Anda di halaman 1dari 8

DNA amplification (PCR)

Polymerase Chain Reaction:


Dasar Teknik Amplifikasi DNA
Oleh: Fatchiyah
Universitas Brawijaya


Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain
Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk
mengamplifikasi nukleotida secarain vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan
jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 10
6
-
10
7
kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali
jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2
n
kali banyaknya DNA
target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara
amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan
non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan
perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit
genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling
in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed
mutagenesis of genes danmRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.




1.1 Teknik Dasar Amplifikasi PCR
Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang
mempunyai temperatur yang berbeda.Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1986, akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih
belum thermostable, dan harus ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain
temperature 37C yang digunakan bias dan menyebabkan non-specific priming,
sehingga menghasilkan produk yang tidak dikehendaki. Taq DNA
polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan
pada tahun 1988. Ensim ini tahan sampai temperature mendidih 100C, dan
aktifitas maksimal pada temperatur 92-95C.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi,
annealing dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer
oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5
menuju ujung-3 untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang
diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus meliputi:
denaturation (95C), 30 detik
annealing (5560C), 30 detik
extension (72C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA
yang diinginkan sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek
yang positif.
1.1.1 Denaturasi untai ganda DNA
Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama
proses PCR. Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan
untai ganda DNA. Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95C, suhu
94C merupakan pilihan standar. Temperatur denaturasi yang tinggi
membutuhkan kandungan GC yang tinggi dari DNA template, tetapi half-
lifedari Taq DNA Polymerase menekan secara tajam pada temperatur sekitar 95C.
1.1.2 Primer Annealinga
Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA
target tergantung pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi
primer itu sendiri. Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan
menghitung Melting Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template.
Cara termudah menghitung untuk mendapatkan melting-temperatur yang
tepat menggunakan rumus Tm = {(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Rumus standar dapat
dilihat di subbab primer pada komponen PCR. Sedang temperatur annealing
biasanya 5C ddibawah Tm primer yang sebenarnya. Secara praktis, Tm ini
dipengaruhi oleh komponen buffer, konsentrasi primer dan DNA template.
1.1.3 DNA Polymerase extension
Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA,
dimulai dari posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA
target akan bergerak dari ujung 5 menuju ujung 3 dari untai tunggal DNA.
Proses pemanjangan atau pembacaan informasi DNA yang diinginkan sesuai
dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan. Pada setiap satu kilobase
(1000bp) yang akan diamplifikasi memerlukan waktu 1 menit. Sedang bila kurand
dari 500bp hanya 30 detik dan pada kisaran 500 tapi kurang dari 1kb perlu waktu
45 detik, namun apabila lebih dari 1kb akan memerlukan waktu 2 menit di setiap
siklusnya (lihat contoh pada tabel 2). Adapun temperatur ekstensi berkisar antara
70-72C.











Tabel 1 Amplifikasi Geometrik (X=2
n
)
Siklus PCR Jumlah Relatif Molekul
1 2
2 4
3 8
4 16
5 32
6 64
10 1.024
20 1. 048.576
30 1.073.741.824

II. Komponen PCR
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA
polimerase yang thermostabil, buffer PCR, ion Mg
2+
, dan thermal cycler.
2.1 Template DNA
Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan basa (bp)
atau 1KB, Hasil amplifikasi yang efisien antara 100-400bp. Walaupun
kemungkinan hasil amplifikasi lebih dari 1 kB tetapi prosesnya kurang efisien,
karena produk yang panjang rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja
ensim DNA polymerase dan waktu yang diperlukan lebih lama. Hal ini dapat
menyebabkan hasil amplifikasi yang tidak diinginkan.

2.2 Primers
Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp dan primer
ini harus mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Untuk standar
amplifikasi sepasang primer akan mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20
basa panjangnya pada tiap primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%.
Annealing temperatur antara primer yang digunakan harus berkisar antara 1C.
Ujung 3 dari setiap primer harus G atau C, akan tetapi hindari susunan nukleotida
G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG, GCG, GGC, GGG, CCC,
GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang primer, penting diperhatikan
urutan primer tidak saling komplementer sehingga membentuk dimer-primers,
berikatan satu sama lain, atau membentuk hairpins. Hal lainnya hindari menyusun
primer pada daerah DNA repetitif.
2.3 Taq DNA polymerase
Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus aquaticus.
Aktivitas polimerisasi DNAnya dari ujung-5 ke ujung-3 dan aktivitas enzimatik
ini mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit pada 95C. Biasanya untuk setiap
100l volume reaksi ditambahkan 2.0-2.5 unit.
2.4 PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl
(pH8.3) dan 1.5mM MgCl
2
. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk
DNA template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum
dengan kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam
bentuk tanpa atau dengan MgCl
2
.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang
sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing
primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini
disebabkan konsentrasi optimal ion Mg
2+
itu sangat rendah. Hal ini penting untuk
preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating
agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg
2+
yang bebas bila terlalu
rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR,
sedang bila terlalu banyak ion Mg
2+
yang bebas akan menghasilkan produk PCR
yang tidak diinginkan.
2.5 Nucleotides (dNTPs)
Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 M.
Pada konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada
titik estimasi Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0.
Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim
polymerase. Sedang pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan
spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion
saling terkait dan tidak akan merubah secara bebas.
2.6 PCR Thermal Cycler
PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh perusahaan Perkin
Elmer sebagai pemegang paten asli. Pada saat ini telah diproduksi berbagai
macam tipe alat PCR thermal cycler ini dari berbagai perusahaan yang bergerak
dalam bioteknologi. Walaupun nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip
kerjanya sama.

Sumber: Fatchiyah, 2005, PCR: Dasar teknik Amplifikasi DNA dan Applikasinya





PEMBAHASAN

Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi,
annealing dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer
oligonukleotida yang spesifik digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5
menuju ujung-3 untai DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang
diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus meliputi:
denaturation (95C), 30 detik
annealing (5560C), 30 detik
extension (72C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA
yang diinginkan sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek
yang positif.
1. Denaturasi untai ganda DNA
Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama
proses PCR. Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan
untai ganda DNA. Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95C, suhu
94C merupakan pilihan standar.
2. Primer Annealinga
Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA
target tergantung pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi
primer itu sendiri.
3. DNA Polymerase extension
Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA,
dimulai dari posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA
target akan bergerak dari ujung 5 menuju ujung 3 dari untai tunggal DNA.
Proses pemanjangan atau pembacaan informasi DNA yang diinginkan sesuai
dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan.


Protein adalah molekul penyusun tubuh kita yang terbesar setelah air. Hal
ini mengindikasikan pentingnya protein dalam menopang seluruh proses
kehidupan dalam tubuh. Dalam kenyataannya, memang kode genetik yang
tesimpan dalam rantaian DNA digunakan untuk membuat protein, kapan, dimana
dan seberapa banyak. Protein berfungsi sebagai penyimpan dan pengantar seperti
hemoglobin yang memberikan warna merah pada sel darah merah kita, bertugas
mengikat oksigen dan membawanya ke bagian tubuh yang memerlukan. Selain itu
juga menjadi penyusun tubuh, "dari ujung rambut sampai ujung kaki", misalnya
keratin di rambut yang banyak mengandung asam amino Cysteine sehingga
menyebabkan bau yang khas bila rambut terbakar karena banyaknya kandungan
atom sulfur di dalamnya, sampai kepada protein-protein penyusun otot kita seperti
actin, myosin, titin, dsb
Sifat-sifat unggul di atas telah mendorong aplikasi protein dalam berbagai
sektor seperti industri, kedokteran, lingkungan, dsb. Namun ada beberapa kendala
yang menghadang antara lain kuantitas protein yang tersedia secara alamiah,
sangat rendah serta karakter yang dimiliki protein hanya bertahan dalam kondisi
"normal". Tantangan inilah yang mendorong upaya merekayasa protein
(selanjutnya disebut PE, dari kependekan Protein Engineering) untuk
"meningkatkan" sifatnya sesuai dengan kebutuhan
"Peningkatan" di sini bukan berarti bahwa sifat/karakter protein itu tidak
baik. Justru sifat-sifat itu sudah sangat tepat untuk kondisi alamiah (native)
protein yang bersangkutan. Akan tetapi dalam aplikasi protein itu, tidak jarang
memerlukan kondisi yang sangat berbeda sehingga beberapa karakter protein
perlu ditingkatkan (baca: disesuaikan).

Anda mungkin juga menyukai