Anda di halaman 1dari 7

Visum et Repertum

1.1. Definisi
Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat dan repertum
yaitu melaporkan.Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan
diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan
sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti
lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Dalam Stbl tahun 1937 No 350
dikatakan bahwa visa et reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu
menyelesaikan pelajarannya di Indonesia.

1.2.Jenis dan Bentuk Visum et Repertum

Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan), visum et repertum
kejahatan susila, visum et repertum jenazah, dan visum et repertum psikiatrik. Tiga jenis visum yang pertama adalah
visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana,
sedangkan jenis terakhir adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak
pidana.
Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih dengan kepala
surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan dan sedapat
mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia.

1.Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan.
Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum ada surat permintaan visum et repertum
dari polisi, dokter harus membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan jelas
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke
dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa surat permintaan visum et repertum. Sedangkan korban
dengan luka sedang/berat akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang
terlambat. Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan
kerjasama antara institusi kesehatan dengan penyidik.
Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum korban sewaktu datang, luka-luka atau cedera atau
penyakit yang diketemukan pada pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan sifat luka serta ukurannya,
pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medis yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan
keadaan akhir saat perawatan selesai. Gejala yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat dimasukkan, sedangkan
yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan ke dalam visum et repertum.

2. Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya pada dokter adalah kasus dugaan adanya
persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan, persetubuhan dengan wanita yang
tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur, serta perbuatan cabul).
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan atau perbuatan cabul,
adanya kekerasan (termasuk keracunan), serta usia korban. Selain itu juga diharapkan memeriksa adanya penyakit
hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatrik sebagai akibat dari tindakan pidana tersebut. Dokter tidak
dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di
depan sidang pengadilan.
Dalam kesimpulan diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan
bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidaknya tanda kekerasan.
Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-tanda perlawanan berupa darah pada kuku korban,
dokter berkewajiban mencari identitas tersangka melalui pemeriksaan golongan darah serta DNA dari benda-benda
bukti tersebut.

3. Visum et Repertum Jenazah

Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan
diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum
harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan
dalam/autopsi (pemeriksaan bedah jenazah).
Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :
1. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan
sistematik.
2. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada,
perut, dan panggul. Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi,
toksikologi, serologi, dan sebagainya.
Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, sebab dan
mekanisme kematian, serta saat kematian seperti tersebut di atas.
4. Visum et Repertum Psikiatrik

Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi Barang siapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam
tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Jadi selain orang yang menderita penyakit jiwa, orang
yang retardasi mental juga terkena pasal ini.
Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana yang
lainnya. Selain itu visum ini juga menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia.
Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka
adalah lebih baik bila pembuat visum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah
sakit umum.
Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya
jika ia bersaksi di depan pengadilan maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam
bentuk visum et repertum psikiatrik.

1.3. Fungsi dan tujuan Visum et Repertum
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang
buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Keterangan terdakwa
- Surat-surat
- Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
- Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
- Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
- Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru
Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau
diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang
memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan
yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

1.4. Bagian bagian dari Visum et Repertum
Sudut kanan atas:
- alamat tujuan SPVR(Rumah sakit atau dokter), dan tgl SPVR.
- Rumah sakit (Direktur) :
* Kepala bagian / SMF Bedah
* Kepala bagian / SMF Obgyn
* Kepala bagian / SMF Penyakit dalam
* Kepala bagian I.K.Forensik.
Sudut kiri atas:
- alamat peminta VetR,
- nomor surat, hal dan
- lampiran.
Bagian tengah :
- Disebutkan SPVR korban hidup / mati
- Identitas korban (nama, umur, kelamin,
kebangsaan, alamat, agama dan pekerjaan).
- Peristiwanya (modus operandi) antara lain
*Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . .
*Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).
*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).
*Mati karena (listrik, tenggelam, senjata
api/tajam/tumpul dsb).
1.PEMBUKAAN
Kata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai, sesuai
dengan pasal 136 KUHAP.

2. PENDAHULUAN.
Bagian ini memuat antara lain :
- Identitas pemohon visum et repertum.
- Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum.
- Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).
- Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
- Identitas korban.
- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu korban meninggal.
- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan waktu saat korban diterima
dirumah sakit.

3. PEMBERITAAN.
- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta keadaan umum.
- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
- Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
- Hasil pemeriksaan tambahan.
Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awm.
-Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka,(luka bacok, luka tembak dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan ditemukan)

4. KESIMPULAN.
- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan
yang sebaik-baiknya.
- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan
perabaan).
- Sifatnya subjektif.

5. PENUTUP.
- Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan.
- Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

1.5. Prosedur, permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta Ver:
- Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-
undang.
- Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
- Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
- Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:

- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui
korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan Dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan
mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada
penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
- Fotografi forensic
- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
- Penjelasan istilah kedokteran
- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

1.6. Perbedaan Visum et Repertum dengan catatan medis lainya.
Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan
yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka
kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis
ini berkaitan dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter
dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien,
asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.
1.7. Ketentuan ketentuan hukum dalam Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati
yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Selanjutnya,keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan kepada seorang korban (baik korban hidup
maupun tidak hidup) semata, akan tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap seorang
tersangka sekalipun seperti VR Psikiatris. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan dalam KUHAP yaitu :
Pasal 120 (1) KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus.
Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai
perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44 KUHP sebagai berikut:
1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke
storing), tidak dipidana.
2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu
karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu
dimasukkan dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai
waktu percobaan.
3. Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang terganggu karena penyakit, sangat
dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait, yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa), yang
dalam persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum Psychiatricum, digunakan untuk dapat
mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka) sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir
h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu penyidik
yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang
berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et
Repertum , karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki
pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa
untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-
halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Anda mungkin juga menyukai