Anda di halaman 1dari 3

NAMA : SYILVIA AFISTA

NPM : 1116041092
MATA KULIAH : BUMN

PRIVATISASI PT.KAI

Dualisme komando kebijakan perkeretaapian makin terbukti dengan terbitnya Perpres No
83/2011. Dimana yang berisi tentang menugaskan PT Kereta Api Indonesia
menyelenggarakan prasarana dan sarana KA Bandara Soekarno-Hatta dan jalur lingkar
Jabodetabek. Perpres ini sekilas memang memisahkan fungsi regulasi dan operasi antara
Ditjenka dan PT Kereta Api Indonesia (Persero), dua lembaga pemerintah yang selama ini
menjalankan fungsi ganda. Namun, penjelasan bahwa pelaksanaan tugas oleh PT KAI tak
diperbolehkan menggunakan dana APBN dan APBD menjadikan penugasan ini ibarat buah
simalakama bagi korporasi.
Dimana dua pertiga pengoperasian perkeretaapian dunia masih membutuhkan dukungan
pemerintah berupa subsidi tahunan. Itu di luar pengadaan prasarana yang lazimnya berupa
biaya yang sudah tertanam (sunk cost), seperti jalur KA yang ada sekarang. Sisanya,
sepertiga operasi KA dunia bisa menutup biaya operasi kalau rute KA menghubungkan dan
melayani daerah terpadat permukiman serta bisnis, seperti di Hongkong, Singapura, dan
beberapa kota di Jepang. Itu pun kalau operator KA diberi kesempatan dan hak istimewa
mengelola properti prima di sepanjang jalur KA. Penjualan tiket tidak menutup biaya operasi.
Sejak akhir tahun 2012 yang lalu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan sejumlah
penggusuran terhadap pedagang-pedagang kecil yang berjualan di stasiun-stasiun
Jabodetabek. Penggusuran ini dilakukan PT KAI dengan dalih penataan ulang stasiun-stasiun
agar menjadi lebih rapih dan tertata. Tetapi, penggusuran yang dilakukan PT KAI sejatinya
telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dimana penggusuran dilakukan secara paksa
dan sepihak, tanpa melibatkan dialog dengan para pedagang.
Lebih dari itu, PT KAI menggunakan aparat kekerasan dan preman dalam melakukan
penggusuran. Polisi dan TNI dikerahkan di hampir semua stasiun untuk mengintimidasi
pedagang. Bahkan, PT KAI mengerahkan preman dalam penggusuran paksa yang terjadi di
Stasiun Pondok Cina, Senin.
Sikap ngotot PT KAI untuk menggusur pedagang dari stasiun sampai dengan menggunakan
alat kekerasan adalah bagian dari proses komersialisasi dan privatisasi perkeretaapian
Indonesia yang sejatinya merupakan fasilitas publik dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Penggusuran para pedagang kecil di stasiun dilakukan PT KAI untuk melapangkan ruang
bagi akumulasi modal yang lebih besar melalui retail-retail waralaba seperti Indomaret dan
Alfamart ataupun usaha-usaha menguntungkan lainnya. Di beberapa stasiun, saat para
pedagang kecil digusur, Alfamart dan Indomaret dibiarkan tetap berdiri. Sementara itu, di
Bogor, sebagai pengganti dari area parkir mobil dan motor yang digusur untuk
dijadikan stabling atau lokasi parkir rangkaian kereta, akan dibangun area parkir baru yang
akan dikelola oleh PT Reska Multi Usaha, salah satu anak perusahaan PT KAI.
Kuatnya kecenderungan komersialisasi dan privatisasi pelayanan publik kereta api sebagai
transportasi rakyat ini juga dapat dilihat pada upaya PT KAI sekarang untuk menghapuskan
KRL ekonomi dari pelayanan rutin kebutuhan transportasi kereta masyarakat. Kemudian,
sudah sejak tahun 2010, negara tidak lagi memberikan subsidi kepada PT KAI untuk
perbaikan dan pengoperasian prasarana kereta api (infrastructure maintenance and operation,
IMO). Sejak tahun yang sama pula, kereta pengangkut barang tidak diperbolehkan lagi
menggunakan BBM bersubsidi. Kecenderungan privatisasi lebih jelas lagi terlihat dalam
Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2011 yang menugaskan PT KAI untuk menyelenggarakan
prasarana dan sarana kereta api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-
Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, dimana pembiayaannya tidak bersumber dari APBN dan
APBD, tetapi harus diusahakan sendiri oleh PT KAI (pasal 4). Hal ini menunjukan bahwa PT
KAI semakin didorong untuk mengorientasikan dirinya sebagai pengelola bisnis yang
mencari profit diatas kebutuhan dan hak masyarakat untuk mendapat pelayanan transportasi
yang layak.
Proses privatisasi ini bukanlah proses yang jatuh dari langit. Dimana privatisasi pelayanan
kereta api oleh PT KAI sekarang adalah bagian dari politik neoliberal yang sekarang tengah
berkuasa di Indonesia. Tidak heran jika kepentingan publik, yang mendasari alasan dari
keberadaan Republik Indonesia, dalam masa kekuasaan neoliberalisme harus dikalahkan oleh
kepentingan akumulasi keuntungan milik kelas borjuasi. Kelas borjuasi yang berselingkuh
dengan elit politik dalam sistem neoliberalisme sekarang ini menjadikan rakyat pekerja dan
masyarakat kecil yang miskin sebagai sapi perah untuk keuntungan mereka.
Sumber :

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/01/02/01563470/Privatisasi.atau.Pembonsaian.
Kereta.Api.(diakses, 2 Juni 2014).
http://www.prp-indonesia.org/2013/tolak-penggusuran-paksa-dan-privatisasi-pt-kai.
(Diakses, 2 Juni 2014)

Anda mungkin juga menyukai