I. Skenario
Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa di pipi kanan dan
dagu. Nyeri ini sering terjadi apabila menyikat gigi dan beberapa waktu yang lalu dan
sangat sering. Dia di diagnosa mengalami berbagai multiple sclerosis dalam 2 tahun
terakhir. Dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia mendapatkan terapi
corticosteroid intravena. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami
opthalmoplegia dan tidak ditemukan kelainan penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan system pengecapan. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan
lidahnya tanpa kesulitan. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux.
2
II. Klarifikasi Istilah
2.1. Excruciating pain : Sakit yang menyiksa
2.2. Multiple sclerosis : Demyelin yang berbentuk bercak-
bercak diseluruh subtansia alba sistem
saraf pusat kadang-kadang meluas
hingga subtansia grisea.
Demyelin : Perusakan,pengangkatan, atau
hilangnya selubung myelin syaraf.
2.3. Intravenous corticosteroid therapy : Terapi injeksi melalui vena yang
menggunakan hormone sitentik yang
setara dengan setiap steroid yang
dikeluarkan oleh kortek adrenal.
2.4. Ophthalmoplegia : Paralisis otot mata.
2.5. Symmetrical : Sama kedua belah bagiannya.
2.6. Tic douloureux : Nyeri episodic yang sangat menyiksa
pada daerah nervus trigeminus, sering
kali dicetuskan oleh rangsangan titik-
titik pencetus.
III. Identifikasi Masalah
No Problem Consent
1. Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa
di pipi kanan dan dagu yang sering terjadi apabila menyikat gigi
dalam beberapa detik dan sangat kuat.
**
2. Dia di diagnosa mengalami multiple sclerosis dalam 2 tahun
terakhir namun dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia
mendapatkan terapi corticosteroid intravena.
*
3. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami
opthalmoplegia dan tidak ditemukan kelainan penglihatan,
*
3
pendengaran, penciuman, dan sistem pengecapan.
4. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan
lidahnya tanpa kesulitan.
*
5. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux. ***
Main Problem : Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux.
IV. Analisis Masalah
4.1. Latina, seorang wanita 35 tahun mengeluh nyeri yang menyiksa di pipi kanan
dan dagu yang sering terjadi apabila menyikat gigi dalam beberapa detik dan
sangat kuat.
4.1.1. Apa kaitan umur dan jenis kelamin pada tic douloureux dan multiple
sclerosis?
Ya, ada kaitannya antara umur dan jenis kelamin dengan tic
douloreux dan multiple sclerosis. Perempuan dengan usia tua lebih
mudah terserang penyakit ini. Kemungkinan penyebabnya adalah
karena faktor nervus pada wanita yang berukuran lebih kecil daripada
pria, ditambah dengan sistem pertahanan tubuh pada wanita yang
melemah saat kehamilan.
4.1.2. Nervus apa yang terganggu pada kasus ini?
Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan
pada kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-
sinus dan bagian frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari
duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa akar saraf
motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut
juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf motoris.
Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri
dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah.
Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial
dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan
saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid.
Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio
4
major nervi trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-
akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan
melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar
tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan
cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan
melewati fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik
pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai bregma (
terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke
bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan
iris, mukosa dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga
sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut,
saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf
maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen
maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang
menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya
yaitu saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura
yang sama. Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini
terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar di permukaan
maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir
sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat
beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar
dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.
Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf
mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen
ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari
saraf trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah
buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi
mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis yang
memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas
daun telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana
tympani. Serabut serabut sensoris untuk duramater yang merupakan
cabang cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal berperan dalam
proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat hubungan
yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis,
5
dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus ,
ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion
otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis.
Dengan demikian berdasarkan hasil pemeriksaan pasien patut diduga
gangguan terjadi pada caang saraf ke dua yaitu maxillaris dan cabang
saraf ke tiga yaitu mandiularis.
4.1.3. Mengapa nyeri tersebut sering dipicu ketika menyikat gigi?
Karena terganggunya saraf trigeminal atau saraf V. Saraf ini, secara
normal, mensarafi area wajah, gusi, mulut maupun hidung. Jadi,
apabila saraf ini mengalami iritasi maka area diatas yang terkena
efeknya berupa rasa tebal sampai rasa nyeri berat. Saraf trigeminal
mempunyai tiga cabang, yaitu cabang ophtalmik (area wajah), cabang
maksilaris (area rahang atas), dan cabang mandibularis (area rahang
bawah). Pada saat menyikat gigi, mengenai reseptor-reseptor dari
cabang opthalmik dan cabang mandibularis sehingga merasakan nyeri
pada pipi kanan dan dagu.
4.1.4. Bagaimana karakteristik nyeri pada pipi kanan dan dagu?
Nyeri yang dialami pasien dalam skenario ini termasuk ke dalam tipe
nyeri neuropati perifer yang terjadi akibat kerusakan saraf perifer
yang biasanya dapat ditemukan pada sindrom nueralgia trigeminus(tic
doulourex).
Pada kasus ini nyeri bersifat terlokalisir di area yang dipersarafi
oleh nervus trigeminus. Namun, divisi oftalmikus saraf jarang
terkena..
Penyakit ini menimbulkan nyeri seperti ditusuk yang intens dan
paroksimal dengan distribusi divisi mandibular dan maksilaris saraf
trigeminus (n. Kranialis V). Nyeri dipicu oleh rangsangan tidak
berbahaya di saerah spesifik di wajah, bibir, atau gusi misalnya
sewaktu makan, berbicara, menguap, bercukur, menggosok gigi,
atau hembusan udara dingin dan berlangsung secara
singkat(beberapa detik sampai semenit).
6
Pasien juga mengeluh rasa tidak nyaman yang terus-menerus, gatal,
dan sensitivitas di wajah sebagai gambaran atipikal neuralgia
trigeminus.
Namun, sebagian kasus nyeri ini dapat juga disebabkan oleh penyakit
neurologik lain, misalnya sklerosis multiple, aneurisma arteria
basilaris, tumor (terutama nervus akustikus atau trigeminus) atau
penekanan akar trigeminus oleh pembuluh darah yang berkelok-kelok.
4.1.5. Perbedaan gejala nyeri pada wajah?
Nyeri pada wajah ataupun rongga mulut dapat diklasifikasikan dalam
3 kategori, yaitu :
1. Nyeri somatik/ Nosiseptif, nyeri yang dapat dihasilkan dari
stimulasi reseptor-reseptor neural ataupun saraf-saraf periferal. Jika
stimulasi bermula dari bagian superfisial tubuh, karakteristik
klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas menstimulasi, lokalisasi
nyeri yang tepat, adanya hubungan yang akurat antara tempat lesi
dan sumber nyeri serta cara menghilangkan nyeri yang temporer
dengan aplikasi anestesi topikal. Jika stimulasi bermula dari bagian
dalam tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas
mendepresikan, lokalisasi beragam dari nyeri yang menyebar,
lokasi dari nyeri bisa ataupun tidak berhubungan dengan tempat
lesi, sering menunjukkan efek-efek sekunder dari perangsangan
pusat.
2. Nyeri neurogenik, nyeri yang dihasilkan dalam sistem sarafnya
sendiri, reseptor saraf ataupun stimulasi serabut yang tidak
diperlukan. Karakteristik klinis dari nyeri neurogenik, yaitu: nyeri
seperti membakar dengan kualitas menstimulasikan, lokalisasi baik
adanya hubungan yang tertutup diantara lokasi dari nyeri dan lesi,
pengantaran nyeri mungkin dengan gejala-gejala sensorik, motorik
dan autonomik.
3. Nyeri psikogenik, nyeri yang dapat memunculkan intensifikasi
nyeri somatik atau neurogenik dan juga merupakan suatu
manifestasi psikoneurotik. Karakteristik dari nyeri psikogenik,
seperti: lokasi nyeri selalu tidak mempunyai hubungan dengan
suatu penyebab yang mungkin, tindakan klinis dan respon pada
7
pengobatan mungkin non fisiologis, tidak diharapkan dan tidak
biasa.
4.2. Dia di diagnosa mengalami multiple sclerosis dalam 2 tahun terakhir namun
dia tidak berobat, walaupun sebelumnya dia mendapatkan terapi corticosteroid
intravena.
4.2.1. Apa yang dimaksud multiple sclerosis?
Adalah penyakit demyelinating yang mengenai serebelum, saraf
optikus dan medula spinalis (terutama mengenai traktus
kortikospinalis dan kolumna posterior), secara patologi memberi
gambaran plak multipel di susunan saraf pusat khususnya
periventrikel substansi alba.
4.2.2. Apa saja ciri-ciri multiple sclerosis?
Ciri-ciri multiple sclerosis ialah penderita mengalami kelemahan
umum. Kelemahan ini biasanya terjadi jika penderita mengalami
aktivitas minimal, tetapi dapat bertambah berat bila suhu tubuh
meningkat dan kelembapan tinggi yang disebut dengan Uht Holff
Fenomena. Kelemahan ini dapat disertai dengan kekakuan ekstremitas
sampai drop foot. Ciri kedua ialah penderita mengalami gangguan
sensoris seperti baal, kesemutan, perasaan seperti diikat, ditusuk
jarum, dingin pada tangan dan kaki. Gangguan sensoris ini akibat
adanya plaque pada columna vertebra cervicalis yang selanjutnya
mengiritasi dan menekan medula spinalis. Ciri ketiga adalah penderita
sering mengalami nyeri pada kepala. 50% kasus Multiple Sclerosis
memberi gejala seperti intension tremor, ataksia, titubasi kepala dan
disestesia, hal ini disebabkan oleh gangguan pada cererbelum.
Penderita mengalami gangguan pada batang otak yang disebabkan
oleh lesi nervus. Nervus-nervus yang mengalami lesi biasanya adalah
N.III, NIV, N.VII dan N.VIII. Lesi pada N.III dan N.IV menyebabkan
internuklear ophtalmoplegi (INO) patognomonis, lesi pada N.VII
menyebabkan bell palsy, lesi pada N.VIII sering menyebabkan
vertigor. Ciri penderita multiple sclerosis selanjutnya ialah penurunan
ketajaman penglihatan, skotoma sentral, gangguan persepsi warna,
8
nyeri pada belakang bola mata disebakan oleh gangguan pada nervus
opticus.
4.2.3. Apa manfaat terapi corticosteroid intravena pada pasien?
Multiple sklerosis adalah suatu gangguan neurologis yang
dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan
medulla spinalis. kelainan peradanganyang terjadi pada otak dan
sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh banyak faktor, Pada
20 tahun terakhir peneliti-peneliti telah memusat (fokus) pada
kelainan-kelainan dari sistim imun dan genetik-genetik dan diduga
suatu virus atau antigen asing memicu reaksi autoimun, yang biasanya
terjadi pada awal kehidupan penderita. Lalu tubuh akan menghasilkan
antibodi untuk melawan mielinnya sendiri, antibodi ini menyebabkan
peradangan dan kerusakan pada selubung saraf.
Pemberian kortikosteroid pada pasien dengan multiple sklerosis ini
bertujuan untuk memperpendek masa serangan, tetapi tidak
menghentikan perkembangan penyakit untuk jangka panjang tetapi
memungkinkan untuk menunda perkembangan penyakit ini dan
mengurangi sebaran, intensitas, dan durasi gejala. Kortikosteroid dan
ACTH digunakan sebagai agen anti-inflamasi yang dapat
meningkatkan konduksi saraf, menurunkan inflamasi, kekambuhan
dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation). Obat-obat ini
mencakup azatioprin, sikiofosfamid, dan interferon.
Namun penggunaan kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek
samping seperti mudah terkena infeksi, diabetes, penambahan berat
badan, kelelahan, osteoporosis dan ulkus.
4.2.4. Apa dampak multiple sclerosis tidak diobati selama 2 tahun?
Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan mengirimkan sinyal
listrik melalui akson. Misalnya, saraf di jari dapat merasakan panas,
dan mengirim pesan ke otak melalui akson. Otak kemudian akan
mengirim perintah ke otot untuk menggerakkan jari. Otot sukarela
secara langsung dikendalikan oleh saraf, yang menerima perintah dari
otak. Bahan khusus yang disebut mielin meliputi akson. Myelin
meningkatkan konduksi arus listrik dan komunikasi antara neuron.
9
Pada multiple sclerosis, myelin di bagian-bagian tertentu dari otak,
sumsum tulang belakang, atau sistem saraf pusat hancur.
Multiple Sclerosis
Pada multiple sclerosis, mielin yang menutupi sel-sel saraf menjadi
meradang, bengkak,
dan terpisah. Hal ini kemudian dihancurkan, membentuk bekas luka
di atas akson. Sclerosis berarti parut. Ketika myelin rusak, neuron
berkomunikasi kurang efektif, menyebabkan gejala-gejala dari
multiple sclerosis. Misalnya, jika myelin neuron sensoris hancur maka
organ sensoris terpengaruh. Jika myelin neuron motorik hancur maka
otot menjadi lemah.
Karena multiple sclerosis bervariasi begitu banyak dan tergantung
pada daerah yang terkena demeilinisas maka tidak ada yang bisa
memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan
Dampak dari multiple sclerosis yang ridak diobati adalah :
1. Pada multiple sclerosis terjadi peroses demielinisasi (rusaknya
selubung meilin) yang mengganggu kecepatan pengahntaran
impuls saraf ke otak dan sumsum-tulang belakang dan dapat
menyebabkan otak tidak menjadi tidak dapat mengirim maupun
menerima impuls.
2. (Berkaitan dengan kasus) pada multiple sclerosis yang tidak diobati
dapat menimbulkan trigerminal neuralgia yang diakibatkan
demielinisasi sehingga terganggunya saraf-saraf trigerminal.
3. Dampak dari multiple sclerosis yang tidak diobati ialah semakin
banyak syaraf yang terganggu
4. Gejala MS tergantung pada daerah saraf pusat sistem yang
kehilangan myelin. Gejala awal mungkin termasuk:
mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh
biasanya kaki atau lengan
kelemahan dijelaskan, pusing, dan kelelahan
Selama periode remisi, pasien mungkin merasa lebih baik, tapi
lengan atau kaki mungkin merasa kaku. Beberapa masalah
10
kelemahan, mati rasa, dan visi mungkin tetap ada. Gejala yang
lebih parah dan meliputi:
kejang otot
usus dan kandung kemih masalah
bicara cadel
kebutaan
masalah seksual
kelumpuhan
kebingungan dan pelupa
Nyeri juga bisa menjadi gejala MS, dapat melibatkan wajah atau
salah satu ekstremitas.
4.2.5. Bagaimana histopatologi dari multiple sclerosis?
Keterangan :
A = multiple sclerosis
B = normal
Keadaan dimana hilang/hancurnya selubung meilin yang
mempengaruhi penghantaran impuls. Tampak daerah yang mengalami
demielinisasi dan daerah normal yang masih diselubungi meilin.
11
4.2.6. Apa hubungan multiple sclerosis dengan tic douloureux?
Ada hubungannya, karena salah satu penyebab tic doulourex
(trigeminal neuralgia) adalah multiple sclerosis. Pada kasus sklerosis
multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai dengan
hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah
melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala
neuralgia trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral.
4.3. Pada pemeriksaan ditemukan dia tidak mengalami opthalmoplegia dan tidak
ditemukan kelainan penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sistem
pengecapan.
4.3.1. Mengapa pemeriksaan tersebut normal?
Dari pemeriksaan normal tersebut digunakan untuk memastikan
diagnosis bahwa si pasien benar-benar menderita tic doulorex. Pada
keadaan tic doulorex (trigeminal neuralgia) lokasi nyeri terjadi pada
daerah tertentu yang berkaitan dengan cabang nervus trigeminal yang
terganggu. keadaan nyeri pada daerah pipi dan dagu mengindikasikan
bahwa nervus trigeminal yang mempersarafi daerah tersebut
terganggu/mengalami kelainan berupa demielinisasi yang
menyebabkan nyeri neuropatik. Sekitar pipi berarti nervus
mandibularis yang mempercabangi lokasi nyeri di kasus sedangkan
nervus maxillaries dan aptalmikus berkaitan dengan mata dan hidung.
12
Hasil pemeriksaan tersebut menandakan N. III (occulomotorius), IV
(trochlearis) dan VI (abdusens) normal, maka tidak terjadi
opyhalmoplegia. N. II (opticus) normal, penglihatan tidak terganggu.
N. VIII (vestibulocochlearis) normal, pendengaran tidak terganggu.
N. I (olfaktorius) normal, penciuman tidak terganggu. Dan N. IX
(glossofaringeus) normal, sistem pengecapan tidak terganggu.
4.3.2. Apa saja pemeriksaan lain yang dapat mengindikasikan penyakit pada
tic douloureux?
a. Serangan serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal
yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
b. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus,
tersering pada cabang mandibularis atau maksilaris.
Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam ,
superficial, serasa menikam atau membakar.
Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi
kanan.
Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari
seperti makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah
atau menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau
kontralateral.
Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
c. Tidak ada kelainan neurologis.
d. Serangan bersifat stereotipik.
e. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
4.4. Bentuk wajahnya masih simetris dan dia bisa menjulurkan lidahnya tanpa
kesulitan.
4.4.1. Otot apa yang terlibat dalam menjulurkan lidah?
Protrusio lidah (penjuluran lidah dilakukan
oleh m. Genioglosus dari kedua sisi yang
bekerja secara bersamaan. Otot ini berorigo
13
di spina mentalis mandibulae dan berinsersio di aponeurosis linguae
serta diinervasi oleh nervus hypoglossus.
4.4.2. Bagaimana struktur wajah yang simetris?
Bentuk wajah ideal tidak hanya ukuran dan bentuk raut wajah yang
sempurna, posisi dan bentuk bagian-bagian lainnya pun harus
proporsional. Bentuk bibir, mata, alis, hidung, dan dagu, ukuran
maupun posisinya tepat pada tempatnya. Posisi bagian-bagian wajah
tersebut ditentukan atas dasar perbandingan proporsional antara posisi
atau ukuran lebar bagian-bagian wajah terhadap tinggi dan lebar
wajah.
Letak bagian-bagian wajah :
A-B : tarik garis vertikal dari puncak kepala ke ujung dagu dan bagi
wajah menjadi sepuluh bagian yang sama.
C-D : tarik garis kedua secara horizontal melalui sudut-sudut mata
Garis A-B, idealnya panjangnya satu setengah garis C-D.
Lebar celah mata berukuran satu perlima garis C-D
Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada gambar tersebut, dapat
diketahui :
1. Lengkungan alis : tinggi lengkungan alis selebar celah mata atau
satu perlima garis C-D
2. Mata : tepat setinggi pertengahan garis vertikal-tengah A-B
3. Hidung : dari setinggi lengkungan alis (pangkal hidung) sampai
batas antara bagian 7/10 atas dan 3/10 bawah garis vertikal tengah
A-B (tepi bawah sekat hidung)
4. Bibir : 1/10 bagian garis A-B lebih rendah dari batas bawah
hidung.
14
Fokus wajah adalah daerah wajah yang dibatasi oleh dua garis miring,
masing-masing ditarik dari sudut bibir ke sudut luar mata di sisi yang
sama.
Secara morfologi bentuk wajah manusia tidak semuanya sempurna,
ada yang berbeda jika dilihat antara bagian kiri dengan bagian kanan
(asimetri). Hal ini dapat dibuktikan dengan cara menarik garis vertikal
di tengah wajah mulai dari batas tumbuhnya rambut sampai ke bawah
dagu. Dari gambar tersebut tampak sama tidaknya bentuk alis, mata
dan bibir antara bagian kanan dengan kiri, juga jarak alis dan mata
kanan dengan kiri.
4.5. Menurut dokter bahwa dia menderita tic douloureux.
4.5.1. Apa saja penyebab tic douloureux ?
Berbagai keadaan patologis menunjukkan penyebab yang mungkin
pada kelainan ini.
15
1. Adanya kompresi atas nerve root entry zone' saraf kelima pada
batang otak oleh pembuluh darah. Hal ini meningkat sesuai usia
karena sekunder terhadap elongasi arteria karena penuaan dan
arteriosklerosis
2. Kompresi dan inflamasi nonvaskuler saraf kelima.
3. Adanya tumor jinak sudut serebelopontin (meningioma, sista
epidermoid, neuroma akustik, AVM)
4. Kompresi oleh tulang (misal sekunder terhadap penyakit Paget).
Penyebab lain yang mungkin, termasuk cedera perifer saraf kelima
(misal karena tindakan dental) atau sklerosis multipel, dan beberapa
tanpa patologi yang jelas.
5. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.
6. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT.
4.5.2. Bagaimana patofisiologi tic douloureux ?
Patofisiologis terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan
penyebab terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari
terjadinya trigeminal neuralgia adalah penekanan mekanik oleh
pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh
lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secarafisik dari nervus
trigeminus karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering
adalah faktor yang tidak diketahui.
Penekanan mekanik pembuluh darah di akar nervus ketika masuk ke
brain stem yang paling sering terjadi , sedangkan diatas bagian
nervus trigeminus/portio minor jarang terjadi. Pada orang normal
pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus.
Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar
maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada
nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan akar nervus ini
adalah arteri cerebeli superior. Penekanan yang berulang
menyebabkan iritasi dan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin
(demielinisasi ) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi
peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal
abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala
trigeminal neuralgia. Aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya
16
asam amino eksitatori glutamat. Glutamat akan bertemu dengan
reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5-methyl-4-isaxole
propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul
depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan
disusul de ngan aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-
Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat
saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan
menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi
peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang
menerangkan terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997; Loeser,
2001)
Pada kasus multiple sclerosis ditandai dengan hilangnya selubung
myelin yang membungkus syaraf. Ketika ada perubahan pada myelin
dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial aksi ektopik
berupa letupan spontan pada syaraf yang disebabkan oleh terjadinya
perubahan distribusi saluran ion natrium sehingga turunnya nilai
ambang membran. Kemungkinan lain yaitu adanya hubungan
ephaptic antar neuron, yang menyebabkan serabutsaraf dengan nilai
ambang rendah dapat mengaktivasi serabut saraf lainnya sehingga
timbul cross after discharge. Pada tipe kasus ini biasanya terjadi
secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda sesuai dengan
kecenderungan terjadinya multiple scelrosis.
4.5.3. Apa saja dampak dari tic douloureux ?
1. Severe, nyeri proksimal
2. Unilateral pain
3. Nyeri yang terbatas, yang ditrisbusikan oleh nervus trigeminal
4. Dapat dirasakan pada trigger area
5. Tidak ada penurunan neuron sensor
4.5.4. Apa saja struktur yang dipersyarafi oleh nervus trigeminus ?
1. Sensoris
Kulit kepala (scalp), dahi, kelopak mata bagian atas, kornea
mata, hidung, sinus frontal, bagian dari meninges (duramater)
melalui N. Opthalmicus (V1)
17
Bagian bawah kelopak mata, pipi, bagian atas bibir, bagian atas
gigi, palatum dan atap dari faring, sinus sphenoid dan ethmoid,
bagian dari meninges melalui N. Maxillaris (V2)
Bagian bawah bibir, dagu dan rahang, bagian bawah gigi,
bagian telinga luar, bagian dari meninges melalui N.
Mandibularis (V3).
18
2. Motoris (oleh N. Mandibular)
Otot pengunyah: M. Masseter, M. Temporalis, M. Pterygoid
Medial, M. Pterygoid Lateral.
M. Tensor veli palatini, M. Mylohyoid, M. Digastric anterior,
M. Tensor timpani
V. Merumuskan Keterbatasan dan Learning Issue
Pokok Bahasan What I
Know
What I dont
Know
What I Have to
Prove
How I will
Learn
Inervasi wajah Fungsinya Saraf khusus
wajah
saraf trigeminal
neuralgia
Tic douloureux Definisi Patofisiologi TD Hubungan dengan
MS
-Jurnal
Multiple
sclerosis
Definisi Patofisiologi Saraf yang terkait -Textbook
Nervus
trigeminus
Definisi Topografi Penyebab terjadi
nya lesi pada
nervus ini
-Pakar
Nervus cranialis Definisi Topografi Fungsi -Internet
VI. Sintesis Masalah
6.1. Inervasi Wajah
Saraf sensoris wajah
Menurut Snell (2012), kulit wajah di persyarafi oleh percabangan dari ketiga
nervus divisi n. trigeminus, yaitu n. ophtalmicus, n. maxillaris, n.
mandibularis, kecuali pada daerah kecil di atas sudut mandibular dan glandula
parotidea yang dipersarafi n. auricularis magnus.
1. Nervus Ophtalmicus
N. ophtalmicus ini mempersarafi kulit dahi, kelopak mata atas,
conjunctiva, dan sisi hidung sampai ke ujungnya. Saraf ini memiliki lima
cabang, yaitu:
19
a. N. lacrimalis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva bagian lateral
kelopak mata atas
b. N. supraorbitalis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva pada bagian
tengah kelopak mata atas dan kulit dahi bagian bawah, dekat bidang
tengah
c. N. supratrochlearis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva pada
bagian medial kelopak mata atas dan kulit dahi bagian bawah, dekat
bidang tengah
d. N. infratochlearis yang mempersarafi kulit dan conjunctiva pada
bagian medial kelopak mata atas dan kulit sisi hidung yang berdekatan
e. N. nasalis externus yang mempersarafi kulit sisi hidung ke bawah
sampai ke ujungnya
2. Nervus Maxillaris
Nervus maxillaris mempersarafi kulit bagian posterior sisi hidung, kelopak
mata bawah, pipi, bibir atas, dan sisi lateral orbita. Tiga cabang saraf ini,
yaitu:
a. N. infraorbitalis yang mempersarafi kulit di kelopak mata bawah dan
pipi, sisi hidung, dan bibir atas
b. N. zygomaticofacialis yang mempersarafi kulit di atas tonjolan tulang
pipi
c. N. zygomaticotemporalis yang mempersarafi kulit di pelipis
3. Nervus Mandibularis
Nervus mandibularis mempersarafi kulir bibir bawah, bagian bawah
wajah, region temporalis, sebagian auricula. Tiga cabang saraf ini, yaitu:
a. N. mentalis yang mempersarafi kulit bibir bawah dan dagu
b. N. buccalis yang mempersarafi sebagian kecil kulit pipi
N. auriculotemporalis yang mempersarafi kulit auricular, meatus acusticus
externus, permukaan luar membrane tympani, dan kulit kepala di atas
auricula.
20
3. Nervus Facialis
Menurut Snell (2012), N. facialis berjalan ke depan di dalam substansi
glandula parotidea. Saraf ini terbagi menjadi lima cabang terminal, yaitu:
1. Ramus temporalis, muncul dari atas glandula dan mempersarafi m.
auricularis anterior dan superior, venter frontalis m. occipitofrontalis, m
orbicularis oculi, dan m. corrugator supercilli
2. Ramus zygomaticus, muncul dari pinggir anterior glandula dan
mempersarafi m. orbicularis oculi
3. Ramus buccalis, muncul dari pinggir anterior glandula di bawah ductus
parotideus dan mempersarafi m. buccinators, dan otot bibir bawah serta
nares
4. Ramus mandibularis muncul dari pinggir anterior glandula dan
mempersarafi otot-otot bibir bawah
5. Ramus cevicalis uncul dari pinggir bawah glandula dan berjalan ke
depan di leher bawah mandibular untuk mempersyarafi m. Platysma. Saraf
ini dapat menyilang pinggir bawah mandibular utuk mempersarafi m.
depressor anguli oris
N. facialis ini mempersarafi semua otot ekspresi wajah, serta saraf ini tidak
mempersarafi kulit, tetapi cabangnya berhubungan dengan n. Trigeminus.
21
6. Drainase vena wajah
Menurut Snell (2012), v. facialis dibentuk oleh gabungan dari v.
supraorbitalis dan supratrochlearis. Pembuluh ini dihubungkan langsung
dengan v. ophtalmica superior oleh v. supraorbitalis. Melalui v. ophtalmica
superior, v. facialis dihubungkan dengan sinus cavernosus. V. facialis
berjalan turun dibelakang a. facialis ke margo inferior mandibulae, dan
bergabung dengan divisi anterior v. retromandibularis. Lalu v. facialis
bermuara ke v. jugularis interna.
6.2. Tic Douloureux
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan
pada cabang saraf no 5 yaitu Nervus Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal
dengan penyakit Neuralgia Trigeminal atau dikenal dengan istilah lain Tic
Douloureux yang berupa adanya keluhan serangan nyeri hebat diwajah salah
satu sisi yang berulang dan dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai
menit. Narasi pertama yang dicatat adalah oleh seorang doker dari Jerman
Johanes Laurentius Bausch pada tahun 1671 yang mengalami nyeri disisi
kanan wajahnya sehingga dia tidak bisa berbicara dan makan dan akhirnya
mengalami malnutrisi. Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh
seorang dokter dari Perancis Nicolaus Andre pada tahun 1756.
22
Definisi
Neuralgia Trigeminal ( NT) digambarkan oleh IASP ( International Association
for the study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak,
biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu
cabang nervus trigeminus.
Neuralgia trigeminal dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah
dengan gejala khas berupa nyeri unilateral, tiba-tiba, seperti tersengat aliran
listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang
nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan timbul
spontan. Terdapat trigger area diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada
umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.
Epidemiologi
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan
rata-rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang-kadang ditemukan pada
usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan
kasus neuralgia trigeminal pada anak laki laki usia 9 tahun. Pada wanita
sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan
1,6:1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian
Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan
insidensi 40 per 1.000.000.Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia
belum pernah dilaporkan . Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain
maka terdapat 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan
hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita
Neuralgia Trigeminal akan meningkat.
Anatomi
Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit
muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian
frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar
dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf
yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan
akar saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang
otak terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot
23
pengunyah. Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah
medial dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan
saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar
sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio major nervi
trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari
saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal (
ganglion gasseri ) dan dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang
optalmikus, cabang maksilaris dan cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu
saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis superior dan memberi
persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai
bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke
bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa
dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan
pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus.
Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui
foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang
menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu
saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama.
Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa
cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian
lateral dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra
orbitalis, didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-
gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.
Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis.
Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid,
selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa
serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian
depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis
yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun
telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut
serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang cabang dari ketiga
bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari
intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf
otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf
24
ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan
ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis.
Patofisiologi
Patofisiologi dan etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan
ada dua pendapat yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer
sebagai penyebab Neuralgia trigeminal dan pendapat kedua mengatakan
gangguan mekanisme sentral.
Gangguan saraf tepi sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal didukung
oleh data-data klinis berupa:
1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus vagus.
2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita Neuralgia
Trigeminal.
3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.
4. Adanya proses inflamasi pada nervus vagus.
Mekanisme sentral sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal didukung oelh
data-data klinis sebagai berikut:
1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus
terhadap trigger poin dan onset NT.
2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung.
3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama
periode ini pemicu apapun tidak dapat menimbulkan serangan.
4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada orang
normal tidak menimbulkan gejala nyeri.
5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus.
Kriteria diagnostik.
A. Serangan serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering
pada cabang mandibularis atau maksilaris.
25
Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa
menikam atau membakar.
Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok
gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Klasifikasi
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT
klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang
etiologinya belum diketahui ( idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat
akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii. Sebagai indikator
NT simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya nervus
trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan
antara NT simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama,
usia muda atau kegagaralan terapi farmakologik.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Neuralgia Trigeminus Idiopatik Neuralgia Trigeminus Simptomatik
1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang
maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis. Nyeri
berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau
nervus infra orbitalis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit. Nyeri timbul terus menerus dengan
puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
26
5. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap
dibanding laki-laki, Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita
atau pria dan tidak terbatas pada golongan usia.
Etiologi
Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang
disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan
gigi, dari berbagai kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V
merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan
dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa
karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi
periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan
tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar
mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula
penderita NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.
Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut
pasca suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai
dry socket pasca ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan
pada gigi geligi atas atau bawah disatu sisi, maka penderita terdorong mencari
pengobatan ke bagian gigi dengan asumsi nyeri tersebut berasal dari gigi.
Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan
biasanya disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada
pemeriksaan tidak menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan
ekstraksi maupun tidak ada nyeri lokal pada waktu dilakukan palpasi.
Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakukan
endodontic treatment timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin
bertambah frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada trigger sentuhan ringan
pada pipi kiri dan setiap serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-
10 serangan berulang, kemudian akhirnya didiagnosa sebagai Neuralgia
Trigeminal.
Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang
diobati sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur dental
diantaranya ekstraksi tunggal, ekstraksi multipel, prosedur endodontik,
complete denture, periapical surgery dsbnya. Kesimpulan hasil penelitian
27
didapatkan adanya korelasi yang bermakna antara sejumlah pasien yang
mendapat tindakan terapi dental dengan durasi terjadinya neuralgia
trigeminal.
Diagnosa
Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa
neuralgia trigeminal. Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasarkan
anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada
anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri , kapan dimulainya
nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , efek samping,
dosis, dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain
seperti ada penyakit herpes atau tidak, dsb. Pada pemeriksaan fisik neurologi
dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita
sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek kornea dan test sensibilitas
untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.Membuka
mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot pengunyah)
dan fungsi otot pterygoideus. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti
CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior
bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma.
MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat dilihat hubungan antara
saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI
juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya
atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain misalnya
pada penderita yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang jarang ada
saat saat remisi dan terdapat gangguan sensisibilitas yang obyektif. Selain itu
harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang klasik dengan hanya sedikit
atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala gejala dari
tumor fossa posterior.
Diagnosa Banding
1. Post herpetic neuralgia
2. Cluster headache
3. Glossopharingeal neuralgia
4. Kelainan temporomandibuler.
5. Sinusitis
28
6. Migrain
7. Giant cell arteritis
8. Atypical facial pain
Pengobatan
Terapi Farmakologik.
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European
Federation of Neurological
Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-
1200mg sehari ) dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini
pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin.
Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien dinasehatkan
untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam
pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European
Federation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin
efektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan
lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat
terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin,
phenytoin dan valproat. Dalam publikasi mutakhir dari The Neurologist
dinyatakan carbamazepine merupakan terapi lini pertama , sedangkan terapi lini
kedua adalah Oxcarbazepine, gabapentin, phenytoin. Terapi lini ketiga adalah
lamotrigin dan baclofen. Pregabalin yang telah terbukti efektif dalam terapi
nyeri neuropatik mungkin juga bermanfaat pada terapi neuralgia trigeminal.
Terapi non Farmakologik.
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak
bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan
terapi pembedahan.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,
terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu
dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion
gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi
29
termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum
Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada
radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah
kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan
memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.
6.3. Multiple Sclerosis
Pendahuluan
Multiple sclerosis (MS) pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Sir
Agustus Deste dari Inggris, akan tetapi Cruveilhier & Charcot member
gambaran lebih terperinci tentang adanya plak dan sclerosis pada susunan saraf
pusat. Insiden penyakit ini di AS 250.000-350.000/tahun (Anderson, 1991)
walau dalam beberapa penelitian menunjukkan kecendrungan meningkat
(Kurtze, 1991) pada daerah Skotlandia, Finlandia, Norwegia, Itali, Irlandia
Utara. Terdapat hubungan erat antara prevalensi dengan variasi geografik,
negara-negara ekuator menunjukkan insiden yang rendah, prevalensi
meningkat pada daerah yang jauh dari ekuator dan hemisfer misal Negara
Eropa Utara terutama Scandinavia yang dianggap sebagai nenek moyang
penyakit MS ini. Prevalensi di Amerika Utara sekitar 100/100.000 sedangkan
di Amerika Selatan 20/100.000 (Kurtze, 1993). Prevalensi menurut umur rata-
rata onset MS baik wanita maupun pria sekitar 31-33 tahun dengan usia rata-
rata lebih rendah dari wanita, tetapi dapat pada usia lebih tua, lebih dari 60
tahun. Studi tentang migrasi, etnik, anak kembar membuktikan bahwa factor
genetik dan lingkungan berpengaruh pada perkembangan MS. Studi tentang
migrasi menunjukkan bahwa faktor lingkungan akan menentukan resiko terjadi
MS, misalnya pasien yang melakukan migrasi dari suatu daerah insidensi ke
daerah insidensi tinggi sebelum umur 15 tahun mempunyai resiko tinggi untuk
terjadi MS (Eber & Sadovnick, 1993). Studi tentang anak kembar ternyata
monozigot 30%, dizigot 5% menunjukkan faktor genetika memegang peranan,
tidak adanya lokus mendelian tunggal yang menyebabkan MS,akan tetapi
berupa interaksi antar gen-gen (Sadovnicks, 1993), gen-gen pada pasien MS di
Eropa Utara akan mengontrol fungsi immun (HLA-A3,B7,DR2,T-Cell reseptor
alpha, immunoglobulin subtype (Gm allotype, VH2-B5), antigen pitative target
(proteolipid protein, myelin basic protein, dan lain-lain)
30
Diet akan mempengaruhi MS, diet lemak tak jenuh akan mempengaruhi
pembentukan myelin otak, disamping adanya kelainan pada pertumbuhan
oligodendrolial yang berhubungan dengan diet. Diet lemak tak jenuh berupa
asam linoleat akan menurunkan eksaserbasi penyakit ini (Dwarkin, 1984).
Etiologi penykit ini diantaranya infeksi virus, bakteri, kelainan oligodendroglia,
diet, genetika, dan lain-lain. Untuk mendiognosa penyakit ini masih sulit,
diperlukan pengalaman-pengalaman fase awal penyakit. Pemeriksaan
laboratorium akan membantu menunjang diagnosa.
Manifestasi klinik
MS merupakan penyakit demyelinating yang mengenal serebelum, saraf
optikus dan medula spinalis (terutama mengenai traktus kortikospinalis dan
kolumna posterior), secara patologi memberi gambaran plak multipel di
susunan saraf pusat khususnya periventrikuler subtansia alba.
1. Gejala Klinia MS.
Kelemahan umum : biasanya muncul setelah aktivitas minimal,
kelemahan bertambah berat dengan adanya peningkatan suhu tubuh dan
kelembapan tinggi, yang disebut sebagai Uht holff fenomena (pada akson
yang mengalami demylisasi). Kelemahan seperti ini dapat dosertai
kekakuan pada ekstermitas sampai drop foot
2. Gangguan sensoris : baal, kesemutan, perasaan seperti diikat, ditusuk
jarum, dingin pada tungkai dan tangan, pada pemeriksaan fisik dengan
test lhermitte biasa + (30%) hal ini akibat adanya plek pada kolumna
servikal posterior yang kemudian meiritasi dan menekan medula spinalis.
3. Nyeri : pada kebanyakan pasien MS akan mengalami nyeri (Clifford &
Troter), nyeri bersifat menahun. Nyeri pada MS berbentuk:
a. Nyeri kepala relatif sering didapatkan (27%)
b. Nyeri neurolgia trigeminal: pada orang muda dan bilateral (Jensen,
1982) relatif jarang (5%)
c. Nyeri akibat peradangan nervus optikus akibat penekanan dura sekitar
nervus optikus
d. Nyeri visceral berupa spasme kandung kemih, konstipasi
31
4. Gangguan Blader : pada 2/3 kasus MS akan mengalami gangguan
hoperreflek blader oleh karena gangguan spincter, pada fase awal areflek
dan 1/3 hiporelek dengan gejala impoten.
5. Gangguan serebelum : 50% kasus memberi gejala intension tremor,
ataksia, titubasi kepala, disestesia, dan dikenal sebagai trias dari Charcott:
nistagmus, gangguan bicara, intension tremor
6. Gangguan batang otak : lesi pada batang otak akan mengganggu saraf
intra aksonal, nukleus, internuklear, otonom dan motorik, sensorik
sepanjang traktus-traktus.
a. Lesi N III-IV menyebabkan diplopia, parese otot rektus medial yang
menyebabkan internuklear ophtalmoplegi (INO) patognomonis untuk MS
b. Lesi N VII menyebabkan Bell palsy
c. Lesi N VIII menyebabkan vertigor (sering), hearing loss (jarang)
7. Gangguan N Optikus (Neuritis optika) : terutama pada pasien muda
(Reder, 1997) sebanyak 31%, gejala berupa, penurunan ketajaman
penglihatan, skotoma sentral, gangguan persepsi warna, nyeri pada
belakang bola mata, visus akan membaik setelah 2 minggu onset neuritis
optika kemudian sembuh dalam beberapa bulan. Penambahan suhu tubuh
akan memperbesar gejala (uht holff)
8. Gangguan fungsi luhur : fungsi luhur umunya masih dalam batas normal,
akan tetapi pada pemeriksaan neuropsikologi didapatkan perlambatan
fungsi kognisi sampai sedang atau kesulitan menemukan kata (Rao,
1991).
Etiologi
Penyebab MS adalah suatu autoimmun yang menyerang myelin dan myelin
forming sel pada otak dan medula spinalis, akan tetapi pada MS sebenarnya
bukan suatu autoimmun murni oleh karena tidak adanya antigen respon immun
yang abnormal. Kausa MS terdiri dari:
a. Virus : infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia
b. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock
protein sehingga menyebabkan pelepasan sitokin
c. Defek pada oligodendroglia
d. Diet : berhubungan dengan komposisi membran, fungsi makrofag,
32
sintesa prostaglandin
e. Genetika : penurunan kontrol respon immun
f. Mekanisme lain : toksin, endokrin, stress
Dasar Biologi
Perjalanan MS dibagi dalam 4 fase yaitu fase awal, relaps, sembuh dari relaps,
kronik progresif. Awal serangan pertama MS biasanya tidak diketahui, faktor
genetik dan lingkungan memegang peranan penting (Page, 1993) Plak MS
terbentuk akibat proses aktivasi T-sel perifer yang melekat pada post kapiler
venule susunan saraf pusat. T sel melewati sel endotel untuk bermigrasi ke
parenkin periventrikuler akibat adanya proses inflamasi maka terjadi kerusakan
lapisan myelin dalam dan oligodenroglia. Proses inflamasi
akan mereda dalam waktu 2-6 minggu.
Relaps pada MS biasanya dipicu oleh infeksi virus, pada 1/3 kasus infeksi
saluran nafas atas akan menyebabkan eksaserbasi akut (Panisch, 1991). Proses
relaps ini akibat adanya aktivasi sistim immun. Trauma dan stress diduga dapat
menyebabkan MS atau menyebabkan eksaserbasi walau hubungan stress dan
trauma belum pasti. Sembuh dan relaps berhubungan dengan immun-mediated.
Pada lession experimental alergic encephalomyelitis, inhibitory cytokin,
immunoglobulin, profile sitokin selama eksaserbasi dan sembuh pada MS
adalah identik.
6.4. Nervus Trigeminus
Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial merupakan
saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena terdiri dari
komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang disebut
portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut portio
minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral bagian
tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior
melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen
sensorik dan motorik bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion
gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai saraf otak kelima (Sharav,
2002 ; Brice, 2004).
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta
33
wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus
adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot
pengunyahan. Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis
(nervus cranialis ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah. (Kaufman,
2001).
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang disebut
ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang kearah
sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan terus
mencapai.
Kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal. Informasi
dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses sebelum
dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan
diturunkan. (Kaufman AM, 2001)
PATOFISIOLOGIS
Patofisiologis terjadinya suatu trigeminal neuralgia sesuai dengan penyebab
terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal
neuralgia adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri
vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel,
kerusakan secara fisik dari nervus trigeminus oleh karena pembedahan atau
infeksi, dan yang paling sering adalah faktor yang tidak diketahui. (Sharav,
2002 ; Brice, 2004).
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain
stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus
trigeminus/portio minor jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah
tidak bersinggungan dengan nervus trigeminus. Penekanan ini dapat
disebabkan oleh arteri atau vena baik besar maupun kecil yang mungkin hanya
menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus. Arteri yang sering menekan
akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior. Penekanan yang berulang
menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin
(demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan
aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus
nervus trigeminus dan menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama
dengan patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia oleh karena suatu lesi atau
34
tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus. (Kaufmann,
2001 ; Bryce, 2004).
Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang
ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah
melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia
trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi
pada usia muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel.
(Olessen, 1988 ; Kaufmann, 2001 ; Passon, 2001).
Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan
potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini
terutama disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi
saluran ion natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran.
Kemungkinan lain adalah adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga
serabut saraf dengan nilai ambang rendah dapat mengaktivasi serabut saraf
yang lainnya dan timbul pula cross after discharge. (Sharav, 2002 ; Bryce,
2004).
Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori
glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-
hidroxy-5methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga
timbul depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul
dengan aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah
ion magnesium yang menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada.
Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi
peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang menerangkan
terjadinya sensitisasi sentral. (Rose, 1997 ; Loeser, 2001).
KLASIFIKASI
Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi atas
2 yaitu idiopatik dan simptomatik. (Olesen J et al, 1988)
1. Trigeminal neuralgia idiopatik : Jika dalam pemeriksaan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak
ditemukan penyebab dari nyeri wajah.
35
2. Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat
diketahui dari pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa
posterior.
GEJALA DAN TANDA
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut : (olesen,
1988; Passon, 2001; Sharav, 2002; Brice, 2004).
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar
yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi
kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya
ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
yang karakteristik nyeri unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi
nervus mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau
kombinasi keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah
wajah bawah. Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3)
3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus
(15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang
ditemukan kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optalmikus dan
mandibularis (0,6%). Nyeri bilateral 3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua
sisi bersamaan, umumnya diantara kedua sisi tersebut dipisahkan beberapa
tahun. Kasus bilateral biasanya berhubungan dengan sklerosis multiple atau
familial.
1. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius
seperti perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya
pasien akan mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan,
menelan, berbicara, bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka
bahkan terhembus angin dingin. Biasanya daerah yang dapat
mencetuskan nyeri (triger area) diwajah bagian depan, sesisi dengan
nyeri pada daerah percabangan nervus trigeminus yang sama. Bila triger
area didaerah kulit kepala, pasien takut untuk berkeramas atau bersisir.
2. Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu
tahun atau lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi
36
peningkatan frekuensi dan beratnya serangan nyeri secara progresif
sesuai dengan berjalannya waktu.
3. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya
nyeri atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia
trigeminal. Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu
rahang yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun.
Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut sehingga
sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti
konvulsan dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga
cara ini dapat dipakai untuk membedakan kedua nyeri tersebut.
4. Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak
ditemukan defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas
yang bermakna pada nervus trigeminal mengarah pada pencarian
proses patologik yang mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang
dapat merusak syaraf. Pada tumor selain nyerinya atipikal dan
hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada syaraf kranial
lainnya.
DIAGNOSIS
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang
lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan
bersama-sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang
serius. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan
klinis dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi
nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosa dari trigeminal neuralgia disesuaikan
dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi Internatianal Headache Society
1988. (Olesen, 1988; Sharav, 2002; Brice, 2004).
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal
neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan
pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal
neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran
rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat
37
mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering
digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang
menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI
angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan daerah
nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan, dilakukan
pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi yang pasti dari
sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi, lidah dan dipipi
untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan perubahan
suhu (panas dan dingin). (Brice DD, 2004).
6.5. Nervus Cranialis
DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti
kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi
olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V),
abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX),
vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).
Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang
berawal dari otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan
ataupun gejala pada berbagai organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada
bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial
lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal
dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius
berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian
medial sisi yang sama.
38
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya
mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat
memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk
yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa
sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial
forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2. SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak
untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari
berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian
bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan
sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma
optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan
kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus
menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal
dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir
di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan
untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-
serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari
lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
39
3. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia
grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.
4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi
dalam derajat kecil.
5. SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan
otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi
tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis.
Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior
dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian
membran timpani.
6. SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian
bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat
saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7. SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi
sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus
40
motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam
kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri
dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut
aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung
serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut
untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea
di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial
dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis.
Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan
menyebar melewati batang dan serebelum.
9. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
10. Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius
pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf
glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis
superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf
berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis
lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
11. SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan
abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-
paru.
41
12. SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial
adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat
neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang
mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius,
otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
13. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan
trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk
lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglosus.
VII. Keterkaitan Antarmasalah
Kerusakan pada
Myelin
Multiple
Sclerosis
Tidak diobati
selama 2 tahun
Tic Duoloureux
Nyeri yang
menyiksa pada
pipi kanan dan
dagu
42
VIII. Kerangka Konsep
Umur 35 th (20-50
th)
Wanita
Reaksi autoimun
Kerusakan myelin
pada medulla
spinalis/otak
Tidak diobati selama 2thn
(hanya intervenous
corticosteroid terapy
Lesi n. trigeminus (pada divisi
m. maxillaris & m.
mandibularis)
Sakit disekitar pipi
kanan dan dagu
(Nyeri neuropathy)
Dirangsang
Sikat gigi (reseptor
saraf sensorik di
sekitar )
Multiple sclerosis
43
IX. Kesimpulan
Latina menderita tic duoloureux karena demyelinasi pada nervus trigeminus akibat
multiple sclerosis yang tidak diobati.
44
X. Daftar Pustaka
1. Bryce DD, 2004, Trigeminal Neuralgia. http :// Facial Neuralgia, org/conditins.
2. Grant SM et al, 1992, Oxacacarbazepine. A Review of its Pharmacology &
Therapeutic Potential in Epilepsy, Trigeminal Neuralgia & Affective disorders,
In: Drugs 43 (6) : 873-81
3. Aulina S. Trigeminal Neuralgia, Pertemuan Ilmiah Nasional I Kelompok Studi
Nyeri Perdossi, Menado 2005, hal: 162-170.
4. Leksmono P. Neuralgia Trigeminal, PKB III Ilmu Penyakit Saraf, Nyeri :
Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Surabaya, 1997, hal : 19-35.
5. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson (2012) Patofisiologi Ed 6, Jakarta : EGC
6. www.academia.edu
7. Utoyo Sunaryo, RSUD Dr M. Saleh Proolinggo, Neuralgia Trigeminal (2010)
8. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper (2012) Prinsip Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : EGC
9. Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC
10. Lily Susanto. 2013. Anatomi Otot Wajah diakses di www.slideshare.net/
11. http://amarhaeasta.blogspot.com/2010/02/tic-douloreux.html
12. Rose FC et al, 1977, Carbamazepine in the Treatment of Non-seizure Disorders:
Trigeminal Neuralgia, Other Painful Disorders & Affective Disorders, Rev
Contemp Pharmacother 8: 123-43
13. Sharav Y, 2002, Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An
Updated Review, Seattle, IASP Press, Hal: 440-2
14. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/10/pustaka_unpad_terapi_m
edikamentosa_pada_trigeminal_neuralgia.pdf diakses pada tanggal 19 Februari
2014 pukul 00.01 WIB
15. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1974/1/bedah-
iskandar%20japardi24.pdf diakses pada tanggal 18 Februaru 2013 pukul 22.55
WIB