SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2013 2
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS BESAR POLA DEMOGRAFI KUNJUNGAN PASIEN KLINIK PARU RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TAHUN 2012
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Juni 2013
Disusun oleh : Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118
Purwokerto, Juni 2013 Pembimbing,
dr. Indah R., Sp. P 3
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang Kemajuan teknologi pada era globalisasi saat ini semakin berkembang diikuti dengan penyakit yang diderita dikarenakan banyak faktor antara lain dipengaruhi oleh gaya hidup kurang sehat yang menyebabkan sekarang ini umur harapan hidup semakin rendah. Pencemaran udara juga semakin meningkat salah satunya karena adanya pemanasan global sehingga menimbulkan polusi udara. 1 Paru atau pulmo adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) yang berfungsi untuk menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Kerusakan organ ini oleh adanya polusi udara akan menyebabkan fungsi respirasi dan sirkulasi terganggu sehingga menyebabkan berbagai macam penyakit paru. 2
Indonesia memiliki penyakit penapasan yang menduduki peringkat 10 besar penyebab kesakitan dan kematian terbanyak. Variasi penyakit paru di Indonesia meliputi infeksi pernapasan akut, bronkitis kronik, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), asma, emfisema, sampai kanker paru. Penyebab kematian di Indonesia peringkat kedua adalah pneumonia, ketiga TBC, dan keempat PPOK. Ketiga penyebab terakhir adalah penyakit paru semua sehingga penyakit paru akan menggeser masalah kardiovaskuler. 3
Faktor resiko penyakit paru yang dipengaruhi oleh gaya hidup kurang sehat antara lain perokok aktif atau pasif, usia, bekerja ditempat yang memiliki tingkat polusi udara tinggi seperti di pabrik, pom bensin, lingkungan rumah dan sekitar yang berada di pinggir jalan padat kendaraan, lingkungan kotor. Prevalensi perokok merupakan faktor resiko cukup tinggi di dunia yaitu tahun 2003, di Inggris populasi dewasa diperkirakan merokok sebanyak 12,5 juta orang, dimana 27% pada laki-laki dan 24% pada wanita. 3 Amerika Serikat melaporkan prevalensi merokok 26,4% pada laki-laki dan 2% pada wanita. Prevalensi perokok di dunia tahun 2008 mencapai 1,3 milyar orang atau mencapai 19,4%. 1
4
Menurut WHO, 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara berkembang. Terdapat lebih dari 50 juta orang di Indonesia yang membelanjakan uangnya untuk membeli rokok. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara-negara berkembang yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan menyediakan makanan bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan. Presentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun adalah 23,7% dan di Jawa Tengah sekitar 24,3%. 3
Penyebab utama kematian yang berhubungan dengan rokok adalah kanker, penyakit kardiovaskuler dan penyakit paru seperti bronkitis, asma, TB, empisema/PPOK dan pneumonia. Perokok aktif maupun pasif prevalensi terkena penyakit paru hampir sama karena rokok yang mengandung zat nikotin dan zat berbahaya lainnya yang dapat merusak paru sehingga fungsi pernafasan terganggu. 1,3
Berikut ini akan dijelaskan penyakit paru yang prevalensinya tinggi di Indonesia. Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang memiliki tingkat insidensi yang tinggi di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) kejadian kanker paru tahun 2008 sekitar 13% (1,6 juta) dari total kasus keganasan dan menyebabkan kematian pada 18% (1,4 juta) orang. Pneumonia adalah penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi virus ataupun bakteri. Pneumonia masih menjadi masalah yang umum dan menjadi penyakit yang sampai saat ini juga menjadi masalah kesehatan di dunia. 4 World Health organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 2,2 juta, dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Menurut WHO proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20 % (di Indonesia 30 %) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih diatas 4 per 1000 kelahiran hidup). 4
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan 5
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. 3 Jumlah penderita PPOK di daerah Asia-Pasifik mencapai jumlah 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3 %. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi 5,6%. 3
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat jga mengenai organ tubuh lainnya. Hasil survey terbaru tahun 2008, terdapat 9,4 juta pasien TB dan 1,3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, tahun 2008 jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-5 terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Total kasus TB di Indonesia sekitar 429.682 dengan estimasi 189 per 100.000 penduduk. 5
Asma adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan yang luas, reversibel dan spontan. Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 25 % penduduk Indonesia menderita asma. 6
Berdasarkan data yang telah diuraikan sebelumnya mengenai penyakit paru yang prevalensinya paling banyak di Indonesia, peneliti ingin mengetahui pola demografi kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo pada tahun 2012 melihat karakteristik perbulannya yaitu dari diagnosis utama, jenis kelamin, usia dan tempat tinggal.
B. Rumusan Masalah Bagaimanakah pola demografi karakteristik kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2012?
6
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola demografi kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2012.
D. Manfaat penelitian Penelitian ini memberikan informasi mengenai pola demografi kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2012.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TB Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 5
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis menular dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan. 7
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis. Mikobakterium adalah organisme berbentuk batang langsing, tidak berspora, tidak berkapsul, dan non motil yang tahan asam (yaitu mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl- Neelsen dan kemudian sulit didekolorisasi). 7
Bakteri M. tuberculosis (MTB) adalah aerob obligat, oleh karena itu, kompleks MTB sering ditemukan di lobus paru bagian atas. Laju pertumbuhan bakteri ini cukup lambat, sekitar 15-20 jam, dengan bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,berkembang baik pada suhu 22-23 derajat C. 7
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis dibagi menjadi gejala lokal sesuai organ yang terlibat dan gejala sistemik. Gejala respiratorik adalah batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala sistemiknya adalah demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan turun. Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. 7
8
Penegakan Diagnosis Menurut WHO, kriteria pasien tuberculosis paru adalah: 1. Pasien dengan sputum BTA positif : a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan atau, b. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif atau c. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakkan yang positif. 2. Pasien dengan sputum BTA negatif : a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau b. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakkannya positif.
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier. Prognosis akan baik jika minum obat dengan teratur selama 6 bulan sampai pengobatan selesai. Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama telah mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat, dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang, dan lain-lain. Penyakit TB paru apabila tidak diatasi dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasinya di bagi, sebagai berikut 7 : a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, laringitis, usus, Poncets arthropathy b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT / fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB 9
B. PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dikenal dengan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, biasanya ditandai dengan hambatan aliran udara napas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Progresif artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Gejala utama PPOK adalah sesak napas, batuk kronis atau produksi dahak dan riwayat terpapar dengan faktor resiko. 2,7
Gambaran khas PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil dan destruksi alveoli. Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, tanpa gejala, gejala ringan hingga gejala berat. Gejala dapat tidak tampak sampai 10 tahun sejak awal merokok. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan sampai kelainan jelas, berupa tanda obstruksi dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan faal paru merupakan kriteria dari diagnosis PPOK. 7
Etiologi PPOK dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita seperti merokok, polusi udara, infeksi paru berulang, usia dan jenis kelamin, ras, genetik dan defisiensi alfa-1 antitripsin. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas. 3
Penegakan diagnosis 1. Anamnesis Dari anamnesis didapatkan 3 : 1) Pada umumnya berusia pertengahan tahun ke atas 2) Keluhan berupa sesak nafas disertai batuk berdahak maupun tidak berdahak 3) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi 10
4) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan 5) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja 6) Riwayat penyakit emfisema 7) Terdapat faktor predisposisi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak di dapatkan kelainan yang jelas terutama pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan berat sering terlihat perubahan pernafasan atau perubahan anatomi thorax 3 . 1. Inspeksi : a) Bentuk dada barrel chest b) Terdapat cara bernafas purse lips breathing (seperti orang meniup) c) Terlihat penggunan dan hipertrofi otot pernafasan d) Pelebaran sela iga 2. Perkusi : Hipersonor, batas jantung mengecil, diafragma rendah 3. Palpasi : Fremitus melemah 4. Auskultasi : a) Suara nafas vesikuler b) Ekspirasi memanjang c) Mengi d) Ronki 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah: 1. Faal paru a. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP 11
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% b. Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil 2. Darah rutin 3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : - Normal - Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus 4. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan 12
5. Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
Gold standar pada penegakkan diagnosis PPOK adalah pemeriksaan faal paru yaitu FEV1 dan rasio FEV1/FVC. 8 Prognosis penyakit ini bervariasi, bila pasien tidak menghindari faktor resiko seperti merokok dan polusi udara, penurunan fungsi paru akan lebih cepat daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen jangka panjang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti dapat memperbaiki angka harapan hidup. Komplikasi PPOK adalah gagal nafas dan dapat terjadi infeksi berulang. 7
C. Asma Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan dini hari. Episodik berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 8
Faktor resiko asma meliputi faktor penjamu dan faktor lingkungan diantaranya adalah 9 : a. Faktor penjamu 1) Genetik 2) Alergi (atopik) 3) Hiperaktiviti bronkus 4) Jenis kelamin 13
5) Ras b. Faktor lingkungan 1) Alergen 2) Sensitisasi lingkungan kerja 3) Asap rokok 4) Polusi udara 5) Infeksi pernafasan (virus) 6) Diet 7) Status sosioekonomi Penegakan Diagnosis a. Anamnesis Gejala yang episodik: 1) Batuk 2) Sesak nafas 3) Mengi 4) Rasa berat di dada 5) Gejala memberat berkaitan dengan cuaca `Riwayat penyakit/ gejala - Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan - Gejala memburuk/ timbul terutama malam hari/ dini hari - Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu - Respons terhadap pemberian bronkodilator - Riwayat alergi b. Pemeriksaan fisik 1) Gejala saat serangan - Khas pada auskultasi yaitu didapatkan suara tambahan berupa wheezing - Nafas dengan menggunakan otot bantu nafas - Nafas cuping hidung - Sianosis - Gelisah - Sukar bicara 14
- Takikardi - Hiperinflasi c. Pemeriksaan penunjang 1) Faal paru - Spirometri a) Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% nilai prediksi b) Volume ekspirasi paksa detik pertama dibagi dengan kapasitas vital paksa (KVP) < 75% - Arus puncak ekspirasi (APE) 2) Uji provokasi bronkus 3) Pengukuran status alergi a) Skin test b) Tes serologi IgE
Gambar 2. Klasifikasi Asma
15
Prognosis asma dapat ditentukan berdasarkan faktor-faktor diantaranya 8,9 : a. Usia pertama timbulnya gejala b. Riwayat alergi/ atopik pada keluarga c. Keadaan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja d. Kewaspadaan menghindari faktor pencetus e. Penyakit penyerta f. Frekuensi munculnya serangan
D. Kanker Paru Kanker paru adalah penyebab utama kematian akibat keganasan, terbanyak pada kelompok laki-laki dan cenderung meningkat insidensnya pada perempuan, lebih dari satu juta orang meninggal akibat kanker paru pertahunnya. Insiden kanker paru meningkat disebabkan tingginya angka merokok pada masyarakat yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Perokok pasif merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kanker paru. Buruknya prognosis kanker paru disebabkan keterlambatan diagnosis, pada saat datang ke dokter sudah berada pada stadium lanjut dan proses metastasis dapat terjadi sebelum diagnosis kanker primer ditegakkan. 10
Menurut World Health Organization (WHO) terdapat sekitar 1,2 juta kasus baru setiap tahun dan merupakan 17,8% penyebab kematian karena kanker. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2006 terdapat 174.470 (12%) kasus baru kanker paru. Data epidemiologi kanker paru di Indonesia masih belum ada sedangkan di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2003 sekitar 213 kasus, tahun 2004 sekitar 220 kasus, tahun 2005 sekitar 140 kasus, tahun 2006 sekitar 218 kasus dan tahun 2007 sekitar 282 kasus. 10
Sejak ditemukan bronkoskop fleksibel pada tahun 1966 sampai berkembang seperti sekarang ini, bronkoskopi tidak hanya berperan untuk menentukan staging tetapi juga pengambilan bahan untuk pemeriksaan patologi anatomi dengan berbagai cara sehingga terapi dapat diberikan. Percabangan saluran napas dapat dilihat dengan bronkoskopi apakah 16
terdapat massa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas seperti berbenjol-benjol, hiperemis, stenosis infiltratif dan mudah berdarah. Bahan pemeriksaan sitologi atau histopatologi dapat diperoleh dengan tindakan bronkoskopi seperti sikatan, bilasan, bronchoalveolar lavage (BAL), biopsi forsep dan transbronchial needle aspiration (TBNA). Bahan ini yang telah didapatkan selanjutnya dikirim ke laboratorium patologik anatomik untuk memastikan ada tidaknya sel ganas. 10
Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menemukan jenis histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya diperlukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan. Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis penyakit paru lainnya. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit ini telah berada pada stadium lanjut. Kesadaran masyarakat tentang penyakit ini sangat diperlukan disertai meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan. 11,12
Anamnesis untuk penegakkan kanker paru didapatkan keluhan utana dapat berupa batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih atau dapat juga purulen), batuk darah, sesak nafas, suara serak, sakit dada, sulit atau sakit menelan, benjolan dipangkal leher, sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti berat badan berkurang, nafsu makan hilang, semam hilang timbul, sindrom paraneoplastik seperti Hypertrophic Pulmonary Osteoartheopath, trombosis vena perifer dan neuropatia. 12
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer 17
dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis. 12
Metastasis ke otak adalah penyebaran sel-sel kanker primer ke otak melalui pembuluh darah dan atau kelenjar limfe. Otak sebagai lokasi tersering metastasis dari kanker paru. Metastasis ke otak lebih banyak terjadi (8-11 dari 100.000) dibandingkan dengan kanker primer di otak (6 dari 100.000). Frekuensi metastasis ke otak dari kanker paru kelompok bukan sel kecil (KPKBSK) sebesar 36% dan kanker paru kelompok sel kecil (KPKSK) sebesar 56%. Metastasis ke otak banyak terjadi pada umur di atas 40 tahun, hal ini berjalan paralel dengan kanker primernya. Gejala klinis neurologis dapat terjadi pada sebagian dua pertiga pasien (simtomatik) tetapi sepertiga kasus dapat terjadi tanpa gejala (asimtomatik). Buku pedoman diagnostik dan penatalaksanaan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil PDPI/POI menuliskan CT Scan otak dilakukan bila ada gejala. Magnetic resonance imaging (MRI), computerized tomography (CT), positron emission tomography (PET) sebagai alat bantu untuk diagnosis dan deteksi lesi metastasis di otak. Terapi paliatif dengan multimodaliti digunakan untuk pasien kanker paru metastasis ke otak. 13
E. Pneumonia Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut biasanya disebabkan oleh infeksi. Penyebab pneumonia dapat bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis. 14
Keadaan sehat di paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme 18
pertahanan paru. Bakteri yang terdapat di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat berbagai cara, seperti inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan langsung dari tempat-tempat lain dan penyebaran secara hematogen. 14
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1000 orang dewasa; 15-45% erlu dirawat di rumah sakit (1-4 kasus) dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5- 12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU. Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Indonesia memiliki insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitr 5-35% dengan kematian mencapai 20-50%. 14
Klasifikasi Pneumonia 1. Pnemonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP) adalah pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari. 2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. Jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit terkena pneumonia selama dalam perawatannya. Penderita yang dirawat di ICU lebih dari 60% akan menderita pneumonia. 3. Pneumonia aspirasi/anaerob adalah infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Jenis pneumonia seperti ini didapatkan pada pasien dengan 19
status mental terdepresi. Maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. 4. Pneumonia oportunistik adalah pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur dan mikobakteri selain organisme bakteria lain. 5. Pneumonia rekuren adalah disebabkan organisme aerob dan anaerob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis.
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia yaitu usia > 65 tahun dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (ginjal dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi misalnya influenza, malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan. 14
Keluhan utama pada pasien pneumonia yaitu sesak nafas, peningkatan suhu tubuh dapat mencapai 40 o C, dan batuk yang biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Batuk dapat berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuninga-kuningan, kehijau-hijauan dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Keluhan lain seperti nyeri dada, sesak nafas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala. 14
Tujuan menegakkan diagnosis adalah untuk mengidentifikasi komplikasi, menilai keparahan dan menentukan klasifikasi untuk membantu memilih antibiotik. Diagnosis pneumonia didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaan foto polos dada untuk menunjang diagnosis dan untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. 14
20
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Kunjungan klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 11.515 orang yang didapatkan dari rekam medik RSMS. Didapatkan hasil kunjungan perbulan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Total Kunjungan Klinik Paru 2012 Bulan Total Kunjungan per bulan Januari 909 Febuari 907 Maret 1032 April 956 Mei 1066 Juni 1001 Juli 994 Agustus 922 September 1029 Oktober 930 November 856 Desember 913 Total 11.515 (Dikutip dari rekam medik RSMS)
21
Penyakit paru paling banyak angka kejadiannya yang menjadi fokus pemerintah karena faktor resiko yang tinggi di Indonesia dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kunjungan Klinik Paru Berdasarkan Diagnosis Bulan Total ASMA Pneumonia PPOK Ca Paru TB Paru lain-lain Januari 909 66 35 252 1 57 498 Febuari 907 71 40 257 0 65 474 Maret 1032 57 30 254 4 90 597 April 956 61 32 262 3 81 517 Mei 1066 59 22 313 2 66 604 Juni 1001 67 34 283 2 73 542 Juli 994 79 29 230 4 57 595 Agustus 922 89 23 269 4 53 484 September 1029 80 34 314 1 55 545 Oktober 930 88 23 281 6 76 456 November 856 89 20 290 11 47 399 Desember 913 93 35 280 15 48 442 Total 11515 899 357 3285 53 768 6153 (Dikutip dari rekam medik RSMS) 22
Kunjungan klinik paru RSMS dapat dilihat dari karakteristik demografi perbulannya berdasarkan jenis kelamin, asal daerah dan usia. Faktor resiko beberapa penyakit dapat dilihat berdasarkan karateristik tersebut sehingga yang akan diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Kunjungan asma tahun 2012
Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jenis Kelamin Laki-laki 19 19 16 21 17 26 28 29 26 28 30 32
Perempuan 47 52 41 40 42 41 51 60 54 60 59 61 Asal Daerah Banyumas 63 69 55 60 57 66 74 76 73 78 82 87
Luar Banyumas 3 2 2 1 2 1 5 13 7 10 7 9 Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-25 tahun 16 14 8 10 10 14 12 8 14 9 12 8
26-45 tahun 15 2 19 15 17 15 18 27 27 25 24 24
46-65 tahun 35 34 27 36 30 37 46 52 37 53 52 60
>65 tahun 0 1 3 0 2 0 3 2 2 1 1 1
Total 66 71 57 61 59 67 79 89 80 88 89 93 23
(Dikutip dari rekam medik RSMS) 24
Tabel 3.4. Pneumonia tahun 2012 (Dikutip dari rekam medik RSMS)
Januar i Febuar i Mare t April Me i Juni Juli Agustu s Septembe r Oktobe r Novembe r Desembe r Jenis Kelamin Laki-laki 19 21 10 14 17 13 17 15 19 11 13 20
Perempuan 16 19 20 18 5 21 12 8 15 12 7 15 Asal Daerah Banyumas 35 39 29 30 20 27 20 19 26 17 11 30
Luar Banyumas 0 1 1 2 2 7 9 4 8 6 9 5 Usia 0-11 tahun 0 2 1 3 1 6 2 1 3 1 5 1
12-25 tahun 3 0 2 1 3 4 0 2 4 1 1 2
26-45 tahun 10 17 10 6 5 3 6 6 5 8 2 8
46-65 tahun 11 11 10 10 12 15 17 10 13 7 7 16
>65 tahun 11 10 7 4 1 5 4 4 9 6 5 8
Total 35 40 30 32 22 34 29 23 34 23 20 35 25
26
Tabel 3.5. Kunjungan Ca Paru tahun 2012 (Dikutip dari rekam medik RSMS)
Januar i Febuar i Maret Apri l Me i Juni Juli Agustu s Septembe r Oktobe r Novembe r Desembe r Jenis Kelamin Laki-laki 0 0 2 2 1 1 3 2 0 6 11 9
Perempuan 1 0 2 1 1 1 1 2 1 0 0 6 Asal Daerah Banyumas 1 0 3 3 2 2 3 4 1 5 9 14
Luar Banyumas 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 2 1 Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-25 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26-45 tahun 0 0 2 1 0 2 1 1 0 0 0 1
46-65 tahun 1 0 1 1 1 0 2 2 1 6 9 10
>65 tahun 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 2 4
Total 1 0 4 3 2 2 4 4 1 6 11 15 27
Tabel 3.6. Kunjungan PPOK tahun 2012 (Dikutip dari rekam medik RSMS)
Januar i Febuar i Mare t Apri l Mei Jun i Juli Agustu s Septembe r Oktobe r Novembe r Desembe r Jenis Kelamin Laki-laki 162 161 155 176 214 194 131 173 198 181 214 194
Perempuan 90 96 99 86 99 89 99 96 116 100 76 86 Asal Daerah Banyumas 247 251 248 252 298 271 221 260 306 275 273 257
Luar Banyumas 5 6 6 10 15 12 9 9 8 6 17 23 Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 3.7. Kunjungan TB Paru tahun 2012 (Dikutip dari rekam medik RSMS)
Januar i Febuari Mare t Apri l Me i Juni Jul i Agustu s Septembe r Oktobe r Novembe r Desembe r Jenis Kelami n Laki-laki 27 36 40 27 41 51 24 22 27 41 25 18
Perempuan 30 29 50 39 40 22 33 31 28 35 22 30 Asal Daerah Banyumas 18 41 66 48 64 61 42 39 36 52 33 37
Luar Banyumas 39 24 24 33 2 12 15 14 19 24 14 11 Usia 0-11 tahun 3 1 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0
12-25 tahun 10 11 17 13 10 12 17 6 2 2 1 2
26-45 tahun 32 41 52 45 38 41 32 43 46 54 38 37
46-65 tahun 10 10 15 21 16 17 5 3 7 18 6 7
>65 tahun 2 2 4 2 2 3 1 1 0 2 2 2
Total 57 65 90 81 66 73 57 53 55 76 47 48 29
B. Pembahasan Penyakit pernapasan di Indonesia memiliki peringkat 10 besar penyebab kesakitan dan kematian terbanyak. Variasi penyakit paru di Indonesia meliputi infeksi pernapasan akut, bronkitis kronik, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), asma, emfisema, sampai kanker paru. Penyebab kematian di Indonesia peringkat kedua adalah pneumonia, ketiga TBC, dan keempat PPOK. Ketiga penyebab terakhir adalah penyakit paru semua sehingga penyakit paru akan menggeser masalah kardiovaskuler. Kunjungan klinik paru di RSMS tahun 2012 adalah 11.515 orang dengan berbagai macam penyakit paru yang ditemukan terutama asma, PPOK, pneumonia, kanker paru, TB paru dan lain-lain. Didapatkan asma sebanyak 89 orang, pneumonia sebanyak 357 orang, PPOK sebanyak 3285 orang, kanker paru sebanyak 53 orang, TB paru sebanyak 768 dan lain-lain sebanyak. Jumlah tersebut dilihat didapatkan PPOK paling banyak dari penyakit paru lainnya. PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, biasanya ditandai dengan hambatan aliran udara napas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya. Faktor resiko PPOK adalah merokok, polusi udara, infeksi paru berulang, usia dan jenis kelamin, ras, genetik dan defisiensi alfa-1 antitripsin. Rokok adalah faktor resiko paling banyak yang dapat menyebabkan PPOK dengan presentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun adalah 23,7% dan di Jawa Tengah sekitar 24,3%. 2 Prevalensi perokok merupakan faktor resiko cukup tinggi di dunia yaitu tahun 2003, di Inggris populasi dewasa diperkirakan merokok sebanyak 12,5 juta orang, dimana 27% pada laki-laki dan 24% pada wanita. 1
Amerika Serikat melaporkan prevalensi merokok 26,4% pada laki-laki dan 2% pada wanita. Hasil yang didapatkan pada klinik paru RSMS tahun 2012 penyakit PPOK berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki sebanyak 2.153 orang dan perempuan sebanyak 1.132 orang. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan sesuai dengan penelitian yang lain apabila melihat dari faktor resiko merokok yang paling 30
banyak laki-laki. 1 Berdasarkan kategori usia didapatkan jumlah paling tinggi pada usia 46-65 tahun sebanyak 1656 orang dan tidak jauh berbeda pada usia >65 tahun sebanyak 1581 orang. Usia tersebut ada pada usia lansia dan manula dapat dikarenakan perilaku merokok, selain itu juga karena terjadi penurunan fungsi paru dan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding paru. Kanker paru adalah salah satu penyakit yang sangat kuat berhubungan dengan rokok dan jumlah kunjungan klinik paru RSMS tahun 2012 sebanyak 53 orang dengan laki-laki 37 orang dan perempuan 16 orang. Usia paling banyak adalah usia 46-65 tahun (lansia) yaitu 34 orang. Menurut World Health Organization (WHO) kejadian kanker paru tahun 2008 sekitar 13% (1,6 juta) dari total kasus keganasan dan menyebabkan kematian pada 18% (1,4 juta) orang. Penelitian oleh Maninino, et al mendapat resiko 3,6 kali pada bekas perokok dan 8,4 kali pada perokok dan tingginya resiko juga berhubungan dengan beratnya merokok. 13
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Kunjungan pasien asma di klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 899 orang dengan laki-laki 291 orang dan perempuan 608 orang. Usia 12-25 tahun sebanyak 135 orang, usia 26-45 tahun sebanyak 228 orang, usia 46-65 tahun sebanyak 499 orang yang merupakan paling banyak dan usia >65 tahun sebanyak 16 orang. Asma merupakan penyakit penyebab 5 besar kematian di dunia dan penderita asma pada tahun 2010 sebanyak 300 juta (17,4%). Penyakit asma ini harus dikontrol dengan baik, apabila tidak dikontrol dengan baik maka angka kejadian asma diperkirakan akan meningkat samapai 400 juta pasien pada tahun 2025. 15 Di Indonesia pada tahun 2007 penderita asma mencapai 5000 orang dan penderita asma yang tidak terkontrol ada sekitar 64% dari 400 pasien yang menderita asma. Penderita asma di Indonesia pada tahun 2011 adalah sebanyak 12 juta orang. Peningkatan prevalensi penderita asma disebabkan oleh adanya polusi udara (industri, kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dll), gaya hidup (obesitas, alergen dalam rumah seperti tungau, debu, bulu hewan dan alergen luar rumah seperti rokok, serbuk sari dan spora jamur) dan kurangnya 31
pengetahuan keluarga mengenai kondisi penyakit dan pengobatan pasien asma tersebut. 15
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut biasanya disebabkan oleh infeksi. Kunjungan pasien pneumonia di klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 352 orang dengan laki-laki 189 orang dan perempuan 168 orang. Usia 12-25 tahun sebanyak 23 orang, usia 26-45 tahun sebanyak 86 orang, usia 46-65 tahun sebanyak 139 orang yang merupakan paling banyak dan usia >65 tahun sebanyak 74 orang. Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%.Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%. 14
Ketidakseimbangan antara faktor penjamu, agen dan lingkungan dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam empat determinan kesehatan, seperti faktor biologis, lingkungan, perilaku, dan faktor pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat. Jika dilihat dari empat determinan tersebut, maka faktor resiko yang paling berpengaruh pada kasus ini adalah faktor ekstrinsik berupa lingkungan rumah pasien dan perilaku orang tua sehari-hari dan perilakunya dalam mencari pengobatan. Aspek perilaku untuk hidup bersih dan sehat sering menjadi penyebab suatu penyakit menjadi berulang dan menjadi salah satu faktor yang sulit untuk diubah. Oleh karena itu upaya untuk mencegah dan mengurangi kejadian pneumonia perlu ditinjau dari berbagai aspek yang sesungguhnya saling berkaitan. 14
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Myobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman myobacterium tuberkulosis sisteik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Pada tahun 1995, World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun akan terdapat sekitar sembilan juta penderita baru TB paru dengan kematian sekitar tiga juta orang. Setiap penderita jika tidak 32
diobati, diperkirakan dalam setahun dapat menularkan penyakit tersebut kepada 15 orang. 16
Kunjungan pasien TB paru di klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 768 orang dengan laki-laki 379 orang dan perempuan 389 orang. Usia 0-11 tahun sebanyak 8 orang, usia 12-25 tahun sebanyak 103 orang, usia 26-45 tahun paling banyak yaitu sebanyak 499 orang, usia 46-65 tahun sebanyak 135 orang dan usia >65 tahun sebanyak 23 orang. Di Indonesia berdasarkan beberapa penelitian diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia 15-50 tahun. Di benua Afrika penderita TB paling banyak pada laki-laki dan hampir dua kali lipat jumlahnya dibandingkan pada perempuan dan berbeda dengan di RSMS tahun 2012 didapatkan tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan. Banyak faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi TB pada seseorang dan dapat menggunakan teori Blum yang sangat terkenal dikalangan ahli kesehatan masyarakat yaitu kesehatan sebagai kesehatan individu maupun sebagai kesehatan masyarakat, merupakan interaksi harmonis antara beberapa faktor; yaitu lingkungan, gaya/perilaku, keturunan/karakteristik dan pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan adalah faktor yang paling besar, lalu faktor gaya hidup seperti sikap dan perilaku terhadap kesehatan, faktor lainnya yaitu keturunan dan layanan kesehatan. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yaitu dengan lingkungan yang lebih besar yaitu populasi yang ada, sistem budaya, sumber daya alam, keseimbangan ekologi dan kemanusiaan. 16
Faktor resiko terjadinya infeksi TB berdasarkan penelitian Retnaningsih et al, 18 adalah tingkat pendidikan penderita dan kepadatan rumah sedangkan faktor konfoundingnya adalah status gizi dan perilaku periksa TB. Faktor resiko dari tingkat pendidikan adalah orang yang tingkat pendidikannya rendah akan mempunyai resiko terjadinya infeksi TB sebesar 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan orang yang tingkat pendidikannya tinggi dengan melihat dari status gizi, kepadatan rumah dan perilaku periksa TB.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sajinadiyasa, I., Bagiada, I., Ngurah R. Prevalensi dan Risiko Merokok terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11; 2010. 2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Ed. Ke-6. Jakarta: EGC, 2011:418-20, 447-56. 3. PDPI. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI pusat; 2011. 4. Haryati., Bakhriansyah, M., Kartika S. Profil Penderita Kanker Paru Primer di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2006-2011. 5. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4 6. Menkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 7. Kumar, Vinay; Cotran, Ramzi S; Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 volume 2. Jakarta : EGC 8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Asma Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 9. Morris, Michael J. 2013. Asthma. Medscape Reference. Available at http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw2aab6b2b2 10. Dewi, T., Swidarmoko, B., Rogayah, R., Hidayat. H. The Positive Result of Cytology Brushing at Flexible Fiberoptic Bronchoscopy Compared with Transthoracic Needle Aspiration in Central Lung Tumor. Journal Respiratory Indo Vol. 31, No. 1. 2011. 11. Yulianti, D., Syahruddin, E., Hudoyo, A., Icksan, A. Neurological Clinical Symptoms and CT Scan Brain Images of Lung Cancer Patients Small Cell Carcinoma is Not Brain Metastasis in Persahabatan Hospital. Journal Respiratory Indo Vol. 31, No. 1. 2011. 12. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Kanker Paru. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI. 34
13. Mannino, D., Samuel, M., Aguayo, S., Pett, T., Redd, SC. Low Lung Function and Incident Lung Cancer in the United States, data from the first national health and nutrition examination survey follow-up. Intern Med. 2003; 163:1475-80. 14. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2005. Pneumonia Nosokomia Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI. 15. Aini, F., Hasneli, Y., Dewi, Y. 2011. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kekambuhan Pasien Asma. Bibliography:35. 16. GOLD. 2011. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 17. Retnaningsih, E., Taviv, Y., Yahya. 2010. Model Prediksi Faktor Risiko Infeksi TB Paru Kontak Serumah untuk Perencanaan Program di Kabupaten OKU Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia Vol. 4 No.12.