Anda di halaman 1dari 7

Ternak Kerbau

Pendahuluan
Sewaktu nenek moyang bangsa Indonesia yang berasal dari Indo China sampai di
Nusantara yang saat ini dikenal dengan nama Indonesia, mereka melihat hewan yang sama
dengan hewan yang ada di negeri asalnya. Hewan tersebut adalah hewan yang pada saat ini
disebut kerbau. Fenomena ini menunjukkan bahwa kerbau sudah ada di negeri kita sudah
sejak lama dan mungkin pula merupakan hewan asli Asia termasuk Indonesia. Dugaan ini
didasarkan pada para pendatang dari Indo China tersebut telah mengenal kerbau di negeri
asalnya dan menemukan hewan yang sama di negeri yang baru didatanginya. Kerbau
(Bubalus bubalis) merupakan jenis hewan yang termasuk famili bovidae. Terbukti dari
beberapa fragmen tulang dan giginya yang ditemukan pada ekskavasi beberapa situs di
Indonesia.
Kerbau dewasa dapat memiliki berat sekitar 300 kg hingga 600 kg. Kerbau liar dapat
memiliki berat yang lebih, kerbau liar betina dapat mencapai berat hingga 800 kg dan kerbau
liar jantan dapat mencapai berat hingga 1200 kg. Berat rata-rata kerbau jantan adalah 900 kg
dan tinggi rata-rata di bagian pundak kerbau adalah 1,7 m. Salah satu ciri yang membedakan
kerbau liar dari kerbau peliharaan untuk ternak adalah bahwa kerbau peliharaan memiliki
perut yang bulat. Dengan adanya percampuran keturunan antara kerbau-kerbau antara
populasi yang berbeda, berat badan kerbau dapat bervariasi.
Klasifikasi kerbau masih belum pasti, beberapa autoritas mengelompokkan kerbau sebagai
suatu spesies Bubalus bubalis dengan tiga subspesies yaitu :
1. Kerbau sungai (B. bubalis bubalis) yang berasal dari Asia Selatan.
2. Kerbau rawa (B. bubalis carabanesis) dari Asia Tenggara.
3. Kerbau liar (B. bubalis arnee).

Pemanfaatan dalam kegiatan sosial-budaya masyarakat
A. Peran Ternak Kerbau
Ternak kerbau memegang peranan yang sangat penting bagi status sosial dan budaya
masyarakat pedesaan. Sejak dahulu, masyarakat berpendapat bahwa apabila seseorang
memiliki ternak kerbau maka dianggap sebagai orang yang memiliki harta banyak dan
berderajat tinggi. Sehingga ternak kerbau dimanfaatkan pada acara-acara tertentu sebagai
simbol kebesaran seperti acara perkawinan yang dikenal dengan sebutan potong kerbau,
yang dilaksanakan secara adat setempat.
Dapat dikatakan bahwa kerbau merupakan hewan yang mempunyai nilai penting
dalam kehidupan masyarakat dari dulu hingga kini. Melalui data ekofaktual yang ditemukan
di situs-situs mesolitik kemungkinan jenis hewan tersebut hidup liar di hutan Indonesia.
Hewan tersebut diburu dan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan makanan manusia pada
masa itu. Berbagai tinggalan arkeologis di situs-situs megalit Sumatera Selatan, Jawa Timur,
dan Lampung menggambarkan peranan penting maupun pembudidayaan kerbau.
Peranan kerbau dalam kegiatan pertanian dapat dikaitkan dengan perkembangan
sistem pertaniannya. Sistem pertanian yang dikenal semula pada masa prasejarah adalah
pertanian lahan kering (perladangan), kemudian dkembangkan sistem pertanian lahan basah
(persawahan). Dengan demikian diperkirakan kerbau telah dimanfaatkan untuk membantu
kegiatan pertaniannya.
Kerbau merupakan hewan domestikasi yang sering dikaitkan dengan kehidupan
masyarakat bermatapencaharian di bidang pertanian. Kerbau digunakan sebagai sarana
transportasi (kendaraan), untuk membantu mengolah lahan pertanian, dan kotorannya dapat
dijadikan pupuk. Domestikasi kerbau dikaitkan dengan kebutuhan hewan itu dalam jumlah
banyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya seperti tersebut di atas, juga dikonsumsi
atau digunakan sebagai hewan kurban pada upacara adat.
Tradisi pengolahan lahan tanpa menggunakan bajak diketahui masih dilakukan hingga
kini oleh sebagian masyarakat di Barus dan Tapanuli Selatan, yaitu dengan menggiring
kerbau (sekitar 8 12 ekor) berkeliling pada lahan sawah secara berulang-ulang. Banyaknya
kerbau yang digunakan menggambarkan banyaknya populasi kerbau yang diternakkan oleh
satu keluarga inti di tempat tersebut. Sekalipun tidak banyak lahan sawah yang diusahakan di
Samosir tempat komunitas subetnis Batak Toba misalnya, populasi kerbau sebagai hewan
ternak juga cukup banyak. Hal ini disebabkan banyaknya kebutuhan kerbau sebagai hewan
kurban yang menyertai upacara adat yang diselenggarakan masyarakatnya.
Bagi masyarakat yang masih hidup dengan tradisi megalitiknya seperti Toraja,
Sumba, Dayak Ngaju, dan Batak, kerbau merupakan hewan yang sering dikorbankan pada
upacara-upacara adatnya seperti upacara kematian (Rambu Polo, Marapu, Tiwah, Saur
Matua dan Mangokal Holi), atau pembangunan rumah adat. Pada umumnya banyaknya
kerbau yang disembelih pada suatu upacara adat menggambarkan kemampuan keluarga atau
tingginya status sosial seseorang di masyarakat. Kegiatan tersebut secara simbolis tergambar
pada banyaknya tanduk kerbau yang dipajang pada rumah adat.
Pada masyarakat Batak di Sumatera Utara dikenal upacara kematian seperti Saur
Matua, dan Mangokal Holi (menggali tulang) untuk memindahkan tulang dari kubur primer
ke kubur sekunder. Sebagai rangkaian kegiatan upacara tersebut biasanya dilaksanakan pesta
syukuran adat yang disertai dengan pemotongan kerbau. Sebelum disembelih kerbau diikat
pada tiang yang disebut borotan serta diiringi dengan tarian tor-tor. Kemudian setelah kerbau
disembelih dagingnya dibagikan pada kerabat yang mengikuti upacara tersebut berupa jambar
juhut.
Demikian halnya pada upacara perkawinan, Horja Bius (acara penghormatan terhadap
leluhur), dan pendirian rumah adat, kerbau juga disembelih selain sebagai hewan korban juga
sebagai pelengkap adat dalam pembagian jambar. Pada pembagian jambar juhut (hewan
kurban) terdapat aturan tertentu yang disebut ruhut papangan, yaitu:
1. Kepala (ulu dan osang) untuk raja adat.
2. Leher (rungkung atau tanggalan) untuk pihak boru.
3. Paha dan kaki (soit) untuk pihak dongan sabutuha.
4. Punggung dan rusuk (panamboli dan somba-somba) untuk pihak hula-hula.
5. Bagian belakang (ihur-ihur) untuk pihak hasuhuton.
Adanya aturan yang memberi perlakuan khusus pada raja di masyarakat Batak
tersebut juga menjelaskan tentang keberadaan tanduk kerbau yang tersimpan pada rumah
adatnya. Perlakuan khusus kepada pemimpin adat berkaitan dengan pemberian bagian kepala
hewan kurban khususnya kerbau, juga ditemukan pada masyarakat Toraja.
Beberapa daerah di Indonesia yang secara sosial budaya berkaitan dengan kerbau
menunjukkan populasi kerbau yang tinggi. Keterkaitannya bisa berupa dalam adat istiadat
atau kebutuhan tenaga kerja lebih pada adat istiadat yang turun temurun. Kerbau mempunyai
arti sosial yang sangat khas sehingga ada rumah adat dan perkantoran pemerintah mempunyai
bentuk atap yang melengkung melambangkan bentuk tanduk kerbau. Diduga kata
Minangkabau berasal dari Menang Kerbau.
Kepemilikan kerbau menandakan prestise seseorang. Semakin kaya dan tinggi status
seseorang ditandai seberapa banyak kepemilikan kerbaunya. Dalam adat daerah tertentu,
kerbau digunakan untuk alat meminang seorang remaja putri. Kerbau cukup produktif, bisa
digunakan atau disewa untuk membajak sawah, menarik gerobak dan kerbau betina akan
menghasilkan anak, sebagai sumber penghasilan tambahan bagi petani.
Hal ini menunjukan bahwa budaya masyarakat sangat berperan terhadap
perkembangan populasi kerbau. Populasi kerbau di Indonesia terdapat di seluruh provinsi,
karena kerbau mempunyai daya adaptasi yang sangat tinggi. Kerbau bisa berkembang mulai
dari daerah kering di NTT dan NTB, lahan pertanian yang subur di Jawa hingga lahan rawa
di Sulawesi Selatan, Kalimantan dan daerah pantai utara Sumatera (Asahan sampai
Palembang). Selain itu pengembangannya juga tidak akan menghadapi hambatan selera,
budaya dan agama.

B. Fungsi Ternak Kerbau
Sebagai penghasil tenaga kerja untuk mengolah sawah.
Kerbau dipelihara oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Pada masyarakat pulau
Jawa, ternak kerbau digunakan sebagai hewan yang digunakan tenaganya untuk mengolah
sawah sejak dulu kala. Sebelum ada traktor, kerbau memiliki fungsi amat besar dalam
produksi padi. Meskipun ada mekanisasi pertanian menggunakan traktor, penggunaan
kerbau masih diperlukan untuk sawah dengan terasering yang berundak-undak.
Sebagai penghasil susu.
Di Sumatera banyak ditemui kerbau penghasil susu. Di Minangkabau, susu kerbau juga
diolah menjadi dadiah (sejenis yoghurt) dan juga digunakan sebagai bahan keju Mozzarella.
Sebagai penghasil daging.
Daging kerbau muda cukup empuk. Rendang yang dimakan di Rumah Makan Padang
adalah lebih banyak daging kerbau daripada daging sapi. Kerbau pun digunakan sebagai
hewan kurban di beberapa daerah, selain sapi dan kambing.
Sebagai ternak yang bisa menghasilkan pupuk.
Kotoran kerbau dapat digunakan sebagai pupuk atau bahan bakar jika dikeringkan. Semasa
booming ternak cacing tanah, kotoran kerbau dicari peternak cacing untuk media tumbuh
cacing tanah. Orang berebut kotoran kerbau berbahan hijauan alami.
Sebagai tabungan jangka panjang.
Di beberapa desa, kerbau digunakan untuk alat menabung. Petani menyimpan uangnya
dengan membeli kerbau, lalu menjual kerbaunya jika sedang membutuhkan uangnya.
Sebagai bahan tekstil (industri).
Kulit kerbau sering digunakan juga sebagai bahan sepatu, wayang kulit dan helm sepeda
motor.
Pemanfaatan kerbau sebagai alat transportasi diperkirakan berkaitan dengan
pengangkutan hasil-hasil pertanian seorang petani.
C. Pentingnya Ternak Kerbau
Semakin meningkatnya penduduk Indonesia dan semakin meningkatnya pendapatan
masyarakat, maka meningkat pula konsumsi daging untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani bagi tubuh. Pada umumnya, kebutuhan daging di Indonesia dipenuhi dari daging sapi
dan ayam . Oleh karena itu, salah satu untuk memenuhi kebutuhan daging selain daging sapi
dan ayam yaitu daging yang berasal dari ternak kerbau. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa
ternak kerbau penting di ternakkan sejak dini karena mempunyai potensi untuk
dikembangkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat Indonesia.
Produktivitas kerbau tidak lebih rendah daripada sapi potong . Berbagai hasil
penelitian yang ada diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia menunjukkan, tingkat
produksi kerbau tidak berbeda jauh dengan sapi. Dengan budidaya intensif, calving interval
atau selang beranak (waktu yang dibutuhkan antara dua kelahiran yang berturutan) dapat
mencapai 13 bulan. Meskipun, budidaya kerbau oleh petani secara tradisional dengan
melepas bebas di padang penggembalaan tanpa perlakuan pakan dan pengaturan perkawinan,
selang beranak dapat lebih dari 24 bulan.
Secara umum, ternak kerbau dan sapi adalah hewan yang berbeda baik jenis maupu
bangsanya. Tetapi dalam soal produk, dipasar tidak ada perbedaan antara daging kerbau
dengan daging sapi. Hampir di seluruh wilayah Indonesia daging kerbau dikenal sebagai
daging sapi. Maka ketika Presiden Republik Indoneasia mematok target swasembada daging,
daging kerbau yang cukup signifikan ada didalamnya. Dengan jumlah populasi kerbau pada
tahun 2007 yang mencapai 2,5 juta ekor sebesar 22 %. Angka kontribusi daging kerbau saat
itu adalah 41 ribu ton, sehingga kepentingan memasukkan daging ternak kerbau dalam suplai
daging sekitar 8 %.
Ditunjukkan pula dengan pertambahan berat badan, bahwa penggemukan ternak
kerbau oleh seorang peternak di Bogor mampu mendapatkan hasil pertambahan berat badan 1
kg/ekor/hari. Oleh karena itu, bahwa parameter yang relatif sama digunakan pada
penggemukan sapi potong. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa dengan
budidaya/pemeliharaan kerbau yang baik atau budidaya secara intensif tidak kalah produktif
dengan ternak sapi. Maka dari itu, ternak kerbau mempunyai potensi sebagai penghasil
daging. Dimana ternak kerbau telah lama dikembangkan/dipelihara oleh masyarakat sebagai
salah satu mata pencaharian dalam skala usaha yang masih relatif kecil, untuk tujuan daging,
kulit dan tenaga kerja. Seperti jumlah populasi ternak kerbau tersebut diatas memberikan
kontribusi kebutuhan daging, maka ternak kerbau juga memiliki peran dalam menunjang
program kecukupan daging 2014.
Walaupun produktivitas ternak kerbau di Indonesia masih relatif rendah bila
dibadingkan dengan produktivitas sapi potong, namun demikian usaha ternak kerbau
memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan terutama di beberapa daerah/wilayah yang
memiliki sumberdaya pakan yang melimpah dan daerah dimana kerbau mempunyai fungsi
sosial yang sangat penting seperti di Tana Toraja.
Daerah yang menjadi sentra pengembangan ternak kerbau saat ini adalah wilayah
yang cocok menjadi habitat untuk berkembang biak. Populasi ternak kerbau di dua wilayah
ini tercatat 54 % dari total populasi keseluruhan yang ada di Indonesia.
Dari pandangan etnik dan agama, bahwa pengembangan ternak kerbau tidak ada
penghalang, bahkan oleh suku tertentu, hewan ini mendapat tempat tersendiri. Kerbau dinilai
sangat tinggi dalam adat budaya Batak, Toraja dan beberapa suku lain. Dalam hal inilah,
ternak kerbau mempunyai potensi untuk dikembangakan baik di kawasan tersebut maupun
diwilayah lainnya. Dengan demikian pengembangan usaha peternakan kerbau dan wilayah
agribisnis kerbau sangat luas, hampir meliputi seluruh agroekosistem dan sosial-budaya yang
ada sehingga ternak kerbau mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil
daging. Kerbau dianggap memiliki kontribusi tinggi dan cukup banyak menginspirasi.


Ide permasalahan yang dapat diteliti
1. Pengaruh performans reproduksi kerbau lumpur terhadap produksi susu yang
dihasilkan setelah mengalami proses reproduksi seperti kawin, bunting dan
melahirkan.
2. Pengaruh kerbau terhadap strata sosial di Toraja.



Kelompok 12 :
Ardiyan Fatazani
Ridwan
Ahmad Fajri
Annisa Syari
Monalisa Lau Rendra

DAFTAR PUSTAKA

Bamualim, A. dan M. Zulbardi. 2007. Situasi dan Keberadaan Kerbau di Indonesia. Pros.
Semiloka Usaha Ternak Kerbau. Puslitbang Peternakan, Bogor.
Poro, A. 1995. Hubungan Ukuran-ukuran (Panjang Badan, Lingkar Dada, Lebar Panggul)
Terhadap Berat Kulit Segar Kerbau Jantan di Rumah Potong Hewan Batu Sangkar
Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Peternakan vol 1 no 02, Februari 1995, hal 67-71.
Wiradnyana, Somba, Nani, 2005. Fungsi dan Makna Kerbau dalam Tradisi Megalitik di
Sebagian Wilayah Indonesia. Makassar: Balai Arkeologi Makassar.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerbau
http://id.shvoong.com/tags/fungsi-kerbau

Anda mungkin juga menyukai