Anda di halaman 1dari 6

BLOK XI: BLOK HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULER

TINJAUAN PUSTAKA
ERITEMA MULTIFORME







Oleh

Nama : I Gede Suaranta
NIM : H1A012023

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Nusa Tenggara Barat
2014
Tinjauan Pustaka
Eritema Multiforme


Pendahuluan
Eritema multiforme merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang jarang
terjadi dan umumnya disebabkan oleh respon hipersensitivitas terhadap infeksi dan obat-obat
tertentu. Manifestasi yang terlihat seperti terdapatnya lesi yang khas seperti sasaran tembak
(target). Hal ini terjadi karena perubahan warna atau nekrosis pada bagian tengahnya. Biasanya
asimtomatik namun juga dapat menimbulkan nyeri pada makula atau papula merah yang timbul.
Eritema multiforme ini akan dikatakan sebagai eritema multiforme major atau sindrom Stevens-
Johnson, yaitu keadaan yang toksik dan demam, jika telah menyerang membran mukosa bibir,
mulut, konjungtiva dan genital. Dalam keadaan ini lesi-lesi mukulopapular dapat menyatu dan
membentuk daerah bula dan nekrosis yang luas.
(1,2)


Etiologi
(1,2,3)

Banyak faktor etiologi yang diduga telah dilaporkan menyebabkan eritema multiforme.
Multiforme eritema dan sindrom Steven Johnson dapat disebabkan oleh obat-obatan, tetapi agen
infeksi juga dianggap sebagai penyebab utama eritema multiforme ini. Namun, sekitar 50%
adalah kasus idiopatik, dengan tidak ada faktor pencetus yang diidentifikasi.
Pada riwayat eritema multiforme dan jenis kelamin laki-laki juga telah dilaporkan
sebagai faktor risiko, tetapi kehamilan dapat berkontribusi untuk berkembanganya eritema
multiforme juga. Pasca vaksinasi seperti BCG, polio oral, dan DPT juga dapat mengakibatkan
eritema ini.
Penyebab infeksi lebih sering terjadi pada anak-anak. Eritema multiforme minor
umumnya dipicu oleh virus herpes simpleks (HSV) (tipe 1 dan 2), dan HSV adalah penyebab
paling umum pada orang dewasa muda karena pada kenyataannya, banyak contoh eritema
multiforme idiopatik yang dapat dipicu oleh infeksi HSV subklinis. Di antara infeksi lain, spesies
Mycoplasma muncul sebagai penyebab umum.
Lebih dari 50% kasus eritema multiforme berkaitan dengan penggunaan obat, tetapi tidak
ada tes pasti yang membuktikan hubungan antara satu kasus dan obat tertentu. Obat sulfa adalah
pemicu yang paling umum, yaitu pada 30% kasus. Selain itu, yang paling sering terlibat juga
adalah antikonvulsan, termasuk barbiturat, carbamazepine, hydantoin, fenitoin, dan asam
valproik. Antibiotik Causative seperti penisilin, ampisilin, tetrasiklin, amoksisilin, eritromisin,
dan vankomisin juga dilaporkan menjadi pada kasus eritema multiforme. Antituberculoid seperti
rifampisin , isoniazid , tiasetazon , dan pirazinamid juga dikenal dalam kasus ini. Obat antipiretik
yang dilaporkan sebagai pemicu di antaranya analgesik, terutama aspirin serta fenilbutazon dan
phenazone. Obat lainnya yang dapat menyebabkan eritema multiforme termasuk albendazole,
kina, hydralazine, nifedipine, nistatin, NSAID, verapamil, dan dihydrocodeine fosfat.

Epidemiologi
(4)

Kasus eritema multiforme (EM) di Amerika Serikat tidak diketahui secara pasti. Namun,
sebanyak 1% dari kunjungan rawat jalan dermatologi adalah untuk eritema multiforme. Secara
global, frekuensi eritema multiforme diperkirakan sekitar 1,2-6 kasus per juta orang per tahun.
Sebelum Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi pandemi di kalangan laki-laki muda,
terdapat dominasi sedikit pada perempuan. Namun, pada eritema multiforme saat ini lebih sering
terjadi pada pria muda (rasio laki-perempuan, kisaran 3:02-02:01), terutama pada dekade kedua
hingga keempat kehidupan. Tapi 20% kasus terjadi pada anak-anak dan remaja. Kondisi ini
jarang terjadi pada anak-anak muda dari 3 tahun dan pada orang dewasa yang lebih tua dari 50
tahun.

Patogenesis
(5)

Eritema multiforme mungkin terjadi karena reaksi imun dan hipersensistivitas. Hal
tersebut dapat dipicu oleh berbagai rangasangan, seperti virus, bakteri dan bahan-bahan kimia.
Sel imun bertanggung jawab atas kerusakan pada sel epitel. Pada awal proses penyakit,
epidermis yang diinfiltrasi dengan limfosit T CD8 dan makrofag. Sedangkan dermis
menunjukkan adanya sedikit infiltrasi limfosit CD4. Sel-sel imun yang aktif ini tidak hadir dalam
jumlah yang cukup untuk secara langsung mengakibatkan kematian sel epitel. Sebaliknya,
mereka melepaskan sitokin diffusable, yang memediasi reaksi inflamasi dan apoptosis yang
dihasilkan dari sel epitel. Pada beberapa pasien, sel-sel T yang bersirkulasi yaitu T -helper tipe 1
(TH1) menginduksi sitokin seperti interferon gamma, TNF alpha, dan IL-2. Hasil analisis
imunohistokimia juga mendukung hal tersebut dengan ditemukannya kandungan TNF pada
cairan lesi.
Bukti lain mendukung hipotesis bahwa penyakit ini disebabkan karena reaksi imun, yaitu
individu yang memiliki HLA-B12 akan 3 kali lebih mungkin terkena penyakit ini. Waktu untuk
reaksi imun yang naif adalah 9-14 hari setelah inisiasi dari obat-obatan. Dalam paparan berulang,
reaksi terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari.
Pada pasien EM yang terkait HSV dapat diakibatkan oleh reaksi imunologi terhadap
antigen HSV tersebut yang mengekspresikan keratinosit. Sel efektor sitotoksik, limfosit T CD8+
di epidermis, menginduksi apoptosis keratinosit dan menyebabkan nekrosis sel satelit. Pasien
EM yang diakibatkan oleh obat-obatan umumnya terjadi akibat metablisme obat tersebut yang
abnormal. Terjadinya peningkatan proporsi metabolisme obat yang diarahkan menuju jalur
oksidasi alternatif oleh sistem sitokrom P-450, sehingga terjadi peningkatan produksi metabolit
reaktif yang berpotensi beracun. Pasien ini memiliki kegagalan dalam kemampuan untuk
mendetoksifikasi metabolit reaktif, yang kemudian menjadi haptens dengan berikatan kovalen
dengan protein pada permukaan sel-sel epitel. Hal ini kemudian dapat menyebabkan respon
imun, yang menyebabkan reaksi pada kulit yang parah seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Diagnosis
Tidak ada tes laboratorium untuk membuat diagnosis eritema multiforme (EM).
Gambaran klinis dapat membimbing pengujian laboratorium pada kasus yang berat. Kultur
diindikasikan pada kasus yang berat dan diperoleh dari darah, dahak, dan lesi mukosa. Meskipun
foto toraks mungkin berguna dalam kasus-kasus dengan gejala pernapasan atau tanda-tanda,
terutama jika diduga adanya infeksi paru yang mendasari, namun tidak begitu diperlukan pada
kebanyakan kasus. Banyak kasus dari EM didiagnosis berdasarkan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan pada kulit dengan ditemukannya lesi berbentuk target. Jika tidak, maka biopsi dan
pemeriksaan penunjang di bawah mikroskop dapat dilakukan untuk mendiagnosis EM.
(6,7)

Pada pemeriksaan histology ditemukan infiltrasi sel limfosit, yang mana CD4+ lebih
banyak daripada CD8+ pada dermis papillary, sedangkan pada epidermis terdapat dominasi sel T
CD8 dan makrofag. Makrofag dengan beberapa neutrofil dan eosinofil juga ditemukan terutama
dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan obat-obatan. Pada pemeriksaan histologi dan
imunokimia, jika pada EM minor ditemukan infiltrasi sel limfosit T yang padat dan dominan,
namun pada Sindrom Steven Johnson ditemukan sedikit infiltrasi Makrofag dan Dendrosit
dengan TNF alpha yang kuat.
(7)


Tatalaksana
(8,9)

Pengobatan EM bergantung pada beratnya gambaran klinis. Pada kasus yang ringan
biasanya akan sembuh pada 2-6 minggu, dengan perawatan luka local, analgesik topikal atau
anestetik jika nyeri, dan diet cairan yang bisanya dianjurkan pada kasus ini. Pada kasus yang
lebih berat dapat diberikan terapi cairan intravena. Antihistamin oral dan steroid topikal mungkin
juga diperlukan untuk meringankan gejala. Kortikosteroid sistemik telah digunakan dengan
sukses pada beberapa pasien, namun bukti yang mendukung penggunaannya untuk eritema
multiforme terbatas, sehingga masih menjadi kontroversi. Efek yang menguntungkan dengan
terapi hemodialisis, plasmaferesis, siklosporin, immunoglobulin, levamisole, thalidomide,
dapsone telah dilaporkan dalam beberapa kasus.
Serangan ulang terjadi pada 20-25% kasus. Meskipun penyakit ini sembuh secara spontan
dalam 10-20 hari, pasien mungkin mengalami 2-24 episode per tahun. Durasi rata-rata penyakit
ini adalah 10 tahun (kisaran 2-36 tahun). Profilaksis untuk kekambuhan pada pasien Eritema
Multiforme terkait Herpes (HEM) harus dipertimbangkan pada pasien dengan lebih dari 5
serangan per tahun. Dosis rendah asiklovir (200 mg hingga 400 mg) bisa efektif untuk
kekambuhan HEM. Pada anak-anak, pemberian asiklovir 10 mg/kg/hari dapat dipertimbangkan.
Profilaksis mungkin diperlukan untuk 6-12 bulan atau lebih. Jika tidak responsif, terapi terus
menerus dengan valacyclovir (500 mg) yang telah dilaporkan efektif.

Penutup
Eritema multiforme minor seringkali asimtomatik, meskipun menunjukan adanya lesi
berbentuk target yang merupakan salah satu temuan pada diagnosis EM. EM major atau sindrom
Steven Johnson terjadi jika telah menyerang membran mukosa bibir, mulut, konjungtiva dan
genital. Pada kasus EM minor seringkali dapat sembuh 2-6 minggu, namun dapat terjadi
kekambuhan. Jika akan mencegah kekambuhan pada pasien HEM, maka diperlukan pemberian
profilaksis asiklovir.



Daftar Pustaka
1. Price SA, and Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6. Vol 2.
EGC. 2013:1435-36.
2. Kumar V, Cotran RS, and Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Ed 7. Vol 2. EGC. 2012:885-86.
3. Plaza JA. Erythema Multiforme: Etiology. Overview. Medscape (NY) [internet]. 2014
[update 2013 Feb 1: cited 2014 May 21]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1122915-overview#aw2aab6b2b3
4. Plaza JA. Erythema Multiforme: Epidemiology. Overview. Medscape (NY) [internet]. 2014
[update 2013 Feb 1: cited 2014 May 21]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1122915-overview#a0156
5. Plaza JA. Erythema Multiforme: Pathophyisiology. Overview. Medscape (NY) [internet].
2014 [update 2013 Feb 1: cited 2014 May 21]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/1122915-overview#a0104
6. Zeltser R. Erythema Multiforme. Departement of Pedriatics Division of Pedriatic
Rheumatology. NYU Langone (US) [internet]. 2014 [Published 2008: cited 2014 May 21].
Available from http://pediatrics.med.nyu.edu/rheumatology/conditions-we-
treat/conditions/erythema-multiforme
7. Plaza JA. Erythema Multiforme Workup. Medscape (NY) [internet]. 2014 [update 2013 Feb
1: cited 2014 May 21]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1122915-
workup#showall
8. Ostern, et all. Management of Erythema Multiforme Associated with Recurrent Herpes
Infection: A Case Report. JCDA [internet]. 2009 Oct;75(8):p.56-62. 2014 [Published 2009:
cited 2014 May 21]. Available from http://www.cda-adc.ca/jcda/vol-75/issue-8/597.pdf
9. Plaza JA. Erythema Multiforme Medication. Medscape (NY) [internet]. 2014 [update 2013
Feb 1: cited 2014 May 21]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1122915-
medication#showall

Anda mungkin juga menyukai