KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN Siloam Hospital Lippo Village Rumah Sakit Umum Siloam PERIODE 15 Juli - 17 agustus 2013
Identitas Pasien Inisial Pasien : Tn. M Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 29 tahun Pekerjaan : Satpam Cekat Tangan : Kanan Anamnesis (Alloanamnesis dan Autoanamnesis) Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kedua tungkai kaki sejak 2 minggu SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang : Rasa sakit pada kedua tungkai pasien muncul secara tiba-tiba 2 minggu SMRS saat pasien bangun dari tidurnya di pagi hari. Rasa sakit itu dirasakan seperti berdenyut, terus menerus, menjalar dari pantat, paha, betis dan telapak kaki dan bertambah sakit jika pasien berada dalam keadaan tidur serta bertambah ringan jika pasien duduk. Derajat sakit yang dirasakan pada kedua tungkai adalah 6. Rasa sakit yang disertai dengan rasa lemas pada kedua kaki membuat pasien tidak bisa berjalan sehingga perlu bantuan orang lain untuk berjalan. Selama perawatan dirumah, pasien perlahan-lahan bisa berjalan-jalan kembali tanpa membutuhkan bantuan tetapi karena rasa sakit tidak mengalami perubahan bahkan bertambah sakit, pasien ingin mendapatkan pengobatan di rumah sakit. Pasien juga mengatakan bahwa kedua tungkai bawahnya terasa baal dan kesemutan menjalar dari paha ke telapak kaki yang sudah dirasakan sejak 2 minggu smrs. Menurut pasien, rasa kesemutan dan baal ini tidak mengalami perubahan sejak 2 minggu smrs.
Riwayat penyakit dahulu : Kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami gejala infeksi saluran nafas atas karena pasien mengatakan bahwa ia batuk berdahak berwarna hijau kuning yang perlahan-lahan sembuh sendiri dengan meminum obat warung Pasien juga mengalami gejala sakit perut melilit yang bertambah sakit jika perut ditekan. Rasa sakit itu dirasakan di seluruh daerah perut tetapi menurut pasien, pasien tidak mengalami adanya diare. Pasien mengatakan bahwa sehari sebelum sakit perut, ia makan makanan di warung pinggir jalan. Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat diabetes mellitus, jantung, kolesterol disangkal Riwayat hipertensi disangkal Pasien sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit. Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama seperti pasien di dalam keluarga ataupun penyakit kronis lainnya
Riwayat Sosial, kebiasaan : Pasien bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu perusahaan di Tangerang. Pasien mengaku jarang meminum kopi, merokok dan meminum minuman keras.
Pemeriksaan fisik TTV Kesadaran : Compos Mentis Keadaan umum: Sakit Sedang Tekanan darah : 140/90 mmHg Nadi : 90 x/menit Pernafasan : 20 x/menit Suhu : 36.5 Celcius
Status Generalis Kepala : Normocephali, luka ukuran 3,2 x 3,6 cm Mata : Conjuctiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Refleks cahaya +/+ isokor THT : pharynx tidak hiperemis, Hidung dalam batas normal, telinga dalam batas normal Leher : KGB tidak teraba, Pembesaran thyroid Thorax : Simetris, Retraksi- Cor : S1/S2 reguler, Gallop-, Murmur- Pulmo : Sn Vesikular, Rh-/-, Wh-/- Abdomen : Supel, Datar, Bu+, Nyeri tekan- Punggung : Dekubitus- Ekstrimitas : Hangat, edema-
Status Neurologis GCS E4 M6 V5 Tanda Rangsang Meningeal Kaku Kuduk - Tanda Laseque -/- Tanda Kerniq -/- Brudzinski I - Brudzinski II -/-
Saraf Kranialis Kanan Kiri Nervus 1 Gangguan menghidu -/-
Nervus 2 Visus 10/20 Lapang Pandang tidak ada gangguan lapang pandang Warna masih dapat mengenali warna dengan baik Fundus tidak dilakukan
Nervus 3, 4, 6 Kanan Kiri Sikap Bola Mata strabismus-, enophtalmus-, exopthalmus- Celah Palpebra Ptosis- Pupil, ukuran bentuk isokor, 3mm/3mm Refleks cahaya langsung +/+ Refleks cahaya tidak langsung +/+ Nistagmus -/- Pergerakan Bola Mata tidak ada kelainan, mata dapat bergerak full dengan baik Nervus 5 Motorik Inspeksi atrofi otot maseter - Palpasi kontraksi otot mengunyah kuat Membuka Mulut dapat membuka mulut Gerakan Rahang rahang dapat digerakkan dengan baik Sensorik Sensibilitas V1 -/+ Sensibilitas V2 +/+ Sensibilitas V3 +/+ Reflex Kornea tidak dievaluasi
Nervus 7 Angkat Alis, mengkerutkan dahi dapat menggerakkan alis dan mengerutkan dahi Menutup mata dengan kuat dapat menutup mata dengan kuat Kembung Pipi dapat mengembungkan pipi dengan baik Menyeringai dapat menyeringai dengan baik Rasa Kecap 2/3 anterior lidah dapat merasakan makanan dengan baik
Nervus 8 Nervus cochlearis Suara Bisikan +/+ Suara Gesekan Jari +/+ Rinne Tidak dilakukan Weber Tidak dilakukan Schwabach Tidak dilakukan Nervus Vestibularis Nistagmus -/- Berdiri dengan dua kaki : Mata Tertutup dapat dilakukan Mata Terbuka dapat dilakukan Berdiri dengan satu kaki : Mata tertutup Tidak dapat Mata terbuka Tidak dapat karena kaki lemas dan sakit Berjalan Tandem Tidak dapat Stepping Test Tidak dapat Past Pointing test dapat dilakukan kanan maupun kiri
Nervus 9, 10 Arkus Faring Arkus faring masih terlihat Uvula tidak ada deviasi Disfoni - Disfagi - Reflex faring Tidak di evaluasi
Nervus 11 Sternocleidomastoid 5/5 Trapezius 5/5
Nervus 12 Sikap lidah dalam mulut Deviasi - Atrofi - Fasikulasi - Tremor - Menjulurkan lidah dapat menjulurkan lidah dan tidak terlihat adanya deviasi Kekuatan Lidah baik
Motorik Ekstrimitas Atas Inspeksi : Atrofi -/- Fasikulasi -/- Palpasi : Tonus normotonus/normotonus Kekuatan Sendi Bahu 5/5 Biceps 5/5 Triceps 5/5 Pergelangan tangan 5/5 Ekstensi Jari 5/5 Menggenggam 5/5
Sensorik Eksteroseptif Raba dahi kanan atas, tungkai bawah dekstra dan sinistra menurun Nyeri tungkai bawah dekstra dan sinistra Suhu tidak dilakukan
Propioseptif Posisi sendi +/+ Getar Tidak dilakukan Otonomik Sekresi keringat dalam batas normal Miksi dalam batas normal Defekasi dalam batas normal
Keseimbangan Finger nose dalam batas normal Heel-shin dalam batas normal Disdiadokokinesis dalam batas normal Past-pointing dalam batas normal
Resume Pasien laki-laki, tn. M, 29 tahun datang ke poli RSUS dengan keluhan rasa sakit menjalar dari paha ke telapak kaki sejak 2 minggu smrs, rasa baal, kesemutan pada kedua tungkai sejak 2 minggu smrs, kelamahan tungkai bawah yang sudah mengalami perbaikan, keluhan terjadi dengan progresi yang bertahap dan bertambah sakit dan lemah. 1bulan SMRS, pasien pernah mengalami gejala ISPA dan sakit perut melilit. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelemahan otot tungkai bawah, dengan kekuatan 4 kiri dan kanan, hiporefleks tungkai bawah kiri dan kanan serta hipestesi dan parestesi tungkai bawah kiri dan kanan.
Follow up 25 juli 2013 Subjektif: sakit kepala-, mual-,muntah-, kedua kaki terasa baal, panas dan sakit bila ditekan, serta penglihatan menjadi buram. Objektif: TTV: HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik RR: 20 x/mnt Temp: 36.5 TD: 140/100 mmHg Assessment: Susp. SOL ; DD GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp
5555 5555 5555 5555 26 juli 2013 Subjektif: Pasien masih mengeluhkan nyeri dan pegal pada kedua tungkai kaki, baal (+), kesemutan (+). Pasien juga mengeluhkan baal pada dahi sebelah kanan. Pasien mengatakan bahwa pasien susah untuk tidur. Sakit kepala (-), demam (-), mual (-), muntah (-). Objektif: TTV: HR: 79 x/mnt Kekuatan motorik RR: 21 x/mnt Temp: 36.9 TD: 140/90 mmHg Assessment: Susp. SOL ; DD GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp BD
5555 5555 5555 5555 27 juli 2013 Subjektif: Pasien masih mengeluhkan nyeri dan nyut-nyutan tetapi pasien mengaku bila ia duduk akan membaik. Kesemutan (+), baal (+), penglihatan buram (+). Pasien juga tulang kakinya sakit dan tidak dapat tidur karena ia merasakan nyeri dan pegal pada kedua tungkai kakinya. Objektif: TTV: HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik RR: 20 x/mnt Temp: 37 TD: 150/100 mmHg Kekuatan sensorik : N N menurun menurun Refleks fisiologis : N N menurun menurun Assessment: Susp. GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp
5555 5555 4444 4444 28 juli 2013 Subjektif: Pasien masih mengeluhkan nyeri pada kedua tungkai kaki dan terasa berdenyut, kesemutan (+), penglihatan masih buram (+). Pasien mengaku pada saat ia berjalan, ia tidak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya. Pasien juga masih mengeluhkan susah tidur. Objektif: TTV: HR: 86 x/mnt Kekuatan motorik RR: 20 x/mnt Temp: 37 celcius TD: 150/90 mmHg Kekuatan sensorik : N N menurun menurun Refleks fisiologis : N N menurun menurun Assessment: Susp. GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp BD
5555 5555 4444 4444 31 juli 2013 Subjektif: Pasien mengaku bila ia mulai merasa membaik. Objektif: TTV: HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik RR: 20 x/mnt Temp: 36.9 celcius TD: 140/90 mmHg Assessment: Susp. GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp BD 5555 5555 5555 5555 1 juli 2013 Subjektif: - Objektif: TTV: HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik RR: 20 x/mnt Temp: 36.9 celcius TD: 140/90 mmHg Assessment: Susp. GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp BD 5555 5555 5555 5555 2 juli 2013 Subjektif: - Objektif: TTV: HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik RR: 20 x/mnt Temp: 36.9 celcius TD: 140/90 mmHg Assessment: Susp. GBS Perencanaan: IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp BD 5555 5555 5555 5555 Diagnosis Klinis : Hipestesi ekstremitas bawah dekstra dan sinistra Topis : Radix posterior dan anterior Etiologi : Autoimun Kerja : susp. Guillain Barre Syndrome Pemeriksaan Penunjang Hasil Lab tanggal 25/7/13 Hb 13.00 (L) g/dl 13.20-17.30 Ht 36.80 (L) % 40.00-52.00 RBC 5.19 10^6/ul 4.40-5.90 WBC 8,68 10^3/ul 3.80-10.60
Elektrolit Na 137 mmol/L 137-145 K 3.7 mmol/L 3.6-5.0 Cl 110 (H) mmol/L 98-107
Foto Thorax
Kesan: Fibroinfiltrat apeks paru kiri suspect proses spesifik paru Scoliosis ringan vert. thoracalis ke kanan Cervical rib C7 kiri
Vert. lumbosacral AP & LAT Dalam batas normal
EMG Conclusion : Neuropathy Axonal Loss Degeneration motor Peroneal bilateral Radikulopati L4-5 Treatment IVRL 500cc/24 jam Gabapentin PO 150mg BD Dexamethasone IV 1 amp TDS Ranitidine IV 1 amp BD Ketorolac 1 amp Non-medikamentosa Kateterisasi
Rekomendasi dan edukasi Latihan pergerakan pasif oleh fisioterapi Prognosis Ad Vitam : dubia Ad Fungsionam: dubia Ad Sanationam : dubia
Analisa Kasus Pada pasien terdapat rasa sakit pada kedua tungkai yang muncul perlahan 2 minggu SMRS di pagi hari, seperti berdenyut, terus menerus, menjalar dari pantat, paha, betis dan telapak kaki dan bertambah sakit jika pasien berada dalam keadaan tidur serta bertambah ringan jika pasien duduk. Tuan M juga pada 2 minggu smrs tidak bisa berjalan dan perlu bantuan orang lain untuk berjalan karena rasa lemas dan sakit pada kedua tungkai bawah. Kedua tungkai bawah pasien juga terasa baal dan kesemutan menjalar dari paha ke telapak kaki yang sudah dirasakan sejak 2 minggu smrs Kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami gejala infeksi saluran nafas atas karena pasien mengatakan bahwa ia batuk berdahak berwarna hijau kuning yang perlahan-lahan sembuh sendiri dengan meminum obat warung Pasien juga mengalami gejala sakit perut melilit yang bertambah sakit jika perut ditekan. Rasa sakit itu dirasakan di seluruh daerah perut tetapi menurut pasien, pasien tidak mengalami adanya diare. Pasien mengatakan bahwa sehari sebelum sakit perut, ia makan makanan di warung pinggir jalan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelemahan otot tungkai bawah, dengan kekuatan 4 kiri dan kanan, hiporefleks tungkai bawah kiri dan kanan serta hipestesi dan parestesi tungkai bawah kiri dan kanan. Diagnosis suspek GBS dapat diambil dari Tanda tanda dan gejala-gejala yang dialami pasien di atas yaitu gejala sakit pada tungkai bawah yang bersifat neuropatik dengan onset bertahap yang disertai dengan kelemahan otot tungkai bawah serta hiporefleks (gejala-gejala LMN) dengan didahului adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas dan gastrointestinal . Tinjauan Pustaka Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari kelemahan akut ekstremitas tubuh, yang disebabkan oleh kelainan saraf tepi dan bukan oleh penyakit sistemis.
John Lettsom, 1787, merupakan orang pertama yang mengangkat masalah neuropati perifer. Ia mendeskripsikan penyakit ini sebagai akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan. Deskripsi ini tidak dapat memberikan bukti tentang adanya kelainan patologis maupun anatomis dari penderita. James Jackson, 1822, kembali mendeskripsikan penyakit ini sebagai alcoholic neuropathy , namun tanpa kelainan patologis dan anatomis. Pada tahun 1859, Landry, mempublikasikan artikelnya yang berjudul A note on acute ascending paralysis . Artikel ini bercerita tentang seorang pasien yang telah mengalami paralisis akut selama lebih dari 8 hari, sebelum akhirnya meninggal dunia. Paralisis ini meliputi kelemahan otot-otot proksimal, otot pernapasan, kelemahan dan kehilangan refleks, dan takikardi. Paralisis ini dikenal dengan sebutan Landrys paralysis. Osler, 1982, lebih terperinci dengan apa yang disebutnya sebagai Acute Febrile Polyneuritis.
Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl mempublikasikan penelitian mereka yang berjudul On a syndrome of radiculoneuritis with hyperalbuminosis of cerebrospinal fluid without a cellular reaction : Remarks on the clinical characteristics and tracings of the tendons reflexes . Ketiga orang ini menemukan kelainan patologis yaitu adanya disosiasi albuminositologi di dalam cairan serebrospinal dan disertai dengan radikuloneuritis. Guillain tetap berpendapat bahwa apa yang mereka bertiga kemukakan sebenarnya adalah Landrys paralysis. Tahun 1927, Draganescu dan Claudian memberi nama penyakit ini sebagai Guillain Barre Syndrome. Sebab mengapa Strohl tidak diikutsertakan sampai saat ini belum diketahui.
Definisi Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang-kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.
Etiologi Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan Mycobacterium Tuberculosa. ; vaksinasi seperti BCG, tetanus, varicella, dan hepatitis B ; penyakit sistemik seperti kanker, lymphoma, penyakit kolagen dan sarcoidosis ; kehamilan terutama pada trimester ketiga ; pembedahan dan anestesi epidural. Infeksi virus ini biasanya terjadi 2 4 minggu sebelum timbul GBS.
Klasifikasi Beberapa varian dari Sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu : 1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP), paling sering, disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann, terjadi kelemahan progresif, hiporefleks/arefleks, perubahan sensori ringan (penurunan sensibilitas yang ringan) 2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy 3. Acute motor axonal neuropathy (AMAN), disebabkan oleh respon autoimun menyerang aksoplasma saraf perifer, biasanya pada anak-anak, disertai hiperrefleks dan kelemahan progresif yang cepat, good recovery. 4. Acute motor sensory axonal neuropthy (AMSAN), menyerang aksoplasma saraf perifer dan menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat, biasanya pada dewasa, mengakibatkan disfungsi motoric dan sensorik, atrofi otot, poor recovery. 5. Miller fisher syndrome (MFS), varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desenden, gejalanya meliputi trias klasik : ataxia, areflexia, dan ophtalmoplegia; bisa juga terdapat mild limb weakness, ptosis, facial palsy, atau bulbar palsy, penderita biasanya sembuh dalam 1-3 bulan. 6. Acute panautonomia, varian yang paling jarang, melibatkan system saraf simpatis dan parasimpatis, termasuk kardiovaskular (disritmia jantung), penderita sembuh bertahap, biasanya inkomplit.
Patofisiologi Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.
Epidemiologi Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 2,0 per 100.000 penduduk. GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko terjadinya adalah sama di seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya adalah di Cina , dimana predileksi GBS berhubungan dengan Campylobacter jejuni, cenderung terjadi pada musim panas. GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,61,9 per 100.000 penduduk. Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS merupakan penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat.
Angka kematian berkisar antara 510 %. Penyebab kematian tersering adalah gagal jantung dan gagal napas. Antara 5 10 % sembuh dengan cacat yang permanen.
Gejala klinis GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.
Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat, muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan
dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas.
Anak anak biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia.
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi. terutama pada anak anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.
Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat.
Hipertensi terjadi pada 10 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara,
dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy.
Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis.
Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm 3 pada kultur LCs tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik. Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS.
Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit . Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) Gejala utama 1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai ataxia 2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general Gejala tambahan 1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu 2. Biasanya simetris 3. Adanya gejala sensoris yang ringan 4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral 5. Disfungsi saraf otonom 6. Tidak disertai demam 7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4 Pemeriksaan LCS 1. Peningkatan protein 2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik 1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf Gejala yang menyingkirkan diagnosis 1. Kelemahan yang sifatnya asimetri 2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten 3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul 4. Gejala sensoris yang nyata
Diagnosis banding GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat seperti myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan disertai demam.
GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan thallium, arsen, dan plumbum
Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia gravis juga harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot otot extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi ophtalmoplegia
Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan peningkatan sedangkan LCS normal
Penatalaksanaan Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan . Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa steroid. 1) Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan. Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi (40 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg. Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya trombosis .
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.
Prognosis 95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 5 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul. 3 % pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. PE dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relapsing inflammatory polyneuropathy.