Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS REMAJA DENGAN

PERILAKU MEROKOK AKTIF DI KOTA SEMARANG



SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada
Universitas Negeri Semarang


Oleh
Bani Syabani
1511411044



JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku
Merokok Aktif Di Kota Semarang telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 14 Maret 2015.


Panitia
Ketua


Nama Ketua
NIP.

Sekertaris


Nama Sekertaris
NIP.

Penguji I


Nama Penguji I
NIP.

Penguji II


Nama Penguji II
NIP.
Penguji III


Nama Penguji III
NIP.

ii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam Skripsi dengan judul Hubungan Antara
Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota Semarang benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan dari jiplakan karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.


Semarang, 14 Maret 2015


Bani Syabani
1511411044

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:
. . . Khoirunnas AnFauhum Linnas . . . (AL-Hadits)
Artinya: . . . Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang mampu memberikan manfaat bagi
manusia lainnya . . . (AL-Hadits)



Persembahan
Karya tulis ini saya persembahkan kepada:
1. Orang tua saya Bapak Budi Arifin dan Ibu
Ijah Hodijah yang selalu memberikan
nasihat terbaiknya beserta doa restu mereka
dalam setiap langkah kehidupan.
2. Adik saya Aji Setiaji, Siti Nur Aminah dan
Muhammad Nur Abdillah yang selalu
menjadi motivasi dan penyemangat dalam
meraih masa depan yang cerah.
3. Teman-teman Jurusan Psikologi Angkatan
2011.
4. Almamater Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilaalamiin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT
atas rahmat dan karunia yang telah diberikan selama menjalani proses pembuatan skripsi
yang berjudul Hubungan Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota
Semarang sampai dengan selesai.
Penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak maka pada kesempatan ini
ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Drs. Hardjono, M.Pd.
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Ketua Jurusan Psikologi Dr. Drs. Edy Purwanto M.Si. yang telah memberikan
pengarahan dan saran serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Sri Maryati Deliana M.Si. pembimbing utama yang telah dengan sabar
memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
4. Andromeda S.Psi. dosen pendamping yang telah memberikan motivasi semangat dan
bimbingan baik dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dr. Drs. Edy Purwanto M.Si. Dosen Wali yang telah memberikan banyak masukan
saran dan arahan selama penulis menempuh studi Strata 1 di Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
khususnya Jurusan Psikologi yang telah membimbing penulis dengan baik selama
dalam masa kuliah.
v
7. Staf dan karyawan Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang atas informasi dan layanan yang baik demi terselesaikannya skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan nasihat dorongan motivasi semangat
beserta doa restu pada penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi.
9. Bapak Siswono Kepala Desa Pedurungan Kota Semarang yang telah berkenan
memberikan izin pada penulis untuk melaksanakan penelitian ini, beserta semua
responden dan narasumber yang telah membantu dengan baik dalam penelitian skripsi
ini sampai selesai.
10. Teman-teman Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang, beserta pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan akan memperoleh berkah yang tak
terhingga dari ALLAH SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat pada semua pihak. Aamiin.


Semarang, 15 Maret 2015


Penulis


vi
ABSTRAK

Syabani, Bani. 2015. Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Di
Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang, Pembimbing: Dr. Edy Purwanto, M.Si.

Kata Kunci: Konformitas, Remaja, Perilaku Merokok.
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang
telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan.
Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila
dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu
pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena
secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai
dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa
dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa
perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum
mandiri secara sosial.
Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai
penyimpangan dan ketidakwajaran. Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam
ekstrim kiri (negatif) semakin banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus
meningkat. Diantara salah satu contoh permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan
remaja adalah perilaku merokok.
Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa
remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun
waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan
Dhuyvettere (Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan
13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun.
Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia
terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius.
Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi jumlah
remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan usia merokok
pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok
pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku merokok
merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan
oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Menurut Erikson
(Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek
psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang
mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan
karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk
menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.

vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................... i
Halaman Pengesahan .................................................................................................... ii
Pernyataan .................................................................................................................... iii
Motto dan Persembahan ............................................................................................... iv
Kata Pengantar ...............................................................................................................v
Abstrak ......................................................................................................................... vi
Daftar Isi ..................................................................................................................... vii
Daftar Tabel ...................................................................................................................x
Daftar Gambar ............................................................................................................. xi
Daftar Lampiran .......................................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................1
1.2. Manfaat Penelitian ..........................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Merokok............................................................................................7
2.1.1. Pengertian Perilaku Merokok ..............................................................7
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok .........................7
2.1.3. Persepsi terhadap perilaku merokok ....................................................9
2.1.4. Tahapan dalam Perilaku Merokok .....................................................11
2.1.5. Tipe-tipe Perilaku Merokok ...............................................................11
2.2. Konformitas Remaja .....................................................................................13
2.2.1. Pengertian Konformitas Remaja ........................................................13
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas remaja ....................16
viii
2.3. Kerangka Berfikir .........................................................................................16
2.4. Hipotesis .......................................................................................................16
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian..............................................................................................18
3.2. Desain Penelitian ..........................................................................................18
3.3. Identifikasi Variabel Penelitian.....................................................................18
3.4. Definisi Operasional .....................................................................................19
3.5. Subjek Penelitian ..........................................................................................20
3.5.1. Populasi .............................................................................................20
3.5.2. Sampel...............................................................................................20
3.6. Metode Pengumpulan Data ...........................................................................20
3.7. Validitas dan Reliabilitas ..............................................................................25
3.8. Teknik Analisis Data.............................................27

ix
DAFTAR TABEL (ket. Judul di atas)



x
DAFTAR GAMBAR (ket. Judul di bawah)



xi
DAFTAR LAMPIRAN



xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang
telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan.
Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila
dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu
pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena
secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai
dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa
dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa
perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum
mandiri secara sosial.
Perubahan-perubahan pada remaja ini secara langsung maupun tidak langsung pasti
akan mempengaruhi perubahan pada area kognisi dan perilaku dari kepribadiannya, serta
kehidupan sosialnya. Hal ini tentu akan menimbulkan perasaan yang tidak menentu dan stres
serta kebingungan peran dalam diri remaja. Dan pada akhirnya, remaja pun berusaha
menemukan identitas diri mereka yang sebenarnya.
Menurut teori Erikson (Hurlock, 1999), menjelaskan bahwa pada masa ini remaja
berusaha untuk menemukan jati diri atau identitas dirinya. Pada masa ini, individu
dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan ke mana
mereka menuju dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan dengan banyak peran baru
dan status orang dewasa seperti misalnya dalam hal pekerjaan dan romantika.
1
Remaja terus berkembang sesuai dengan pemahaman mereka sendiri dan lebih
cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Masa remaja seringkali
dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran.
Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam ekstrim kiri (negatif) semakin
banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus meningkat. Diantara salah satu contoh
permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan remaja adalah perilaku merokok.
Meski setiap orang sangat mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,
akan tetapi perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merokok merupakan perilaku
yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat di negara ini. Hal ini dapat dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari, banyak sekali dijumpai orang yang sedang merokok di lingkungan
sekitar, baik di kantor, di pasar, di sekolah, di kampus, dan di tempat umum lainnya atau
bahkan di lingkungan rumah tangga kita sendiri. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah
usia mulai merokok yang setiap tahunnya semakin muda.
Menurut Oskamp (Smet, 1994), perilaku merokok mengandung faktor resiko bagi
kesehatan. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan semakin banyaknya orang yang
merokok dan usia yang lebih dini untuk memulai merokok.
Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa
remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun
waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan
Dhuyvettere (Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan
13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun.
Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di
Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin
serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi
jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan usia
2
merokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku
merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku merokok
merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan
oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Menurut Erikson
(Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek
psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang
mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan
karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk
menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.
Seperti yang dikatakan oleh Brigham (Komarasari dan Helmi, 2000) bahwa perilaku merokok
bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan,
kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Tuakli dkk (Nasution, 2007)
mengemukakan bahwa perilaku merokok pertama kali dipengaruhi oleh adanya perasaan
ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Sejalan dengan itu, Sarafino (Nasution, 2007)
menegaskan bahwa modelling atau meniru perilaku orang lain menjadi salah satu determinan
seseorang mulai pertama kali merokok. Sedangkan menurut Smet (1994), seseorang mulai
merokok dikarenakan pengaruh lingkungan sosial.
Oskamp dkk (Smet, 1997) mengungkapkan bahwa seseorang yang merokok awalnya
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, seperti teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang
tua, saudara, rekan sejawat, dan media. Tekanan dari teman-teman sebaya merupakan salah
satu diantara faktor yang paling penting memepengaruhi perilaku merokok pada remaja.
Pengaruh keluarga merupakan faktor penentu selanjutnya yang paling penting.
Dalam sebuah riset nasional di Amerika Serikat dinyatakan bahwa kira-kira 14% dari
anak-anak dengan orang tua yang merokok juga mempunyai kebiasaan merokok, sedangkan
hanya sekitar 6% dari anak-anak dengan orang tua yang bukan perokok. Pengaruh saudara-
3
saudara kandung yang merokok juga relative besar. Pada keluarga dengan orang tua yang
bukan seorang perokok, namun dengan saudara-saudara kandung lebih tua yang merokok
kira-kira angka merokok pada anak-anak mencapai 17%. Pada keluarga dimana orang tua
maupun saudara-saudara kandung tidak merokok, angka merokok 4% atau kurang dari angka
tersebut.
Dengan mencermati berbagai pemaparan dan penjelasan pada uraian yang telah
disampaikan tersebut di atas mengenai banyaknya perilaku merokok yang ditemukan pada
diri remaja berkaitan dengan persepsi merokok dan konformitas yang terjadi serta dimiliki
oleh para remaja, maka dari itu penting kiranya untuk dilakukan penelitian ini, sehingga
dapat diketahui mengenai bagaimana terjadinya korelasi atau hubungan antara persepsi
merokok terhadap perilaku merokok dan konformitas pada remaja perokok aktif. Berdasarkan
pemaparan permasalahan tersebut, peneliti memiliki keinginan untuk melakukan penelitian
dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja terhadap Perilaku Merokok Aktif
di Kota Semarang.


4
1.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang
bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoritis.
1.2.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini akan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan wawasan, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi studi atau
kajian ilmu pengetahuan terutama berkaitan tentang kajian ilmu psikologi, yaitu mengenai
hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang, juga
diharapkan dapat menambah sumber pustaka atau referensi dari hasil penelitian yang telah
ada pada penelitian yang selanjutnya.
1.2.2. Manfaat Praktis
1.2.2.1.Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan diri mengenai hubungan
konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang.
1.2.2.2.Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai bahan tulisan informasi dan pengetahuan bagi para
mahasiswa mengenai hubungan anatara korformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif
di Kota Semarang.
1.2.2.3.Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat menumbuhkan perilaku sehat dengan tidak mengkonsumsi rokok
(merokok), serta mampu untuk meningkatkan sikap dan perilaku yang positif pada dirinya
sehingga tidak turut serta sebagai seorang individu yang termasuk memiliki perilaku
merokok.


5
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1.3.1. Untuk mengetahui mengenai adanya hubungan yang signifikan antara
konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang.
1.3.2. Untuk mengetahui korelasi yang terjadi antara konformitas remaja terhadap
perilaku merokok aktif di Kota Semarang.


6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Merokok
2.1.1. Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku merokok menurut Poerwadarminta (1995:830) didefinisikan sebagai,
Perilaku mengisap rokok. Sedangkan rokok sendiri menurut Poerwadarminta (1995:830)
adalah, Gulungan tembakau yang bersalut daun nipah (kertas dsb).
Menurut Armstrong (1990, dikutip dari Kemala, 2007:6) merokok adalah: Menghisap
asap tembakau yang dibakar, ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar. Levy
(1984, dikutip dari Kemala, 2007:6) mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu
aktifitas yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu
kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya yang
menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Mu`tadin (2002, dalam Kemala: 9) mengemukakan faktor yang mempengaruhi
perilaku merokok pada seorang individu diantaranya sebagai berikut:
a) Pengaruh teman, berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak individu
merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan
demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama
individu tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau sebaliknya. Diantara
individu perokok terdapat 87 % mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih
sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.
7
b) Faktor kepribadian, orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau
ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang
bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial.
Pendapat ini didukung Atkinson (1999) yang menyatakan bahwa orang yang memiliki
skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan
dengan mereka yang memiliki skor yang rendah.
c) Pengaruh iklan, melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat
individu seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan
tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (Sarafino, 1994: --) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu:
a. Faktor biologis, banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok
merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan
merokok. Hal ini didukung oleh penemuan kadar nikotin dalam darah perokok yang
cukup tinggi.
b. Faktor psikologis, merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi,
menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan,
juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang
sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.
c. Faktor lingkungan sosial, lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan
dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan
memperhatikan lingkungan sosialnya.
8
d. Faktor demografis, faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok
pada usia dewasa semakin banyak (Smet, 1994). Namun, pengaruh jenis kelamin saat
ini tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sudah merokok.
e. Faktor sosial-kultural, kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan,
penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada
individu (Smet, 1994).
f. Faktor sosial-politik, menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah
politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha
melancarkan kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.
Merokok menjadi masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang
seperti Indonesia (Smet, 1994).
2.1.3. Persepsi terhadap Perilaku Merokok
Persepsi merupakan salah satu proses psikologis yang muncul pada diri individu
akibat adanya stimulus yang diterima oleh alat indera manusia yang kemudian
diinterpretasikan ke dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat
berupa suasana hati (mood), sistem dan pertukaran zat dalam tubuh, pengalaman, nilai-nilai
yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta bentuk-bentuk stimulus yang
mempengaruhi proses selektif terhadap stimulus. Sedangkan persepsi perilaku merokok
merupakan suatu bentuk proses interpretasi diri yang dilakukan oleh seorang individu
terhadap stimulus berupa situasi dalam diri individu seperti suasana hati, pikiran dan perasaan
(mood), maupun dari luar individu seperti lingkungan sosial individu tersebut yang
menyebakan atau memunculkan perilaku merokok pada diri individu.
Perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menimbulkan persepsi
tertentu pada diri seseorang. Dikatakan oleh Ajzen dan Fishbein (Ariyani, 2004), setiap orang
akan memiliki persepsi yang bersifat positif ataupun negatif terhadap suatu objek atau
9
stimulus tertentu. Menurut Salafudin (Ariyani, 2004), persepsi terhadap merokok ini
terbentuk melalui melihat, mendengar, dan membaca berdasarkan pengalaman. Dalam hal ini,
iklan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam membuat persepsi konsumen terhadap
rokok dan perilaku merokok.
Persepsi yang positif terhadap merokok akan memberikan keyakinan pada diri setiap
individu bahwa aktivitas merokok itu baik dan pada akhirnya individu tersebut akan
mengambil keputusan untuk berperilaku merokok. Salah satu alasan remaja merokok adalah
karena persepsi dan sikap yang buruk terhadap kesehatan. Seorang individu akan terus
merokok apabila individu tersebut masih merasa bahwa dengan merokok itu banyak
memberikan kepuasan psikologis pada dirinya, tanpa peduli efek yang akan terjadi pada
jangka waktu yang lebih panjang terhadap dirinya.
Anggapan bahwa merokok itu memberikan efek kejantanan, kegagahan, kemandirian,
serta anggapan bahwa merokok itu sudah sangatlah wajar dilakukan oleh remaja lelaki
merupakan beberapa hal yang cukup memberikan implikasi positif terhadap peningkatan
perilaku merokok pada seorang individu. Individu yang memiliki pandangan yang positif
terhadap perilaku merokok, akan merokok dimana pun berada, tanpa terpengaruh dengan
pandangan atau opini publik mengenai bahaya atau larangan merokok.
Pandangan positif terhadap perilaku merokok akan semakin kuat apabila perokok
berada dalam lingkungan pergaulan yang memungkinkannya untuk bertemu dengan perokok
lainnya atau lingkungan dimana kebiasaan merokok akan selalu diterima sebagai perilaku
yang wajar dilakukan remaja lelaki, sehingga pendapat atau pandangan negatif mengenai
perilaku merokok itu berbahaya sudah tidak lagi diperdulikan dan dianggap sebagai suatu hal
yang tidak penting lagi.


10
2.1.4. Tahapan dalam Perilaku Merokok
Sebelum seseorang menjadi perokok, terlebih dahulu seseorang tersebut tentunya
berproses melalui beberapa tahapan. Levental dan Clearly (dalam Komalasari dkk:3)
mengungkapkan terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga seseorang menjadi
perokok, yaitu:
1. Tahap Perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai
merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini
menimbulkan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan
meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak
empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking, tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian
dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek
psikologis yang menyenangkan.
2.1.5. Tipe-tipe Perilaku Merokok
Terdapat berbagai pembagian tipe perilaku merokok yang dibedakan berdasarkan
berbagai aspek, diantaranya sebagai berikut:
1. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan, berdasarkan tempat di mana
seseorang menghisap rokok, Mutadin (2002, dalam Kemala:7) menggolongkan tipe
perilaku merokok menjadi:
1) Merokok di tempat umum/ruang publik
a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara berkelompok mereka
menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain,
karena itu mereka menempatkan diri di area merokok.
11
b) Kelompok heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak
merokok, anak kecil, orang jompok, orang sakit, dll)
2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a) Kantor atau kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini
sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga
kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.
b) Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkam sebagai orang yang suka
berfantasi.
2. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok, Menurut Silvan dan
Tomkins (dalam Mutadin 2002) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan
management theory of affect, keempat tipe tersebut adalah:
1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif
a) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah
minum kopi atau makan.
b) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedar
menyenangkan perasaan.
c) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang
rokok.
2) Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif, banyak orang yang merokok
untuk mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya. Misalnya, merokok bila
marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelemat. Mereka menggunakan
rokok bila perasaan tidak enak terjadi dengan tujuan menghindari perasan yang
tidak enak.
12
3) Tipe perokok yang adiktif, perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis
rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya
berkurang.
4) Tipe perokok yang sudah menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok sama
sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah
menjadi kebiasaan.
3. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari Menurut Smet (1994) tipe
perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyak rokok yang dihisap menjadi tiga
tipe, yaitu:
1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang dalam sehari
2) Perokok sedang yang menghisap 5- 14 batang rokok dalam sehari
3) Perokok ringan yang menghisap 1- 4 batang rokok dalam sehari

2.2. Konformitas Remaja
2.2.1. Pengertian Konformitas
Konformitas adalah kesesuaian, kecocokan, keselarasan, dan penyesuaian.
Konformitas dapat diartikan sebagai perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat,
dan mengikuti cara yang terstruktur dan dilembagakan dalam masyarakat untuk mencapai
tujuan tersebut.
Konsep konformitas di definisikan oleh shepard sebagai bentuk interaksi yang di
dalamnya seorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Pada
umumnya kita cenderung bersifat konformis. Berbagai studi memperlihatkan bahwa manusia
mudah dipengaruhi orang lain. Salah satu diantaranya ialah studi Muzafer Sherif, yang
membuktikan bahwa dalam situasi kelompok orang cenderung membentuk norma sosial.
13
Sears (1994) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena
disebabkan oleh karena orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas. Sears
(1994) mengungkapkan sebab-sebab seseorang melakukan konformitas adalah pertama,
perilaku orang lain memberikan informasi yang bermafaat. Kedua, ketika bersikap konform
sebab ingin diterima dalam kelompok.
Menurut Santrock (2003) konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau
tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh
mereka. Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain
karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada kawan-kawan sebaya
cenderung sangat kuat selama masa remaja (Santrock, 2007).
Baron dan Byrne (2005) berpendapat bahwa seseorang konform terhadap kelompok
terjadi jika perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Keinginan
dari remaja untuk selalu berada dan diterima oleh kelompoknya akan mengakibatkan remaja
bersikap konformitas terhadap kelompoknya. Jalaludin (2004) mengatakan bahwa bila
sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan
para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.
Menurut Baron dan Byrne (2005) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku
remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang
menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Menurut Hurlock (1999), karena remaja lebih
banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka
dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Konformitas
terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi
pada masa remaja. Agar remaja dapat diterima dalam kelompok acuan maka penampilan fisik
14
merupakan potensi yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan yaitu
merasa terlihat menarik atau merasa mudah berteman.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas muncul ketika
individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun
yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau
perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada
kawan-kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja.
Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri
yang khas. Sears (1994) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai
dengan adanya tiga hal sebagai berikut:
1. Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap
menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan
perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari
keanggotaannya.
Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin
besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar
kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.
2. Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja
harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.
3. Ketaatan
Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan
tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka
konformitasnya akan tinggi juga.
15
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek konformitas remaja
yang dikemukakan oleh Sears (1994), yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan karena
definisinya lebih mendekati pada definisi konformitas pada remaja.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Remaja Perokok Aktif
Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi konformitas
(Baron dan Byrne, 2005), yaitu:
1. Kohesivitas
2. Ukuran kelompok
3. Ada-tidaknya dukungan sosial
4. Perbedaan jenis kelamin
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang
mempengaruhi konformitas, yaitu kohesivitas, ukuran kelompok, ada-tidaknya dukungan
sosial, dan perbedaan jenis kelamin.
2.3. Kerangka Berfikir







Gambar: 2.3.1. Hubungan Konformitas dengan Perilaku Merokok
2.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara konformitas remaja terhadap konformitas perilaku merokok aktif di Kota
Semarang. Semakin individu conform terhadap para remaja perokok aktif, maka perilaku
Konformitas
Kekompakan
Kesepakatan
Ketaatan
Perilaku Merokok
16
merokok yang muncul pada individu tersebut akan semakin positif, sebaliknya semakin
individu menjauh dari konformitas para remaja perokok aktif maka perilaku merokok pada
individu tersebut akan semakin negatif.


17
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai hubungan konformitas remaja
terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini adalah dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif.
3.2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian hubungan konformitas remaja
terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini menggunakan desain korelasional.
Metode korelasional digunakan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variabel,
yaitu variabel perilaku merokok dan variabel konformitas, jika ada maka seberapa eratkah
hubungan serta berarti atau tidakkah hubungan dari variabel tersebut. Penelitian korelasional
bertujuan untuk menyelidiki hubungan antar dua variabel atau lebih berdasarkan koefisien
korelasi.
3.3. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam
penelitian dan penentuan masing-masing fungsinya. (Azwar, 1997:61) Variabel penelitian
adalah suatu atribut atau sifat ataupun objek yang mempunyai variasi nilai antara satu dengan
yang lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2002). Berdasarkan telaah pustaka dan
perumusan hipotesis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
3.3.1. Variabel Bebas (Independen/variabel X)
Variabel bebas atau independen merupakan variabel prediktor yang mempengaruhi
atau menjadi sebab/pemicu (anteseden) pada timbulnya atau berubahnya variabel dependen
(variabel terikat). Menurut Arikunto, 1998:97 variabel bebas adalah variabel yang
18
mempengaruhi terhadap suatu gejala yang disebut variabel (X). Dalam penelitian ini yang
merupakan variabel bebas adalah Konformitas Remaja.
3.3.2. Variabel Terikat (Dependent/variabel Y)
Variabel terikat atau dependen atau disebut juga dengan variabel kriterion merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas
(independen). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang
disebut dengan variabel (Y) (Arikunto, 1998:97). Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel terikat adalah Perilaku Merokok Aktif di Kota Semarang.
3.4. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang menjelaskan sebuah konsep semata-
mata dalam pengertian prosedur-prosedur yang dapat diobservasi, yang di gunakan untuk
menghasilkan dan mengukurnya (Shaughnessy, dkk: 2007). Definisi operasional dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Konformitas Remaja
Konformitas remaja merupakan suatu perilaku mengikuti pada diri remaja sebagai
bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang remaja berperilaku terhadap orang lain sesuai
dengan harapan kelompok sosialnya, karena perilaku dari kelompok sosial seringkali akan
dapat membentuk perilaku konformis pada seorang individu yang telah dipengaruhi oleh
orang lain dalam suatu situasi kelompok dan cenderung akan membentuk norma tertentu
sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh kelompok sosial tersebut.
2. Perilaku Merokok Aktif
Perilaku merokok aktif adalah suatu wujud manifestasi perilaku berupa kegiatan atau
aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya, yang menimbulkan
keluarnya asap rokok yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya, dan munculnya
perilaku merokok tersebut dilakukan secara berulang-ulang.
19
3.5. Subjek Penelitian
3.5.1. Populasi
Menurut Arikunto (1998:115), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang
akan digeneralisasikan dari suatu hasil penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh remaja perokok aktif yang berdomisili di sekitar Kota Semarang.
3.5.2. Sampel
Menurut Arikunto (1998:117), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti. Sedangkan menurut Azwar (2001) sampel adalah wakil populasi sebagai kelompok
subjek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai wakil dari populasi, sampel
harus benar-benar representatif (mewakili) dalam arti segala karakteristik dari populasi
hendaknya tercermin pula dalam sampel yang diambil (Sudjana, 1996:6).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik random sampling
(simple random sampling), yang merupakan teknik sampel yang dalam prosedur
pengambilannya, setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk
dipilih menjadi anggota populasi. Semakin besar ukuran sampel random, maka semakin besar
kemungkinan untuk representatif terhadap populasi. (Purwanto, 2011:62). Adapun jumlah
sampel yang ditentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 100 sampel.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian
(Arikunto, 1998:21). Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk memperoleh
data yang akan diselidiki. Hadi (1993) mengatakan bahwa baik buruknya hasil penelitian
sebagian tergantung dari teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dalam penelitian.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode skala.
Dalam penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala Perilaku merokok dan skala konformitas.
Metode skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model likert. Model
20
skala ini disusun dengan pernyatan favorable (pernyataan yang mendukung) dan unfavorable
(pernyataan tidak mendukung), dimana setiap pernyataan mempunyai empat pilihan jawaban
yaitu SL (selalu), SR (sering), JR (jarang) dan TP (tidak pernah). Skor yang diberikan
bergerak dari 1 sampai 4. Penilaian untuk pernyataan favorable dan unfaforable adalah
sebagai berikut:
No. Pernyataan Nilai
SL SR JR TP
1. Favorable 4 3 2 1
2. Unfavorable 1 2 3 4
Penyusunan skala pada penelitian ini, terdapat dua skala yaitu:
1. Skala Konformitas Remaja, dan
2. Skala Perilaku Merokok Aktif
1. Skala Konformitas Remaja
Adapun alat ukur konformitas remaja adalah skala konformitas remaja yang disusun
berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Sears (1994), bahwa secara
eksplisit konformitas ditandai oleh tiga hal berikut:
a. Kekompakan
b. Kesepakatan
c. Ketaatan
Berikut adalah Blue print Skala Konformitas
No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total Item
1) Kekompakan - Selalu mengikuti
setiap kegiatan
atau perkumpulan
yang ada dalam
anggota
kelompoknya.
- Selalu melakukan
1,3





5,7
2,4





6,8
4





4
21
perbuatan yang
dilakukan secara
beramai-ramai
dan bersama-
sama.















2) Kesepakatan. - Mengikuti
sejumlah
perkataan atau
pernyataan yang
diungkapkan oleh
anggota
kelompoknya.
- Menyerahkan
perilaku pada
otoritas anggota
kelompok.
9,11






13,15,17
10,12






14,16,
4






5
3) Ketaatan. - Mengikuti
perilaku yang
sesuai dengan
anggota
kelompoknya.
- Menerima segala
bentuk perilaku
yang dimunculkan
oleh anggota
kelompok.
- Tidak mengekang
hal-hal berupa
perilaku tertentu
yang ada dalam
kelompok.
19,21




23,25




27,29
18,20




22,24




26,28,30
4




4




5



Jumlah
15 15
30

22
2. Skala Perilaku Merokok Aktif
Skala yang dipergunakan untuk mengukur Perilaku Merokok dari subjek penelitian
adalah skala yang disusun oleh penulis berdasarkan tiga aspek perilaku merokok:
a. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan
b. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok
c. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari
Skala perilaku merokok memakai model skala Likert, yang terdiri dari dua kelompok
item yang berbentuk favorable dan unfavorable. Sistem penilaiannya menggunakan empat
alternative jawaban yaitu: SELALU (SL), SERING (SR), JARANG (JR), TIDAK PERNAH
(TP). Pemberian skor untuk item favorable, nilai jawaban SELALU (SL) = 4, SERING (SR)
= 3, JARANG (JR) = 2, TIDAK PERNAH (TP) = 1. Untuk item unfavorable, nilai jawaban
SELALU (SL) = 1, SERING (SR) = 2, JARANG (JR) = 3, TIDAK PERNAH (TP) = 4.
Penyusunan alat ukur skala ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk table
blue print (cetak biru). Cetak biru merupakan gambaran keseluruhan dan keterhubungan
antara masalah hingga validasi penelitian. (Al Wasilah: 2006).
Berikut adalah blue print Skala Perilaku Merokok:
No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total Item
1) Berdasarkan
tempat
aktifitas
merokok
dilakukan
- Merokok hanya
ketika banyak
sekelompok orang
sedang merokok
(hanya sesama
perokok).
- Merokok dimana
saja berada, dan
cenderung akan
merugikan orang
lain yang tidak
1,3





5,7




2,4





6,8




4





4




23
merokok.
2) Berdasarkan
manajemen
afeksi yang
ditimbulkan
rokok.
- Merokok hanya
untuk menambah,
dan meningkatkan
kenikmatan yang
sudah didapat
- Merokok hanya
dilakukan sekedar
menyenangkan
perasaan.
- Merokok untuk
mengurangi atau
menghindari
munculnya
perasaan negatif
(marah, cemas,
gelisah) yang
dirasakannya.
- Merokok karena
sudah menjadi
kebiasaan, dan
akan menambah
dosis rokok setiap
saat setelah efek
dari rokok yang
dihisapnya
berkurang.
9,11




13,15,17



19,21







23,25,
10,12




14,16,



18,20







22,24,26
4




5



4







5
3) Berdasarkan
jumlah rokok
yang dihisap
dalam sehari.
- Merokok lebih
dari 15 batang
rokok dalam
sehari (perokok
berat).
- Merokok 5-14
27,29




31,33
28,30




32,34
4




4
24
batang rokok
dalam sehari
(perokok sedang).
- Merokok 1-4
batang rokok
dalam sehari
(perokok ringan).



35,37





36,38



4



Jumlah
19 19
38

3.7. Validitas dan Reliabilitas
3.7.1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas tinggi
(Arikunto, 2010). Sedangkan menurut Agun (1990) Validitas menunjukkan sejauh mana
skor/nilai/ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran/pengamatan yang
ingin diukur.
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu instrument atau
alat pengumpul data dalam mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran
yang dilakukan. Suatu instrument dikatakan valid, bila instrument tersebut mampu mengukur
apa saja yang harus diukurnya dan mampu mengungkap apa yang ingin diungkap (Sutrisno
Hadi, 1993).
Ada dua macam validitas yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Dalam
penelitian ini menggunakan validitas eksternal. Validitas eksternal berkaitan dengan
generalisasi hasil penelitian, yaitu sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan pada subjek,
situasi, dan waktu di luar situasi penelitian (Seniati, 2008, h.68-75).
Validitas aitem skala perilaku merokok menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for
windows.
25
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,879
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 5497,651
Df 703
Sig. ,000

Ditemukan hasil menggunakan uji KMO sebesar 0,879 yang berarti data tersebut
menunjukkan valid. Azwar (1997:158) menyatakan bahwa data dapat dikatakan valid apabila
hasil KMO sebesar 0,5 dan karena semua aspek tidak terwakili, dan hanya ada 8 aspek yang
valid maka peneliti harus kembali mengambil data ke lapangan, namun karena kepentingan
untuk latihan maka dilakukan uji konsistensi internal untuk memperoleh data. Hasil yang
diperoleh dari uji konsistensi menunjukkan bahwa aitem yang valid terdiri dari aitem no 6, 8,
10, 12, 13, 14, 27, 28. Langkah selanjutnya adalah menyeleksi butir-butir aitem yang valid
maupun gugur untuk tahap uji reliabilitas.
3.7.2. Reliabilitas
Uji reliabilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat keajegan alat ukur yang dipakai.
Alat ukur dapat dikatakan reliable (dapat dipercaya), bila hasil pengukurannya tetap atau nilai
yang diperoleh konsisten, walaupun dilakukan pengukuran ulang pada subyek yang sama
(Sutrisno Hadi, 1993).
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (Arikunto, 2010).
Dalam penelitian ini koefisien reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan
bantuan program SPSS. Nilai koefisien dalam uji reliabilitas ini angkanya antara 0 1,00.
Semakin nilai koefisiennya mendekati 1,00 berarti reliabilitasnya semakin tinggi. Hasil
perhitungan dengan menggunakan SPSS 20,0 menunjukkan hasil signifikansi reliabilitas
sebesar 0,731 yang berarti menunjukkan bahwa data tersebut reliabel.
26

3.8. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa uji kuantitatif
dengan menggunakan metode statistik. Data yang didapatkan dari penelitian berupa angka
dan bersifat interval sehingga teknika analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode statistik korelasi product moment. Dengan teknik ini akan diketahui
mengenai hubungan antara konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota
Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS
20,0.
27

Anda mungkin juga menyukai