Anda di halaman 1dari 5

SYURAIH AL QADHI

::dinukil dengan susunan dan gaya bahasa sendiri dari buku Mereka Adalah Para Ta
bi'in...::

Beliau bernama Syuraih bin Al-Harits, lahir di kota Al-Kindi di Yaman dan sempat
hidup di masa jahiliyah. Syuraih termasuk golongan awal yang beriman kepada All
ah dan Rasul-Nya ketika cahaya Islam menyentuh Yaman. Kalaulah beliau sempat ber
temu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah, tentu kehormatan sebag
ai shahabat menambah keutamaan dan keistimewaannya, namun takdir yang ditetapkan
atas dirinya telah berlaku.

Beliau diangkat sebagai qadhi di masa khalifah Umar bin Al-Khathab, ketika itu S
yuraih adalah orang yang memiliki kedudukan di antara para ahli ilmu, tokoh masy
arakat, para shahabat dan pemuka tabi'in. Termasuk ulama terhormat lagi utama, d
isukai kecerdasannya, perilaku yang terpuji serta pengalaman yang banyak dan waw
asan yang dalam.

Dengarkan kisah di hari amirul mukminin Umar bin Khathab membeli dari seorang du
sun seekor kuda. Kuda tersebut dinaiki setelah membayarnya dengan tujuan pulang
ke rumah. Namun tidak terlalu jauh dari tempat transaksi, mendadak kuda tersebut
lemah dan tidak dapat melanjutkan perjalanan. Umar pun kembali dan membawanya
kepada si penjual.

Umar berkata : "Ternyata kuda ini cacat, maka aku kembalikan."

"Tidak wahai amirul mukminin, aku telah menjualnya dalam keadaan baik," bantahny
a.

Umar berkata : "Permasalahan kita ini sebaiknya diputuskan oleh seseorang yang p
antas."

"Setuju! Dan aku ingin agar yang menjadi hakim bagi kita adalah Syuraih bin Al-H
arits Al-Kindi, "sambut orang itu.

Maka pergilah penjual kuda tersebut bersama amirul mukminin Umar bini Khathab ke
pada Syuraih. Setelah Umar menyampaikan pengaduannya dan orang dusun itu menyamp
aikan pembelaannya, Syuraih berkata kepada Umar bin Khathab : "Benarkah anda mem
beli darinya seekor kuda dalam keadaan baik?"

Umar menjawab : "Ya, Benar!"

Syuraih pun melanjutkan ucapannya : "Wahai amirul mukminin, jika anda hendak men
gembalikannya, kemballikanlah kuda tersebut seperti waktu anda membelinya. Tetap
i jika tidak, maka ambillah apa yang telah anda beli."

Tercenganglah Umar, ia pandangi Syuraih dengan takjub.

Umar berkata : "Hanya begini? Subhanallah. Kalimat yang ringkas dan hukum yang a
dil! Wahai Syuraih, aku mengangkatmu menjadi qadhi di Kufah, berangkatlah!"
***

Suatu ketika amirul mukminin Ali bin Abi Thalib kehilangan pakaian perang kesaya
ngannya, lalu dicari dan ditemui barang itu di pasar Kufah, di tangan seorang ka
fir dzimmi yang sedang berjualan (kafir yang dilindungi).

Ali berkata : "Baju perang ini terjatuh dari ontaku pada sebuah malam di sebuah
tempat. Ini milikku!"

"Barang ini ada di tanganku amirul mukminin. Ini milikku!" kilahnya.

Ali berkata : "Aku tidak pernah menjualnya atau memberikan pada orang lain. Ini
milikku!"

"Kita datangi qadhi, biar dia yang memutuskan," tantangnya.

Ali berkata : "Benar. Kita ambil keputusan qadhi."

Maka pergilah si kafir dzimmi bersama amirul mukminin Ali bin Abi Thalib kepada
qadhi Syuraih, masuk dan duduk dalam sidangnya.

"Apa tuduhan anda wahai amirul mukminin?" tanya Syuraih.

Ali berkata : "Aku kehilangan baju perang kesayanganku. Tidak pernah aku menjual
nya atau memberikan ke orang lain. Aku yakin barang itu jatuh dari ontaku pada s
ebuah malam di sebuah tempat. Lalu aku dapati barangku berada di tangannya."

"Apa jawabanmu?" tanya Syuraih kepada si dzimmi.

"Aku tidak menuduh amirul mukminin berdusta. Tapi barang ini di tanganku. Ini mi
likku," jawab si dzimmi.

Syuraih berkata kepada Ali bin Abi Thalib : "Wahai amirul mukminin, aku tidak me
ragukan kejujuranmu bahwa barang ini milikmu. Namun harus ada dua orang saksi un
tuk membuktikannya."

Ali berkata: "Pembantuku Qanbar dan putraku Hasan, itulah dua saksiku."

"Maaf amirul mukminin, kesaksian anak bagi ayahnya tidak berlaku," ujar Syuraih.

Ali berkata : "Kesaksian seorang ahli surga ditolak? Subhanallah. Tidakkah engka
u pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Hasan da
n Husein adalah pemuka para pemuda penduduk surga?"

Syuraih menjawab : "Anda benar wahai amirul mukminin, dan aku mengetahui hal itu
. Akan tetapi, maaf, kesaksian anak terhadap ayahnya tidak berlaku."

Mendengar jawaban itu, amirul mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu men
oleh dan berkata kepada si dzimmi : "Aku tidak punya saksi kecuali keduanya. Amb
illah barang itu."

Berkatalah si dzimmi dengan terharu : "Ya Allah, seorang amirul mukminin menghad
apkan aku kepada hakimnya yang dapat saja membelanya, sementara mereka pun tahu
bahwa mereka benar, lalu hakimnya memenangkan aku hanya karena kurang satu orang
saksi?
Aku bersaksi bahwa hanyalah agama yang benar dan suci yang mengajarkan ini.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah utu
san-Nya.
Ketahuilah bahwa barang ini sungguh-sungguh milik amirul mukminin.
Ketika menuju Shiffin, aku mengikuti pasukannya. Pakaian ini jatuh dari onta dan
aku mengambilnya."

Ali berkata : "Kini anda telah menjadi muslim. Pakaian ini aku hadiahkan untukmu
. Dan kuda ini aku hadiahkan juga untukmu."

Di hari An-Nahwarain, orang itu tampak di bawah panji Ali bin Abi Thalib radhiya
llahu 'anhu memerangi kelompok khawarij, bertempur dengan penuh semangat sampai
menemui syahid.
***

Kesaksian sebagian saksi terkadang meragukannya, namun dia tak kuasa menolak ke
saksian yang memenuhi syarat pengadilan. Jika menemui hal ini maka Syuraih berka
ta kepada mereka sebelum bersaksi :
"Dengarkanlah, semoga Allah memberi hidayah kepada kalian. Sesungguhnya yang men
ghukum orang ini adalah kalian. Sesungguhnya aku takut jika kalian masuk neraka
karena bersaksi palsu, semestinya kalian lebih layak untuk takut. Berfikirlah ke
mbali sebelum memberi kesaksian mumpung masih ada waktu."

Jika mereka tak bergeming, Syuraih berkata kepada terdakwa :
"Ketahuilah saudara, aku menghukum anda atas dasar kesaksian mereka.
Andai saja kulihat engkau memang zhalim sekalipun, aku tidak akan menghukum atas
dasar tuduhan, melainkan atas dasar kesaksian. Keputusanku tidak menghalalkan a
pa yang diharamkan Allah atasmu."
***

Beliau pernah memenjarakan anaknya sendiri, karena sang anak memberikan jaminan
kepada seseorang yang kemudian lari dari pengadilan. Lalu setiap hari beliau men
jenguk putranya dan membawakan makanan.
***
Seorang sahabatnya bercerita : "Syuraih mendengar keluhanku kepada seorang kawan
suatu ketika. Beliau kemudian mengajakku ke sebuah tempat dan berkata :
"Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah.
Barangsiapa mengeluh kepada selain Allah, artinya mengeluh kepada teman atau kep
ada lawan.
Jika mengeluh kepada teman, berarti kamu membuat temanmu bertambah sedih.
Jika mengeluh kepada lawan (orang yang membencimu), tentu dia akan mengejekmu.
Tidakkah anda dengar ucapan hamba Allah yang shalih :

Aku hanya mengeluhkan segala kesedihan dan keresahanku kepada Allah
(QS. Yusuf :86)

Maka jadikanlah Allah sebagai tempat mengadu dan mencurahkan keresahan setiap mu
sibah menimpa, karena Dia Maha Pemurah dan sangat dekat."
***

Syuraih berkata :
"Wahai putra saudaraku, barangsiapa meminta kepada orang lain untuk suatu hajat,
maka dia menyiapkan dirinya untuk diperbudak.
Jika diberi maka [sama halnya] dia [telah] dibeli.
Jika ditolak maka keduanya menjadi hina.
Yang satu [menjadi hina] karena kikir
Yang satu [menjadi hina] karena ditolak.
Ketahuilah bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah, tidak ada perto
longan kecuali dari Allah."
***

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala merahmati Al- Faruq radhiyallahu 'anhu atas kep
utusannya meletakkan sebutir berlian yang tak ternilai harganya dalam keadilan I
slam, seorang tabi'in meski dalam masyarakat Islam saat itu masih banyak shahaba
t Nabi yang bersinar cemerlang bagai cahaya bintang.

Syuraih bin Al Harits berumur 107 tahun. Peristiwa dan pujian menghiasi hidupnya
. Keindahan keputusan-keputusan Syuraih dan kepatuhan kaum muslimin maupun non m
uslim menjadikan semerbak dan bersinar indahnya pengadilan Islam. Itu semua kare
na ditegakkannya syari'at Allah oleh Syuraih dan kerelaan semua orang menerima k
eputusannya.

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala merahmati Syuraih yang telah menegakkan neraca
keadilan selama 60 tahun, berturut-turut semenjak masa khilafah Umar bin Khathab
, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah serta khalifah dari Bani Umayya
h. Hingga akhirnya mengundurkan diri di awal pemerintahan Hajjaj bin Yusuf sebag
ai wali di Irak. Beliau tidak pernah takut kepada sesama manusia, tidak melangga
r batas-batas kebenaran dan tidak membedakan raja dengan rakyat jelata.
***

Anda mungkin juga menyukai