Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
STATUS PASIEN ILMU PENYAKIT MATA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Gahyaka Dios Rihadatul Aisy
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Asrama Brigib Linud 17, Cimanggis-Depok
No.RM : 41.38.76

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis pada tanggal 7 Mei 2013
Keluhan Utama : Orang tua pasien mengatakan pasien tidak dapat melihat secara
simetris
Keluhan Tambahan : mata merah, mata berair, mata sakit, mata gatal semuanya
disangkal oleh orang tua pasien
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang ke poli mata RS.Gatot Subroto dengan keluhan mata terlihat juling.
Orang tua pasien mengatakan mata pasien terlihat juling sejak 1 tahun belakangan
ini.
Orangtua pasien mengaku pasien tidak merasakan gatal, tidak nyeri, tidak
belekan, tidak mata merah, tidak ada riwayat trauma kepala, jalan tidak menabrak-
nabrak.
Riwayat juling pada keluarga ibu dan ayah disangkal. Waktu hamil tidak ada sakit
dan tidak dirawat di rumah sakit. Kontrol kehamilan teratur ke rumah sakit. Lahir
ditolong bidan dan bayi (pasien) langsung menangis. Ibu pasien mengatakan waktu
lahir mata kanan pasien ada merah di sudut mata dalam tetapi hal tersebut tidak
2

diobati dan menghilang merahnya beberapa hari kemudian. Selama kehamilan ibu
pasien tidak pernah periksa lab Toksoplasma.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu yang bermakna.

Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Orangtua pasien
menyangkal terdapat penyakit lain pada keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah : Tidak diperiksa
Nadi : Tidak diperiksa
Suhu : Tidak diperiksa
Pernafasan : Tidak diperiksa
Kepala : Tidak diperiksa
THT & Leher : Tidak diperiksa
Jantung dan Paru : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa




3

B. Status Oftalmologis
1. Visus
Keterangan OD OS
Tajam Penglihatan S -0,25 S -0,25
Koreksi Tidak Dikoreksi Tidak Dikoreksi
Addisi Tidak Diperiksa Tidak Diperiksa
Distantia Pupil 62/60 mm
Kacamata Lama Tidak Ada Tidak Ada

2. Kedudukan Bola Mata
Keterangan OD OS
Eksoftalmus Tidak Ada Tidak Ada
Endoftalmus Tidak Ada Tidak Ada
Deviasi Ada ke arah medial Tidak Ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah

3. Supra Silia
Keterangan OD OS
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris

4. Palpebra Superior dan Inferior
Keterangan OD OS
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Nyeri Tekan Tidak Ada Tidak Ada
Ektropion Tidak Ada Tidak Ada
Entropion Tidak Ada Tidak Ada
Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada
Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
4

Fissura Palpebrae 11 mm 11 mm
Ptosis Tidak Ada Tidak Ada
Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada
Kalazion Tidak Ada Tidak Ada
Pseudoptosis Tidak Ada Tidak Ada

5. Konjungtiva Tarsalis
Keterangan OD OS
Hiperemis Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis
Folikel Tidak Ada Tidak Ada
Papil Tidak Ada Tidak Ada
Sikatriks Tidak Ada Tidak Ada
Anemia Tidak Ada Tidak Ada
Kemosis Tidak Ada Tidak Ada

6. Konjungtiva Bulbi
Keterangan OD OS
Injeksi Konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada
Injeksi Siliar Tidak Ada Tidak Ada
Perdarahan
Subkonjungtiva
Tidak Ada Tidak Ada
Pterigium Tidak Ada Tidak Ada
Pinguekula Tidak Ada Tidak Ada
Nevus Pigmentosa Tidak Ada Tidak Ada
Kista Dermoid Tidak Ada Tidak Ada





5

7. Sistem Lakrimalis
Keterangan OD OS
Punctum Lakrimalis Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

8. Sklera
Keterangan OD OS
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak Ada

9. Kornea
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak Ada Tidak Ada
Ulkus Tidak Ada Tidak Ada
Perforasi Tidak Ada Tidak Ada
Arcus Senilis Tidak Ada Tidak Ada
Edema Tidak Ada Tidak Ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak Dilakukan

10. Bilik Mata Depan
Keterangan OD OS
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak Ada Tidak Ada
Hipopion Tidak Ada Tidak Ada
Efek Tyndal Negatif Negatif
6

11. Iris
Keterangan OD OS
Warna Hitam Kecoklatan Hitam Kecoklatan
Kriptae Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak Ada Tidak ada
Koloboma Tidak Ada Tidak Ada

12. Pupil
Keterangan OD OS
Letak Ke arah medial Di tengah
Bentuk bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya
Langsung
Positif Positif
Refleks Cahaya Tidak
Langsung
Positif Positif

13. Lensa
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Negatif Negatif

14. Badan Kaca
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih


7

15. Fundus Okuli
Keterangan OD OS
a. Papil
Bentuk Bulat Bulat
Batas Tegas Tegas
Warna Kuning Kemerahan Kuning kemerahan
b. Makula Lensa
Refleks Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Edema Sulit Dinilai Sulit Dinilai
c. Retina
Perdarahan Tidak Ada Tidak Ada
CD Ratio 0,3 0,3
Rasio A/V 2/3 2/3
Sikatriks Ada Ada

16. Palpasi
Keterangan OD OS
Nyeri Tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa Tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi Okuli N N
Tonometri schiotz Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan


17. Kampus Visi
Keterangan OD OS
Tes Konfrontasi Sama Dengan
Pemeriksa
Sama Dengan
Pemeriksa


8

IV. Resume
Pasien seorang anak laki-laki, usia 2 tahun, datang dengan keluhan mata terlihat
juling. Orangtua pasien mengaku pasien tidak merasakan gatal, tidak nyeri, tidak
belekan, tidak mata merah, tidak ada riwayat trauma kepala, jalan tidak menabrak-
nabrak.
Riwayat juling pada keluarga ibu dan ayah disangkal. Waktu hamil tidak ada sakit
dan tidak dirawat di rumah sakit. Kontrol kehamilan teratur ke rumah sakit. Lahir
ditolong bidan dan bayi (pasien) langsung menangis. Ibu pasien mengatakan waktu
lahir mata kanan pasien ada merah di sudut mata dalam tetapi hal tersebut tidak
diobati dan menghilang merahnya beberapa hari kemudian. Selama kehamilan ibu
pasien tidak pernah periksa lab Toksoplasma.
Pemeriksaan status generalis dalam batas normal
Status Oftalmologis :
Keterangan OD OS
Tajam Penglihatan S -0,25 S -0,25
Koreksi Tidak Dikoreksi Tidak Dikoreksi
Addisi Tidak Diperiksa Tidak Diperiksa
Kedudukan bola mata
Deviasi Ke arah medial Tidak Ada
Konjungtiva Bulbi
Injeksi Siliar Tidak Ada Tidak Ada
Bilik Mata Depan
Kejernihan Jernih Jernih
Efek Tyndal Negatif Negatif
Pupil
Letak Ke arah medial Ke arah medial
Palpasi
Nyeri Tekan Tidak Ada Tidak Ada
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak Dilakukan

V. DIAGNOSIS KERJA
9

VI. Strabismus (Esotropia OD)

VII. DIAGNOSIS BANDING
a. Ambliopia

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
IX. Labolatorium toksoplasma

X. PENATALAKSANAAN
Terapi oklusi
Merupakan terapi ambliopia yang utama. Mata yang baik ditutup untuk
merangsang mata yang mengalami ambliopia.

Alat optik
Kacamata yang diresepkan secara akurat merupakan alat optik terpenting dalam
pengobatan strabismus.

XI. PROGNOSIS
XII. Ad Vitam : dubia ad bonam
XIII. Ad Fungsionam : dubia ada bonam
XIV. Ad Sanactionam : dubia ada bonam








10

BAB II
ANALISIS KASUS

Diagnosis pada pasien ini adalah Strabismus (Esotropia OD)
Anamnesis :
Orang tua pasien mengatakan pasien tidak dapat melihat secara simetris dan
terlihat juling
Ibu pasien mengatakan waktu lahir mata kanan pasien ada merah di sudut
mata dalam tetapi hal tersebut tidak diobati dan menghilang merahnya
beberapa hari kemudian. Selama kehamilan ibu pasien tidak pernah periksa
lab Toksoplasma.
Pemeriksaan Fisik :
Visus turun (mengarah pada kelainan refraksi)
Kedudukan bola mata tidak simetris dimana mata kanan deviasi ke arah medial (
mengarah kepada strabismus yaitu esotropia)
Uji Hirschberg refleks cahaya terletak di pinggir pupil, maka deviasinya 15
Uji tutup mata Saat mata telah terfiksasi lalu mata kiri ditutup dengan lempeng
penutup mata mata kanan bergulir ke temporal (mengarah terhadap esotropia),
mata kanan terlihat tidak bergoyang (dapat menyingkirkan dugaan ambliopia)
Uji tutup buka mata Mata kanan saat baru dibuka terlihat bergulir (terdapat
esotropia)
Pemeriksaan Anjuran :
Pemeriksaan Labolatorium toksoplasma untuk mengetahui etiologi pasti dari
strabismus yang dialami pasien


11

Penatalaksanaan
1. Terapi medis
Terapi oklusi
Merupakan terapi ambliopia yang utama. Mata yang baik ditutup untuk merangsang
mata yang mengalami ambliopia.

Alat optik
Kacamata yang diresepkan secara akurat merupakan alat optil terpenting dalam
pengobatan strabismus. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan oleh kacamata
memungkinkan mata menggunakan fusi alamiah sebesar-besarnya.
2. Terapi bedah
Prinsip operasi adalah melakukan reseksi pada otot yang terlalu lemah atau melakukan
resesi otot yang terlalu kuat.














12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTOT PENGGERAK BOLA MATA
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa sehingga bayangan
benda yang dilihatnya akan selalu jatuh tepat di kedua makula. Dengan demikian didapatkan
fisiologi penglihatan yang normal. Gerakan otot ini teratur, dan seimbang sehingga didapatkan
hasil penglihatan binokuler yang normal pula
1
Dalam setiap mata didapatkan 6 otot untuk menggerakkan bola mata, terdiri dari :
1

Otot Gerak primer Gerak sekunder Nervus
Rektus lateral abduksi - III
Rektus medial abduksi - VI
Rektus superior elavasi aduksi,intorsi III
Rektus inferior depresi aduksi,ekstorsi III
Oblik superior intorsi depresi,abduksi IV
Oblik inferior ekstorsi elevasi,abduksi III

Perjalanan rangsang yang melewati nervus sehingga mampu diterjemahkan oleh korteks dan
menimbulkan reaksi pergerakan bola mata adalah sebagai berikut :
1,2









13

RETINA N. Optikus Kiasma Optikum Traktus Optikus















Pada pergerakan mata yang terkoordinir, sato otot dari satu mata, bergandengan dengan satu otot
dari mata yang lain, untuk melakukan pergerakan dalam 6 arah jurusan kardinal dari penglihatan.
Otot-otot berpasangan ini dinamakan yoke muscles
1
Pergerakan dua bola mata (Binokuler) :
1. Hukum Hering
Pada setiap arah gerakan mata secara sadar, maka otot-otot yang berpasangan akan terdapat
sejumlah rangsangan dalam jumlah yang sama besar sehingga menghasilkan gerakan yang
tepat dan lancar.


N. Genikulatum Latera Dorsalis

Serabut genikulatum

Radiasi Optika

Korteks Penglihatan Primer
(Lobus Oksipitalis)
N. Suprakiasmatik
(hipotalamus)

Pengatur irama sikardian
Kolikulus Superior

Pergerakan Cepat
N.Pretektalis

Gerakan refleks mata dan
refleks pupil
14

2. Yoke Muscles
Pada setiap gerakan mata yang terkoordinir ,otot dari satu mata akan berpasangan dengan otot
mata yang lain untuk menghasilkan gerakan mata dalam 6 arah kordinal

II. STRABISMUS
A. Definisi
Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan
abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak
paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.
3
B. Etiologi
Strabismus disebabkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik disebabkan
oleh penglihatan yang buruk, tempat ptosis palpebra, parut kornea, katarak kongenital,
cacat sentral akibat kerusakan otak. Cacat sensorik dan sentral menyebabkan strabismus
konkomitan atau non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan
gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik.
1
Ganguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang
lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya ketajaman
penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari
bayangan mata yang menyimpang.

C. Klasifikasi
1. Menurut manifestasi
1. Heterotropia
Strabismus manifestasi (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua penglihatan
tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Penyebab:
Herediter
Anatomik
15

Kelainan refraksi
Kelainan persyarafan, sensorik-motorik
Kombinasi faktor diatas
Esotropia
Esotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang menjadi
pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju arah yang lain, yaitu hidung.

Strabismus jenis ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu paretik (akibat paresis satu
atau lebih otot ekstraokular) dan non paretik.
4



Gambar 1. Esotropia
(Diunduh dari http://images.emedicinehealth.com)

Nonparetik
a) Nonakomodatif
Infantilis
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen
telah bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat komitan yaitu
sudut deviasi kira-kira sama dalam semua arah pandangan dan biasanya
tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Dengan demikian, penyebab tidak
berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada parese otot
ekstraokular.
Didapat
Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun.

b) Akomodatif
Esotropia akomodatif terjadi apabila terjadi mekanisme akomodasi fisiologis
normal disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional yang
relatif insufisien untuk menahan mata tetap lurus.
16

c) Akomodatif parsial
Dapat terjadi mekanisme campuran yakni sebagian ketidakseimbangan otot
dan sebagian ketidakseimbangan akomodasi.

Paretik (inkomitan)
Pada strabismus inkomitan selalu terdapat satu atau lebih otot ekstraokular yang
paretik. Paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rektus lateralis, biasanya
akibat kelumpuhan saraf abdusen.
Gejala dan tanda esotropia
o Juling ke dalam
o Kelainan refraksi biasanya sferis positif, namun dapat sferis negatif bahkan
emetropia.
4

B. Eksotropia
Eksotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang menjadi
pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju ke arah lain yaitu ke arah luar
(eksodeviasi). Anak-anak tertentu mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya eksotropia. Adapun yang mempunyai resiko tersebut diantaranya anak
yang mengalami gangguan perkembangan saraf, prematur atau berat lahir rendah
dan anak dengan riwayat keluarga juling serta adanya anomali okular atau
sistemik.
4








Gambar 2. eksotropia
(Diunduh dari http://images.emedicinehealth.com)


17

Gejala dan tanda
o Pada kebanyakan kasus awalnya bersifat intermiten dengan onset umumnya
pada usia di bawah 3 tahun
o Deviasi menjadi manifest, terutama saat lelah, melamun, atau sakit
o Pasien dapat menutup satu mata bila terpapar cahaya terang sekali
o Bila bersifat intermiten jarang ditemukan ambliopia
o Kelainan refraksi biasanya sferis negatif
o Penglihatan ganda kadang-kadang dikeluhkan penderita yang juling
intermiten.
4


a) Hipertropia
Deviasi vertikal lazimnya diberi nama sesuai mata yang tinggi, tanpa memandang
mata mana yang memiliki penglihatan lebih baik dan yang diugunakan untuk
fiksasi. Hipertropia lebih jarang dijumpai daripada deviasi horizontal dan
biasanya didapat setelah lewat masa anak-anak.





2. Heteroforia
Strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi dengan
reflek fusi. Penyebab heteroforia dibagi menjadi penyebab refraktif dan nonrefraktif.
Penyebab refraktif, misalnya pada hipermetropia dan miopia. Sedangkan penyebab
non refraktif, foria tampak pada keadaan neurastenia, anemia, penderita debil, infeksi
lokal.
1

Gambar 3. Hipertropia
(Diunduh dari http://images.emedicinehealth.com)

18

b. Menurut sudut deviasi
i. Inkomitan (Paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan oleh kelumpuhan otot
penggerak bola mata. Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot atau beberapa otot.
2
Tanda-tanda :
1
Gerak mata terbatas pada daerah di mana otot yang lumpuh bekerja.
Deviasi.
Jika mata digerakkan ke arah otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan
menjurus ke arah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal.
Diplopia terjadi pada otot yang lumpuh.
Vertigo, mual-mual.

Diagnosa berdasarkan:
1
- Keterbatasan gerak
- Deviasi
- Diplopia

1). Abdusen Palcy
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma kepala, tumor, atau
peradangan dari susunan saraf serebral.
Tanda-tanda:
- Gangguan pergerakkan bola mata ke arah luar
- Diplopia homonim, yang menjadi lebih hebat bila mata digerakkan ke arah
luar
1





19

2). Kelumpuhan N. I I I
Tanda-tanda
- Ptosis
- Bola mata hampir tidak dapat bergerak atau terdapat keterbatasan bergerak ke
atas, nasal, dan sedikit ke arah bawah.
- Mata berdeviasi ke temporal, sedikit ke bawah
- Sedikit eksoftalmus
- Crossed diplopia.
Penyebab :
Kelainan dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Kelainan
dapat berupa eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh
darah. Pada umunya disebabkan oleh lues yang dapat menyebabkan tabes,
ensafelitis, infeksi akut, diabetes melitus, penyakit sinus. Terjadinya dapat secara
tiba-tiba, tetapi perjalanan penyakitnya selalu menahun.
1
ii. Nonkomitan (Non paralitik)
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang
sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi
pada mata yang sehat).
1
D. Pemeriksaan
1. Anamnesa
Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu ditanyakan
usia pasien saat ini dan usia pada saat onset strabismus, jenis onsetnya, jenis deviasi,
fiksasi dan yang tidak kalah penting yakni adanya riwayat strabismus dalam keluarga.
1

2. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan kartu Snellen.
3. Penentuan kelainan refraksi
20

Perlu dilakukan penentuan kesalahan refraksi sikloplegik dengan retinoslopi. Obat
standar untuk menghasilkan sikloplegia total pada anak berusia kurang dari dua tahun
adalah atropin yang dapat diberikan sebagai tetes atau salep mata 0,5% atau 1% dua kali
sehari selama 3 hari.
1

4. Inspeksi
Dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi konstan atau intermitan, bervariasi
atau konstan. Adanya ptosis dan posisi kepala yang abnormal juga dapat diketahui.
1
5. Uji strabismus
i. Uji Hirschberg
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar 33 cm, maka
akan terlihat refleks sinar pada permukaan kornea. Pada mata yang normal, refleks
sinar terletak pada kedua mata sama-sama di tengah pupil. Bila refleks cahaya
terletak di pinggir pupil, maka deviasinya 15. Bila di antara pinggir pupil dan
limbus, deviasinya 30. Bila letaknya di limbus, deviasinya 45.
5









Gambar 4. Uji Hirschberg
(Diunduh dari http://www.vision-training.com)
7


21

ii. Uji Krimsky
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma yang ditempatkan
didepan mata yang berdeviasi dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat
refleks cahaya terletak di tengah merupakan ukuran sudut deviasi.
5

iii. Uji tutup mata
Uji ini dilakukan untuk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan dengan menyuruh
mata berfiksasi pada satu objek. Bila telah terjadi fiksasi, mata kiri ditutup dengan
lempeng penutup. Dalam keadaan ini mungkin terjadi :
o Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai juling yang manifest. Bila
mata kanan bergulir ke nasal berarti terjadi eksotropia. Dan sebaliknya, bila
bergulir ke temporal berarti terjadi esotropia.
o Mata kanan bergoyang, mungkin terjadi ambliopia.
o Mata kanan tidak bergerak, mata dalam kondisi terfiksasi.
5


iv. Uji tutup mata berganti
Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua mata berfiksai
normal maka matayang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan pada mata
yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.
5
v. Uji tutup buka mata
Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata yang ditutup.
Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang berbakat juling akan
menggulir.
5

E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan terapi adalah pemulihan efek sensori yang merugikan (misal:
ambliopia), memperbaiki kedudukan bola mata, dan mendapatkan penglihatan binokuler
yang dapat dicapai dengan terapi medis atau bedah.
1



22

1. Terapi medis
1

o Terapi oklusi
Merupakan terapi ambliopia yang utama. Mata yang baik ditutup untuk merangsang
mata yang mengalami ambliopia.

o Alat optik
Kacamata yang diresepkan secara akurat merupakan alat optik terpenting dalam
pengobatan strabismus. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan oleh kacamata
memungkinkan mata menggunakan fusi alamiah sebesar-besarnya.
2. Terapi bedah
Prinsip operasi adalah melakukan reseksi pada otot yang terlalu lemah atau melakukan
resesi otot yang terlalu kuat.













23

BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan
Strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu ditanyakan usia pasien saat ini dan usia
pada saat onset strabismus, jenis onsetnya, jenis deviasi, fiksasi dan yang tidak kalah penting
yakni adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Uji uji klinis pada strabismus juga sangat
diperlukan dalam menentukan terapi penatalaksanaannya, seperti Uji Hirschberg, uji krimsky, uji
tutup mata, uji tutup mata berganti dan uji tutup buka mata. Tujuan penatalaksanaan terapi
adalah pemulihan efek sensori yang merugikan (misal: ambliopia), memperbaiki kedudukan bola
mata, dan mendapatkan penglihatan binokuler yang dapat dicapai dengan terapi medis atau
bedah.











24

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijana. N, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Jakarta: Abadi Tegal, 1993: 277-311.
2. Wang, Frederick M; 2002. Review of Strabismus. The Albert Einstein College of
Medicine
3. Vaughan. D.G, Asbury. T, Riordan-Eva. P, Oftalmologi Umum. Ed:17, Jakarta: Widya
Medika. 2010: 230-250.
4. Mardjono, Sidharta. H, Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2006: 131-134.
5. Ilyas. S, Ilmu Penyakit Mata. Ed-3, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007: 12-13.

Anda mungkin juga menyukai