Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Lempung
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-
partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila
dicampur dengna air (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih
kecil dari 2 mikron (=2), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,
disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja.
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1) dan ukuran
2 merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.
Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran
butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM
D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang
berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai
berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat.

Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu
macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung
saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan
mungkin juga terdapat campuran bahan organik.
Guna menunjang pengkajian dan penelitian terhadap Pengaruh Penambahan
Abu Caangkang sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung
Ditinjau Dari Uji UCT dan CBR Laboratorium, maka dibutuhkan pengetahuan serta
pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri dari
sifat fisik (Index Properties) dan sifat keteknikan (Enginering Properties),
pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam
mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan perekayasaan pondasi (jalan,
jembatan, bendungan dan lainnya).
Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis dari
klasifikasi tanah itu sendiri. Pengklasifikasian tanah dimaksudkan untuk
mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok tanah yang
sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Pengelompokkan tanah menempatkan
tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organis.
Berdasarkan USCS tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai
persentase lolos saringan nomor 200<50%, dan tanah berbutir halus (lanau/lempung)
jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah ini dibagi dalam 2 kelompok
yaitu kelompok kerikil dan tanah kerikil serta pasir dan tanah kepasiran.
Universitas Sumatera Utara
Tanah berbutir halus dibagi dalam Lanau (M), Lempung (C) yang didasarkan
pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga termasuk dalam
kelompok tanah berbutir halus.
Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi
oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan
karateristik pengembangan. Karakteristik pengembangan hanya dapat diperkirakan
dengan menggunakan indeks plastisitas, ( Holtz dan Gibbs, 1962 ).
Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang
terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe
dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan
mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.

2.2 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi
tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah
yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke
dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem
klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis
dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang
digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada
awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat-
mata (visual identification) melalui pengamatan tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran
Universitas Sumatera Utara
butiran tanah dan plastisitas digunakan untuk identifikasi jenis tanah. Karakteristik
tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Sistem klasifikasi
tanah yang umum digunakan untuk mengelompokan tanah adalah Unfied Soil
Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat indek tanah yang
sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya.
Disamping itu, terdapat sistem lainnya yang juga dapat digunakan dalam identifikasi
tanah seperti yang dibuat oleh American Association of State Highway and
Transportation Officials Classfication (AASHTO), British Soil Classification System
(BSCS), dan United State Department of Agriculture (USDA). Dalam penelitian ini
digunakan klasifikasi tanah berdasarkan USCS dan AASHTO.

2.2.1 Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USCS
Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan
selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan
United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for
Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna
mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan
dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS seperti pada Gambar 2.1 suatu
tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu:
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir
yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 <50).
Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah
Universitas Sumatera Utara
berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy
soil).
2. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah
lolos saringan No. 200 (F200 50). Simbol kelompok diawali dengan M
untuk lanau anorganik (anorganic silt), atau C untuk lempung anorganik
(anorganic clay), atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt
digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi
.Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W untuk gradasi baik
(well graded), P gradasi buruk (poorly graded), L plastisitas rendah (low
plasticity) dan H plastisitas tinggi (high plasticity).
I
N
D
E
K
S

P
L
A
S
T
I
S
BATAS CAIR
CH
CL
OL ML
MH OH
&
&
CL - ML
0
G
a
r
i
s


-


A
0 10
10
20
30
40
60
50
20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gambar.2.1 Grafik plastisitas untuk klasifikasi USCS (Das,194)

Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks
plastisitas terletak dibawah garis A dan lempung berada diatas garis A. Lempung
organis adalah pengecualian dari peraturan diatas karena batas cair dan indeks
Universitas Sumatera Utara
plastisitasnnya berada dibawah garis A. Lanau, lempung dan tanah organis dibagi lagi
menjadi batas cair yang rendah (L) dan tinggi (H). Garis pembagi antara batas cair
yang rendah dan tinggi ditentukan pada angka 50 seperti:
1. Kelompok ML dan MH adalah tanah yang diklasifikasikan sebagai lanau pasir,
lanau lempung atau lanau organis dengan plastisitas relatif rendah. J uga
termasuk tanah jenis butiran lepas, tanah yang mengandung mika juga beberapa
jenis lempung kaolinite dan illite.
2. Kelompok CH dan CL terutama adalah lempung organik. Kelompok CH adalah
lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi mencakup lempung gemuk.
Lempung dengan plastisitas rendah yang dikalsifikasikan CL biasanya adalah
lempung kurus, lempung kepasiran atau lempung lanau.
3. Kelompok OL dan OH adalah tanah yang ditunjukkan sifat-sifatnya dengan
adanya bahan organik. Lempung dan lanau organik termasuk dalam kelompok
ini dan mereka mempunyai plastisitas pada kelompok ML dan MH.

2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna
pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem
ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam
prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi
tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang
terklasifikasikan dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3 merupakan tanah granuler yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki partikel yang lolos saringan No. 200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos
saringan No. 200 lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan
A-7. Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan
lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO disajikan yang mana didasarkan pada
kriteria sebagai berikut:
1. Ukuran partikel
a. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan tertahan pada
saringan No. 10.
b. Pasir: fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No.
200 (0,075 mm).
c. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No. 200.

2. Plastisitas: tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki indek plastisitas,
PI 10 dan dikategorikan sebagai lempung bila mempunyai indek plastisitas, PI
11 Gambar 2.2 memberikan grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah kelompok
A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7.


Gambar 2.2 Grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah sistem AASHTO (Das,1994)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya
memiliki sifat-sifat:
1. Hidrasi.
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel
lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-
lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada
umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan
difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang
dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang
pada temperatur yang lebih tinggi dari 60
0
sampai 100
0
C dan akan
mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang
cukup dengan pengeringan udara saja.
2. Aktivitas.
Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi
tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953)
mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks
Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm
yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan:

(2.1)

Universitas Sumatera Utara
Untuk nilai A>1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai A
1,25<A<A<0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A<0,75 digolongkan
tidak aktif. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-
nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953)
Minerologi tanah lempung Nilai Aktivitas
Kaolinite
Illite
montmorillonite
0,4 0,5
0,5 1,0
1,0 7,0

3. Flokulasi dan Dispersi.
Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak
mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto,
ion- ion H
+
dari air gaya Van der Waals dan partikel berukuran kecil akan
bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan
tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock)
yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan
turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas.
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan
air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan
dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam
(ion H
+
), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat
Universitas Sumatera Utara
flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat
asam.
4. Pengaruh Zat cair
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak
murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg,
ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan.
Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup
berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah
terkontaminasi.
Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu
molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang
berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar
dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida
(Ccl
4
) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.
5. Sifat kembang susut (swelling potensial)
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan
air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam
struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang
terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta
gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel.
Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan
bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan
Universitas Sumatera Utara

negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat
oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan
seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah
berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air
tanah, keseimbangan gayagaya dan jarak antar partikel akan membentuk
keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses
kembang susut.
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan
volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan.
Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:
1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
2. Kadar air.
3. Susunan tanah.
4. Konsentrasi garam dalam air pori.
5. Sementasi.
6. Adanya bahan organik, dll.

2.3.1 Identifikasi Tanah Lempung Lunak
Menurut Chen (1975), cara-cara yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi
tanah ekspansif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Identifikasi mineralogi
2. Cara tidak langsung (indeks tunggal)

Universitas Sumatera Utara
1. Identifikasi minerallogi
Analisa Minerologi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang
susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara:
- Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction).
- Difraksi sinar X (X-Ray Fluorescence)
- Analisi Kimia (Chemical Analysis)
- Mikroskop Elektron (Scanning Electron Microscope).

2. Cara tidak langsung (single index method)
Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi
ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas-
batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang bebas.
Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan dalam penelitian
ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan. Pengujian tersebut meliputi uji sifat-
sifat fisis tanah.

2.3.1.1 Specific Gravity ( G
s
)
Harga secific gravity (G
s
) dari butiran tanah sangat berperan penting dalam
bermacam-macam keperluan perhitungan mekanika tanah. Harga-harga itu dapat
ditentukan secara akurat dilaboraturium. Tabel 2.4 menunjukan harga-harga specific
gravity beberapa mineral yang umum terdapat pada tanah.

Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Specific gravity mineral-mineral penting pada tanah (Das, 1994)
Mineral Specific gravity
Quarts (kwarsa)
Kaolinite
Illite
Montmorillonite
Halloysite
Potassium feldspar
Sodium and calcium feldspar
Chlorite
Biorite
Muscovite
Horn blende
Limonite
Olivine
2.65
2.60
2.80
- 2.80
- 2.55
2.57
2.62 2.76
2.60 2.90
2.80 3.20
2.76 3.10
3.00 3.47
3.60 4.00
3.27 3.37

Sebagian dari mineral mineral tersebut mempunyai specific gravity berkisar
antara 2,6 sampai dengan 2,9. Specific gravity dari bagian padat tanah pasir yang
berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat diperkirakan
sebesar 2,65 untuk tanah lempung atau berlanau, harga tersebut berkisar antara 2,6
2,9 dengan persamaan seperti dibawah ini:
G
s
= (2.2)

Nilai-nilai specific grafity untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Specific gravity tanah (Hardiyatmo, 2006)
Macam tanah Specific Gravity
Kerikil
Pasir
Lanau anorganik
Lanau organik
Lempung anorganik
Humus
Gambut
2,65 2,68
2,65 2,68
2,62 2,68
2,58 2,65
2,68 2,75
1,37
1,25 1,80
Universitas Sumatera Utara
Berat isi dalam tanah didefenisikan sebagai rasio antara berat jenis zat pada
partikel tanah dengan berat isi air seperti yang ditunjukkan pada persamaan:
G
s
= (2.3)
Dimana G
s
=specific gravity
s
=berat volume air pada temperatur 4
0
C (gr/cm
3
)
w
=berat volume butiran padat (gr/cm
3
)
Wiqoyah (2006), telah melakukan penelitian tentang pengaruh kadar kapur,
waktu perawatan dan perendaman terhadap kuat dukung tanah lempung. Hasil uji
specific gravity (G
s
) dengan penambahan 2,5% , 5% dan 7,5% kapur menunjukkan
adanya kecenderungan penurunan nilai specific gravity seiring dengan bertambah
besarnya persentase kapur. Besarnya penurunan maksimum adalah 0,03%.

2.3.1.2 Batas Konsistensi (Atterberg)
Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut
konsistensi. Menurut Atterberg batas-batas konsistensi tanah berbutir halus
tersebut adalah batas cair, batas plastis, batas susut. Batas konsistensi tanah ini
didasarkan kepada kadar air yaitu:
a. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan
plastis. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan kurva penentuan
batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Atterberg (1990), telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada
Universitas Sumatera Utara
kadar air yang bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas
susut.

Gambar 2.4 Skema uji batas cair

Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung
Universitas Sumatera Utara
b. Batas Plastis ( Plastic Limit )
Pengertian batas plastisitas adalah sifat tanah dalam keadaan konsistensi, yaitu
cair, plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari
tanah lempung atau tanah berbutir halus yang ada dialam dalam keadaan plastis.
Secara umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air
daerah plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai
kembang susut yang semakin besar.
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis ( Interval kadar air
pada kondisi tanah masih bersifat plastis ), karena itu menunjukkan sifat keplastisan
tanah.

PI =LL PL (2.4)
Dimana
PI =Plastis Indeks ( % )
LL =Liquid Limit ( % )
PL =Plastis Limit ( % )

Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Chen, 1975)
PI Sifat Macam tanah
0
<7
7 17
>17
Non Plastis
Plastisitas rendah
Plastisitas sedang
Plastisitas tinggi
Pasir
Lanau
Lempung berlanau
Lempung

Universitas Sumatera Utara
c. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Suatu tanah akan mengalami penyusutan bila kadar air secara perlahanlahan
hilang dari dalam tanah. Dengan hilangnya air terus menerus akan mencapai suatu
tingkat keseimbangan, dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan
perubahan volume tanah.
Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan:
SL = % 100




x
Kering Tanah Berat
Air Volume
Kering Tanah Berat
Air Berat
(2.5)

Kandungan mineral montmorillonite mempengaruhi nilai batas konsistensi.
Semakin besar kandungan mineral montmorillonite semakin besar batas cair dan
indeks plastisitas serta semakin kecil nilai batas susut dan batas plastisnya
(Hardiyatmo, 2006).
Angka-angka batasan Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung
menurut Mitchell (1976) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)
Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut
Monmorrillonite
Montronite
Illite
Kaolinite
Halloysite
Terhidrasi
Holloysite
Attapulgite
Chlorite
Allophane
100 900
37 72
60 120
30 110
50 70
35 55
160 230
44 47
200 - 250
50 100
19 72
35 60
25 40
47 60
30 45
100 120
36 40
130 140
8,5 15
-
15 17
25 29
-
-
-
-
-

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas cair,
batas plastis, dan batas susut

Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah seperti yang terlihat
dalam Gambar 2.5 diatas. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi jenis tanahnya
seperti tanah kohesif ataupun non kohesif. Kesimpulan adalah tanah kohesif seperti
lempung memiliki perbedaan dengan tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan
tersebut adalah:
1. Tahanan friksi tanah kohesif <tanah non kohesif.
2. Kohesi Lempung >tanah granular.
3. Permeability lempung <tanah berpasir.
4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.
5. Perubahan volum pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah
granular.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Struktur Komposisi Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang
menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran
lebih kecil dari 0,002 mm. Menurut Holtz & Kovacs (1981) satuan struktur dasar
dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron.
Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran . J enis-jenis
mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau
tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan
alumunium okthedra (Gambar 2-7). Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan
kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang
dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium
Oktahedron merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina
yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam sisinya.
Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain
dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari
susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi
tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan
satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan
susunan setebal 7,2 (Gambar 2-7a). Kedua lembaran terikat bersama-sama,
sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran
Universitas Sumatera Utara
oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan
aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2-7b). Pada keadaan
tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar
dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara
lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel
satuannya.
oksigen
silikon alumninium
hidroksil
silika tetrahedra
aluminiumoktahedra
lembaran alumnium
lembaran silika
(a) (b)


Gambar 2.6 Mineral - mineral lempung

7,2 A
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
OH
oksigen
hidroksil
aluminium
aluminium
aluminium
aluminium
aluminium
silika
silika
silika
silika
(a) (b)
silikon

Gambar 2.7 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)
Universitas Sumatera Utara
Halloysite, hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan
lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. J ika
lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan
berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan
berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal
molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai
silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.
Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk
oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar
2.8a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung
tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk
satu lapisan tunggal (Gambar 2.8b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi
parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang
lemah di antara ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam
lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan
memisahkan lapisannya. J adi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu
tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang
mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air,
yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan
perkerasan jalan raya.


Universitas Sumatera Utara
aluminium
aluminium
aluminium
silika
silika
silika
silika
silika
silika
silika
OH
OH
OH
OH
oksigen
hidroksil
aluminium, besi
silika. kadang-kadang
magnesium
aluminium
Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar
(b) (a)

Gambar 2.8 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral
kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran
aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.
Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh
magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi
silikon oleh aluminium (Gambar 2-9). Lembaran-lembaran terikat besama-
sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-
lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K
+
) lebih lemah daripada
ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat
daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite
tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
Universitas Sumatera Utara
K
K
K
K
10A
ionkalium
aluminium
aluminium
aluminium
silika
silika
silika
silika
silika
silika
silika
o

Gambar 2.9 Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953).

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif.
Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering
maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat,
beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi
kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan
banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas
permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi
plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor
yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg
digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Interaksi Air dan Mineral Dalam Fenomena Tanah Lempung
Permukaan mineral lempung tanah biasanya mengandung muatan elektro
negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation, muatan ini
merupakan hasil satu atau beberapa lebih dari reaksi yang berbeda.

Tabel 2.6 Kisaran kapasitas tukar kation (Chen, 1975)
Kaolinite Illite Montmorillonite
Particle thickness
Particle diameter
Specific surface (sq. m/gram)
Cation exchange capacity
(millequivalents per 100 g)
(0,-52) m
(0,5-4) m
10-20

3-15
(0,003-0,1) m
(0,5-10) m
65-180

10-40
>9,5 A
0

(0,05-10) m
50-840

70-80
Keterangan : 1 A
0
(Angstrom) =1 x 10
-10
m=0,1 m

Pada mineral lempung kering, muatan negatif pada permukaan akan
dinegralkan oleh kation-kation lain yang mengelilingi partikel tersebut secara
exchange able cation akibat adanya perbedaan kekuatan muatan dan gaya tarik-
menarik elektrostatik Van der Waals. Karenanya perbedaan kekuatan muatan
dimungkinkan antar yang ada di sekeliling partikel lempung bisa saling mendesak
posisi atau bertukar.
Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi
mendesak sesuai urutan berikut:
Al
3+
>Ca
2+
>Mg
2+
NH
4+
>K
+
>H
+
>Na
+
Li
+
Kation Li
+
tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Kim. H. Tan,
1982).
Universitas Sumatera Utara
Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak tersusun
simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan 105
o
akibatnya
molekul-molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan
positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.
Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat melalui
tiga proses. Pertama, kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan
muatan negatif permukaan partikel lempung. Kedua, molekul air diikat oleh partikel
lempung melalui ikatan Hidrogen (Hidrogen air ditarik oksigen atau hidroksil lain
yang ada pada permukaan partikel lempung). Proses ketiga, penarikan molekul air
oleh muatan negatif permukaan lempung secara berantai melalui kation yang
mengapung dalam larutan air. Faktor paling dominan adalah proses ikatan hidrogen.
Menurut Mitchell (1976) molekul air dekat permukaan akan memiliki sifat
kelistrikan dan termodinamika yang berbeda dengan molekul air bebas yang sangat
jauh dari daerah ikatan. J umlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan
lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan
permukaan spesifiknya (specific surface). Luas permukaan lempung merupakan
faktor utama yang mempengaruhi besarnya molekul air yang ditarik untuk
membentuk lapisan Rangkap (Diffuse Double Layer). Fenomena ini
mengidentifikasikan kemampuan mineral lempung menarik molekul air atau
menunjukkan kapasitas perilaku plastis tanah lempung.

Universitas Sumatera Utara
2.6 Stabilisasi Tanah
2.6.1 Modifikasi Tanah
Istilah modifikasi digunakan untuk menggambarkan suatu proses stabilisasi
yang hanya ditujukan untuk perbaikan sifat-sifat tanah, tapi tidak ditujukan untuk
menambah kekuatan maupun keawetan tanah. Tujuan dilakukan modifikasi tanah
dasar adalah untuk menciptakan landasan kerja bagi alat berat, dengan tanpa
memperhatikan pengaruh modifikasi tanah tersebut terhadap hitungan perancangan
perkerasan. Walaupun sebenarnya modifikasi tanah juga menunjukkan proses
stabilisasi, namun tujuan utamanya lebih mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis
tanah, misalnya mereduksi plastisitas, mempertinggi kemudahan dikerjakan dan
mengurangi potensi pengembangan.

2.6.2 Stabilisasi Tanah Lempung
Maksud dari stabilisasi tanah adalah untuk menambah kapasitas dukung tanah
dan kenaikan kekuatan yang akan diperhitungkan pada proses perancangan tebal
perkerasan. Karena itu, stabilisasi tanah membutuhkan metode perancangan dan
pelaksanaan yang lebih teliti dibandingkan dengan modifikasi tanah.
Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar
dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini
dapat diperbaiki sifat teknisnya sehingga kekuatannya meningkat. Memperbaiki sifat-
sifat tanah dapat dilakukan dengan cara, yaitu cara pemadatan (secara teknis),

Universitas Sumatera Utara
mencampur dengan tanah lain, mencampur dengan semen, kapur atau belerang
(secara kimiawi), pemanasan dengan temperatur tinggi, dan lain sebagainya.
Usaha-usaha stabilisasi tanah telah lama dilakukan penelitian dan pelaksanaan
baik secara tradisional maupun dengan beberapa teknologi. Stabilisasi tanah biasanya
dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah lantai kerja, badan jalan, bendungan,
konstruksi timbunan dan sebagainya.
Prinsip usaha stabilisasi tanah ialah menambah kekuatan lapisan tanah
sehingga bahaya keruntuhan diperkecil. Peningkatan kekuatan ini dikaji dari
perubahan tegangan. Menurut Ingels dan Metcalf (1972), sifat-sifat tanah yang
diperbaiki dengan stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan/daya
dukung, permeabilitas, dan kekekalan/keawetan. Dan menurut Ingles dan Metcalf
(1972) stabilisasi kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel.
Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10%, yang menghasilkan
konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang diperlukan sebenarnya.
Sedangkan pada penelitian ini pada abu cangkang sawit terdapat unsur CaO
yang kadar kapurnya sebesar 1,54%, sedangkan pencampuran lempung dan abu
cangkang sawit memiliki kadar CaO sebesar 1,74% ini menunjukkan kenaikan yang
hanya sedikit sekitar 20%.
Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung
pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan
sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia
yang ada didalam aditif untuk bereaksi. Pada penelitian ini peneliti mencoba
Universitas Sumatera Utara
melakukan stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan aditif yaitu abu cangkang
sawit dimana komposisi kimia yang terkandung dalam abu cangkang sawit salah
satunya silika (SiO
2
) yang merupakan unsure pembentuk utama dalam pembuatan
semen. Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dapat
dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Komposisi unsur kimia pada tanah lempung
(Lab kimia FMIPA USU,2011)

Unsur/senyawa Lempung (%)
Silica (SiO
2
)
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Besi Oksida (Fe
2
O
3
)
Aluminium Karbonat (Al
2
O
3
)
75,40
0,70
0,71
0,01
14,10

2.7 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit
Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah CPO (Crude Palm
Oil), di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Data luas area kelapa sawit dan
produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Data luas area kepala sawit dan produksi CPO Indonesia dari
Dirjenbun.
Universitas Sumatera Utara
Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu
tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar). Sawit
yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat antara 15-30
kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik untuk diolah
lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabrik sawit adalah CPO
dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya (fiber), yaitu bagian antara kulit
dengan cangkangnya. Sedangkan dari daging buahnya akan menghasilkan minyak
inti sawit. Varietas sawit dengan kulit tebal banyak dicari orang, karena buah sawit
seperti ini yang rendaman minyaknya tinggi. Gambar pengolahan sawit di pabrik
kelapa sawit kurang lebih seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pengolahan kelapa sawit

Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar
neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan
140 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk
Universitas Sumatera Utara
samping, antara lain : limbah cair (POME =Palm Oil Mill Effluent), cangkang sawit,
fiber/serat, dan tandan kosong kelapa sawit.
Perkembangan industri sawit yang terus meningkat akan berdampak pada
limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini
adalah sisa produksi minyak sawit kasar berupa tandan kosong, sabut/serat dan
cangkang sawit. Limbah padat berupa cangkang dan serat digunakan sebagai bahan
bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energy mekanik dan panas. Uap dari boiler
dimanfaatkan untuk menghasilkan energy listrik dan untuk merebus TBS sebelum
diolah di dalam pabrik, seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Penggunaan cangkang dan fiber sawit sebagai bahan bakar pada boiler
Masalah yang kemudian timbul adalah sisa dari pembakaran pada ketel (boiler)
berupa abu dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai
sekarang masih belum termanfaatkan. Ternyata limbah abu cangkang sawit banyak
mengandung unsur silika (SiO
2
) yang merupakan bahan pozzolanic.
(http://isroi.wordpress.com/2009/06/19/limbah-pabrik -kelapa-sawit/ , diakses pada
16/12/2010)
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit
Abu cangkang sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material utama
pembentuk semen, yang mengandung senyawa silika oksida (SiO
2
) aktif yang
apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida (Ca(OH
2
) dan air akan
membentuk material semen yaitu kalsium silikat hidrat (C S H).

Gambar 2.13 Abu cangkang sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit sisa dari
pembakaran cangkang dan serat kelapa sawit di dalam dapur atau
tungku pembakaran (boiler).

Selain itu, abu cangkang sawit tersebut juga mengandung kation anorganik
seperti kalium, natrium. Berdasarkan pengamatan secara visual, abu cangkang sawit
memiliki berbagai karakteristik diantaranya, bentuk partikel abu-abu tidak beraturan,
ada yang memiliki butiran bulat panjang dan bersegi dengan ukuran butiran 0 2,3
mm serta memiliki warna abu-abu kehitaman seperti yang terlihat pada Gambar 2.13
diatas.
Universitas Sumatera Utara
(http://sipilholic.blogspot.com/abu%20sawit/abu-sawit-perekat-alternatif-dalam.html
diakses pada 16/12/2010)
Aplikasi dalam ilmu teknik, abu cangkang sawit dimanfaatkan sebagai bahan
tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi, bahan pengisaph dalam
lapisan perkerasan jalan raya, bahan stabilisator campuran tanah lempung dan tanah
dasar pada lapisan jalan raya.
Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam abu cangkang sawit pada
penelitian yang dilakukan di FMIPA Kimia USU dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Komposisi unsur kimia abu cangkang sawit
(Labkimia FMIPA USU, 2011)

Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)
Silica (SiO
2
)
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Besi Oksida (Fe
2
O
3
)
Aluminium Karbonat (Al
2
O
3
)
67,40
1,54
3,02
0,01
10,01

2.7.2 Material Alternatif Abu Cangkang Sawit
Pabrik pengolahan minyak sawit Bakrie Plantations yang terletak didaerah
Kisaran dengan kapasitas produksi sebesar 42 Ton/jam atau 504 Ton/hari dengan
jumlah jam kerja pabrik 12 jam, maka pabrik kelapa sawit memproduksi 500 ton
TBS/hari menghasilkan 30.000 kg cangkang kelapa sawit dan 60.000 kg fiber/sabut
kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini stabilitator menggunakan abu cangkang sawit yang terdiri
dari cangkang dan fiber yang digunakan sebagai bahan bakar ketel, sebagai limbah
yang dihasilkannya berupa abu cangkang sawit, dapat kita lihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Data pemakaian fiber dan cangkang (Kisaran Palm Oil Mill, 2010)
TBS diolah Cangkang dan fiber yang
dihasilkan
Cangkang dan fiber setelah
pembakaran
TBS (Kg)
500400
Cangkang
(Kg)
30.000
Fiber
(Kg)
60.000
Total
(Kg)
90.000
Total
(Kg)
4.500

Dari jumlah total cangkang dan fiber yang dihasilkan dari produksi TBS dapat
diketahui jumlah abu cangkang sawit setelah pembakaran yaitu:
% ACS = x 100% =5%
Tabel diatas adalah hasil survey 1 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang ada di
Sumatera Utara tepatnya, pada Pabrik Pengolahan Kepala Sawit Bakrie Plantation
yang terletak di Kisaran Sumatera Utara, ketersedian abu cangkang sawit sebagai
berikut:
Untuk 1 hari produksi, dari 504 ton/hari dapat menghasilkan abu cangkang
sawit 4.500 kg/hari atau 5% ACS dari 504 Ton TBS.
Untuk 30 hari 4.500 kg x 30 =135.000 kg abu cangkang sawit/bulan atau
135 Ton/bulan.
Hal ini bisa diakumulasi dari jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di
seluruh Indonesia khususnya area Sumatera Utara. Tabel 2.10 menunjukkan jumlah
Pabrik dan Kapasitas Pengolahan Kelapa Sawit di Indonesia pada Tahun 1998.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10 J umlah pabrik dan kapasitas PKS di Indonesia pada Tahun 1998
No Propinsi J umlah Pabrik Kapasitas TON TBS/jam
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
D.I Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
J ambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
J awa Barat
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Irian J aya
13
80
7
44
9
13
7
4
2
10
3
3
3
1
4
2
380
3071
295
2017
375
501
230
125
60
430
90
110
130
30
150
80
INDONESIA 205 8074
Sumber : Direktorat J enderal Bina Produksi Perkebunan, 2004
Berikut adalah tabulasi mengenai produksi TBS perkebunan kelapa sawit di
Indonesia berdasarkan pengusahaannya pada kurun waktu 1998-2006 seperti pada
Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Produksi TBS (Ton)
Tahun
Perkebunan
Rakyat
Perkebunan
Besar Negara
Perkebunan
Besar Swasta
Total Nasional
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
1.344.569
1.547.881
1.905.653
2.798.032
3.426.739
3.517.324
3.745.264
3.873.677
4.189.000
1.501.747
1.468.949
1.460.954
1.519.289
1.607.734
1.750.651
2.031.130
2.158.684
2.343.000
3.084.099
3.438.830
3.633.901
4.079.151
4.587.871
5.172.859
6.466.132
7.079.579
7.668.000
5.930.415
6.455.660
7.000.508
8.396.472
93922.344
10.440.824
12.224.526
13.111.940
14.200.000
Sumber : Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di
Indonesia. Luas perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2007
sebesar 372.153 Ha dengan produksi 4.8951.830 ton TBS kelapa sawit. Kabupaten
Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara.
Didaerah ini terdapat 132.670 Ha kebun sawit rakyat atau 35,65% dari seluruh
perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara seperti disajikan dalam Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Produksi TBS perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara 2004-2007
No Propinsi Luas Tanaman(Ha)

ProduksiTBS(Ton)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Nias
Mandailing Natal
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Nias Selatan
Humbang Hasundutan
Pakpak Barat
Samosir
Serdang Bedagai
Batubara
Padang Lawas Utara

-
14.075
67.572
2.259
38
769
132.670
60.997
25.748
133
1.197
13.860
41.424
-
396
1.508
9.505
-
-
-

-
176.353
827.320
24.140
4
11.243
1.703.156
797.129
490.304
739
16.661
177.267
534.762
-
325
12.648
123.774
-
-
-
Total 2007
2006
2005
2004
372.153
363.095
314.213
243.100
4.895.830
4.486.478
4.167.262
3.132.124
Sumber : Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Dari data perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dilihat jumlah
tandan buah segar (TBS) yang begitu besar maka dapat ditentukan pula jumlah abu
cangkang sawit yang tersedia dari jumlah TBS yang diproduksi dimulai dari jumlah
TBS yang akan diolah kemudian jumlah cangkang dan fiber hasil pengolahan TBS
lalu dapat dilihat jumlah abu cangkang sawit hasil pembakaran cangkang dan fiber
sebagai bahan bakar ketel perebusan tandan buah segar (TBS).
Ketersediaan material alternatif sebagai bahan stabilisasi yang ada saat ini
dirasa cukup karena didalam penggunaannya juga akan dicampur dengan tanah
lempung yang rusak, penggunaannya juga berdasarkan persentase berat tanah yang
akan distabilisasi.

2.8 Stabilisasi Tanah Lempung Dengan Abu Cangkang Sawit
Stabilisasi tanah terhadap kuat geser maupun kuat tekan adalah suatu usaha
yang selalu dilakukan untuk meningkatkan ketahanan tanah terhadap tegangan tekan
maupun tegangan geser. Sehingga, sampai saat ini stabilisasi tanah merupakan kajian
yang menarik untuk diteliti baik metodenya mapun bahan-bahan yang dipakai untuk
stabilisasi tanah tersebut. Bahan-bahan yang digunakan selama ini antara lain :
GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, abu terbang, yang dahulu
merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun
untuk stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi. Dan masih
banyak contoh lain yang pada umumnya harganya sudah cukup mahal. Dalam
penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah dengan limbah
Universitas Sumatera Utara
kelapa sawit tidak terpakai berupa abu cangkang sawit. Ketersediaan abu cangkang
sawit memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai material konstruksi bangunan.
Pada prinsipnya yang dimaksudkan dengan stabilisasi cangkang sawit adalah
mencampurkan secara langsung antara abu cangkang sawit dan tanah yang telah
dihancurkan, kemudian menambahkannya dengan air dan kemudian dipadatkan. Dari
hasil campuran tersebut diharapkan dapat menghasilkan tanah yang memiliki sifat
atau karakteristik teknis yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dicampur
dengan abu cangkang sawit dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Komposisi unsur kimia tanah lempung dicampur dengan abu
cangkang sawit (Labkimia FMIPA USU, 2011)

Unsur/Senyawa Abu Cangkang Sawit (%)
Silica (SiO
2
)
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Besi Oksida (Fe
2
O
3
)
Aluminium Karbonat (Al
2
O
3
)
87,60
1,75
3,14
0,02
17,10

2.8.1 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah
Menurut Bowless (1984), dalam bukunya Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis
(Mekanika Tanah) stabilisasi tanah dalam realisasinya terdiri dari salah satu atau
gabungan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:
1. Mekanis, stabilisasi dengan berbagai macam alat mekanisme seperti mesin
gilas, benda-benda berat yang dijatuhkan (pounder), peledakan dengan alat
peledak, tekanan statis, pembekuan, pemanasan, dll.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan pencampur/tambahan (aditif) seperti: kerikil untuk kohesif (lempung),
lempung untuk tanah berbutir kasar, pencampur kimiawi (semen portland,
gamping/kapur, abu batu bara, semen aspal, dll).

Reaksi kimia yang terjadi pada stabilisasi tanah dengan abu cangkang sawit adalah:
a. Absorbsi Air dan reaksi pertukaran ion
b. Reaksi pembentukan silikat
c. Reaksi pozzolan.
a. Absorbsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif.
1. Silika (SiO
2
).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan Abu Cangkang sawit
yang banyak mengandung silika adalah sebagai berikut:
SiO
2
+ H
2
O Adsorbsi
Reaksi antara SiO
2
bukan merupakan reaksi kimia, SiO
2
terhadap air
menyebabkan adsorpsi fisika dimana molekul air akan terperangkap pada pori-
pori SiO
2
. Dimana setelah molekul air terperangkap di dalam pori-pori SiO
2
,
pori-pori SiO
2
akan tertutup rapat dan molekul air akan terikat didalamnya, hal
ini mengakibatkankan tanah lempung akan menjadi kering dan keras.
2. Alumunium Oksida (Al
2
O
3
).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan abu cangkang sawit
yang terdapat senyawa alumunium oksida didalam kandungan abu cangkang
sawit dan tanah lempung adalah sama dengan proses kimia yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
unsur silika bahwa alumunium (Al
2
O
3
) tidak dapat bereaksi dengan air secara
kimia karena tidak ada reaksi atau senyawa baru yang dihasilkan akibat
alummunium bereaksi dengan air.
Al
2
O
3
+ H
2
O tidak ada reaksi Kimia
3. Besi (Fe
2
O
3
).
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai
berikut:
Bila Besi dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi
reaksi sebagai berikut:
Fe
2
O
3
+ H
2
O 2Fe(OH)3
Bereaksinya antara besi dan air akan terjadi pengendapan berupa karat besi dan
larutan tersebut berwarna coklat kemerahan. Adanya karat besi didalam tanah
akan mengakibatkankan rongga udara didalam tanah akan semakin kecil dan
pori-pori didalam tanah lempung semakin padat sehingga kekuatan tanah akan
meningkat.
4. Calsium Oksida (CaO)
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai
berikut:
Bila CaO dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya akan terjadi
reaksi sebagai berikut:
CaO + H
2
O Ca(OH)2 + Panas

Universitas Sumatera Utara
Bereaksinya antara air dengan kapur akan menimbulkan panas dan pada saat
yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume asalnya
sehingga menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah.
5. Magnesium Oksida (MgO)
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan besi adalah sebagai
berikut:
Bila Magnesium dicampurkan pada tanah yang ada kandungan airnya, akan
terjadi reaksi sebagai berikut:
MgO + H
2
O Mg(OH)2 + Panas
Bereaksinya antara air dengan Magnesium akan menimbulkan panas dan pada
saat yang bersamaan, volume kapur menjadi lebih besar dari pada volume
asalnya sehingga menyebabkan turunnya kandungan air didalam tanah.

b. Reaksi pertukaran ion
Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H
+
), ion sodium (Na
+
), dan ion kalium
(K
+
), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran
lempung. J ika unsur kimia seperti Fe
2
O
3,
CaO dan MgO ditambahkan pada
tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion
yang berasal dari larutan Fe
2
O
3,
CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran
lempung. J adi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya
Universitas Sumatera Utara
(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat
kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.

c. Reaksi Pozzolan
Apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau
dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat (hydrous silica) bereaksi, maka
akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang
mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond & Kinter, 1965 dalam Ingles
dan Metcalf, 1972). Gel silica bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat
partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Mekanisme reaksi yang terjadi
Na
2
O.Al
2
O
3
(SiO
2
)
4
H
2
O+CaO.H
2
O Na
2
O.H
2
O+CaO.Al
2
O
3
(SiO
2
)
4
H
2
(2.6)
Na
2
OH
2
O+CaOAl
2
O
3
(SiO
2
)
4
H
2
O Na
2
O(SiO
2
)+2SiO
2
H
2
O+CaOAl
2
O
3
(2.7)
Reaksi pozzolanisasi menghasilkan kristal Ca(SiO
3
) yang bersifat mengikat
butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung dengan
Ca(SiO
3
). Untuk mencapai kekuatan penuh proses pozzolanisasi dapat terjadi
dalam beberapa tahun. Reaksi pozzolanisasi (Wijaya, 1994 dalam Sujatmaka
1998) sebagai:
SiO
2
+CaOH
2
+H
2
O Ca(SiO
3
) +2 H
2
O (2.8)

2.8 Pengujian Pemadatan Tanah (Proctor Standar) ASTM D 689
Menurut Bowles (1989) keuntungan yang diperoleh dengan melakukan
pemadatan tanah yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence), yaitu gerakan
vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori.
b. Bertambahnya kekuatan tanah.
c. Berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air pada saat pengeringan.
Pada umumnya pemadatan tanah yang dilakukan di laboratorium terdiri dari 2
macam, yakni Standard Proctor AASHTO T 99 (ASTM D 689) dan Modified Proctor
AASHTO T 180 (ASTM D 1557). Kedua cara pemadatan tersebut yaitu:
1. Pemadatan standart, menggunakan alat penumbuk 2,5 kg, tinggi jatuh 30
cm, dan jumlah lapisan 3 lapis dengan energy pemadatan sebesar 593
kJ /m
3
.
2. Pemadatan modified, dengan alat penumbuk 5,5 kg, tinggi jatuh 45,7 cm
dan jumlah lapisan 5 lapis dengan energy pemadatan sebesar 2694 kJ /m
3
.
Aplikasi
Pemadatan standart digunakan untuk memeriksa kepadatan lapisan tanah
dasar dan timbunan.
Pemadatan modified digunakan untuk memeriksa kepadatan lapisan pondasi
suatu jalan.
Spesifikasi alat:
Keterangan Standart Modified
Berat penumbuk 5,5 lb =2,5 kg 10 lb=5,5 kg
Tinggi jatuh 12 inch=30,48 cm 18 inch=45,72 cm
Diameter cetakan 4 inch=10,16 cm 4 inch=10,16 cm
J umlah tumbukan 25 kali 25 kali
Volume 1/30 ft=9,44 cm 1/30 ft=9,44 cm
J umlah lapisan 3 lapisan 5 lapisan
Universitas Sumatera Utara

Pada penelitian ini digunakan Standard Proctor untuk mendapatkan kadar air dan
kepadatan kering optimum yang akan digunakan dalam pengujian CBR.
Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah yaitu dengan
mengeluarkan udara pada pori-pori tanah yang biasanya mengunakan energi mekanis.
Di lapangan, usaha pemadatan dihubungkan dengan jumlah gilasan dari mesin gilas,
atau hal lain yang prinsipnya sama untuk suatu volume tanah tertentu. Di
laboratorium menggunakan pengujian standar yang disebut uji proctor, dengan cara
suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa lapis tanah di dalam sebuah
mold. Dengan dilakukan pengujian pemadatan tanah ini maka akan menghasilkan
hubungan antara kadar air dengan berat volume.. Tujuan pemadatan adalah
memperkecil rongga-rongga udara, karena dalam tanah terdiri atas tiga bagian yaitu :
butiran tanah, air dan udara. Compaction (pemadatan) juga bertujuan untuk
mendapatkan kadar air optimum.
Tingkat kepadatan tanah diukur dari nilai berat volume keringnya (d). Berat volume
kering tidak berubah oleh adanya kenaikan kadar air. Dengan demikian, tanah yang
telah selesai dipadatkan di lapangan, dan kemudian berubah kadar airnya (misalnya
oleh hujan), maka berat volume kering tetap tidak berubah, sepanjang volume total
tanah tetap. Hal ini, karena kepadatan atau berat volume kering dinyatakan oleh d =
W
s
/ V, bila berat butiran (W
s
) dan volume total (V) tetap, maka juga d tetap.
Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya, hubungan berat volume
kering (d), berat volume basah (b) dan kadar air (w) dinyatakan dengan persamaan
Universitas Sumatera Utara

(2.7)
Peristiwa bertambahnya berat volume kering oleh beban dinamis disebut
pemadatan. Oleh akibat beban dinamis, butir-butir tanah merapat satu sama lain
sebagai akibat berkurangnya rongga udara.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan dapat
memberikan kuat geser tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang- susut tergantung
dari jenis kandungan mineralnya. Sebagai contoh, lempung montmorillonite akan
mempunyai kecendurangan yang lebih besar terhadap perubahan volume dibanding
dengan lempung kaolinite. Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah
dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik pada waktu sangat basah (jenuh).
Bekerja dengan tanah lempung yang sangat basah akan mengalami banyak kesulitan,
karena pada saat lempung dipadatkan, air sulit mengalir ke luar dari rongga pori
lempung. Air yang tidak mau ke luar dari rongga pori tanah ini menyebabkan butiran
sulit merapat satu sama lain saat dipadatkan.

2.9.1 Penentuan Kadar Air Optimum
Tujuan pemadatan diantaranya untuk memadatkan tanah dalam keadaan kadar
air optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Untuk mengetahui
kadar air yang optimum pada tanah, maka dilakukan pengujian pemadatan proktor
standar, pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada
kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah 3 lapisan. Setiap lapisan
Universitas Sumatera Utara
dipadatkan dengan 25 tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa
2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm. Energi pemadatan sebesar 592,57 kilo J oule/m
3
.
Kadar air yang memberikan berat kering yang maksimal disebut kadar air
optimum. Untuk tanah berbutir halus dalam mendapatkan kadar air optimum
digunakan batas plastisnya. Buat kurva hubungan antara kadar air (w) sebagai absis
dan berat volume tanah kering sebagai ordinat, puncak kurva sebagai nilai (
d
maks),
kurva yang digunakan adalah kurva dari uji pemadatan tanah (proctor standart). Dari
titik puncak ditarik garis vertikal memotong absis, pada titik ini adalah kadar air
optimum seperti yang terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Kurva hubungan kadar air dengan berat volume kering (Das, 1994)

2.10 CBR Laboratorium
Cara CBR dikembangkan oleh California State Highway Departement sebagai
cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). CBR menunjukkan nilai
relatif kekuatan tanah, semakin tinggi kepadatan tanah maka nilai CBR akan semakin
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dasar dipadatkan
dengan kadar air rendah supaya mendapat nilai CBR yang tinggi, karena kadar air
kemungkinan tidak akan konstan pada kondisi ini.
Pemeriksaan CBR bertujuan untuk menentukan harga CBR tanah yang
dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. Disamping itu, pemeriksaan ini
juga dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan
tanah.Pemeriksaan CBR Laboratorium mengacu pada AASHTO T-193-74 dan
ASTM-1883-73.
Untuk perencanaan jalan baru, tebal perkerasan biasanya ditentukan dari nilai
CBR dari tanah dasar yang dipadatkan. Nilai CBR yang digunakan untuk
perencanaan ini disebut design CBR.
Cara yang dipakai untuk mendapat design CBR ini ditentukan dengan
perhitungan dua faktor (Wesley, 1977) yaitu:
a. Kadar air tanah serta berat isi kering pada waktu dipadatkan.
b. Perubahan pada kadar air yang mungkin akan terjadi setelah perkerasan
selesai dibuat.
Nilai CBR sangat bergantung kepada proses pemadatan. J adi, CBR digunakan
selain untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai CBR
juga dipakai sebagai dasar untuk menentukan tebal lapisan dari suatu perkerasan.
Untuk menilai subgrade yang dipadatkan hingga mencapai kepadatan kering
maksimum, dan membentuk profil sesuai yang direncanakan.

Universitas Sumatera Utara
Faktor faktor yang mempengaruhi kepadatan material subgrade adalah:
1. Karekteristik material tanah dasar.
2. Kadar air material tanah dasar.
3. J enis alat pemadat yang digunakan.
4. Berat alat pemadat yang tergantung pada lebar roda dan pelat dasarnya.
5. Ketebalan lapisan material yang dipadatkan.
6). J umlah lintasan alat pemadat yang diperlukan.

Kekuatan tanah dasar tentu banyak bergantung pada kadar airnya. Makin
tinggi kadar airnya makin kecl kekuatan nilai CBR dari tanah tersebut. Walaupun
demikian, hal itu tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dipadatkan dengan kadar air
rendah untuk mendapatkan nilai CBR yang tinggi, karena kadar air tidak tahan
konstan pada nilai rendah itu. Setelah pembuatan jalan maka air akan meresap ke
dalam tanah dasar, sehingga kekuatan dan CBR turun sampai kadar air mencapai
nilai yang konstan. Kadar air konstan inilah yang disebut kadar air keseimbangan.
Batas-batas kadar air dan berat isi kering dapat ditentukan dari hasil percobaan
laboratorium yaitu percobaan pemadatan dan CBR.

Pemeriksaan CBR laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara:
a. Percobaan terendam (soaked)
b. Percobaan tidak terendam (unsoaked)

Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah CBR unsoaked dan CBR Soaked
karena penelitian ini hanya bertujuan untuk mendapatkan kuat dukung tanah
lempung.
Untuk pengujian Swelling rendaman diperoleh persamaan:
(2.10)

Dimana S = Potensi Pengembangan (%)
A = pembacaan Dial (mm)
H = Tinggi Benda Uji (mm)

2.10 Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah besarnya beban aksial
persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat renggangan
aksial mencapai 20%. Percobaan ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya
kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan
asli maupun buatan (remoulded).
Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah,
pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada
pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda uji. Pada lempung
jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian negatif (tegangan
kapiler).
Universitas Sumatera Utara
Gambar skematik dari prinsip pembebanan dalam percobaan ini dapat dilihat
pada Gambar 2.15.
1
1
3 3
Contoh
tanah


Gambar 2.15 Skema uji tekan bebas

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah
sampai benda uji mengalami keruntuhan. Sedangkan untuk hubungan konsistensi
dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Hubungan kuat tekan bebas (qu) tanah lempung dengan konsistensinya
(Holtz and Kovacs, 1981)

Konsistensi q
u
(kN/m
2
)
Lempung keras
Lempung sangat kaku
Lempung kaku
Lempung sedang
Lempung lunak
Lempung sangat lunak
>400
200 400
100 200
50 100
25 50
<25

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi, untuk memperoleh hasil uji tekan
bebas (Holtz and Kovacs, 1981) adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Benda uji harus 100% jebuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam
ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda
uji bertambah.
2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata
lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen. Dalam praktek,
sangat jarang lempung overconsolidated dalam keadaan utuh, dan bahkan sering
terjadi pula lempung normally consolidated mempunyai retakan-retakan.
3. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai
keruntuhan. Pengujian ini merupakan uji tegangan total dan kondisinya harus
tanpa drainase selama pengujian berlangsung. J ika waktu yang dibutuhkan dalam
pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah
tegangan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu
yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.










Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai