BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan Keuangan sebuah perusahaan menggambarkan dan melaporkan segala informasi
keuangan serta posisi keuangannya pada akhir periode. Laporan Keuangan meliputi Laporan
posisi Keuangan (Neraca), laporan Laba-Rugi Komprehensif, Laporan Perubahan Ekuitas,
Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Pada Neraca akan dilaporkan Aktiva
Lancar yang meliputi kas dan bank, piutang, persediaan, dan lain-lain.
Ada beberapa matode dan pengukuran yang digunakan dalam pelaporan keuangan secara
komersial, akan tetapi tidak semuanya diakui oleh perpajakan. Perpajakan tetap merujuk pada
akuntansi komersial tetapi ada beberapa yang menurut pajak dianggap merugikan perpajakan
sehingga diperlukan pemahaman yang lebih atas perlakuan pengakuan, pelaporan dan
pengukuran akun-akun yang terdapat pada laporan keuangan komersial.
Makalah ini akan menjelaskan pengukuran, perlakuan atau metode dan pelaporan aktiva
lancer yang diakui atau berdasarkan ketentuan perpajakan Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana pengukuran aktiva lancar ?
2. Bagaimana metode pencatatan dan pengakuan aktiva lancer ?
3. Bagaimana pelaporan aktiva lancer ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengukuran aktiva lancar secara komersial dan berdasar pajak.
2. Untuk mengetahui metode pencatatan dan pengakuan aktiva lancer.
3. Untuk mengetahui pelaporan aktiva lancar berdasarkan aturan perpajakan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengukuran Aktiva Lancar
A. KAS Dan BANK
Kas ialah uang tunai yang paling likuid atau suatu alat pembayaran yang siap dan bebas
digunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan, sehingga pos ini biasanya ditempatkan
pada urutan teratas dari aktiva. Yang termasuk dalam kas ialah seluruh alat pembayaran yang
dapat digunakan segera seperti uang kertas, uang logam, dan saldo rekening giro di bank.
Bank ialah saldo rekening giro yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai
kegiatan usaha. Pengertian tentang dan perlakuan terhadap kas dan bank dalam perpajakan dan
akuntansi sama.
Yang tidak termasuk dalam pengertian kas baik menurut akuntansi dan perpajakan adalah
sebagai berikut :
1. Deposito : saldo deposito tidak termasuk dalam pengertian kas, karena tidak dapat
digunakan sewaktu- waktu.
2. Perangko dan Materai : biasanya perusahaan mempunyai persediaan perangko dan
materai yang dapat dipakai sewaktu- waktu. Persediaan ini tidak termasuk dalam
pengertian kas, sekalipun persediaan ini sering disimpan oleh kasir perusahaan.
3. Bon Kas atau Uang Muka : tidak dapat digolongkan sebagai kas karena tidak dapat
digunakan sewaktu- waktu karena tidak dapat dianggap sebagai uang tunai.
4. Cek Mundur dan Cek Kosong : cek mundur tidak dapat diuangkan sampai jatuh
temponya sehingga tidak memenuhi syarat sebagai kas. Cek kosong sama sekali
tidak ada harganya karena itu tidak dapat dianggap sebagai aktiva perusahaan.
B. PIUTANG
Piutang (account receivable) adalah hak perusahaan kepada pihak lan yang akan diterima
dalam bentuk kas. Piutang usaha timbul karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara
kredit. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha, piutang di luar usaha.
Untuk keperluan fiskal sebaiknya sistem akuntansi dapat menyajikan saldo piutang kepada pihak
yang ada dalam hubungan istimewa. Pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah fiskus
3
untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penghindaran pembayaran pajak dengan cara
transfer pricing.
Pentingnya catatan piutang maka undang undang perpajakan mengharuskan agar setiap
pembukuan setidak-tidaknya mempunyai daftar piutang dan utang, kas dan bank, serta
persediaan. Dari daftar ini dapat diperoleh data mengenai biaya dan penghasilan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Agar dari pembukuan piutang dapat diperoleh keadaan mengenai saldo piutang maka
rekening piutang khususnya untuk keperluan fiscal harus dapat memberikan keterangan data
sebagai berikut:
a. Nama dan alamat lengkap debitur,
b. Jumlah piutang kepada masing-masing debitur,
c. Saat timbul maupun berkurangya piutang,
d. Jenis piutang, misalnya piutag dagang, piutang kepada pegawai, piutang kepada
pemegang saham, piutang jangka panjang, piutang jangka pendek,
e. Hak penerimaan bunga,
f. Tanggal jatuh tempo piutang,
g. Jumlah piutang yang dapat dihapuskan,
h. Keterangan lainnya yang berkaitan dengan piutang.
Piutang dalam mata uang asing harus dibukukan kedalam mata uang rupiah. Untuk
keperluan perpajakan ada dua jenis nilai tukar yang digunakan untuk menjabarkan piutang dalam
mata uang asing yaitu nilai tukar tetap atau nilai tukar pada tanggal neraca berdasarkan
pengumuman Bank Indonesia. Adapun untuk akuntansi komersial hanya ada satu nilai tukar
yang digunakan untuk menjabarkannya, yaitu nilai tukar pada saat tanggal neraca.
C. PERSEDIAAN
Persediaan (inventories) adalah harta perusahaan yang termasuk penting karena banyak
dana tertanam di dalamnya. Yang termasuk dalam persediaan adalah semua persediaan yang
berada di perusahaan dan yang berada di tempat pihak lain sebagai titipan. Barang yang
dikonsinyasikan termasuk barang dalam persediaan. Barang yang dijual secara cicilan tidak lagi
dimasukkan sebagai persediaan barang, karena hak kepemilikannya telah berpindah.
Dalam pengukuran persediaan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau
nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah. Biaya persediaan dimaksud dalam PSAK No.14
4
meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan
berada dalam kondisi dan situasi ini. Untuk lebih menjelaskan pengertian biaya persediaan perlu
dipahami :
1. Biaya Pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya(kecuali yang kemudian
dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya
penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan
barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam
menentukan biaya pembelian.
2. Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang
diproduksi contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis
overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengkonversi bahan menjadi
barang jadi.
3. Biaya-biaya Lain
Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul, agar
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Sedangkan milai realisasi neto dapat diilustrasikan bahwa biaya persediaan mungkin tidak
akan diperoleh kembali bila persediaan rusak, seluruh atau sebagian persediaan telah using, atau
harga jualnya telah menurun. Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali bila estimasi
biaya penyelesaian atau estimasi biaya untuk membuat penualan telah meningkat. Dalam praktik
penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto konsisten dengan
pandangan bahwa asset seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat
direalisasi dari penjualan atas penggunaannya. Khususnya dalam SAK ETAP bahwa entitas
harus mengukur nilai persediaan pada nilai mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan
harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual. Dengan demikian biaya persediaan
mencakup seluruh biaya pembeliaan, biaya konversi, dan biaya lainnya yang terjadi untuk
membawa persediaan ke kondisi dan lokasi sekarang.
5
2.2 Metode Pencatatan dan Pengakuan Aktiva Lancar
A. KAS Dan BANK
Dalam peraturan pemerintah No.31 Tahun 2000 ,terdapat metode pencatatan untuk
digunakan Wajib pajak :
1. Metode Bruto (Gross Method)
Pada metode ini PPh pasal 4(2) diperlakukan sebagai beban. Tetapi perlu diperhatikan
bahwa undang-undang PPh menyatakan pajak penghasilan tidak diperkenankan untuk
dibebankan (Pasal 9 huruf H UU.PPh).
2. Metode Neto (Net Method)
Prinsip dasar sama seperti metode bruto, hanya mencatatnya saja berdasar pada jumlah
bruto yang jumlah penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2).
B. PIUTANG
Piutang Usaha
Piutang usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau pengerahan jasa dalam rangka
kegiatan normal. Piutang dapat dicatat jika barang telah diserahkan. Dalam usaha pelayanan jasa,
piutang dicatat pada saat pelayanan jasa dilaksanakan. Pada umumnya piutang seperti ini tidak
disertai suatu surat-surat perjanjian yang formal. Tetapi ada kalanya bentuk piutang dagang
dinyatakan dalam bentuk surat dagang komersial yaitu wesel tagih.
Untuk tujuan PPh : Saat pencatatan penjualan mengikuti praktek akuntansi komersial.
Untuk tujuan PPn : Dapat berbeda dengan akuntansi komersial & PPh. Pengusaha
diminta untuk menerbitkan faktur pajak selambatnya 30 hari setelah penyerahan barang
dari penjualan (faktur standar) atau bersama-sama pada akhir bulan (faktur gabungan).
Untuk tujuan perpajakan : Pembukuan penyisihan untuk potongan tunai & retur
penjualan tidak diperkenankan, tetapi memberlakukan metode penghapusan piutang
langsung.
Piutang Di Luar Usaha
Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa. Sering pula piutang timbul
karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim asuransi, retribusi pajak,
royalty dan lain-lain. Apabila yang diharapkan dapat ditagih dalam waktu singkat, piutang-
6
piutang dapat digolongkan sebagai aktiva lancer. Jika ternyata penagihannya dilakukan lebih dari
satu tahunm sebaiknya digolongkan kedalam aktiva lain-lain.
Untuk tujuan pajak : Ketentuan pasal 18 ayat 4 UU PPh piutang kepada perusahaan
afiliasi dikarakteristik sebagai modal.
Untuk pembukuan komersial : Diakui sebagai piutang afiliasi untuk laporan keuangan
fiskal dimasukkan dalam kelompok penyertaan pada perusahaan afiliasi/investasi.
C. PERSEDIAAN
Sistem pencatatan persediaan dalam akuntansi dikenal dua system pencatatan persediaan,
yaitu Sistem periodik, dan sistem perpetual. Dalam undang-undang perpajakan sistem
pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukkan kebenaran
pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya. Untuk menentukan apakah kedua
sistem tersebut sesuai atau dapat digunakan dalam perpajakan.
1. Sistem Periodik,
Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada setiap
akhir periode. Hasil penghitungan tersebut dapat dipakai untuk menghitung harga pokok
penjualan, yang pada gilirannya dipakai guna menyusun laporan keuangan. Dengan sistem
periodik ini, penghitungan persediaan dapat dilakukan dengan akurat dan benar. Cuma ada
kelemahannya, yaitu jika jumlah dan jenis persediaan banyak sekali maka cara ini sangat
mahal. Sistem ini cocok diterapkan pada perusahaan yang jenis dan jumlah persediaannya
tidak banyak.
Sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena penilaian persediaan
dalam sistem ini berdasarkan perhitungan yang benar. Faktor penaksiran atau perkiraan
tidak terlihat dalam penilaian persediaan akhir. Tetapi, cara ini tidak praktis dan ekonomis
jika jumlah jenis persediaan sangat banyak.
2. Sistem Perpetual
Sistem ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan harga pokok
penjualan seacara terus menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dapat dilaksanakan karena
setiap transaksi yang berhubungan dengan persediaan selalu dicatat sedemikian rupa,
sehingga rekening persediaan senantiasa menyajikan saldo persediaan fisik. Dengan sistem
periodik, nilai persediaan hanya dapat diketahui jika inventarisasi fisik dilakukan.
7
Sekalipun dalam sistem perpetual tidak dipersyaratkan inventarisasi, namun perusahaan
sering pula melakukannya agar perhitungan harga pokok persediaan lebih akurat.
Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitung nilai
persediaan, bahkan inventarisasi masih digunakan sebagai pelengkap maka sistem ini tidak
bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Cara yang tidak sesuai dengan prinsip
perpajakan ialah persediaan dinilai berdasarkan penaksiran atau perkiraan. Apabila contoh
penilaian pemakaian persediaan yang diuraikan di penjelasan pasal 10 ayat (6) UU No. 10
Tahun 1994 diperhatikan, sistem pencatatan yang diperkenalkan disitu adalah sistem
pencatatan perpetual. Atas dasar pertimbangan itulah sehingga dalam pedoman
penyusunan laporan keuangan fiscal ditegaskan agar pencatatan sedapat mungkin
dilakukan dengan sistem perpetual. Tetapi, untuk hal-hal tertentu yang karena sifatnya
mengalami kesulitan untuk menggunakan sistem perpetual seperti pasar swalayan, sistem
lain dapat digunakan.
Pencatatan persediaan untuk kepentingan perpajakan :
Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan barang
kena pajak ke pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Barang
konsinyasi tidak termasuk persediaan consignor.
Akuntansi persediaan berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan
perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga Pokok Rata-rata.
8
2.3 Pelaporan Aktiva Lancar
Kas dan Kas Bank merupakan akun pertama dalam Aktiva Lancar pada neraca. Kas dan
Bank dilaporkan dalam Neraca, nominal yang dilaporkan merupakan gambaran secara nyata
nominal pada tanggal neraca. Akun piutang usaha dilaporkan dalam neraca. Perusahaan akan
menyisihkan dana yang digunakan untuk menghapus piutang yang dimilikinya, namun
pengakuan dan penyisihan dana cadangan penghapusan piutang jika terlalu besar maka akan
dapat mengurangi pendapatan sehingga pajak yang dibebankan menjadi kecil. Oleh karena itu,
pajak hanya mengakui piutang usaha yang nyata-nyata tidak dapat tertagih setelah perusahaan
melakukan usaha maksimal untuk menagih piutangnya. Praktik akuntansi komersial berkaitan
dengan piutang tetap diikuti oleh pajak, tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam penyisihannya
tidak diakui Sales return and Allowance. Oleh karena itu perusahaan harus melaporkan
seluruh piutang tak dapat tertagihnya ke Dirjen Pajak.
Persediaan merupakan salah satu akun yang masuk dalam kategori aktiva lancar.
Persediaan dilaporkan dalam neraca dan laporan laba-rugi. Persediaan dalam neraca
menggambarkan nilai persediaan pada tanggal penyusunan neraca, sedangkan di laporan laba-
rugi persediaan akan muncul dalam perhitungan Harga Pokok Penjualan. Namun pada
umumnya, nilai persediaan dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga
perolehannya. Nilai persediaan dalam Neraca dan Laporan Laba-Rugi saling berhubungan. Hal
ini dapat ditunjukkan apabila persediaan dinilai terlalu rendah maka laba pada akhir periode juga
akan rendah sehingga pajak yang dikenakan juga akan rendah.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam peraturan pemerintah No.31 Tahun 2000 ,terdapat metode pencatatan untuk
digunakan Wajib pajak :
A. Metode Bruto (Gross Method)
Pada metode ini PPh pasal 4(2) diperlakukan sebagai beban. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa undang-undang PPh menyatakan pajak penghasilan tidak
diperkenankan untuk dibebankan (Pasal 9 huruf H UU.PPh).
B. Metode Neto (Net Method)
Prinsip dasar sama seperti metode bruto, hanya mencatatnya saja berdasar pada
jumlah bruto yang jumlah penghasilan setelah dikurangi pajak penghasilan Pasal 4
ayat (2).
2. Piutang yang diakui oleh pajak sehingga bisa dikurangkan sebagai biaya adalah piutang
yang benar-benar tak tertagih. Perusahaan harus menyampaikan atau melaporkan
seluruh piutangnya yang tak tertagih pada Dirjen Pajak untuk dilakukan rekonsiliasi
apakah telah taat asas dan dapat dikurangkan sebagai biaya.
3. Pencatatan persediaan untuk kepentingan perpajakan :
Untuk tujuan PPN, pasal 1 bagian (e) UU PPN 1984 menyatakan penyerahan barang
kena pajak ke pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Barang
konsinyasi tidak termasuk persediaan consignor.
Akuntansi persediaan berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan
perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga Pokok Rata-
rata.
10
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo.2012.Akuntansi Pajak, Salemba Empat, Jakarta