Bag/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNDIP/RSDK Semarang PENDAHULUAN Myastenia Gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktifitas, dan akan pulih kekuatannya setelah beberapa saat (bbrp menit bbrp jam) Prevalensi di negara maju : 1 dibanding 10.000 dengan frekuensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun. Perempuan : laki-laki = 2-3 :1 Pada usia tua, laki-laki > perempuan ETIOLOGI Dasar dari kelainan Myastenia Gravis adalah penurunan jumlah reseptor Asetilkolin pada neuromuskular junction yang disebabkan proses autoimun Pengurangan reseptor Asetilkolin berbanding lurus dg tk. keparahan Miastenia Gravis MORFOLOGI NEUROMUSKULER Membran terminal saraf dipisahkan dari membran otot post-sinaptik oleh suatu celah yang disebut neuromuscular junction. Ujung terminal saraf berisi banyak vesikel sinaptik & cenderung mengelompok disekitar zona aktif. Membran serabut otot nampak melipat- lipat. Reseptor asetilkolin (AchRs) terkonsentrasi pada puncak lipatan & berhadapan langsung dengan zona aktif. TRANSMISI NEUROMUSKULER Fungsi utama transmisi Ach dalam celah neuromuskuler kontraksi otot. Ach dibuat didalam terminal saraf. Asetilkolinesterase (AchE) enzim glikoprotein menghidrolisis Ach. Menurut Fambrough dkk, penderita MG memiliki jumlah Ach yang sangat kurang di celah neuromuskuler. Disamping itu juga terjadi perubahan morfologis membran post-sinaptik lebih pipih. Kedua keadaan diatas menyebabkan transmisi sinaptik menjadi kurang efisien. Bila transmisi berkurang dibawah ambang, maka tidak akan terjadi picuan potensial aksi otot kontraksi (-) Neumuscular junction pada Miastenia gravis Dasar kelainan Myastenia gravis : penurunan jml recp. asetilkolin pd neuromusc.junction Pd Myastenia gravis terjadi : Penurunan jml. Recp. asetilkolin Berkurangnya lipatan sinaps Ruang sinaps ber(+) luas Kontraksi otot tgt dr efektifitas transmisi neuromuskuler dan Transmisi tgt dr jml. Interaksi antara molekul ach dg rec. Ach. Model of normal neuromuscular junction & myasthenia neuromuscular junction Patogenesis autoimun mulai dipikirkan thn 1960an. 90 % penderita MG menunjukkan adanya antibodi anti-AchR. Konsep ini didukung diidentifikasinya IgG dan komplemen pada membran post-sinaptik. KLASIFIKASI MG 1. Myastenia Okuler mengenai 1 atau lebih otot2 okuler ptosis, diplopia 2. A. Myastenia umum derajat ringan : progresifitasnya lambat, tak terjadi krisis & respon terhadap obat baik. B. Myastenia umum derajat sedang : kelemahan berat otot skelet & bulber, tak terjadi krisis, respon terhadap obat kurang memuaskan. 3. Myastenia fulminasi akut gejala memberat dengan sangat cepat, terjadi krisis pernapasan, respon terhadap obat sangat buruk, timoma (+), mortalitas tinggi 4. Myastenia berat yang berkembang lambat : klinis spt gol.3 tapi memerlukan waktu >2th untuk beralih dari gol.1 atau 2
GEJALA KLINIS Gambaran Umum -Awitan biasanya insidious -Kelemahan otot sangat khas : okulofasiobulbar yang fluktuatif (ptosis unilateral/bilateral, diplopia, kesulitan mengunyah/ menelan, bicara sengau) -Bila mengenai otot leher tdk dpt menegakkan kepala -Pada tingkat lanjut kelemahan otot seluruh tubuh. Keadaan krisis Periode dengan resiko kematian tinggi: 1. Tahun pertama sejak timbul awitan, biasanya karena infeksi atau aspirasi 2. Kasus yang progresif, masa kritis yang kedua ialah 4-7 tahun setelah awitan
Krisis yang terjadi ada 2 jenis : 1. Krisis myastenik timbul karena underdose obat antikolinesterase 2. Krisis kolinergik timbul karena obat antikolinesterase merusak sinap sehingga Ach tdk dpt lagi bekerja sebagai neurotransmiter
DIAGNOSIS Anamnesis tergantung berat ringannya penyakit, dimana pada tahap awal kelemahan otot bersifat ringan & tidak konstan Pemeriksaan fisik refleks fisiologis normal gangguan sensibilitas (-) Tes klinis sederhana : selama 2-3 menit penderita disuruh a. melirik ke atas ptosis memberat b. melirik ke lateral diplopia perubahan2 diatas akan membaik dengan istirahat Tes farmakologik 1. Tes Edrophonium disuntikkan 10mg edrophonium (iv), efek klinis muncul 30-60 dtk & bertahan selama 4-5 mnt. Hsl (+) bila scr obyektif terlihat perbaikan kontraksi otot. Tes ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kelemahan krisis kolinergik, dimana dengan pemberian edrophonium tidak menunjukkan perbaikan bahkan kelemahan otot bertambah. Tes Edrophonium 2. Tes Neostigmin disuntikkan 1,5mg neostigmin metilsulfat (im). Perbaikan obyektif & subyektif timbul dalam 10-20 mnt. Bila hsl (-) tidak meruntuhkan diagnosis MG. 3. Tes Kurare dilakukan bila tes edrophonium & tes kurare hslnya meragukan. Tapi harus di RS yg memiliki fasilitas ventilator. Disuntikkan 3 mg/18 KgBB d-tubokurarin. Tapi pada penderita yang dicurigai hanya diberikan 2 % scr intravena, bila dlm 5 mnt tdk terjadi kesulitan pernapasan maka ditambah lagi 5 % dosis orang normal. Hsl (+) bila didapatkan kelemahan yg makin memberat. Pemeriksaan EMG penurunan amplitudo dari potensial aksi otot respon decremental selama dilakukan stimulasi repetitif pada saraf perifer. Tes yg lbh sensitif : single fiber EMG peningkatan yang bervariasi dari interval intervariasi atau berupa blocking dari lepas muatan yang beruntun. Decremental respons to RNS in MG EMG Positive RNS test features : Decrement in CMAP amplitude Size: More than 10% in reduction in CMAP amplitude Measure from 1st to 4th or 5th potential in train Smallest CMAP is often 2nd or 3rd potential in train Post-exercise exhaustion Exercising muscle briefly before testing exacerbates decremental response Occurs rapidly after initial stimulation Post-tetanic potentiation Reduction in decrement in minutes after exercise Occurs after post-exercise exhaustion
RNS Normal SFEMG
MG
Pemeriksaan laboratorium RIA human antireseptor IgC. pemeriksaan ini utk kasus ringan yg dgn EMG kurang jelas menunjukkan respons decremental. Pemeriksaan radiologik Foto rontgen thorax dicurigai Timoma, juga pada penderita yg mendapat steroid jk lama pembesaran mediastinum. Foto thorax TIMOMA DIAGNOSIS BANDING Opthalmoplegia oleh sebab2 lain Astenia karena psikoneurosis atau hipertiroid ALS PENGOBATAN Antikolinesterase Neostigmin 7,5-45 mg tiap 2-6 jam Piridostigmin 3 x 60 mg Kortikosteroid Prednison 45mg/hari atau 90mg/2hari Plasmapharesis Immunosupressi ( azathioprine, methotrexate ) Timektomi
PROGNOSIS Perjalanan penyakit bervariasi Remisi dapat terjadi pada 50 % kasus, tetapi hanya kurang lebih1-2 bulan. Bila mengalami remisi sampai 1 tahun, kmdn rekuren biasanya akan menjadi progresif. Menurut Simpson, ancaman kematian terutama thn pertama setelah awitan, periode kedua yg berbahaya pada kasus progresif adalah thn ke 4-7 setelah awitan. Kematian lebih diakibatkan komplikasi respiratorik.