Ke Ekonomi
Hiburan
widhyanto muttaqien ahmad
Mengapa sebuah Kota
Membutuhkan Pusat
Perbukuan
Fakta
Fakta lain perbandingan jumlah buku yang
(diwajibkan) dibaca siswa SMA di 13 negara,
termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah
buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku,
Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22
buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12
buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5
buku, dan Indonesia 0,8 buku
(karena hasil rata-rata nol koma,
tidak sampai satu buku)! Toko buku
sebanyak 2.802 buah dalam kurun waktu 17 tahun!
Modal Budaya dan
Pengetahuan
Modal Pengetahuan/budaya: merupakan dasar bagi
pengambilan keputusan, terkait dengan ekonomi maka
menjadi dasar untuk melakukan transaksi. Kapital
pengetahuan seperti halnya kapital budaya membentuk
kelas sosial, artinya tidak setiap orang dapat memahami
sebuah peristiwa (event) ataupun produk (goods)
budaya. Mereka mengapresiasi peristiwa dan produk
budaya sesuai dengan tingkat edukasi, pekerjaan,
penghasilan, dan kebiasaan (Richard, 1996).
Modal Budaya: bersifat akumulatif/tersedimentasi dari
generasi ke generasi
Strategi Perubahan
Sosial
Kekuasaan lewat proses
politik/konstestasi berkala atau
kudeta
Persuasif lewat media
massa/media populer/new media
Normatif normatif-edukatif lewat
pendidikan/norma masyarakat
(Sumber: Jalaludin Rahmat)
Buku Mahal
> Produksi Buku <
Penerbit: 45%
biaya produksi 20%
royalti 10% (15-20%)
marjin 15% marjin penerbit
Distributor: 50-55%
35% toko buku
5-10% transportasi
5-10% marjin distributor
Pusat Buku Sebagai
Ruang Publik
Disediakan privat VS
Disediakan pemerintah
Sebagai ruang publik
disediakan pemerintah
(pasar) dengan fungsi
komersial
Pusat Buku Sebagai
Ruang Budaya
Ruang budaya sebagai ruang yang terbentuk dan terisi
oleh berbagai praktek, aktivitas, nilai, yang saling
tumpuk antar aktor dan waktu
Implikasi Kehadiran masa lalu dalam waktu kini,
Menghadirkan masa datang dalam waktu kini
Ruang budaya di sebuah kota berubah karena dinamika
politik, sosial, dan perubahan penggunaan ruang.
Sebagian ruang tersebut adalah ruang publik, yang
mengalami proses pengusangan karena hak warga
atasnya terbatasi oleh otoritas
Ekonomi Hiburan
Ekonomi Kreatif
Ekonomi hiburan memiliki karakteristik cepat
berubah, kompetisi ketat- jika bukan hiper-
kompetisi, penekanan pada kreatifitas, kuat
dipengaruhi oleh teknologi.
Ekonomi kreatif berpusat pada sumberdaya
manusia menjadi investasi utama, lewat
keahlian dan bakat, yang dapat memberikannya
kesejahteraan (lewat penghasilan) dan
penciptaan lapangan kerja, dan kepemilikan
terhadap kekayaan intelektual.
Tantangan Terhadap
Komersialisasi Ruang
Pasar buku dapat dicitrakan sebagai Pasar untuk kalangan ekonomi
kreatif, dengan bauran aktivitas yang memasukkan unsur hiburan-
edukasi dan mempromosikan ruang publik dan ruang budaya
Sebagai identitas (warga) kota (ber) budaya
Jumlah pelajar dan mahasiswa yang banyak membutuhkan ruang
tersebut
Jumlah taman dan ruang publik berkurang (kualitas kepublikkan dan
kuantitasnya)
Ruang publik yang ada seperti di mall dan pusat pertokoan telah
dikomodifikasi
Hak warga terhadap kota untuk mengakses sumberdaya dan
mengubahnya sesuai dengan harapan mereka
Tren Konsumsi TI
Semakin tinggi
GNP/GDP
semakin banyak
orang
menyisihkan uang
untuk beli buku
Belum tentu!
Subtitusi buku
sebagai hiburan
diisi piranti
teknologi
informasi
Tantangan
Tantangan Industri Buku
Pergeseran dari kertas ke buku
elektronik, bicara literasi lebih luas inipun
menyangkut produk kertas dan majalah;
rata-rata majalah paling mahal dijual
dalam situs SCOOP $ 2.9
DIBANDINGKAN EDISI KERTAS RP.
30.000,- s/d RP. 65.000,-
Buku bajakan dan format PDF (unduhan
dari internet) keduanya melanggar hak
cipta
Peluang Pasar Buku
Karakter konsumen yang unik
Senang menawar/mendapat diskon
Senang dengan buku lama (cetakan
pertama)
Senang mengoleksi dalam bentuk
buku
Senang bicara lama dan berdebat
(menciptakan ruang publik yang
sehat)
Peluang
Progresif dalam arsitektur
Pasar buku itu menghibur keluarga