Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior

1

Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola hidup sehat merupakan suatu tuntutan untuk terciptanya masyarakat
sehat. Masyarakat yang sehat disini berarti bahwa sehat tidak hanya secara fisik
tetapi juga mental maupun sosialnya. Di Indonesia, kesadaran dan pengetahuan
masyarakat mengenai pola hidup sehat masih terbatas. Hal ini terlihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit (Harninto, 1997).

Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu contoh
penyebabnya. Demam Berdarah dengue telah menjadi wabah nasional dengan angka
mortalitas yang mencapai lebih dari 400 orang (Tri, 2004). Demam dengue dan
demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/ DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfoadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan degue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok) (Suhendro, dkk, 2006).
Mengingat bahwa wabah tersebut telah menjadi ancaman yang bersifat nasional
dan bahwa sesungguhnya sudah cukup banyak informasi mengenai cara-cara
pencegahan dan penanggulangan demam berdarah, maka perlu melakukan tindakan
yang lebih agresif dalam mengurangi dan mencegah penyakit yang mempunyai
siklus lima tahunan ini. Di samping itu, dalam melaksanakan kegiatan
pemberantasan penyakit DBD tersebut, diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk
membantu kelancaran pelaksanaannya maupun dalam memberantas jentik nyamuk
penularnya di rumah dan lingkungan masing-masing.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


2


Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan
yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain mencakup:
perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan
sampah, pembuangan air kotor (limbah) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud
dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk
terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya
(Notoadmodjo, 2003).

Pada tahun 2010, Departemen Kesehatan menetapkan visi Indonesia Sehat
2010 berdasarkan paradigman sehat, dimana ada 3 pilar yang perlu diperhatikan,
yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil
dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi dalam upaya kesehatan.
Salah satu hal yang mempunyai dampak yang besar dalam derajat kesehatan adalah
perilaku hidup sehat, maka upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku yang
tidak sehat di masyarakat menjadi sehat adalah dengan melalui program Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Astuti, 2013). Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 mencantumkan target 70% rumah tangga
sudah mempraktikkan PHBS pada tahun 2014 (Kemenkes, 2011). Dari hasil
Riskesdas tahun 2007 dan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009 di masyarakat
Indonesia masih sedikit yang mempraktikkan PHBS.





Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


3

1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami tentang pencegahan dan penggulangan demam berdarah dengue (DBD),
kesehatan lingkungan dan PHBS di puskesmas Pekan Labuhan dan untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera
Utara.

1.3.Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
pencegahan dan penggulangan demam berdarah dengue (DBD), kesehatan
lingkungan dan PHBS dan pengaruhnya bagi kesehatan.


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. Pencegahan Dan Penaggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1.Pengertian Demam Berdarah
Demam dengue (dengue fever,DF) adalah penyakit yang terutama terdapat
pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan
limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola
mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik
perdarahan (petekie) spontan. (Hendarwanto, 1996).
Demam berdarah dengue/DBD(dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu
penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit
febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang
ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh,
abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yangparah, terjadi suatu sindrom renjatan
kehilangan protein masif (dengue shocksyndrome), yang dipikirkan sebagai suatu
proses imunopatologik (Halstead, 2007).

2.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
moleku l 4x106(Suhendro, 2006).
Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


5

Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus)
lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Halstead, 2007).

Tabel 2.1 Vektor dan distribusi geografis penyalit-penyakit mirip dengue (Halstead,
2007)
Virus Nama Penyakit Vektor Distribusi
Togavirus Chikungunya Aedes aegepty
Aedes africanus
Afrika, India
Asia Tenggara
Togavirus Onyonh-nyong Anoepheles
funestus
Afrika Timur
Flavivirus West Nile Fever Culex molestus
Culex univittatus
Eropa, Afrika
Timur Tengah,
India

2.3. Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan
tempat penampungan air lainnya.
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue,
yaitu:
a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian
di bawah 1000 di atas permukaan laut(Suhendro,2006).

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


6

2.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan (Suhendro, 2006).
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinyademam berdarah dengue dan sindroma
syokdengue (
dengue shock syndrome).
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali
mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous
infectionatau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian
besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996).
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun
humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement(ADE). Limfosit T, baik T-helper(CD4) dan T-sitotoksik (CD8)
berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper
yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag
berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi
oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a,
sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


7

Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida.
Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor
Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahanpada DBD belum diketahui, tetapi
terdapat hubungan terhadapkoagulasi diseminata intravaskular (dissemintated
intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, da n trombositopenia.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi
sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler
dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadartrombopoietin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar -
tromboglobulin dan faktor prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi
trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukka n terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, 2006).
Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit,protein kecil, dan, dalam
beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular.
Redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


8

kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada penurunan hemokonsentrasi,
hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan
hiponatremia(Halstead, 2007).
Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue
sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe DENV memberi
pandangan bahwa beberapa subtipe secara lebih umum dikaitkan dengan keparahan
dengue. Muntaz et al.(2006) dalam penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan
infeksi lebih parah dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan
kemampuan virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.
Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue
(2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:
1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe
primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko
yang tinggi untuk terkena dengue yang parah.
2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh
aktivasi imun berhubungan dengankeparahan penyakit.
3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka
keparahan dengue semakin meningkat.
2. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian
menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi
yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih
tinggi (30%).
2.5 Tanda dan Gejala
1

Demam berdarah dengue dapat diketahui daripada beberapa tanda dan gejala
seperti berikut :
Demam mendadak tinggi antara 2-7 hari (38-40 derajat celcius).
Tampak adanya jentik (puspura) perdarahan pada pemeriksaan uji tourniquet.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


9

Pada kelopak mata bagian dalam (konjungtiva) terdapat bentuk perdarahan,
buang air besar dengan kotoran (peaces) berupa lendir bercampur nanah
(melena) dan mimisan (epitaksis).
Adanya pembesaran hati (hepatomegali).
Menurunnya tekanan darah sehingga bisa menyebabkan syok.
Terjadinya penurunan trombosit di bawah 100.000 / mm3 (trombositopeni)
pada pemeriksaan laboratorium darah hari ke 3-7.
Penderita mengalami mual, penurunan nafsu makan, muntah, diare, sakit
perut, menggigil, sakit kepala dan kejang.
Pada hidung dan gusi terjadi perdarahan.
Adanya demam yang diderita oleh penderita menyebabkan sakit pada
persendian dan pegal
Akibat pecahnya pembuluh darah menyebabkan munculnya bintik-bintik
merah pada kulit.

2.6 Diagnosis
1,2

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO terdiri
dari kriteria klinis dan laboratorium.

Kriteria klinis seperti berikut:
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet
positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan malena. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan
diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini
diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial pada

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


10

sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x
2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia. Pembesaran hati (hepatomegali) juga dapat
ditemui. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.

Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

Pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk memastikan diagnosis
infeksi dengue, meliputi :
1. Pengumpulan Spesimen
Salah satu aspek yang esensial untuk diagnosis laboratorium adalah pengumpulan,
pegolahan, penyimpanan, dan pengantaran spesimen.

Persyaratan dari jenis spesimen, cara penyimpanan dan pengiriman dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Jenis spesimen Waktu
pengambilan
Penyimpanan Pengiriman
Spesimen darah
akut (S1)
0-5 hari setelah
onset
-70C Dry-ice
Spesimen darah
konvelsen (S2 &
S3)
2-3 minggu setelah
awitan
-20C Beku/es
Jaringan Secepatnya setelah
meninggal
-70C Dry-ice


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


11

Spesimen S1 adalah sampel darah yang diambil pada stadium akut atau secepatnya
setelah onset penyakit atau segera setelah masuk rumah sakit. Spesimen S2 adalah
sampel darah yang diambil pada waktu penderita akan meninggalkan rumah sakit
atau secepatnya sebelum meninggal. Spesimen S3
adalah sampel darah yang diambil 2-3 minggu setelah spesimen akut. Waktu antara
yang paling baik untuk pengambilan spesimen akut dan kovalesen adalah 10 hari.
Untuk pemeriksaan serologi pengumpulan spesimen darah dapat dilakukan dengan 2
cara :
a) Dengan menggunakan kertas saring (filter paper khusus).
Darah diteteskan pada kertas saring sampai jenuh, bolak-balik sehingga seluruh
permukaan filter paper terisi darah rata. Darah dapat dari pembuluh vena dapat pula
darah dari ujung jari (ujung jari ditusuk). Kertas saring yang berisi darah dibiarkan
kering pada temperatur kamar. Jangan dikeringkan
dengan panas sinar matahari atau yang lainnya. Kertas saring yang berisi darah yang
telah kering disimpan dalam tempat yang kering pada suhu kamar tidak lebih dari 3
bulan. Kirimkan dalam amplop atau kantong plastik ke laboratorium secepatnya
sebelum waktu 3 bulan tersebut.
b) Dengan serum
Darah diambil secara asepsis dengan menggunakan semprit. Serum dipisahkan
dengan diputar 1500-2000 putaran sekitar 10-15 menit. Serum yang terpisah
dipindahkan dalam botol kecil dengan menggunakan pipet Pasteur. Serum tersebut
disimpan pada suhu -200C sebelum dikirim ke laboratorium
2. Isolasi Virus
Isolasi sebagian besar strain virus dengue dari spesimen klinis dapat dilakukan pada
sebagian besar kasus asalkan sampel diambil dalam beberapa hari pertama sakit dan
langsung diproses tanpa penundaan. Spesimen yang mungkin sesuai untuk isolasi
virus diantaranya serum fase akut dari pasien, autopsi jaringan dari kasus fatal,
terutama dari hati, limpa, nodus limfe.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


12

2.7 Derajat Penyakit
1
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah uji bendung.
Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak
gelisah.
Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
1

Anak dirawat di rumah sakit
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


13

Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/ asetat
Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan
secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan
waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).
2.1.8.2 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
1
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra nasal.
Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-
20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


14

jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan
laboratorium.
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada
pemberian yang terlalu sedikit.

Penatalaksanaan demam berdarah dengue (pada dewasa)
2
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit dalam batas
nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol dalam waktu 24 jam
berikutnya
Bila keadaan pasien memburuk agar segera kembali ke puskesmas atau fasilitas
kesehatan lainnya.
Sedangkan pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara
pasien tetap diobservasi dengan anjuran minum yang banyak, serta diberikan infus
ringer laktat sebanyak 500cc dalam 4 jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang
Hb, Ht dan trombosit.
Pasien dirujuk ke rumah sakit apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit < 100.000/l atau
Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit < 150.000/l trombosit dalam batas
normal atau menurun.
Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka
diulang tiap`hari sampai suhu turun.

2.9 Komplikasi
3


Demam berdarah dengue dapat menyebabkan beberapa komplikasi sekiranya tidah
dirawat dengan benar. Antara komplikasi yang dapat terjadi adalah ensefalopati,
kerusakan hati, kerosakan otak residual, kejang dan syok.


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


15

2.10 Pencegahan dan Penaggulangan DBD

Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DBD merupakan program
nasional yang bersifat lintas sektoral, yang dilaksanakan hampir di seluruh pelosok
tanah air, kecuali di daerah yang berketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut. Daerah ini merupakan daerah bebas DBD, karena pada ketinggian
lebih dari 1000 meter dari permukaan air laut ini, nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat
hidup dan berkembang biak. Nyamuk Aedes Aegypti hanya bisa bertahan hidup dan
berkembang di bawah 700 meter di atas permukaan air laut. Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit DBD ini bukan semata-mata menjadi tanggung jawab
pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Sehubungan dengan mewabahnya penyakit DBD di
Indonesia, maka Pemerintah menetapkan Keputusan Menteri No.
581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) dengan tujuan agar pemerintah bersama masyarakat mampu saling bekerja
sama dalam pemberantasan (pencegahan dan penanggulangan) penyakit DBD di
Indonesia.

Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara
tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi : (1)
pencegahan, (2)penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) penyelidikan epidemiologi
dan pengamatan penyakit demam berdarah dengue, (4) penanggulangan seperlunya,
(5) penanggulangan lain dan (6) penyuluhan.
2.10.1 Pencegahan
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat umum dengan
melakukan Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


16

a) Menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, atau
menutupnya rapat-rapat.
b) Mengubur barang bekas yang dapat menampung air
c) Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi)
d) Memelihara ikan
e) Cara-cara lain membasmi jentik.
2.10.2 Penemuan, Pertolongan Dan Pelaporan
Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sebagai
berikut:
a) Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah
dengue memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres
dingin dan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan
dianjurkan segera memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan
kesehatan.
b) Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan
pengobatan/perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan
kepada puskesmas.
c) Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa
melalui kader, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d) Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang
mengetahui adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada
Puskesmas atau melalui lurah/kepala desa.
e) Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada
puskesmas.
f) Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan
epidemiologi dan pengamatan penyakit.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


17

2.10.3 . Pengamatan Penyakit Dan Penyelidikan Epidemiologi
A) Pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan atau
menerima laporan penderita tersangka untuk:
a) Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur sehingga
kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin
b) Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue.
B) Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu oleh
masyarakat, untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkah-langkah
untuk membatasi penyebaran penyakit sebagai berikut:
a) Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi.
b) Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu kelancaran
pelaksanaan penyelidikan.
c) Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD, membantu
petugas kesehatan dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka dan
mendampingi petugas kesehatan dalam pelaksanaan penyelidikan
epidemiologi.
C) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya
kejadian luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II, disertai rencana
penanggulangan seperlunya.
2.10.4 Penaggulagan
Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh
masyarakat untuk membatasi penyebaran penyakit. Jenis kegiatan yang dilakukan
disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemiologi sebagai berikut:


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


18

A) Bila:
a) ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya
b) ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan
jentik dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval 1 minggu) disertai
penyuluhan di rumah penderita/tersangka dan sekitarnya dalam radius 200 meter
dan sekolah yang bersangkutan bila penderita/tersangka adalah anak sekolah.
B) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida
(2 siklus dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di seluruh wilayah yang
terjangkit.
C) Bila tidak ditemukan keadaan seperti di atas, dilakukan penyuluhan di RW/Dusun
yang bersangkutan.
Langkah Kegiatan:
a) Pertemuan untuk musyawarah masyarakat desa dan RW/Lingkungan/Dusun
b) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih
c) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/Dusun.


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


19

3. Kesehatan Lingkungan
3.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan menurut WHO (World HealthOrganization) adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
meliput i : penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian
pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor, pencegahan/
pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene makanan termasuk
higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian radiasi, kesehatan
kerja,pengendalian kebisingan, perumahan dan pemukiman, aspek kesehatan
lingkungan dan transportasi udara, perencanaaan daerah perkotaan, pencegahan
kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan tindakan sanitasi yang
berhubungan dengan keadaan epidemi / wabah, bencana alam dan perpindahan
penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
(Ghandi, 2010)

3.2. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyehatkan
lingkungan pemukiman yang meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran
manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah.

3.2.1 Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia
sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah
berasal dari :
1. Air Permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk
air permukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


20

2. Air Tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah dangkal yaitu terjadi
akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam
terdapat pada lapis rapat air yang pertama.
3. Air Atmosfer/meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni sangat bersih tetapi
sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain sebagainya. (Waluyo,
2005).
Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak
diperhatikan, maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan
manusia.Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini
menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam
limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah
dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).
Ada 4 macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media
penularan penyakit yaitu (Kusnoputranto, 1986) :
Water Borne Disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogenn dari penderita atau karier. Bila air yang
mengandung kuman pathogen terminum maka dapat terjadi penjangkitan pada orang
yang bersangkutan, misalnya Cholera, Typhoid, Hepatitis dan Dysentri Basiler.
2.Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui
persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, misalnya Schistosomiasis.
3.Water Washed Disease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk
pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat
dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihanoleh tersedianya air yang
cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi.
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya : penyakit infeksi
saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare.
Penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa jalur,

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


21

diantaranya melalui air (Water borne) dan melalui alat-alat dapur yang dicuci
dengan air (Water washed). Contoh penyakit ini adalah cholera, thypoid dan Dysentry
basiller.
Berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan ketersediaan air untuk makan,
minum, memasak dan kebersihan alat-alat makan.
4.Water Related Insect Vectors, Vektor-vektor insektisida yang berhubungan dengan
air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air, misalnya Malaria,
Demam Berdarah, Yellow Fever, Trypanosomiasis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, yang
dimaksud air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syaratkesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air
bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan
manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi
bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di
perdesaan.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Syarat Fisik : tidak berbau, tidak berasa
b. Syarat Kimia : Kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/ l,
kesadahan maksimal 500 mg/l
c. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total koliform dalam 100 ml air yang diperiksa
maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk
air yang berasal dari perpipaan.
Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang
menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat.
Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali, sumur pompa tangan
dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan,
penampungan mata air, dan perpipaan.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


22

Air sumur merupakan sumber air yang paling banyak dipergunakan
masyarakat Indonesia. Sumur gali yang dipandang memenuhi syarat kesehatan ialah
(Sanropie, 1986) :
1.Lokasi
- Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya jamban, tempat
pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan sampah, kandang
ternak dan tempat- tempat pembuangan kotoran lainnya.
- Pada tempat-tempat yang miring misalnya pada lereng-lereng pegunungan, letak
sumur gali diatas sumber pencemaran
- Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan tanahnya mengandung
air sepanjang musim.
- Lokasi sumur gali supaya diusahakan pada daerah yang bebas banjir.

2.Konstruksi
- Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah untuk
mencegah rembesan dari air permukaan.
- Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan tanah
untuk mencegah rembesan air bekas pemakaian ke dalam sumur.
- Cara pengambilan air dari dalam sumur sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah masuknya kotoran kembali melalui alat yang dipergunakan misalnya
pompa tangan, timba dengan kerekan dan sebagainya.
- Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dengan tepi luar dinding
sumur minimal 1 meter dengan kemiringan ke arah tepi lantai.
- Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air sepanjang minimal 10
meter dihitung dari tepi sungai.
- Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi daerah yang tidak
mempunyai saluran penerimaan air limbah.
Pengolahan air untuk keperluan rumah tangga dapat dilakukan dengan sederhana
dengan cara sebagai berikut (Azwar, 1989) :

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


23

a. Sediakanlah bahan-bahan seperti pasir, arang aktif (dapat dari batok kelapa, tawas,
kaporit dan bubuk kapur).
b. Sediakan pula empat buah kaleng. Kaleng pertama dipakai untuk menampung air
yangakan dibersihkan, dalam proses pengolahan kedalamnya dibubuhi setengah
sendok teh kaporit, 2 sendok makan tawas yang telah dilarutkan terlebih dahulu,
kemudian kesemuanya diaduk dalam beberapa menit. Setelah tampak keping-
keping bubuhkanlah satu sendok makan bubuk kapur, kemudian aduk lagi, setelah
beberapa menit akan tampak kepingan yang lebih besar. Setelah itu endapkan
selama setengah jam.
c. Ke dalam kaleng kedua yang berisi pasir dialirkan air dari kaleng pertama.
d. Kaleng ketiga adalah sebagai penampung air yang telah disaring dari kaleng kedua.
Air yang mengalir mula-mula keruh, tetapi lama-lama akan jernih. Air dalam
kaleng ketiga ini digunakan untuk proses pengendapan sisa kotoran yang mungkin
ada.
e. Kaleng keempat diisi dengan arang aktif gunanya untuk menghilangkan bau khlor
yang ada.
Air yang keluar dari kaleng keempat ini, telah dapat dipergunakan untuk sumber
air bersih.

3.2.2.Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuhh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan
CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan.
Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan
hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban
atau kakus (Notoatmodjo, 2003).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
pentingperanannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


24

yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam penyakit
seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang
dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban
sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :
1.Tidak mencemari air
- Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran
tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding
dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
- Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
- Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
- Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau,
sungai, dan laut
2. Tidak mencemari tanah permukaan
- Tidak buang besar di sembarang tempat,seperti kebun, pekarangan, dekat sungai,
dekat mata air, atau pinggir jalan.
- Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau
dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
- Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu.
Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah
- Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


25

- Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi
sarang kecoa atau serangga lainnya
- Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
- Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
- Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan
- Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat
oleh air
- Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
- Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik
5. Aman digunakan oleh pemakainya
- Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain
yang terdapat di daerah setempat
6.Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
- Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran
- Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran
- Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan
cepat penuh
- Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter
minimal 4 inci.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


26

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
- Jamban harus berdinding dan berpintu
- Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
3.2.3. Pembuangan Air Limbah
Yang dimaksud dengan air limbah, air kotoran atau air bekas adalah air yang
tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan
manusia atau hewan, dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
industrialisasi (Azwar, 1995). Beberapa sumber air buangan :
a. Air buangan rumah tangga (domestic waste water)
Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri
dari ekskreta (tinja dan urine), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi,
dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik.
b. Air buangan kotapraja (minicipal waste water)
Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan, selokan,
tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.
c. Air buangan industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih
sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang
terkandung didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-
lain (Entjang, 2000).
Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara
menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya.
Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan
mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yyang dapat menjadi
media transmisi penyakit seperti Cholera, Thypus Abdominalis, Dysentri Basiler, dan

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


27

sebagainya. Menurut Kusnoputranto (2000), pengelolaan air buangan yang tidak baik
akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, yaitu :

1. Terhadap Lingkungan
Air buangan antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi, bakteriologis yang
dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan
dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah, atau lingkungan
hidup lainnya. Disamping itu kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak
enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Terhadap Kesehatan Masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media tempat
berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, terutama penyakit-penyakit yang
penularannya melalui air yang tercemar.

3.2.4. Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo,
2003).
Berdasarkan bahan asalnya, sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.Sampah organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun
tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah
organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang mempunyai
kandungan air yang cukup tinggi, contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sementara
bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


28

kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering diantaranya kertas, kayu atau
ranting pohon dan dedaunan kering.
2.Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa berasal
dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis yang
termasuk ke dalam kategori ini bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya bahan yang
terbuat dari plastik dan logam.
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulandan
pemusnahansampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
a. Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah
tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnahkan) dan
untuk ini perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah
tertentu. Maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan
pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain : (i) konstruksinya kuat agar
tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah, (ii) mempunyai tutup,
mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan afar tutup
sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan, (iii) ukuran tempat
sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
b. Pengumpulan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga
atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu setiap rumah tangga harus
mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-
masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat
Penampungan Sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke Tempat Penampungan
Akhir (TPA).Mekanisme, sistem atau cara pengangkutannyauntuk daerah perkotaan
adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipan
masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


29

daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga
tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan
umumnya dibakar atau dijadikan pupuk (Notoatmodjo, 2003).
c. Pemusnahan sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain :
(1) ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang diatas
tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan sampah;
(2) dibakar (incenerator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tungku pembakaran;
(3) dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan pupuk,
khususnyauntuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain
yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut antara lain
(Kusnoputranto, 2000) :
1.Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik bagi
vektor-
vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk mencari makan
dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan penyakit.
2.Terhadap Lingkungan
- Dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat akibat
gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah oleh
mikroorganisme.
- Debu-debu yang berterbangan dapat mengganggu mata serta pernafasan.
- Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat mengganggu
pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena ada asap di udara.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


30

- Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkanestetika yang
terganggu, menyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan
daya aliran saluran.
- Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya serap
alirannya sudah menurun.
- Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan terjadinya
pengotoran badan air.
3.3. Rumah Sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta
digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim serta makhluk hidup lainnya. Selain
itu rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk
menghabiskan sebagian besar waktunya (Depkes RI, 2002).
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupa n manusia.
(Notoatmodjo, 2007). Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan
cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap
penghuninya dapat berjalan dengan baik. Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat
berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan
kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun
sosial (Sanropie, dkk, 1989).
Rumah sehat menurut Winslow memiliki kriteria, antara lain : (Chandra, 2007)
1. Dapat memenuhi kebut uhan fisiologis
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3. Dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4. Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2002, secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut :

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


31

1.Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2.Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang
sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3.Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4.Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratangaris sempadan jalan,
konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung
membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Dalam pemenuhan kriteria rumah sehat, ada beberapa variabel yang
harus diperhatikan :
1. Bahan bangunan
a. Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai dari tanah lebih baik tidak
digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Oleh sebab itu, perlu
dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik,
teraso dan lain-lain. (Notoatmodjo, 2010).
b. Dinding berfungsi sebagai pendukung atau penyangga atap, untuk melindungi
ruangan rumah dari ganggua n serangga, hujan dan angin, serta melindungi dari
pengaruh panas danangin dari luar. Bahan dinding yang paling baik adalah
bahan yang tahan api yaitu dinding dari batu. (Sanropie, 1989) .
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Atap berfungsi untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin, panas
dan hujan, juga melindungi isi rumah dari pencemaran udara seperti debu, asap

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


32

dan lain-lain. Atap yang paling baik adalah atap dari genteng karena bersifat
isolator, sejuk dimusim panas dan hangat di musim hujan.(Sanropie, 1989).
2. Ventilasi
Menurut Sanropie (1989), ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal.
Hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama adalah sebagai
lubang masuk udara yang bersih dan segar dari luar ke dalam ruangan dan keluarnya
udara kotor dari dalam keluar (cross ventilation). Dengan adanya ventilasi silang akan
terjamin adanya gerak udara yang lancer dalam ruangan.
Fungsi kedua dari ventilasi adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar
seperti cahaya matahari, sehingga di dalam rumah tidak gelap pada waktu pagi, siang
hari maupun sore hari. Oleh karena itu untuk suatu rumah yang memenuhi syarat
kesehatan, ventilasi mutlak ada.
Berdasarkan Notoatmodjo (2007), ada dua macam cara yang dapat dilakukan
agar ruangan mempunyai sistem aliran udara yang baik, yaitu : (i) Ventilasi alamiah,
dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela,
pintu, lubang angin, lubang-
lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak
menguntungkan, karenajuga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga
lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi
penghuninya dari gigitan serangga tersebut. (ii) Ventilasi buatan, yaitu dengan
mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas
angin, dan mesin pengisap udara.
3.Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Kurangnya cahaya yang
masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari, di samping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit
penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau
dan akhirnya dapat merusak mata. Ada dua sumber cahaya yang dapat dipergunakan,

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


33

yakni (i) Cahaya alamiah yaitu matahari. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan
masuk cahaya matahari yang cukup. Sebaiknya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 15%-20% dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah.
(ii) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti
lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2007).
3. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya.
Luasbangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
kepadatan penghuni (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 3 m2 untuk
setiap orang (tiap anggota keluarga).


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


34

4. PHBS
4.1 Pengertian PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadi seseorang,
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, PHBS mencakup beribu-ribu prilaku yang harus dipraktikan dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
4.2 PHBS di Berbagai Tatanan
Di atas disebutkan bahwa PHBS mencakup semua prilaku yang harus
dipraktikkan di bidang pencegahan dan penaggulangan penyalit, penyehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan
pemeliharaan kesehatan. Prilaku-prilaku tersebut harus dipraktikkan dimana pun
seseorang beradadi rumah tangga, di institusi pendidikan, di tempat kerja, di tempat
umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dijumpai.
a. PHBS di Rumah Tangga
Di rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan prilaku yang dapat
menciptakan rumah tangga ber-PHBS yang mencakup persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan,
menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga, menggunakan jamban
sehat (Stop Buang Air Besar Sembarangan/Stop BABS), pengelolaan limbah
cair di rumah tangga, membuang sampah ditempat sampah, memberantas jentik
nyamuk, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap
hari, tidak merokok di dalam rumah dan lain-lain.


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


35

b. PHBS di intitusi Pendidikan
Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren, seminar, dan lain-lain),
sasaran primer harus mempraktikan perilaku yang dapat menciptakan institusi
Pendidikan Ber-PHBS, yang mencakup antara lain mencuci tangan
menggunakan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman sehat,
menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak
merokok, tidak mengonsumsi Nrkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang tempat, memberantas jentik
nyamuk dan lain-lain.
c. PHBS di Tempat Kerja
Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus
mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Tempat Kerja Ber-PHBS,
yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, mengonsumsi makanan dan
minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat
sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah
sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain-lian.
d. PHBS di Tempat Umum
Di tenpat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga, dan
lain-lain), sasaran primer harus mempraktikan perilaku yang dapat
menciptakan tempat umum Ber-PHBS yang mencakup mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat
sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah di
sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain-lain.
e. PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, puskesmas, rumah sakit, dan lain-
lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan
fasilitas pelayanan kesehatan Ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan
dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


36

sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah di
sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.

4.3 Pembinaan PHBS
Pembinaan PHBS diluncurkan oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan pada tahun
1996 dengan menggunakan pendekatan tatanan sebagai strategi pengembangannya.
Untuk masing-masing tatanan ditetapkan indikator guna mengukur pencapaian
pembinaan PHBSnya. Namun demikian, fokus pembinaan adalah pada PHBS tatanan
rumah tangga.

PHBS tatanan rumah tangga sejak dicanangkan tahun 1996 memiliki 10 indikator
yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, imunisasi dan penimbangan balita,
memiliki jamban sehat, memiliki akses air bersih, penanganan sampah, kebersihan
kuku, gizi kelurga, tidak merokok dan menyalagunakan NAPZA, memiliki informasi
PMS/AIDS, memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan/dana sehat. Tahun 2001
indikator PHBS tatanan rumah tangga ini kemudian dikembangkan menjadi 16
indikator dengan menambahkan indikator-indikator gosok gigi sebelum tidur,
olahraga teratur, memiliki saluran pembuangan air limbah, ventilasi rumah baik,
kepdatan penghuni rumah kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni dan lantai
rumah bukan tanah. Akan tetapi, indikator baru ini dirasakan terlalu banyak, sehingga
melalui serangkaian pertemuan/diskusi intensif, uji instrument, uji sistem dan uji
statistic untuk melihat keterkaitan indikator-indikator tersebut dengan penyebab
terjadinya gangguan kesehatan dan angka kesakitan yang dilakukan sejak tahun 2000-
2003, dari 16 indikator awal ditetapkan 10 indikator PHBS.

Penetapan indikator dari hasil uji statistic ini, dipilih 10 indikator yang
selanjutnya ditetapkan sebagai indikator PHBS di Rumah Tangga yang baru, yaitu :



Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


37

1) Persalinan ditolong tenaga kesehatan
Ibu bersalin mendapat pertolongan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
dengan peralatan yang steril, aman, dan bersih guna mencegah infeksi. Bila terjadi
kelainan dalam kandungan dapat dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit pemerintah
guna keselamatan ibu dan bayi

2) ASI Eksklusif Bagi Bayi
ASI baik untuk tumbuh kembang bayi. ASI pertama kali berupa cairan bening
berwarna kekuningan (kolostrum) sangat baik untuk bayi karena mengandung
kekebalan terhadap penyakit.
Manfaat member ASI bagi ibu adalah dapat menjalin hubungan kasih sayang,
mengurangi perdarahan setelah persalinan, mempercepat pemulihan kesehatan
ibu, mengurangi risiko kanker payudara.

3) Penimbangan Bayi dan Balita tiap Bulan
Ini bertujuan untuk mengetahui apakah balita tumbuh sehat, mencegah
gangguan pertumbuhan balita, untuk mengetahui apakah balita sakit, berat badan dua
bulan berturut-turut tidak naik. Balita yang berat badannya dibawah garis merah
dicurigai gizi buruk sehingga dapat dirujuk ke Pukesmas

4) Penggunaan Air Bersih
Air bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air kemasan, air
ledeng, air pompa, sumur terlindungi dan memenuhi syarat air bersih yaitu tidak
berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna. Sumber air pompa, sumur dan mata air
terlindung berjarak minimal 10 meter dari sumber penecemaran seperti tempat
penampungan kotoran atau limbah.
5) Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


38

Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar, sebelum dan saat
memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan.

6) Menggunakan Jamban Sehat
Rumah tangga yang menggunakan jamban leher angsa dengan lubang
penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir dan terpelihara kebersihannya
(untuk daerah yang sulit air dapat menggunakan jamban cemplung). Penggunaan
jamban dimaksudkan agar tidak mengundang datangnya lalat atau serangga lai yang
dapat menajdi penular penyakit

7) Memberantas Jentik Nyamuk
Ini bertujuan pemberantasan telur, jentik Penularan penyakit seperti demam
berdarah, chikungunya, malaria, filariasis (kaki gajah) ditempat-tempat
perkembangbiakannya
8) Makan Buah dan Sayur Tiap Hari
Semua jenis sayur bagus untuk dimakan, terutama sayuran berwarna (hijau tua,
kuning, oranye) seperti bayam, kacang panjang, selada hijau atau daun singkong.
Begitu pula dengan buah, semua buah dapat dimakan terutama yang berwarna
(merah, kuning) seperti mangga, papaya, jeruk, jambu biji, atau apel.
9) Melakukan Aktivitas Fisik Setiap Hari
Ini penting untuk pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan kualitas hidup agar
tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas yang dilakukan secara teratur minimal
30 menit setiap hari. Jenis aktivitas yang dapat dilakukan bisa berupa berjalan kaki,
berkebun, jogging, berenang, push up, main bola, senam, dan angkat beban.

10) Tidak Merokok di Dalam Rumah

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


39

Ini bisa berdampak pada anggota keluarga yang ada bersamaan saat merokok
di dalam ruangan. Ini tentu membahayakan karena rokok mengandung 4.000 bahan
kimia yang berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit ke depannya.

4.4 Sasaran Pembinaan PHBS
Karena dimasing-masing tatanan dijumpai masyarakat (yaitu masyarakat tatanan
yang bersangkutan), maka di masing-masing tatanan juga terdapat berbagai peran.
Dengan demikian di masing-masing tatanan dapat dijumpai tiga kelompok besar
sasaran pembinaan PHBS, yaitu sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier.
Sasaran primer berupa sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat,
kelompok-kelompok dalam masyarakat dan masyarakat secara keseluruhan, yang
diharapkan untuk mempraktikan PHBS.
Sasarans ekunder adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer
dalam pengambilan keputusannya untuk mempraktikan PHBS. Termasuk disini
adalah para pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat yang umumnya menjadi
panutan sasaran primer.
Sedangkan sasaran tersier adalah mereka yang berbeda dalam posisi pengambilan
keputusan normal, sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa
kebijakan/pengaturan dan atau sumebr daya dalam proses pembinaan PHBS terhadap
sasaran primer. Mereka sering juga disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni
orang yang meiliki posisi menetukan dalam struktur formal di masyarakatnya.
Dengan posisinya itu, mereka juga memiliki kemampuan untuk mengubah sistem
nilai dan norma masyarakat melalui pemebrlakuan kebajikan/pengaturan, disamping
menyediakan sarana yang diperlukan.
4.5 Strategi Pembinaan PHBS
Mengembangkan kebajikan yang berwawasan kesehatan yaitu mengupayakan
agar para penentu kebajikan di berbagai sektor di setiap tingkatan administrasi

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


40

menetapkan kebijakan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap
kesehatan masyarakat
Menciptakan lingkungan yang mendukung yaitu mengupayakan agar setiap
sektor dalam melaksanakan kegiatannya mengarah kepada terwujudnya
lingkungan sehat
Memperkuat gerakan masyarakat yaitu memberikan dukungan terhadap
kegiatan masyarakat agar lebih berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan.
Mengembangkan kemampuan individu-individu yaitu mengupayakan agar
setiap individu masyarakat tahu, mau dan mampu membuat keputusan yang
efektif dalam upaya memelihara, meningktakan, serta mewujudkan
kesehatannya, melalui pemberian informasi serta pendidikan dan pelatihan yang
memadai
Menata kembali arah pelayanan kesehatan yaitu mengubah pola pikir serta
sistem pelayanan kesehatan masyarakat agar lebih mengutamkan aspek
promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan aspek kuratif dan rehabilitatif.






Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


41

BAB 3
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue/DBD, adalah suatu penyakit trombositopenia
infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus
dengue. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DBD merupakan
program nasional yang bersifat lintas sektoral, yang dilaksanakan hampir di seluruh
pelosok tanah air. Penanggulangan Penyakit DBD ini bukan semata-mata menjadi
tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi tanggung jawab bersama
antara pemerintah dan masyarakat.
Kesehatan lingkungan menurut WHO adalah suatu keseimbangan ekologi
yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat
dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi : penyediaan air minum,
pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, pembuangan sampah padat,
pengendalian vektor, pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia, higiene makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara,
pengendalian radiasi, kesehatan kerja,pengendalian kebisingan, perumahan dan
pemukiman, aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, perencanaaan daerah
perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan
tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam
dan perpindahan penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkungan.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadi seseorang,
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, PHBS mencakup beribu-ribu prilaku yang harus dipraktikan dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


42

DAFTAR PUSTAKA

International Child Health, 2013. Demam berdarah dengue. Diunduh dari
http://www.ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-diagnosis-dan-tatalaksana

Rozi Abdullah, Buku Saku Dokter, 2012. Diagnosi Demam Berdarah Dengue.
Diunduh dari http://bukusakudokter.org/2013/04/12/demam-berdarah-dengue/

Artikel kedokteran, 2012. Komplikasi Demam Berdarah Dengue. Diunduh dari
http://www.jevuska.com/2012/12/05/demam-berdarah-dengue/

Hendarwanto, 1996. Dengue. Dalam: Noer, Sjaifoellah et al., eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid I, ed. 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 417-426.

Mumtaz, K., et al. 2006. Outbreak of Dengue Fever in Karachi 2006: A Clinical
Perspective. Journal of Pakistan Medical Association. Available from:
http://www.jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=1710

Suhendro , Nainggolan, L., Chen, K., dan Pohan, H.T., 2006. Demam Berdarah
Dengue. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan
Setiati, S., eds.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1709-1713.
Azwar, Azrul, 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT. Mutiara Sumber
Widya. Jakarta.

Depkes RI, 1994. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


43

Kurniawan, Robi Cahyadi, 2006. Patologi Kemiskinan Ironi Sebuah Negeri. Artikel,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung. Lampung.

Lubis, Siti Rahmah, 2006. Hubungan Higiene Perorangan Pemulung Makanan Sisa
Dengan Infeksi Kecacingan di Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2006.
Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mukono, HJ, 2004. Higiene dan Sanitasi Hotel dan Restoran. Airlangga University
Press. Surabaya

Muladi, sipon, 2002. Seluk beluk para pemulung di samarinda dan sekitarnya.
Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman. Semarang.

Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmojo, Soekidjo, 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.
Jakarta.

Sanropie, Gunawan, 1999. Pengawasan Kesehatan Lingkungan Pemukiman. Direktur
Jenderal PPM dan PLP, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Sarwono, Solita, 2007. Sosiologi Kesehatan Beberapa konsepbeserta aplikasinya.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Slamet, Juli Sumirat, 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada Univercity Press.
Yogyakarta.

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


44


Sulaiman, 2008. Sampah Mulai Teratasi. www. HarianSumutPos.com diakses tanggal
7 April 2013

Sumamur, 1995. Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji
Masagung. Jakarta.

Tohar, Ali, 2003. Profil dan Strategi Pengembangan Sektor Informal di Kota Medan
(Studi Kasus Pedagang Makanan dan Minuman).Tesis, Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wahyuningsih, 1999. Rumah Dan Pemukiman. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes, 2011. 10 Pesah Hidup Sehat Dalam Kedaduratan. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. Diunduh dari:
http://www.unicef.org/indonesia/PHSDalamKedaruratan.pdf

PELKESI, 2011. Buku Pegangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di keluarga Jemaat
Bagi Kader Kesehatan Jemaat. Jakarta: Persekutuan Pelayanan Kristen untuk
Kesehatan di Indonesia.

Promkes, 2012. Apa itu perilaku hidup bersih dan sehat. Diunduh dari:
http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/program/perilaku-hidup-bersih-
dan-sehat/82-apa-itu-perilaku-hidup-bersih-dan-sehat


Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior


45

Promkes, 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Diunduh dari:
http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/program/perilaku-hidup-bersih-
dan-sehat/10-perilaku-hidup-bersih-dan-sehat-di-rumah-tangga

Anda mungkin juga menyukai