Anda di halaman 1dari 3

Tentorium cerebelli membagi kepala menjadi kompartemen supratentorial dan kompartemen

infratentorial (berisi posterior fossa). Otak tengah menghubungkan hemisfer cerebral ke seluruh
batang otak (pons dan medula oblongata) yang terhubung melalui large aperture di tentorium yang
dikenal dengan tentorial incisure. Nervus okulomotor (nervus cranial III) berada pada sisi tentorium
akan tertekan saat herniasi lobus temporal, yang sering terjadi oleh karena massa supratentorial
atau edema. Serat parasimpatetik yang menkostriksi pupil terbaring pada permukaan nervus cranial
III. Kompresi pada serat superfisial saat herniasi menyebabkan dilatasi pupil oleh karena aktifitas
simpatetik yang tidak bersilangan.
Bagian dari otak yang sering mengalami herniasi melalui tentorial notch adalah bagian medial dari
lobus temporal, yang dikenal dengan unkus. Herniasi unkus juga menyebabkan kompresi pada jaras
kortikospinal (piramidal) pada otak tengah. Jaras motorik bersilangan ke sisi yang berlawanan pada
foramen magnum, sehingga kompresi pada level otak tengah menyebabkan kelemahan pada sisi
yang berlawanan dengan tubuh (hemiparesis kontralateral. Dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis
kontralateral merupakan gejala klasik dari herniasi unkal.

FRAKTUR TENGKORAK
Fraktur tengkorak dapat terlihat pada cranial atau dasar tengkorak. Fraktur tersebut dapat linear
atau stellate, dan terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya membutuhkan CT-Scan
dengan identifikasi bone window setting. Terdapatnya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
membantu dalam proses identifikasi. Tanda-tanda termasuk ekimosis periorbital (racoons eyes),
ekimosis retroaurikular (battle sign), CSF leakage dari hidung (rhinorrhea) atau telinga (otorrhea),
dan disfungsi nervus VII dan VIII (paralisis wajah dan gangguan pendengaran), yang dapat terjadi
langsung atau beberapa hari setelah terjadinya injury. Secara garis besar, prognosis perbaikan fungsi
nervus VII lebih baik pada delayed-onset, tetapi prognosis perbaikan nervus VIII sangat buruk.


OTORRHEA / OTORRHAGIA (hemorrhage from the ear)








Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami mild head
injury (cedera kepala ringan). Tingkat keparahan cedera kepala dihitung berdasarkan GCS,
dimana score 14-15 menunjukan mild head injury, score 9-13 menunjukan moderate head
injury, dan score 8 atau kurang menunjukan severe head injury. Dengan demikian,
berdasarkan GCS 15 dari pasien, pasien digolongkan dalam mild head injury.
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala bone window setting terdapat simple fraktur os
parietotemporal & basis cranii medial dekstra. Tanda-tanda klinis fraktur basis kranii
diantaranya ekimosis periorbital (racoons eyes), ekimosis retroaurikular (battle sign), CSF
leakage dari hidung (rhinorrhea) atau telinga (otorrhea), dan disfungsi nervus VII dan VIII
(paralisis wajah dan gangguan pendengaran), yang dapat terjadi langsung atau beberapa hari
setelah terjadinya injury. Secara garis besar, prognosis perbaikan fungsi nervus VII lebih
baik pada delayed-onset, tetapi prognosis perbaikan nervus VIII sangat buruk. Pada pasien
terdapat otorrhea pada telinga dan battle sign 10 hari pasca kecelakaan yang merupakan
tanda-tanda dari fraktur basis cranii.
Pasien sempat mengalami kehilangan kesadaran satu jam pasca kecelakaan selama kurang
lebih satu jam tiga puluh menit dan kemudian sadar penuh kembali. Kehilangan kesadaran
tersebut disebabkan oleh trauma pada kepala.
Enam jam pasca kecelakaan pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E2M5V2
(Total GCS 9), dengan pupil anisokor 4 mm / 2 mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung positif, lateralisasi ke kiri yang ditandai dengan hiperekstensi ekstremitas atas kiri.
Pada saat ini pasien telah mengalami lucid interval. Fenomena lucid interval adalah adanya
fase sadar diantara dua fase tidak sadar karena bertambahnya volume darah. Pada pasien ini,
volume darah bertambah sebanyak 27.24 cc dari 3 cc menjadi 30.24 cc. Fenomena lucid
interval biasanya terjadi pada cedera kepala yang ringan pada Epidural hematom. Pada
trauma primer epidural hematoma yang berat biasanya tidak terjadi lucid interval karena
pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
Pupil anisokor terjadi oleh karena nervus okulomotor (nervus cranial III) berada pada sisi
tentorium akan tertekan saat herniasi lobus temporal, yang sering terjadi oleh karena massa
supratentorial atau edema. Pada pasien ini terdapat midline shift sebanyak 9 mm. Serat
parasimpatetik yang menkostriksi pupil terbaring pada permukaan nervus cranial III.
Kompresi pada serat superfisial saat herniasi menyebabkan dilatasi pupil oleh karena aktifitas
simpatetik yang tidak bersilangan.
Bagian dari otak yang sering mengalami herniasi melalui tentorial notch adalah bagian
medial dari lobus temporal, yang dikenal dengan unkus. Herniasi unkus juga menyebabkan
kompresi pada jaras kortikospinal (piramidal) pada otak tengah. Jaras motorik bersilangan ke
sisi yang berlawanan pada foramen magnum, sehingga kompresi pada level otak tengah
menyebabkan kelemahan pada sisi yang berlawanan dengan tubuh (hemiparesis
kontralateral). Dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral merupakan gejala klasik
dari herniasi unkal dan kedua gejala tersebut terdapat pada pasien.
Pasien dilakukan kraniotomi evakuasi EDH dengan indikasi perdarahan yang melebihi 30 cc
(pada pasien 30.42 cc), penurunan GCS (dari 15 menjadi 9), pupil anisokor (4 mm / 2 mm),
midline shift 5 mm (9 mm), dan lateralisasi (ke sisi kiri). Dengan terpenuhinya indikasi
kraniotomi tersebut maka pasien harus segera dilakukan kraniotomi evakuasi EDH. Pasca
operasi pasien harus dievaluasi untuk berjaga-jaga apabila terjadi peningkatan volume EDH
kembali. CT-Scan kepala pasca operasi menunjukkan volume EDH sebanyak 8.25 cc.

Anda mungkin juga menyukai