PENDAHULUAN
tubuh yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini
pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan sampai saat ini
telah menyerang sebagian besar negara didunia. Penyakit ini berkembang secara
pandemi, menyerang baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang1.
waktu singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak
negara. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS sehingga
kemanusiaan1.
berlaku teori “Gunung Es“ dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil
1
BAB II
ISI
AIDS dapat diartikan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human
ditandai oleh infeksi oportunistik dan atau beberapa jenis keganasan tertentu.
seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik
dan keganasan berakibat fatal. Munculnya sindrom ini erat hubungannya dengan
berkurangnya zat kekebalan tubuh dimana proses ini tidak terjadi seketika
Infeksi AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika oleh CDC (Central for
Disease Control) pada tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual sedangkan
pada anak tahun 1983. Di Indonesia kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada
1987 yang menimpa seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai
Karena AIDS bukan penyakit maka AIDS tidak menular, yang menular
adalah HIV yaitu virus yang menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa
2
AIDS. Virus ini terdapat dalam larutan darah, cairan sperma dan cairan vagina,
dan bisa menular pula melaui kontak darah atau cairan tersebut. Pada cairan tubuh
lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau
saluran penularan 4.
Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah terinfeksi HIV atau dengan
kata lain orang yang mengidap HIV tidak bisa dikenali melalui diagnosis gejala
tertentu, disamping itu orang yang terinfeksi HIV bisa tidak merasakan sakit.
Berbulan-bulan atau tahun seseorang yang sudah terinfeksi dapat bertahan tanpa
menunjukkan gejala klinis yang khas tetapi baru tampak pada tahap AIDS5.
adalah semen, darah dan cairan vagina atau serviks. Penularan virus HIV secara
menderitanya. Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril, misalnya pada
sterilitas, mempergunakan produk darah yang tidak bebas HIV, serta petugas
yaitu dari ibu yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya. Transmisi
HIV-I dari ibu ke janin dapat mencapai 30%, sedangkan HIV-2 hanya 10%.
Penularan secara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau saat persalinan.
3
Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan/ atau jumlah reseptor CD4 kurang
dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi. Ternyata HIV masih mungkin
faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber
infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman
dan tempat masuk kuman (port’d entree). Gambaran insidensi jumlah penderita
AIDS berdasarkan cara penularan AIDS dapat dilihat pada grafik 2.2.110.
peningkatan jumlah kasus AIDS masih rendah. Pada akhir 1997 jumlah kasus
AIDS kumulatif 153 kasus dan HIV positif baru 486 orang yang diperoleh dari
serosurvei di daerah sentinel. Pada akhir abad ke 20 terlihat kenaikan yang sangat
berarti dari jumlah kasus AIDS dan di beberapa daerah pada sub-populasi tertentu,
4
angka prevalensi sudah mencapai 5%, sehingga sejak itu Indonesia dimasukkan
presentasi tertinggi pada golongan umur 20-29 tahun dan penderita laki-laki lebih
banyak daripada perempuan. Hal ini dapat dilihat pada grafik 2.2.3.
5
Gambar 2.2.3 Jumlah Kasus AIDS di Indonesia 10 Tahun Terakhir Berdasarkan
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier
Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984
mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986
nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan
6
HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) yang termasuk
Karakteristik HIV12,13 :
infeksi penyakit
Orang dengan HIV + tidak tahu bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV
sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh
protein nukleokapsid seperti terlihat pada gambar 2.3.1. Pada permukaan kapsul
gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain
itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse
transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN). Retrovirus juga memiliki
sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi
struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi
7
Gambar 2.3.1 Struktur virus HIV16
Infeksi HIV terjadi saat HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–
berikatan dengan gp120 berupa glikoprotein yang terdapat pada selubung virus
HIV. Setelah terjadi ikatan maka RNA virus masuk kedalam sitoplasma sel dan
berubah menjadi DNA dengan bantuan enzim RT. Setelah terbentuk DNA, virus
menerobos masuk kedalam inti sel. Dalam inti sel, DNA HIV disatukan pada
DNA sel yang terinfeksi dengan bantuan enzim integrase. Waktu sel yang
terinfeksi menggandakan diri, DNA HIV diaktifkan dan membuat bahan baku
untuk virus baru. Virus yang belum matang mendesak ke luar sel yang terinfeksi
dengan proses yang disebut budding atau tonjolan. Virus yang belum matang
melepaskan diri dari sel yang terinfeksi. Setelah melepaskan diri, virus baru
menjadi matang dengan terpotongnya bahan baku oleh enzim protease dan
8
kemudian dirakit menjadi virus yang siap bekerja. Keseluruhan siklus hidup HIV
yang tidak dapat diatasi sempurna oleh respons imun adaptif dan berlanjut
menjadi infeksi jaringan limfoid perifer yang kronik dan progresif. Perjalanan
penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah
9
Setelah terjadi infeksi primer, sel dendrit di epitel akan menangkap virus
protein yaitu CCR5 yang berperan dalam pengikatan HIV, sehingga sel dendrit
sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel CD4+ melalui kontak langsung antar sel.
Dari jaringan limfoid, HIV masuk ke dalam aliran darah dan kemudian
gambar 2.3.3.20,21
Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus dalam
10
menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV akut (gejala dan tanda
nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Setelah terjadi penyebaran infeksi HIV,
terbentuk respons imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap antigen
virus. Respons imun ini dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus
pertama.18,19
Setelah terjadi infeksi akut dilanjutkan dengan fase kedua dimana kelenjar
getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada
tahap ini, sistem imun masih kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik
dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV, sehingga fase ini disebut juga
masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah virus rendah dan
sebagian besar sel tidak mengandung HIV. Kendati demikian, penghancuran sel
CD4+ dalam jaringan limfoid terus berlangsung dan jumlah sel CD4+ yang
sel CD4+ yang hancur dengan yang baru. Namun setelah beberapa tahun siklus
infeksi virus, kematian sel dan infeksi baru berjalan terus sehingga akhirnya
Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain dan r espons
imun terhadap infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi
jaringan limfoid. Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut
AIDS dimana terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel CD4+
dalam darah kurang dari 200 sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pasien
11
syndrome), gagal ginjal dan degenerasi susunan saraf pusat. Gambaran jumlah
CD+ dalam perjalanan infeksi HIV sampai tahap AIDS dapat dilihat pada gambar
2.4.2.21,22
jumlah CD4+22
berbeda-beda. Lesi-lesi yang muncul sesuai dengan tahap infeksi, mulai dari akut
lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah
sekitar 10 tahun. Perjalanan infeksi HIV dapat dilihat pada gambar 2.3.5.23
12
Gambar 2.4.3 Manifestasi klinik AIDS23
beberapa hal. Dalam menentukan diagnosis awal dapat dilihat dari riwayat
penyakit-penyakit yang pernah diderita yang menunjukkan gejala HIV dan pada
menjadi sumber informasi awal penularan penyakit, hal ini seperti yang terlihat
Tabel 2.5.1 Cara menentukan diagnosis dini infeksi HIV berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan fisik25
13
Pemeriksaan laboratorium dalam menentukan diagnosis infeksi HIV
spesifik. Berbeda dengan virus lain, antibodi tersebut tidak mempunyai efek
dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus.25,26
Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman
nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test
yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1
pemeriksaan ELISA.27,28
Pada pemeriksaan ELISA, hasil test ini positif bila antibodi dalam serum
14
minggu 23 masa sakit telah diperoleh basil positif, yang lama-lama akan menjadi
negatif oleh karena sebagian besar HIV telah masuk ke dalam tubuh .Interpretasi
pemeriksaan ELISA adalah pada fase pre AIDS basil masih negatif, fase AIDS
basil telah positif. Hasil yang semula positif menjadi negatif, menunjukkan
ELISA dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam
keadaan infeksi HIV primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB ini.
Hasil test yang positif akan menggambarkan garis presipitasi pada proses
protein struktur utama virus. Setiap protein terletak pada posisi yang berbeda pada
envelope pita glikoprotein terlihat pada garis. Serum yang tidak menunjukkan
Hasil indeterminate harus dievaluasi dan diperiksa secara serial selama 6 bulan
sebelum dinyatakan negatif. Bila hanya dijumpai 1 pita saja yaitu p24, dapat
diartikan hasilnya fase positif atau fase dini AIDS atau infeksi HIV-1.31,32
disebut antibody negative window period. Pada awal infeksi, antibodi terhadap
Sebaliknya antibodi antigen inti (p24) yang muncul pada infeksi awal, jumlahnya
15
menurun pada infeksi lanjut. Pada infeksi HIV yang menetap, titer antigen p24
meningkat, dan ini menunjukkan prognosis yang buruk. Penurunan cepat dan
anak dimana stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika
dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah
Clinical Stage 1
Asymptomatic
Persistent generalized lymphadenopathy
Clinical Stage 2
Moderate unexplained weight loss Herpes zoster
(<10% of presumed or measured Angular cheilitis
body weight) Recurrent oral ulceration
Recurrent respiratory infections Papular pruritic eruptions
(sinusitis, tonsillitis, otitis media, Seborrheic dermatitis
and pharyngitis) Fungal nail infections
Clinical Stage 3
Unexplained severe weight loss Severe presumed bacterial
(>10% of presumed or measured infections (eg, pneumonia,
body weight) empyema, pyomyositis, bone
Unexplained chronic diarrhea for or joint infection, meningitis,
>1 month bacteremia)
Unexplained persistent fever for >1 Acute necrotizing ulcerative
month stomatitis, gingivitis, or
(>37.6°C, intermittent or constant) periodontitis
Persistent oral candidiasis (thrush) Unexplained anemia
Oral hairy leukoplakia (hemoglobin <8 g/dL)
Pulmonary tuberculosis (current) Neutropenia (neutrophils <500
cells/µL)
16
Chronic thrombocytopenia
(platelets <50,000 cells/µL)
Clinical Stage 4
HIV wasting syndrome, as Chronic cryptosporidiosis (with
defined by the CDC diarrhea)
Pneumocystis pneumonia Chronic isosporiasis
Recurrent severe bacterial Disseminated mycosis (eg,
pneumonia histoplasmosis,
Chronic herpes simplex infection coccidioidomycosis,
(orolabial, genital, or anorectal penicilliosis)
site for >1 month or visceral Recurrent nontyphoidal
herpes at any site) Salmonella bacteremia
Esophageal candidiasis (or Lymphoma (cerebral or B-cell
candidiasis of trachea, bronchi, or non-Hodgkin)
lungs) Invasive cervical carcinoma
Extrapulmonary tuberculosis Atypical disseminated
Kaposi sarcoma leishmaniasis
Cytomegalovirus infection Symptomatic HIV-associated
(retinitis or infection of other nephropathy
organs) Symptomatic HIV-associated
Central nervous system cardiomyopathy
toxoplasmosis Reactivation of American
HIV encephalopathy trypanosomiasis
Cryptococcosis, extrapulmonary (meningoencephalitis or
(including meningitis) myocarditis)
Disseminated nontuberculosis
Mycobacteria infection
Progressive multifocal
leukoencephalopathy
Candida of the trachea, bronchi,
or lungs
sel CD4+ dan kondisi tubuh penderita yang berhubungan dengan diagnosa HIV.
17
2.7 Penatalaksanaan HIV/AIDS
pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV),
18
pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly Active
antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral
load) sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV
harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam
jangka panjang. ARV dapat diberikan apabila infeksi HIV telah ditegakkan
gejala yang termasuk dalam kriteria diagnoss AIDS atau menunjukkan gejala
yang sangat berat tanpa melihat jumlah CD4+. Obat ini juga direkomendasikan
19
pada pasien asimptomatik dengan jumlah limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3.
untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari
350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai,
namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien
dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari
100.000 kopi/ml. Keadaan untuk memulai terapi ARV ditunjukkan pada tabel
2.7.2.37
Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang menggunakan obat
ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat ini adalah
inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse
transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan
20
nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse
transkriptase selama proses transkripsi RNA virus pada DNA host. Analog NRTI
Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV) Nevirapine (NVP),
Delavirdine.36,37,38
Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap selanjutnya protease
Dengan pemberian PI, produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih
terjadi, namun virus gagal berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang
(SQV).36,37,38
obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Kombinasi ini
21
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi obat yang lain dan
thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama. 3
TC atau FTC dapat dikombinasi dengan analog nukleosida atau nukleotida seperti
AZT, TDF, ABC atau d4T. Didanosine (ddI) merupakan analog adenosine
direkomendasikan untuk terapi lini kedua. Obat golongan NNRTI, baik EFV atau
NVP dapat dipilih untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini
golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh. Pemilihan
regimen obat ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada gambar 2.7.2.38
Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di dalam darah dan
HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan
22
penyakit secara imunologis dengan penghitungan CD4+ dan atau secara virologi
jumlah CD4+.38
menahan efek samping dari obat, sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup
berat. Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil
yang dapat muncul pada awal pengobatan ARV. Sindrom ini ditandai oleh
Keadaan tersebut terjadi terutama pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh
yang telah lanjut. Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala
lini pertama dan didapat tanda terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk
23
Pada kegagalan terapi dianjurkan untuk mengganti semua obat lini
pertama dengan rejimen lini kedua. Rejimen lini kedua pengganti harus terdiri
dari obat yang kuat untuk melawan galur/strain virus. Terapi lini kedua yang
utama golongan PI dalam terapi lini kedua. Golongan NRTI yang menjadi pilihan
untuk terapi lini kedua adalah ddI atau TDF. Penambahan golongan NNRTI dapat
digunakan apabila pada terapi lini pertama menggunakan 3 obat golongan NRTI.
Pemilihan regimen obat ARV untuk lini kedua dapat dilihat pada gambar 2.8.5.40
24
Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas
dengan virulensi rendah yang ada di sekitar kita, sehingga jenis infeksi sangat
25
Herpes simplex
Skin Herpes simplex
Kaposi's sarcoma
Varicella Zoster
noninfeksius dari luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi paparan secara hematogen
morbiditas dan mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium dengan
berbagai manifestasi. 42
80%) penderita AIDS mendapatkan paling sedikit satu episode PCP pada
terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau berat, penderita harus di rawat di
rumah sakit karena mungkin memerlukan bantuan ventilator (sekitar 40% kasus).
Obat pilihan adalah kotrimoksazol intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini
26
diberikan selama 21 hari. Penderita yang berespon baik dengan antibiotika
intravena, dapat melanjutkan terapi dengan antibiotika per oral untuk jika sudah
Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah pentamidin intravena (pilihan
kedua) dan klindamisin plus primakuin (pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-
infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-
kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M.
terjadi.44
tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus
memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada (tabel
27
pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan
karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang
suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat
pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya
kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak
efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai
resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau
menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam
darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya obat ARV dan
Tabel 2.7.4 Rekomendasi untuk memulai terapi TBC pada penderita HIV/AIDS 45
28
Mulai salah satu paduan di bawah
ini setelah fase Intensif :
Paduan yang mengandung
EFV
Paduan yang mengandung
NVP jika paduan TBC fase
lanjutan tidak menggunakan
rifampisin
> 350 Mulai terapi TBC Tunda ARV
CD4 tidak Mulai terapi TBC Pertimbangan ARV
memungkinkan
untuk diperiksa
.
paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS. Penyakit yang disebabkan oleh
batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi
violet. Cara penularannya melalui kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in
limfosit B; keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma,
Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif
bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan
sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah Sakit tipe A atau B yang
29
Unit sesuai dengan gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk
sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk
memberikan dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat
dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita lain yang
hal perlakuan spesimen yang potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang
yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan
kontak dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena
bahan/sampah penderita.44,45
c. Pencegahan
Cara penularan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak
30
sedangkan spermisida atau vaginal sponge tidak menghambat penularan
HIV.
Seorang wanita hamil yang telah terinfeksi HIV, risiko penularan kepada
Untuk mencegah agar virus HIV tidak ditularkan ke orang lain dapat
dilakukan dengan cara bimbingan kepada penderita HIV yang berperilaku seksual
tidak aman, supaya menjaga diri agar tidak menjadi sumber penularan. Pengguna
kepada orang lain untuk dipakai; donor darah tidak dilakukan lagi oleh penderita
seropositif dan wanita yang seropositif lebih aman bila tidak hamil lagi.
31