Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

BIOEKONOMI PERIKANAN
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Penangkapan
I kan Skala I ndustri












SITI KOMAH
26010111130062





PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau,
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta
km
2
dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat
pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002).
Perikanan adalah salah satu sektor yang diandalkan untuk pembangunan
masa depan Indonesia, karena dapat memberikan dampak ekonomi kepada
sebagian penduduk Indonesia. Produk perikanan adalah bahan makanan penting
masyarakat pada umumnya, sehingga sektor perikanan menjadi salah satu, sumber
pendapatan negara disamping menjadi sumber mata pencaharian sebagain besar
masyarakat di kawasan pantai terutama nelayan (Nababan et al., 2008).
Usaha penangkapan ikan merupakan bentuk kegiatan ekonomi, dimana
faktor keuntungan adalah tujuan akhir. Keuntungan pada usaha penangkapan ikan
dilakukan dengan meningkatkan produksi jenis ikan yang menjadi tujuan
penangkapan. Keseimbangan antara kegiatan penangkapan ikan dengan
ketersediaan sumberdaya ikan adalah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan
yang menjadi tujuan penangkapan.
Secara nasional, jumlah nelayan dan usaha penangkapan ikan skala kecil
lebih dominan dari pada nelayan dan usaha penangkapan ikan skala menengah
dan besar. Proporsi dan perkembangan jumlah nelayan dan usaha penangkapan
ikan skala kecil di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan jumlah dan struktur
armada penangkapan ikan secara nasional.
Perikanan tangkap nasional masih dicirikan oleh perikanan tangkap skala
kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap di Indonesia
yang masih didominasi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil yaitu sekitar
85%, dan hanya sekitar 15% di lakukan oleh usaha perikanan skala yang lebih
besar. Perikanan tangkap skala kecil dapat diklasifikasikan ke dalam kondisi
karakter usaha dari nelayan sebagai operator usahanya. Dengan kata lain operator
usaha perikanan tangkap skala kecil diklasifikasikan sebagai nelayan kecil
(Nababan et al., 2008).
Hampir 90% kegiatan penangkapan ikan di Indonesia saat ini didominasi
oleh perikanan skala kecil. Ketergantungan yang besar nelayan skala kecil
terhadap sumberdaya ikan, menyebabkan nelayan akan selalu melakukan
perubahan strategi penangkapan ikan dalam menghadapi setiap perubahan yang
mengganggu hasil tangkapannya. Peningkatan kompetisi dalam kondisi ketiadaan
manajemen yang memadai, diyakini telah meningkatkan penurunan sumberdaya,
pengrusakan ekosistem dan habitat ikan serta penurunan pendapatan. Sebagai
akibatnya, terjadi konflik pemanfaatan dan degradasi sumberdaya ikan di daerah
pantai. Untuk itu perlu solusi penyelesaian yang menyeluruh dan adil, sehingga
perikanan dan kegiatan perikanan itu sendiri dapat berkelanjutan.

1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi usaha penangkapan ikan skala industri.


BAB II. ISI

2.1. Usaha Penangkapan Ikan
Usaha Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya untuk tujuan
komersial (Paraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2005).
Usaha penangkapan ikan merupakan salah satu jenis usaha yang dominan
dalam sektor perikanan dan kelautan mulai dari usaha penangkapan yang bersifat
subsisten, artisanal hingga komersial. Usaha ini juga penggerak usaha-usaha lain
di sector kelautan dan perikanan, seperti perdagangan ikan segar untuk konsumsi
domestik maupun luar negeri, industri pengolahan seperti tepung ikan, serta
industri manufaktur seperti industri pengalengan. Peran usaha penangkapan ikan
sebagai pemasok bahan baku ikan sangat menentukan keberlanjutan industri-
industri tersebut dan secara makro pun menentukan perekonomian wilayah pesisir
(Anggraini, 2007).
Usaha penangkapan harus dikelola agar sumberdaya perikanan akan tetap
lestari dan menguntungkan dari segi ekonomi. Salah satu cara utuk tetap menjaga
sumberdaya ikan tetap lestari adalah dengan menggunakan teknologi
penangkapan yang lebih efisien, yaitu peningkatan teknologi dengan cara
mengganti alat tangkapannya dengan lebih efisien, memperbesar ukuran kapal,
menggunakan alat bantu untuk mendeteksi tingkat kelimpahan ikan ataupun alat
bantu mengumpulkan gerombolan ikan. Peningkatan teknologi penangkapan akan
berkaitan dengan masalah kelimpahan / kesediaan stok sumberdaya perikanan,
untuk itu perlu dikaji tentang jumlah kelimpahan / kesediaan stok dan menentukan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (MSY) agar bisa memanfaatkan
sumberdaya dengan optimal namun tetap menjaga kelestarian stok di alam
(Rahmawati et al., 2013).

2.2. Klasifikasi Usaha Penangkapan Ikan
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya ikan, kebanyakan
perikanan di klasifikasikan menurut produk yang ditangkap, yakni spesies yang
menjadi target bagi keperluan manusia. Oleh sebab itu dikenal perikanan tuna dan
cakalang, perikanan udang, perikanan paus, dan lain-lain. Juga dikenal
pengelompokan perikanan lain seperti perikanan pelagis kecil (layang, kembung,
selar, dan lain-lain), perikanan demersal (kakap, bawal, layar, kerapu), perikanan
karang, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan penangkapannya biasa dilakukan oleh
berbagai jenis usaha perikanan, baik perikanan skala kecil yang biasanya terbatas
dekat tempat pendaratan atau pelabuhan, sampai perikanan skala besar seperti
perikanan trawl (pukat harimau) yang menangkap ikan laut (Widodo, 2006).
Menurut Ditjen Perikanan Tangkap DKP (2005), klasifikasi perikanan
tangkap terdiri atas:
1. Armada perikanan tangkap ikan skala kecil adalah penangkapan ikan
menggunakan perahu motor, atau menggunakan perahu motor tempel, atau
kapal motor berukuran <5 GT;
2. Armada penangkapan ikan skala menengah adalah armada penangkapan ikan
menggunakan perahu motor tempel atau kapal motor berukuran 5 30 GT;
dan
3. Armada penangkapan ikan skala besar adalah armada penangkapan ikan
menggunakan perahu motor tempel atau kapal berukuran >30 GT.

2.3. Usaha Penangkapan Ikan Skala Industri

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Usaha Penangkapan Ikan Skala Industri
Menurut Nuraini et al. (2008), bisnis perikanan tuna merupakan perikanan
skala industri. Tujuan utama usaha adalah produk kualitas ekspor, khususnya
dalam bentuk tuna segar (freshtuna). Keberhasilan usaha sangat bergantung pada
tiga faktor utama, yaitu potensi sumber daya ikan, faktor teknis usaha, dan
kelayakan ekonomi usaha.
a. Potensi Sumberdaya Ikan
Kegiatan perikanan telah menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang
dipicu oleh semakin meningkatnya permintaan ikan sebagai salah satu sumber
bahan pangan, dampaknya adalah semakin meningkatnya penggunaan
teknologi produksi dari kegiatan penangkapan ikan (Fauzi, 2010).
Kegiatan usaha penangkapan ikan di laut merupakan suatu usaha
ekonomi, komponen minimal yang harus dipenuhi untuk pengembangan
perikanan tangkap yaitu adanya potensi sumberdaya hayati perikanan dan
kegiatan eksploitasi, adanya peluang pasar, tersedianya input produksi untuk
mengolah sumberdaya alam dan tersedianya prasarana perikanan sebagai
penunjangnya. Potensi sumberdaya ikan akan menentukan sampai sejauh
mana perikanan dapat dikembangkan. Sedangkan kelestarian sumberdaya ini
akan menentukan kelangsungan usaha perikanannya. Selain sumberdaya
perikanan yang potensial, adanya peluang pasar baik dalam maupun luar
negeri akan ikut menentukan prospek pengembangan perikanan. Walaupun
terdapat sumberdaya dan pasar yang mendukung tanpa tersedianya sarana
produksi yang memadai, maka proses produksi tidak berjalan lancar.
b. Teknis Usaha
Keberhasilan pengembangan perikanan tuna tidak hanya bergantung
pada potensi sumber daya, tetapi ada faktor lain yang mempengaruhinya.
Bisnis tuna memerlukan dukungan prasarana pelabuhan, serta penyediaan
sarana input produksi dalam kuantitas dan kualitas yang baik. Diperlukan juga
adanya dukungan kebijakan dan kelembagaan (Nurani et al., 2008).
Keberhasilan usaha perikanan tuna akan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor teknis usaha, yang meliputi kegiatan dari praproduksi,
produksi, pascaproduksi, dan pemasaran. Ketersediaan input produksi
merupakan faktor penting agar kegiatan usaha dapat berjalan dengan lancar.
Input produksi pada perikanan tuna meliputi (1) ketersediaan teknologi
penangkapan (kapal, alat, mesin, dan perlengkapan lainnya), (2) ketersediaan
sumber daya manusia (SDM), (3) ketersedian modal, (4) ketersediaan
perbekalan operasi (BBM, minyak tanah,air tawar, es, dan umpan), dan (5)
ketersediaan informasi. Ketersediaan input produksi pada perikanan tuna
belum memadai, seperti ketersediaan BBM yang harganya tidak kompetitif
untuk usaha (Nurani et al., 2008).
Proses produksi penangkapan ikan merupakan proses yang
mengandung resiko tinggi, dengan hasil yang tidak dapat diperkirakan dengan
pasti. Berbagai faktor akan berpengaruh terhadap keberhasilan produksi, di
antaranya (1) ukuran kapal dan mesin, (2) ukuran palkah ikan, (3) jumlah mata
pancing dan jumlah umpan, (4) jumlah trip, (5) jumlah solar, dan (6) jumlah
ABK. Penanganan di atas kapal merupakan rantai awal dari proses
penanganan tuna. Kesalahan penanganan di atas kapal tidak dapat diperbaiki
di tahap selanjutnya. Ikan yang sudah terlanjur bermutu jelek, akan menjadi
produk reject yang tidak memenuhimutu ekspor dan berharga jual rendah.
Produk tuna ekspor harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan negara
tujuan ekspor.
c. Finansial Usaha
Perikanan tuna merupakan perikanan skala industri. Penanaman modal
investasi dan operasi yang besar memerlukan sistem yang kondusif untuk
berusaha. Usaha perikanan tuna memerlukan ketersediaan input produksi yang
tersedia dalam jumlah cukup besar dan kontinyu. Finansial usaha meliputi
modal atau investasi merupakan pengeluaran atau modal awal yang digunakan
untuk menjalankan suatu usaha penangkapan ikan, biaya usaha adalah biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan operasi penangkapan. Biaya ini dibagi
menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap dan penerimaan usaha
merupakan hasilyang diperoleh dari operasi penangkapan.
Dalam atribut ekonomi keberlanjutan usaha perikanan tangkap faktor
yang paling berpengaruh adalah keuntungan atau financial performance.
Faktor financial performance atau keuntungan inilah yang akan menentukan
apakah seseorang akan bertahan atau berhenti dari usaha perikanan tangkap.
Jika dilihat dari sisi pemilik maka yang akan dilihat seperti NPV, Net benefit
dan pendapatan (net revenue), sedangkan jika dilihat dari sisi ABK yang
dilihat adalah besamya pendapatan dan keberlanjutan untuk memenuhi
kebutuhan hidup atau rumah tangganya. Dalam financial performance
analysis yang telah dilakukan sebelumnya terlihat nilai-nilai yang dibutuhkan
untuk terjaminnya keberlangsungan atau keberlanjutan perikanan tangkap
secara ekonomi (Nababan et al., 2008).
Keterbatasan modal, rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan
serta teknologi dianggap sebagai masalah kronis sektor perikanan. Untuk
mengatasi persoalan-persoalan tersebut pendekatan yang selalu ditawarkan
adalah melakukan kerjasama atau kemitraan antar pelaku yakni nelayan,
pemerintah dan swasta. Dengan mempertimbangkan karakteristik masyarakat
nelayan khususnya aspek ekonomi, maka dalam pola kemitraan sumber
pendanaan sebaiknya terkonsentrasi kepada mitra usaha yakni swasta sebagai
inti dan tidak dibebankan kepada masyarakat yang akan bertindak sebagai
plasma. Melalui skema demikian maka kedua mitra akan mempunyai
tanggung-jawab dan kewajiban yang jelas dan proposional sehingga terdorong
untuk mengembangkan usaha secara bersama pula. Implikasi penting lainnya
melalui skema tersebut diharapkan kemitraan akan memberikan manfaat yang
lebih luas dan tidak terkonsentrasi pada satu pihak tertentu, dalam arti,
kebijakan pengembangan akan mempunyai dampak ekonomi positif terhadap
seluruh pelaku swasta, pemerintah, masyarakat serta mendorong tumbuhnya
aktivitas ekonomi sebagi pendukung kegiatan utama.
Usaha penangkapan ikan perlu didukung dengan menciptakan iklim
usaha yang kondusif yang bisa memberikan insentif bagi nelayan pemilik
modal untuk mengembangkan usahanya. Kenyataannya, selama ini pelaku
usaha perikanan tangkap menghadapi berbagai macam biaya mulai dari izin
investasi, izin melaut hingga retribusi hasil tangkapan serta pungutan tidak
resmi lainnya. Secara agregat, biaya-biaya transaksi yang tidak terkendali
akan menciptakan ekonomi biaya tinggi bagi dunia usaha dan mengurangi
surplus pada produsen (Anggraini, 2007).
Di bidang perikanan permasalahan utama yang dihadapi, antara lain:
1. Kondisi nelayan yang pada umumnya masih merupakan nelayan tradisional
dengan struktur armada penangkapan ikan dengan skala kecil (di bawah 5
gross ton), dan hanya kurang dari 5 % armada kapal penangkapan yang dapat
dikategorikan sebagai nelayan modern;
2. Masih tingginya ketidakseimbangan pemanfaatan stok perikanan tangkap
antarwilayah dan antarspesies, serta terjadinya kerusakan lingkungan
ekosistem pesisir dan laut;
3. Banyaknya praktik illegal unreported dan unregulated fishing yang
menyebabkan kerugian negara dan menurunkan pendapatan nelayan;
4. Belum optimalnya pengusahaan perikanan budi daya karena pengelolaan dan
pemanfaatan lahan budidaya belum efisien serta kurang memadainya sarana
dan prasarana perbenihan, pakan, dan penanganan kesehatan lingkungan;
5. Masih terbatasnya pemanfaatan iptek adaptif dan budidaya ramah lingkungan,
dan belum berkembangnya pemanfaatan iptek penangkapan, penanganan, dan
pengolahan produk perikanan sehingga produk perikanan bermutu rendah
dengan nilai jual yang rendah;
6. Belum mampu bersaingnya kualitas sumber daya manusia (SDM) perikanan,
dan masih lemahnya sistem kelembagaan nelayan dan pembudidaya ikan; dan
7. Belum adanya dukungan permodalan yang memadai untuk pengembangan
subsektor perikanan, lemahnya penguasaan pasar (market intelligence), belum
jelasnya keamanan dan kepastian hukum dalam berusaha, dan adanya
hambatan tarif dan nontarif produk perikanan Indonesia yang dikaitkan
dengan isu lingkungan dan kesehatan.


Sumber : Nuraini et al. (2008)
Gambar: Struktur sistem pengembangan perikanan tuna
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Keberhasilan usaha perikanan sangat bergantung pada tiga faktor utama,
yaitu potensi sumber daya ikan, faktor teknis usaha, dan kelayakan ekonomi
usaha.

3.2. Saran
Mengingat potensi sumberdaya ikan laut yang masih potensial, maka
diperlukan armada penangkapan ikan yang relatif besar dengan menerapkan
teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien yang berwawasan
lingkungan. Namun demikian diharapkan investasi untuk usaha penangkapan ikan
tersebut juga harus terjangkau oleh kemampuan keuangan nelayan. Dalam hal ini
untuk armada penangkapan ikan skala kecil setidaknya berukuran lebih dari 5 GT,
sedangkan untuk armada penangkapan ikan skala industri berukuran lebih dari 50
GT.








DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Eva. 2007. Biaya Transaksi Usaha Penangkapan Ikan di Kota
Pekalongan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2007, hlm. 35-42.
ISSN 0853 4217.
Nababan, Benny Osta, Yesl Dewita Sari dan Maman Hennawan. 2008. Tinjauan
Aspek Ekonomi Keberlajutan Perikanan Tangkap Skala Kecil di
Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan Volume VIII
No. 2 Tahun 2008.

Nurani, Tri Wiji, John Haluan, Sudirman Saad dan Ernani Lubis. 2008. Rekayasa
Sistem Pengembangan Perikanan Tuna di Perairan Selatan Jawa (System
Design of Tuna Fisheries Development in South Java Region). Forum
Pascasarjana Vol. 31 No. 2 April 2008: 79-92.

Paraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2005 tentang Usaha
Perikanan dan Usaha Kelautan Provinsi Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai