disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Bani Syabani 1511411044
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 PENGESAHAN Skripsi dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota Semarang telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 14 Maret 2015.
Panitia Ketua
Nama Ketua NIP.
Sekertaris
Nama Sekertaris NIP.
Penguji I
Nama Penguji I NIP.
Penguji II
Nama Penguji II NIP. Penguji III
Nama Penguji III NIP.
ii PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam Skripsi dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota Semarang benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan dari jiplakan karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 14 Maret 2015
Bani Syabani 1511411044
iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto: . . . Khoirunnas AnFauhum Linnas . . . (AL-Hadits) Artinya: . . . Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang mampu memberikan manfaat bagi manusia lainnya . . . (AL-Hadits)
Persembahan Karya tulis ini saya persembahkan kepada: 1. Orang tua saya Bapak Budi Arifin dan Ibu Ijah Hodijah yang selalu memberikan nasihat terbaiknya beserta doa restu mereka dalam setiap langkah kehidupan. 2. Adik saya Aji Setiaji, Siti Nur Aminah dan Muhammad Nur Abdillah yang selalu menjadi motivasi dan penyemangat dalam meraih masa depan yang cerah. 3. Teman-teman Jurusan Psikologi Angkatan 2011. 4. Almamater Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
iv KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilaalamiin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikan selama menjalani proses pembuatan skripsi yang berjudul Hubungan Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota Semarang sampai dengan selesai. Penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak maka pada kesempatan ini ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Drs. Hardjono, M.Pd. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 2. Ketua Jurusan Psikologi Dr. Drs. Edy Purwanto M.Si. yang telah memberikan pengarahan dan saran serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Sri Maryati Deliana M.Si. pembimbing utama yang telah dengan sabar memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 4. Andromeda S.Psi. dosen pendamping yang telah memberikan motivasi semangat dan bimbingan baik dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Dr. Drs. Edy Purwanto M.Si. Dosen Wali yang telah memberikan banyak masukan saran dan arahan selama penulis menempuh studi Strata 1 di Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. 6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang khususnya Jurusan Psikologi yang telah membimbing penulis dengan baik selama dalam masa kuliah. v 7. Staf dan karyawan Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang atas informasi dan layanan yang baik demi terselesaikannya skripsi ini. 8. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan nasihat dorongan motivasi semangat beserta doa restu pada penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi. 9. Bapak Siswono Kepala Desa Pedurungan Kota Semarang yang telah berkenan memberikan izin pada penulis untuk melaksanakan penelitian ini, beserta semua responden dan narasumber yang telah membantu dengan baik dalam penelitian skripsi ini sampai selesai. 10. Teman-teman Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, beserta pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga segala bantuan yang telah diberikan akan memperoleh berkah yang tak terhingga dari ALLAH SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat pada semua pihak. Aamiin.
Semarang, 15 Maret 2015
Penulis
vi ABSTRAK
Syabani, Bani. 2015. Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Di Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Pembimbing: Dr. Edy Purwanto, M.Si.
Kata Kunci: Konformitas, Remaja, Perilaku Merokok. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan. Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum mandiri secara sosial. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam ekstrim kiri (negatif) semakin banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus meningkat. Diantara salah satu contoh permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan remaja adalah perilaku merokok. Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan Dhuyvettere (Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan 13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan usia merokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Menurut Erikson (Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.
vii DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................................... i Halaman Pengesahan .................................................................................................... ii Pernyataan .................................................................................................................... iii Motto dan Persembahan ............................................................................................... iv Kata Pengantar ...............................................................................................................v Abstrak ......................................................................................................................... vi Daftar Isi ..................................................................................................................... vii Daftar Tabel ...................................................................................................................x Daftar Gambar ............................................................................................................. xi Daftar Lampiran .......................................................................................................... xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................1 1.2. Manfaat Penelitian ..........................................................................................5 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Merokok............................................................................................7 2.1.1. Pengertian Perilaku Merokok ..............................................................7 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok .........................7 2.1.3. Persepsi terhadap perilaku merokok ....................................................9 2.1.4. Tahapan dalam Perilaku Merokok .....................................................11 2.1.5. Tipe-tipe Perilaku Merokok ...............................................................11 2.2. Konformitas Remaja .....................................................................................13 2.2.1. Pengertian Konformitas Remaja ........................................................13 2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas remaja ....................16 viii 2.3. Kerangka Berfikir .........................................................................................16 2.4. Hipotesis .......................................................................................................16 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian..............................................................................................18 3.2. Desain Penelitian ..........................................................................................18 3.3. Identifikasi Variabel Penelitian.....................................................................18 3.4. Definisi Operasional .....................................................................................19 3.5. Subjek Penelitian ..........................................................................................20 3.5.1. Populasi .............................................................................................20 3.5.2. Sampel...............................................................................................20 3.6. Metode Pengumpulan Data ...........................................................................20 3.7. Validitas dan Reliabilitas ..............................................................................25 3.8. Teknik Analisis Data.............................................27
ix DAFTAR TABEL (ket. Judul di atas)
x DAFTAR GAMBAR (ket. Judul di bawah)
xi DAFTAR LAMPIRAN
xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan. Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum mandiri secara sosial. Perubahan-perubahan pada remaja ini secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi perubahan pada area kognisi dan perilaku dari kepribadiannya, serta kehidupan sosialnya. Hal ini tentu akan menimbulkan perasaan yang tidak menentu dan stres serta kebingungan peran dalam diri remaja. Dan pada akhirnya, remaja pun berusaha menemukan identitas diri mereka yang sebenarnya. Menurut teori Erikson (Hurlock, 1999), menjelaskan bahwa pada masa ini remaja berusaha untuk menemukan jati diri atau identitas dirinya. Pada masa ini, individu dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan ke mana mereka menuju dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan dengan banyak peran baru dan status orang dewasa seperti misalnya dalam hal pekerjaan dan romantika. 1 Remaja terus berkembang sesuai dengan pemahaman mereka sendiri dan lebih cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam ekstrim kiri (negatif) semakin banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus meningkat. Diantara salah satu contoh permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan remaja adalah perilaku merokok. Meski setiap orang sangat mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan tetapi perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merokok merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat di negara ini. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali dijumpai orang yang sedang merokok di lingkungan sekitar, baik di kantor, di pasar, di sekolah, di kampus, dan di tempat umum lainnya atau bahkan di lingkungan rumah tangga kita sendiri. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah usia mulai merokok yang setiap tahunnya semakin muda. Menurut Oskamp (Smet, 1994), perilaku merokok mengandung faktor resiko bagi kesehatan. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan semakin banyaknya orang yang merokok dan usia yang lebih dini untuk memulai merokok. Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan Dhuyvettere (Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan 13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan usia 2 merokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Menurut Erikson (Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Brigham (Komarasari dan Helmi, 2000) bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Tuakli dkk (Nasution, 2007) mengemukakan bahwa perilaku merokok pertama kali dipengaruhi oleh adanya perasaan ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Sejalan dengan itu, Sarafino (Nasution, 2007) menegaskan bahwa modelling atau meniru perilaku orang lain menjadi salah satu determinan seseorang mulai pertama kali merokok. Sedangkan menurut Smet (1994), seseorang mulai merokok dikarenakan pengaruh lingkungan sosial. Oskamp dkk (Smet, 1997) mengungkapkan bahwa seseorang yang merokok awalnya dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, seperti teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang tua, saudara, rekan sejawat, dan media. Tekanan dari teman-teman sebaya merupakan salah satu diantara faktor yang paling penting memepengaruhi perilaku merokok pada remaja. Pengaruh keluarga merupakan faktor penentu selanjutnya yang paling penting. Dalam sebuah riset nasional di Amerika Serikat dinyatakan bahwa kira-kira 14% dari anak-anak dengan orang tua yang merokok juga mempunyai kebiasaan merokok, sedangkan hanya sekitar 6% dari anak-anak dengan orang tua yang bukan perokok. Pengaruh saudara- 3 saudara kandung yang merokok juga relative besar. Pada keluarga dengan orang tua yang bukan seorang perokok, namun dengan saudara-saudara kandung lebih tua yang merokok kira-kira angka merokok pada anak-anak mencapai 17%. Pada keluarga dimana orang tua maupun saudara-saudara kandung tidak merokok, angka merokok 4% atau kurang dari angka tersebut. Dengan mencermati berbagai pemaparan dan penjelasan pada uraian yang telah disampaikan tersebut di atas mengenai banyaknya perilaku merokok yang ditemukan pada diri remaja berkaitan dengan persepsi merokok dan konformitas yang terjadi serta dimiliki oleh para remaja, maka dari itu penting kiranya untuk dilakukan penelitian ini, sehingga dapat diketahui mengenai bagaimana terjadinya korelasi atau hubungan antara persepsi merokok terhadap perilaku merokok dan konformitas pada remaja perokok aktif. Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, peneliti memiliki keinginan untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja terhadap Perilaku Merokok Aktif di Kota Semarang.
4 1.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoritis. 1.2.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini akan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi studi atau kajian ilmu pengetahuan terutama berkaitan tentang kajian ilmu psikologi, yaitu mengenai hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang, juga diharapkan dapat menambah sumber pustaka atau referensi dari hasil penelitian yang telah ada pada penelitian yang selanjutnya. 1.2.2. Manfaat Praktis 1.2.2.1.Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan diri mengenai hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang. 1.2.2.2.Bagi Mahasiswa Dapat dijadikan sebagai bahan tulisan informasi dan pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai hubungan anatara korformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang. 1.2.2.3.Bagi Pembaca Penelitian ini dapat menumbuhkan perilaku sehat dengan tidak mengkonsumsi rokok (merokok), serta mampu untuk meningkatkan sikap dan perilaku yang positif pada dirinya sehingga tidak turut serta sebagai seorang individu yang termasuk memiliki perilaku merokok.
5 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1.3.1. Untuk mengetahui mengenai adanya hubungan yang signifikan antara konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang. 1.3.2. Untuk mengetahui korelasi yang terjadi antara konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang.
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Merokok 2.1.1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok menurut Poerwadarminta (1995:830) didefinisikan sebagai, Perilaku mengisap rokok. Sedangkan rokok sendiri menurut Poerwadarminta (1995:830) adalah, Gulungan tembakau yang bersalut daun nipah (kertas dsb). Menurut Armstrong (1990, dikutip dari Kemala, 2007:6) merokok adalah: Menghisap asap tembakau yang dibakar, ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar. Levy (1984, dikutip dari Kemala, 2007:6) mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu aktifitas yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya yang menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Mu`tadin (2002, dalam Kemala: 9) mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada seorang individu diantaranya sebagai berikut: a) Pengaruh teman, berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak individu merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama individu tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau sebaliknya. Diantara individu perokok terdapat 87 % mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok. 7 b) Faktor kepribadian, orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Pendapat ini didukung Atkinson (1999) yang menyatakan bahwa orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. c) Pengaruh iklan, melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat individu seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (Sarafino, 1994: --) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu: a. Faktor biologis, banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Hal ini didukung oleh penemuan kadar nikotin dalam darah perokok yang cukup tinggi. b. Faktor psikologis, merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari. c. Faktor lingkungan sosial, lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya. 8 d. Faktor demografis, faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak (Smet, 1994). Namun, pengaruh jenis kelamin saat ini tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sudah merokok. e. Faktor sosial-kultural, kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu (Smet, 1994). f. Faktor sosial-politik, menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok. Merokok menjadi masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang seperti Indonesia (Smet, 1994). 2.1.3. Persepsi terhadap Perilaku Merokok Persepsi merupakan salah satu proses psikologis yang muncul pada diri individu akibat adanya stimulus yang diterima oleh alat indera manusia yang kemudian diinterpretasikan ke dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat berupa suasana hati (mood), sistem dan pertukaran zat dalam tubuh, pengalaman, nilai-nilai yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta bentuk-bentuk stimulus yang mempengaruhi proses selektif terhadap stimulus. Sedangkan persepsi perilaku merokok merupakan suatu bentuk proses interpretasi diri yang dilakukan oleh seorang individu terhadap stimulus berupa situasi dalam diri individu seperti suasana hati, pikiran dan perasaan (mood), maupun dari luar individu seperti lingkungan sosial individu tersebut yang menyebakan atau memunculkan perilaku merokok pada diri individu. Perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menimbulkan persepsi tertentu pada diri seseorang. Dikatakan oleh Ajzen dan Fishbein (Ariyani, 2004), setiap orang akan memiliki persepsi yang bersifat positif ataupun negatif terhadap suatu objek atau 9 stimulus tertentu. Menurut Salafudin (Ariyani, 2004), persepsi terhadap merokok ini terbentuk melalui melihat, mendengar, dan membaca berdasarkan pengalaman. Dalam hal ini, iklan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam membuat persepsi konsumen terhadap rokok dan perilaku merokok. Persepsi yang positif terhadap merokok akan memberikan keyakinan pada diri setiap individu bahwa aktivitas merokok itu baik dan pada akhirnya individu tersebut akan mengambil keputusan untuk berperilaku merokok. Salah satu alasan remaja merokok adalah karena persepsi dan sikap yang buruk terhadap kesehatan. Seorang individu akan terus merokok apabila individu tersebut masih merasa bahwa dengan merokok itu banyak memberikan kepuasan psikologis pada dirinya, tanpa peduli efek yang akan terjadi pada jangka waktu yang lebih panjang terhadap dirinya. Anggapan bahwa merokok itu memberikan efek kejantanan, kegagahan, kemandirian, serta anggapan bahwa merokok itu sudah sangatlah wajar dilakukan oleh remaja lelaki merupakan beberapa hal yang cukup memberikan implikasi positif terhadap peningkatan perilaku merokok pada seorang individu. Individu yang memiliki pandangan yang positif terhadap perilaku merokok, akan merokok dimana pun berada, tanpa terpengaruh dengan pandangan atau opini publik mengenai bahaya atau larangan merokok. Pandangan positif terhadap perilaku merokok akan semakin kuat apabila perokok berada dalam lingkungan pergaulan yang memungkinkannya untuk bertemu dengan perokok lainnya atau lingkungan dimana kebiasaan merokok akan selalu diterima sebagai perilaku yang wajar dilakukan remaja lelaki, sehingga pendapat atau pandangan negatif mengenai perilaku merokok itu berbahaya sudah tidak lagi diperdulikan dan dianggap sebagai suatu hal yang tidak penting lagi.
10 2.1.4. Tahapan dalam Perilaku Merokok Sebelum seseorang menjadi perokok, terlebih dahulu seseorang tersebut tentunya berproses melalui beberapa tahapan. Levental dan Clearly (dalam Komalasari dkk:3) mengungkapkan terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok, yaitu: 1. Tahap Perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap Initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok. 3. Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4. Tahap Maintenance of Smoking, tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan. 2.1.5. Tipe-tipe Perilaku Merokok Terdapat berbagai pembagian tipe perilaku merokok yang dibedakan berdasarkan berbagai aspek, diantaranya sebagai berikut: 1. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan, berdasarkan tempat di mana seseorang menghisap rokok, Mutadin (2002, dalam Kemala:7) menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi: 1) Merokok di tempat umum/ruang publik a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara berkelompok mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di area merokok. 11 b) Kelompok heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompok, orang sakit, dll) 2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi a) Kantor atau kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam. b) Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkam sebagai orang yang suka berfantasi. 2. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok, Menurut Silvan dan Tomkins (dalam Mutadin 2002) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan management theory of affect, keempat tipe tersebut adalah: 1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif a) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. b) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedar menyenangkan perasaan. c) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok. 2) Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif, banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya. Misalnya, merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelemat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi dengan tujuan menghindari perasan yang tidak enak. 12 3) Tipe perokok yang adiktif, perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. 4) Tipe perokok yang sudah menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan. 3. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari Menurut Smet (1994) tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyak rokok yang dihisap menjadi tiga tipe, yaitu: 1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang dalam sehari 2) Perokok sedang yang menghisap 5- 14 batang rokok dalam sehari 3) Perokok ringan yang menghisap 1- 4 batang rokok dalam sehari
2.2. Konformitas Remaja 2.2.1. Pengertian Konformitas Konformitas adalah kesesuaian, kecocokan, keselarasan, dan penyesuaian. Konformitas dapat diartikan sebagai perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat, dan mengikuti cara yang terstruktur dan dilembagakan dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep konformitas di definisikan oleh shepard sebagai bentuk interaksi yang di dalamnya seorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Pada umumnya kita cenderung bersifat konformis. Berbagai studi memperlihatkan bahwa manusia mudah dipengaruhi orang lain. Salah satu diantaranya ialah studi Muzafer Sherif, yang membuktikan bahwa dalam situasi kelompok orang cenderung membentuk norma sosial. 13 Sears (1994) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan oleh karena orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas. Sears (1994) mengungkapkan sebab-sebab seseorang melakukan konformitas adalah pertama, perilaku orang lain memberikan informasi yang bermafaat. Kedua, ketika bersikap konform sebab ingin diterima dalam kelompok. Menurut Santrock (2003) konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada kawan-kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja (Santrock, 2007). Baron dan Byrne (2005) berpendapat bahwa seseorang konform terhadap kelompok terjadi jika perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Keinginan dari remaja untuk selalu berada dan diterima oleh kelompoknya akan mengakibatkan remaja bersikap konformitas terhadap kelompoknya. Jalaludin (2004) mengatakan bahwa bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Menurut Baron dan Byrne (2005) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Menurut Hurlock (1999), karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada masa remaja. Agar remaja dapat diterima dalam kelompok acuan maka penampilan fisik 14 merupakan potensi yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan yaitu merasa terlihat menarik atau merasa mudah berteman. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada kawan-kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja. Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1994) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut: 1. Kekompakan Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut. 2. Kesepakatan Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. 3. Ketaatan Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. 15 Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek konformitas remaja yang dikemukakan oleh Sears (1994), yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan karena definisinya lebih mendekati pada definisi konformitas pada remaja. 2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Remaja Perokok Aktif Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi konformitas (Baron dan Byrne, 2005), yaitu: 1. Kohesivitas 2. Ukuran kelompok 3. Ada-tidaknya dukungan sosial 4. Perbedaan jenis kelamin Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi konformitas, yaitu kohesivitas, ukuran kelompok, ada-tidaknya dukungan sosial, dan perbedaan jenis kelamin. 2.3. Kerangka Berfikir
Gambar: 2.3.1. Hubungan Konformitas dengan Perilaku Merokok 2.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas remaja terhadap konformitas perilaku merokok aktif di Kota Semarang. Semakin individu conform terhadap para remaja perokok aktif, maka perilaku Konformitas Kekompakan Kesepakatan Ketaatan Perilaku Merokok 16 merokok yang muncul pada individu tersebut akan semakin positif, sebaliknya semakin individu menjauh dari konformitas para remaja perokok aktif maka perilaku merokok pada individu tersebut akan semakin negatif.
17 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. 3.2. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini menggunakan desain korelasional. Metode korelasional digunakan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variabel, yaitu variabel perilaku merokok dan variabel konformitas, jika ada maka seberapa eratkah hubungan serta berarti atau tidakkah hubungan dari variabel tersebut. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki hubungan antar dua variabel atau lebih berdasarkan koefisien korelasi. 3.3. Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam penelitian dan penentuan masing-masing fungsinya. (Azwar, 1997:61) Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat ataupun objek yang mempunyai variasi nilai antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2002). Berdasarkan telaah pustaka dan perumusan hipotesis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 3.3.1. Variabel Bebas (Independen/variabel X) Variabel bebas atau independen merupakan variabel prediktor yang mempengaruhi atau menjadi sebab/pemicu (anteseden) pada timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Menurut Arikunto, 1998:97 variabel bebas adalah variabel yang 18 mempengaruhi terhadap suatu gejala yang disebut variabel (X). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah Konformitas Remaja. 3.3.2. Variabel Terikat (Dependent/variabel Y) Variabel terikat atau dependen atau disebut juga dengan variabel kriterion merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independen). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang disebut dengan variabel (Y) (Arikunto, 1998:97). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah Perilaku Merokok Aktif di Kota Semarang. 3.4. Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang menjelaskan sebuah konsep semata- mata dalam pengertian prosedur-prosedur yang dapat diobservasi, yang di gunakan untuk menghasilkan dan mengukurnya (Shaughnessy, dkk: 2007). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konformitas Remaja Konformitas remaja merupakan suatu perilaku mengikuti pada diri remaja sebagai bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang remaja berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok sosialnya, karena perilaku dari kelompok sosial seringkali akan dapat membentuk perilaku konformis pada seorang individu yang telah dipengaruhi oleh orang lain dalam suatu situasi kelompok dan cenderung akan membentuk norma tertentu sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh kelompok sosial tersebut. 2. Perilaku Merokok Aktif Perilaku merokok aktif adalah suatu wujud manifestasi perilaku berupa kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya, yang menimbulkan keluarnya asap rokok yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya, dan munculnya perilaku merokok tersebut dilakukan secara berulang-ulang. 19 3.5. Subjek Penelitian 3.5.1. Populasi Menurut Arikunto (1998:115), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan digeneralisasikan dari suatu hasil penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja perokok aktif yang berdomisili di sekitar Kota Semarang. 3.5.2. Sampel Menurut Arikunto (1998:117), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sedangkan menurut Azwar (2001) sampel adalah wakil populasi sebagai kelompok subjek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai wakil dari populasi, sampel harus benar-benar representatif (mewakili) dalam arti segala karakteristik dari populasi hendaknya tercermin pula dalam sampel yang diambil (Sudjana, 1996:6). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik random sampling (simple random sampling), yang merupakan teknik sampel yang dalam prosedur pengambilannya, setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk dipilih menjadi anggota populasi. Semakin besar ukuran sampel random, maka semakin besar kemungkinan untuk representatif terhadap populasi. (Purwanto, 2011:62). Adapun jumlah sampel yang ditentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 100 sampel. 3.6. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian (Arikunto, 1998:21). Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk memperoleh data yang akan diselidiki. Hadi (1993) mengatakan bahwa baik buruknya hasil penelitian sebagian tergantung dari teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dalam penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode skala. Dalam penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala Perilaku merokok dan skala konformitas. Metode skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model likert. Model 20 skala ini disusun dengan pernyatan favorable (pernyataan yang mendukung) dan unfavorable (pernyataan tidak mendukung), dimana setiap pernyataan mempunyai empat pilihan jawaban yaitu SL (selalu), SR (sering), JR (jarang) dan TP (tidak pernah). Skor yang diberikan bergerak dari 1 sampai 4. Penilaian untuk pernyataan favorable dan unfaforable adalah sebagai berikut: No. Pernyataan Nilai SL SR JR TP 1. Favorable 4 3 2 1 2. Unfavorable 1 2 3 4 Penyusunan skala pada penelitian ini, terdapat dua skala yaitu: 1. Skala Konformitas Remaja, dan 2. Skala Perilaku Merokok Aktif 1. Skala Konformitas Remaja Adapun alat ukur konformitas remaja adalah skala konformitas remaja yang disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Sears (1994), bahwa secara eksplisit konformitas ditandai oleh tiga hal berikut: a. Kekompakan b. Kesepakatan c. Ketaatan Berikut adalah Blue print Skala Konformitas No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total Item 1) Kekompakan - Selalu mengikuti setiap kegiatan atau perkumpulan yang ada dalam anggota kelompoknya. - Selalu melakukan 1,3
5,7 2,4
6,8 4
4 21 perbuatan yang dilakukan secara beramai-ramai dan bersama- sama.
2) Kesepakatan. - Mengikuti sejumlah perkataan atau pernyataan yang diungkapkan oleh anggota kelompoknya. - Menyerahkan perilaku pada otoritas anggota kelompok. 9,11
13,15,17 10,12
14,16, 4
5 3) Ketaatan. - Mengikuti perilaku yang sesuai dengan anggota kelompoknya. - Menerima segala bentuk perilaku yang dimunculkan oleh anggota kelompok. - Tidak mengekang hal-hal berupa perilaku tertentu yang ada dalam kelompok. 19,21
23,25
27,29 18,20
22,24
26,28,30 4
4
5
Jumlah 15 15 30
22 2. Skala Perilaku Merokok Aktif Skala yang dipergunakan untuk mengukur Perilaku Merokok dari subjek penelitian adalah skala yang disusun oleh penulis berdasarkan tiga aspek perilaku merokok: a. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan b. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok c. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari Skala perilaku merokok memakai model skala Likert, yang terdiri dari dua kelompok item yang berbentuk favorable dan unfavorable. Sistem penilaiannya menggunakan empat alternative jawaban yaitu: SELALU (SL), SERING (SR), JARANG (JR), TIDAK PERNAH (TP). Pemberian skor untuk item favorable, nilai jawaban SELALU (SL) = 4, SERING (SR) = 3, JARANG (JR) = 2, TIDAK PERNAH (TP) = 1. Untuk item unfavorable, nilai jawaban SELALU (SL) = 1, SERING (SR) = 2, JARANG (JR) = 3, TIDAK PERNAH (TP) = 4. Penyusunan alat ukur skala ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk table blue print (cetak biru). Cetak biru merupakan gambaran keseluruhan dan keterhubungan antara masalah hingga validasi penelitian. (Al Wasilah: 2006). Berikut adalah blue print Skala Perilaku Merokok: No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total Item 1) Berdasarkan tempat aktifitas merokok dilakukan - Merokok hanya ketika banyak sekelompok orang sedang merokok (hanya sesama perokok). - Merokok dimana saja berada, dan cenderung akan merugikan orang lain yang tidak 1,3
5,7
2,4
6,8
4
4
23 merokok. 2) Berdasarkan manajemen afeksi yang ditimbulkan rokok. - Merokok hanya untuk menambah, dan meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat - Merokok hanya dilakukan sekedar menyenangkan perasaan. - Merokok untuk mengurangi atau menghindari munculnya perasaan negatif (marah, cemas, gelisah) yang dirasakannya. - Merokok karena sudah menjadi kebiasaan, dan akan menambah dosis rokok setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. 9,11
13,15,17
19,21
23,25, 10,12
14,16,
18,20
22,24,26 4
5
4
5 3) Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari. - Merokok lebih dari 15 batang rokok dalam sehari (perokok berat). - Merokok 5-14 27,29
31,33 28,30
32,34 4
4 24 batang rokok dalam sehari (perokok sedang). - Merokok 1-4 batang rokok dalam sehari (perokok ringan).
35,37
36,38
4
Jumlah 19 19 38
3.7. Validitas dan Reliabilitas 3.7.1. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas tinggi (Arikunto, 2010). Sedangkan menurut Agun (1990) Validitas menunjukkan sejauh mana skor/nilai/ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran/pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu instrument atau alat pengumpul data dalam mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan. Suatu instrument dikatakan valid, bila instrument tersebut mampu mengukur apa saja yang harus diukurnya dan mampu mengungkap apa yang ingin diungkap (Sutrisno Hadi, 1993). Ada dua macam validitas yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Dalam penelitian ini menggunakan validitas eksternal. Validitas eksternal berkaitan dengan generalisasi hasil penelitian, yaitu sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan pada subjek, situasi, dan waktu di luar situasi penelitian (Seniati, 2008, h.68-75). Validitas aitem skala perilaku merokok menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for windows. 25 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,879 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 5497,651 Df 703 Sig. ,000
Ditemukan hasil menggunakan uji KMO sebesar 0,879 yang berarti data tersebut menunjukkan valid. Azwar (1997:158) menyatakan bahwa data dapat dikatakan valid apabila hasil KMO sebesar 0,5 dan karena semua aspek tidak terwakili, dan hanya ada 8 aspek yang valid maka peneliti harus kembali mengambil data ke lapangan, namun karena kepentingan untuk latihan maka dilakukan uji konsistensi internal untuk memperoleh data. Hasil yang diperoleh dari uji konsistensi menunjukkan bahwa aitem yang valid terdiri dari aitem no 6, 8, 10, 12, 13, 14, 27, 28. Langkah selanjutnya adalah menyeleksi butir-butir aitem yang valid maupun gugur untuk tahap uji reliabilitas. 3.7.2. Reliabilitas Uji reliabilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat keajegan alat ukur yang dipakai. Alat ukur dapat dikatakan reliable (dapat dipercaya), bila hasil pengukurannya tetap atau nilai yang diperoleh konsisten, walaupun dilakukan pengukuran ulang pada subyek yang sama (Sutrisno Hadi, 1993). Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini koefisien reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan bantuan program SPSS. Nilai koefisien dalam uji reliabilitas ini angkanya antara 0 1,00. Semakin nilai koefisiennya mendekati 1,00 berarti reliabilitasnya semakin tinggi. Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 20,0 menunjukkan hasil signifikansi reliabilitas sebesar 0,731 yang berarti menunjukkan bahwa data tersebut reliabel. 26
3.8. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa uji kuantitatif dengan menggunakan metode statistik. Data yang didapatkan dari penelitian berupa angka dan bersifat interval sehingga teknika analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode statistik korelasi product moment. Dengan teknik ini akan diketahui mengenai hubungan antara konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS 20,0. 27
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu