
Tiazid dapat menyebabkan hiponatremia dan hipomagnesimia serta
hiperkalesemia. Tiazid dapat menghambat ekskresi asam urat dari
ginjal dan pada pasien hipererusemia dapat mencetuskan serangan
gout akut.
Untuk menghindari efek metabolik ini tiazid harus digunakan
dalam dosis rendah dan dilakukan pengaturan diet.tedensi


45

hiperkalsemia oleh tiazid dilaporkan dapat mengurangi resiko
osteoporosis.
Tiazid dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan
trigliserida.pada penderita DM , tiazid dapat menyebabkan
hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin. Pada pasien pria,
gangguan fungsi seksual merupakan efek samping tiazid yang kadang-
kadang cukup mengganggu.
Contoh obatnya adalah Metolazon dosisnya 2,5 5 mg per hari (1x)
2. Diuretik kuat
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat ko-transport Na, K,
Cl dan menghambat reabsorbsi air dan elektrolit. Contoh obatnya
adalah Furosamid 20 80 mg/hari (2-3x).
Waktu paruh diuretik kuat umumnya pendek sehingga diperlukan
pemberian 2 atau 3 kali sehari. Efek samping diuretik kuat
menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah,
sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan menigkatkan kadar
kalsium darah.
3. Diuretik hemat kalium
Obat ini menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium.
Contoh obatnya adalah Amilorid 5 10 mg/hari (1-2x)

B. Simpatolitik (Katzung, 2011)
1. -bloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial.
Contoh obatnya adalah (Katzung, 2011):
a. Kardioselektif
Atenolol 25 mg/hari. Dosis maksimal 100 mg/hari
Metoprolol 50 100 mg/hari. Dosis maksimal 200 mg/hari



46

b. Nonselektif
Propranolol 40 mg/hari
Labetolol 100 mg/hari
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
2. -bloker
Mekanisme kerjanya adalah antagonis reseptor alpa-1 di perifer,
sehingga menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena dan menurunkan
resistensi perifer.
Contoh obatnya adalah Prazosin 0,5 mg/hari (maksimal 4 mg/hari)
C. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Hidralazin 25 mg/hari diminum dua kali sehari.
Amlodifin 5 mg 1x/hari. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi
dari pemberian obat ini adalah mual, sakit kepala dan pusing.
D. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril 25 100
mg/hari. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
E. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan) 80 300 mg/hari. Efek samping yang mungkin timbul
adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.


47



Dosis dan sediaan berbagai jenis diuretik untuk penggunaan sebagai anti-
hipertensi
Obat Dosis(mg) pemberian sediaan
A.diuretik tiazid

Hidrokorotiazid
Klortalidon
Indapamid
Bendroflumeatiazid
metolazon
metolazon rapid
action
xipamid


12,5-25
12,5-25
12,5-25
2,5-5
2,5-5
0,5-1
10-20


1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari


Tab 25 dan 50 mg
Tab 50 mg
Tab 2,5mg
Tab 5 mg
Tab 2,5 ,5, 10 mg
Tab 0,5 mg
Tab 2,5 mg

b. diuretik kuat
furosemid
torsemid


bumetanid
as. Etakrinat

c. diuretik hemat
kalium
amilorid
spironolakton
triamteren

20-80
2,5-10


0,5-4
25-100


5-10
25-100
25-100


2-3 x sehari
1-2x sehari


2-3 x sehari
2-3 x sehari


1-2 x sehari
1 x sehari
1 x sehari

Tab 40mg,amp
20mg
Tab 5, 10, 20 , 100
mg
Ampul 10mg/ml
(2 dan 5 ml)
Tab 0,5, 1 dan 2
mg
Tab 25 dan 50 mg



Tab 25 dan 100 mg
Tab 50 dan 100 mg




48



Sediaan dan posologi berbagai beta blocker
Obat Dosis awal
(mg/hari)
Dosis max
(mg/hari)
Frek
pemberian
sediaan
a.kardioselektif
asebutolol
atenolol
bisoprolol
metoprolol
-biasa
-lepas lambat

b.non selektif
alprenolol
karteolol
nadolol
oksprenolol
-biasa
-lepas lambat
Pindolol
Propanolol
Timolol
Karvedilol
labetalol


200
25
2,5

50
100


100
2,5
20

80
80
5
40
20
12,5
100

800
100
10

200
200


200
10
160

320
320
40
160
40
50
300

1-2 x
1x
1x

1-2 x
1x


2 x
2-3x
1x

2x
1x
2x
2-3x
2x
1x
2x

Cap 200mg tab
400mg
Tab 50mg 100 mg
Tab 5 mg

Tab 50,100mg
Tab 100mg


Tab 50 mg
Tab 5 mg
Tab 40 ,80 mg

Tab 40,80 mg
Tab 80,160 mg
Tab 5,10 mg
Tab 10,40 mg
Tab 10,20 mg
Tab 25mg
Tab 100mg


Dosis dan sediaan berbagai alfa blocker
Obat Dosis awal
(mg/hari)
Dosis max
(mg/hari)
Frekuensi
pemberian
sediaan


49

Prazosin
Terazosin
Bunazosin
Duksazosin
0,5
1-2
1,5
1-2

4
4
3
4
1-2 x
1 x
3 x
1 x
Tab 1, 2 mg
Tab 1, 2 mg
Tab o,5 ,1 mg
Tab 1 , 2 mg


Dosis dan sediaan ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker
Obat Dosis
(mg/hari)
Frekuensi
pemberian
sediaan
a.ace inhibitor
kaptopril
benazepril
enalapril
fosinopril
lisinopril
perindopril
quinapril
ramipil
trandolapril
imidapril

b. arb
losartan
valsartan
irbesartan
telmisartan
candesartan



25-100
10-40
2,5-40
10-40
10-40
4-8
10-40
2,5-20
1-4
2,5-10


25-100
80-320
150-300
20-80
8-32

2-3 x
1-2 x
1-2x
1x
1x
1-2x
1x
1x
1x
1x


1-2x
1x
1x
1x
1x


Tab 12,5 dan 25 mg
Tab 5 dan 10 mg
Tab 5 dan 10 mg
Tab 10 mg
Tab 5 dan 10 mg
Tab 4 mg
Tab 5,10 dan 20 mg
Tab 10 mg

Tab 5 dan 10 mg


Tab 50 mg
Tab 40 dan 80 mg
Tab 75 dan 150 mg
Tab 20,40 dan 80 mg
Tab 4,8 dan 16 mg




50



Dosis dan sediaaan antagonis kalsium
Obat Dosis Frekuensi/hari sediaan
Nifedipin
Nifedipin(long
action)
Amlodipin
Felodipin

30-60

2,5-10 mg
2,5-20 mg
3-4 x

1 x
1 x
1 x

Tab 10 mg
Tab 30.60dan 90 mg

Tab 5 dan 10 mg
Tab 2,5 ; 5 dan 10 mg

Isradipin
Nicardipin
Nicardipin SR

Nisoldipin
Verapamil

Diltiazem
Diltiazem SR
Verapamil SR
2,5-10mg

60-120mg

10-40 mg
80-320 mg

90-180 mg
120-540 mg
240-480 mg
2 x

2 x

1 x
2-3 x

3 x
1 x
1-2 x
Tab 2,5 dan 5 mg
Cap 20 dan 30 mg
Tab 30, 45 dan 60 mg
Amp 2,5 mg/ml
Tab 10, 20, 30 dan 40 mg
Tab 40, 80 dan 120 mg
Amp 2,5 mg/ml
Tab 30,60 amp 50 mg
Tab 90 dan 180 mg
Tab 240mg


20. Kegawatdaruratan Hipertensi
1. Definisi & Klasifikasi
Kegawatdaruratan hipertensi (hypertensive crises) terbagi menjadi dua,
yaitu emergency hypertensive dan urgency hypertensive (Chobanian et al,
2004).
a. Emergency hypertensive
Emergency hypertensive merupakan suatu keadaan yang ditandai
dengan tekanan darah yang meningkat secara drastis, yaitu menjadi di
atas 180/120 mmHg disertai dengan komplikasi disfungsi organ,


51

contohnya adalah hipertensi encefalopati, hemorrhagi intracerebral, infark
miokard akut, dissecting aortic aneurysm, edema paru, angina pectoris
yang tidak stabil, gagal ginjal dll (Chobanian et al, 2004).
b. Urgency hypertensive
Urgency hypertensive adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
tekanan darah yang meningkat secara drastis tanpa disertai dengan
komplikasi disfungsi organ yang progresif. Contoh dari keadaan ini
adalah tekanan darah yang meningkat pada seseorang dengan hipertensi
grade II disertai gejala sakit kepala yang parah, sesak napas, atau
epistaksis (Chobanian et al, 2004).

2. Penatalaksanaan
Tujuan awal dari terapi kegawatdaruratan hipertensi adalah untuk
mengurangi rata-rata tekanan darah tidak lebih dari 25 persen (dalam hitungan
menit sampai 1 jam), kemudian jika stabil, tekanan darah distabilkan sampai
dengan 160/100 110 mmHg dalam 2 6 jam berikutnya. Dalam hal ini,
nifedipine kerja cepat tidak boleh diberikan, baik pada kasus emergency
hypertensive ataupun urgency hypertensive, karena dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah secara drastis yang dapat mengakibatkan beberapa
komplikasi, seperti iskemik koronaria, cerebral atau renal (Chobanian et al,
2004).
a. Emergency hypertensive
1) Golongan vasodilator










52

2) Golongan adrenergic inhibitors













b. Urgency hypertensive
Beberapa pasien dengan urgency hypertensive dapat ditangani
dengan pengobatan short acting agent per oral seperti kaptopril,
labetalol, atau clonidine diikuti oleh beberapa jam observasi (Chobanian
et al, 2004). Berikut adalah dosis obat untuk terapi urgency hypertensive
(Bakta, 1999):

Obat Kelas Dosis Onset Durasi
Kerja
Kaptopril ACE inhibitor 6,5 50 mg 15 menit 4 6 jam
Niledipine Calcium channel
blocker
5 10 mg
sublingual/per oral
5 15 menit 3 5 jam


53

Clonidine Central sympatholitic 0,2 mg initial,
dilanjutkan menjadi
0,1 mg/jam sampai
0,8 mg total
- 2 jam 6 8 jam

21. Komplikasi Hipertensi
Penderita hipertensi beresiko terserang penyakit lain yang timbul kemudian.
Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat dari hipertensi antara lain
sebagai berikut (Dalimartha, et al, 2008):
1. Penyakit jantung coroner
Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya
pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang
pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada
beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan
dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebabkan
timbulnya serangan jantung (Julianti, 2008).
2. Gagal Jantung
Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Kondisi itu berakibat pada otot jantung akan menebal dan
meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat terjadi
kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda-tanda adanya komplikasi yaitu
sesak nafas, nafas terputus-putus (pendek), dan terjadi pembengkakan pada
tungkai bawah serta kaki (Dalimartha, et al, 2008).
3. Kerusakan pembuluh darah otak
Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi
menjadi penyebab utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Tekanan
yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh sulit
meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen. Ada dua jenis
kerusakan yang ditimbulkan yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya
dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya, seseorang bisa mengalami
stroke dan kematian (Julianti, 2008).



54

4. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu
nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna
terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan
fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses menua. Hal itu akan
menyebabkan daya permeabilitas pembuluh darah berkurang. Adapun
nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan
naiknya tekanan diastole diatas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya
fungsi ginjal. Selain itu, apabila adanya kerusakan pada daerah ginjal bagian
luar (korteks), atau lebih tepatnya pada apparatus jugstaglomerular, maka
akan meningkatkan sekresi dari hormone renin yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang makin tinggi pada darah manusia
(Dalimrtha, et al, 2008).

22. Prognosis Hipertensi
1. Advitam
Secara umum penderita hipertensi memiliki angka kehidupan yang
tinggi apabila gejala-gejala hipertensi yang ada dapat dikendalikan
dengan baik agar organ-organ sistemik yang disuplai oleh pembuluh
darah masih bias bekerja dengan baik (AHA, 2012).
2. Adfunctionam
Hipertensi yang tidak dikendalikan dengan baik akan merusak fungsi
dari pembuluh darah. Akibat kerusakan dari fungsi pembuluh darah
tersebutlah maka dapat mengakibatkan komplikasi yang lebih buruk
lagi. Misalnya adalah infarkmiokard. Terjadinya perlemakan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan terhambatnya aliran darah
sehingga kompensasinya adalah meningkatkan kontraksi pembuluh
darah agar darah yang disupplay cukup, sehingga mengakibatkan
hipertensi (AHA, 2012).




55

3. Adsanatam
Penderita dengan hipertensi dapat sembuh dengan membiasakan
gaya hidup yang sehat dan menghindari peningkatan hipertensi agar
pembuluh darah dan supplay darah dalam tubuh bekerja dengan
normal (AHA, 2012).

23. Edukasi Hipertensi
Beberapa edukasi yang dapat diberikan pada pasien hipertensi
adalah sebagai berikut (Dalimartha, et al, 2008):
1. Menilai pemahaman pasien dan penerimaan atas diagnosa
hipertensi
2. Diskusikan keluhan pasien dan mengklarifikasi ketidakpahaman
pasien
3. Beritahu pasien tentang pembacaan tekanan darah dan memberikan
salinan tertulis
4. Dokter dan pasien sepakat mengenai target tekanan darah yang
akan dicapai
5. Menginformasikan pasien tentang pengobatan yang
direkomendasikan, dan memberikan informasi tertulis yang
spesifik tentang peran gaya hidup termasuk diet, aktivitas fisik,
suplemen makanan, dan konsumsi alcohol
6. Menekankan:
A. Perlunya melanjutkan pengobatan
B. Kontrol tidak berarti menyembuhkan









56

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Astawan M. 2003. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. Available at :
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarti&artid=2
0&otemid=3 (diakses pada tanggal 11 April 2014).
Bakta, I Made & Suastika, I Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC.
Baradero, M.,Dayrit, M.W., Siswadi, Y. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Medah, Edisi 8,
Volume 1. Jakarta: EGC.
Cathcart, S., Petkov, J., Winefield, A.H., Lushington, K., Rolan, P. 2009. Central
Mechanisms of Stress-Induced Headache. International Headache
Society.30(3) 285295.
Chobanian, Aram V. et al. 2004. The Seventh Report of the Joint National Depkes
RI. 2006. Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: Depkes
RI.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., Cushman W.C., Green L.A., Izzo
J.L., Jr., et al, 2003. The seventh report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:
The JNC 7 Report. JAMA;289:2560-72.
Dalimartha, et al. 2008. Care Yourself, Hipertensi Cetakan I. Jakarta: Penebar
Plus+.
Depkes RI. 2006. Pedoman Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta:
Depkes RI.
Eroschenko V. P. 2010. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional
Edisi 11. Jakarta : EGC.
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga.
Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Hull, A. 1993. Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi. Terjemahan oleh Wendra .
Maret 2005.


57

James, P.A., Oparil, S., Carter, B.L., Cushman, P.W., Dennison-Himmelfarb, C.,
et al. 2013. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.
doi:10.1001/jama.2013.284427.
Julianti, Elisa Diana, Nunung Nurjanah, Uken S.S. Sutrisno. 2008. Bebas
Hipertensi dengan Terapi Jus. Jakarta.
Katzung, B. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC
Madhur, Meena S. 2013. Hypertension. Tersedia dalam Medscape Reference,
updated on March 2013 (diakses tanggal 15 April 2013).
National Institutes of Healt. 2003. The Seventh Report of the Joint National
Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure. Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/
guidelines/hypertension/ diakses pada 13 April 2014
Oman, K.S., Koziol-McLain, J., Scheetz, L.J. 2008. Panduan Belajar
Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Palmer, B.F. 2008. Hypertension Management in Patients with Chronic Kidney
Disease. Current Hypertension Reports. 10 (5): 36773.
Panggabean MM. 2009. Penyakit Jantung Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.
Paul A., et all. 2013. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of
High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed
to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). Clinical Review &
Education. Published oline Desember 18, 2013. Alvailable at
http://www.haoyisheng.com/ upload/2014JNC8.pdf diakses pada 13 April
2014
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Volume 1, Edisi 6. Jakarta : EGC.
Rismayanthi. 2012. Diet Bagi Penderita Hipertensi. Avaiable download at
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%
20S.Or./DIET%20BAGI%20PENDERITA%20HIPERTENSI.pdf. (diakses
pada tanggal 11 April 2014).


58

Sherwood, Lauralee. 2001. FisiologiManusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Stoltz, C. 2008. Diabetes and Hypertension. Available at:
http://diabetes.about.com/lw/Health-Medicine/Conditions-and-
diseases/Diabetes-and-Hypertension.htm (diakses pada tanggal 11 April
2014).
Sjahrir H. 2004. Nyeri Kepala : Kelompok Studi Nyeri Kepala. Medan : USU.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Tortora, Gerard J., Bryan Derrickson. 2006. Principles of Anatomy and
Physiology. Edisi 11. USA: Biological Science Textbook Inc.
Widjaja, J.H. 2004. Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer. Available at:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/vol1.no2.Juli2011/MEKANIS
ME%20TERJADINYA%20NYERI%20KEPALA%20PRIMER.pdf
(diakses pada tanggal 11 April 2014).
Yogiantoro Mohammad, 2006. Hipertensi Esensial Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 599-603.

Anda mungkin juga menyukai