Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS INDONESIA

Tugas Mata Kuliah Ekologi



EKOLOGI LAMUN



Arief Happy Rachmadhi
1306431803








JENJANG MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA, 27 Desember 2013

Ekologi Lamun
Lamun (seagrass) merupakan salah satu jenis tanaman tumbuhan air laut tingkat
tinggi. Lamun termasuk kelompok dari tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang secara
penuh mampu beradaptasi di lingkungan laut, hidup di habitat perairan pantai yang dangkal,
mampu beradaptasi dalam perairan asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan
terbenam, mereka mempunyai tunas, berdaun tagak, dan tangkai-tangkai merayap yang
efektif untuk berkembang biak serta mampu bersaing atau berkompetensi dengan
organisme lain di bawah kondisi lingkungan yang kurang stabil (Fachrul, 2008).
Istilahseagrass tidak diartikan sebagai rumput laut (alga laut / seaweed) karena seagrass
atau rumput laut sangat berbeda dan merupakan tumbuhan tingkat rendah, pada gambar 1
yang dapat menggambarkan struktur morfologi tumbuhan lamun.

Gambar 1. Morfologi lamun
Sumber Azkab, 1999

Tumbuhan lamun bereproduksi secara seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif).
Dalam reproduksi seksual lamun menghasilkan bunga dan menyebarkan serbuk sari dari
bunga jantan ke bunga betina melalui permukaan air (epihidrofili) dan di dalam air
(hidrofilus) (Larkum et al., 2006).Selain Lamun hidup secara berkoloni, yang merupakan
cara penyebaran tumbuhan ini. Oleh sebab itusering kita jumpai sebagai padang lamun.



Padang Lamun
Padang lamun merupakan hamparan luas tumbuhan berbunga yang sudah
sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut, daerah perairan
dangkal agak berpasir (Wahana,2013). Padang lamun juga dapat berarti hamparan vegetasi
lamun yang menutup suatu area pesisir atau laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau
lebig dengan kerapatan padat atau jarang. Umumnya padang lamun hanya terbentuk pada
permukaan dasar laut yang masih dapat dijangkau cahaya matahari bagi pertumbuhannya.
Padang lamun merupakan Ekosistem dengan tingkat produktifitas yang tinggi, sehingga
banyak pula ragam biota yang hidup berdampingan di areal padang lamun. Hampir semua
tipe substrat di pesisir dapat ditumbuhi lamun, mulai dari subtract berlumpur sampai
berbatu.
Menurut Fachrul (2008) juga menegaskan bahwa ekosistem padanglamun
memberikan jasa lingkungan yang begitu banyak. Secara ekologis, lamun memiliki peranan
penting di perairan laut dangkal,sebagai habitat biota lainnya seperti ikan, produsen primer,
melindungi dasar perairan dari erosi. Daun lamun yang lebat dapat memperlambat gerakkan
air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga menyebabkan perairan disekitarnya
menjadi tenang. Di samping Itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan menangkap
sedimen, pendaur ulang zat hara, dan element kelumit (trace element) penting di
lingkungan laut, serta berperan sebagai bioindikator logam berat. Sedangkan, secara
ekonomis lamun dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, bahan baku
kertas, bahan kerajinan, pupuk, dan bahan obat-obatan.

Fungsi Padang lamun diperingkas oleh Den Hartog (1977) dan Nontji (2010), sebagai
berikut :
Sebagai penghasil bahan organik dan pemompa zat hara dari dasar perairan ke
dalam kolam perairan, ekosistem lamun dapat menghasilkan sekitar 45,7 ton setara
bahan organic kering per Ha setiap tahunnya; dengan bahan organic atau energi
yang besar ini, padang lamun dapat berperan sebagai tempat pembesaran bagi
berbagai jenis ikan, udang dan organism lainnya yang bernilai ekonomis tinggi.
Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, berkat sistem
perakarannya yang padat dan saling menyilang
Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi
berbagai jenis biota laut.
Sebagai tudung pelindung yang melindungi dari sengatan matahari bagi organism
padanglamun.
Memperluas permukaan perairan, daun lamun yang subur dapat memperluas
permukaan perairan 10 hingga 20 kali sehingga menjadi substrat yang baik untuk
kehidupan organisme epifit.
Sebagai peredam gelombang sehingga energy gelombang sudah melemah ketika
sampai pada ekosistem hutan mangrove.

Klasifikasi dan Penyebaran Lamun
Lamun menurut Den Hartog dan Kuo (2006), diklasifikasikan ke dalam kelas
Angiospermae, subkelas Monocotyledonae dan terdapat 4 famili dengan 12 genus lamun.
Famili Lamun yaitu Posidoniaceae, Zosteraceae, Hydrocharitaceae, dan Cymodoceaceae,
serta ke-12 genus lamun terdiri dari Zostera, Phyllospadix, Heterozostera, Posidonia,
Halodule, Cymodocea, Syringodium, Thalassodendron, Amphibolis, Enhalus, Thalassia dan
Halophila. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 famili berada di perairan Indonesia yaitu
Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan tumbuh di air tawar
sedangkan 3 familia lain merupakan lamun yang tumbuh di laut (Hamza, 2009).
Terdapat 12 jenis spesies lamun yang tersebar di perairan Indonesia, yaitu: Halodule
uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium
isoelifolium, Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila
spinulosa, Halophila decipients, Halophila ovata dan Halophila ovalis (Den Hartog, 1970).
secara umum komunitas lamun dibagi menjadi tiga asosiasi spesies yaitu :
Padang lamun monospesifik, merupakan padang lamun yang terdiri atas satu spesies
saja, keberadaannya bersifat temporal dan biasanya terjadi sebelum menjadi padang
lamun campuran.
Padang lamun campuran, merupakan padang lamun yang pada umumnya terdiri
atas sedikitnya empat sampai tujuh spesies.
Padang lamun asosiasi dua atau tiga spesies


Kedalaman perairan, pengaruh arus, serta struktur substrat (pasir, pasir berlumpur,
lumpur lunak dan karang) mempengaruhi zonasi sebaran jenis lamun dan bentuk
pertumbuhannya. Jenis lamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang berbeda dengan
menunjukkan bentuk pertumbuhan yang berlainan dan kelompok jenis lamun membentuk
zonasi tegakan yang murni ataupun asosiasi dari beberapa jenis (Fachrul, 2008).

Enhalus acoroides
Klasifikasi Enhalus acoroides menurut Den Hartog & Kuo (2006) adalah:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Order : Hydrocharitales
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides

Gambar 2. Enhalus acoroides
(Sumber : Seagrasswatch, 2010)


Enhalus acoroides merupakan spesies lamun yang memiliki ukuran terbesar diantara
spesies lamun lainnya, tergambar pada gambar 2. Untuk mengamati lamun jenis Enhalus
acoroides dapat diamati melalui bentuknya seperti daun, rimpang dan akar. Akar dan
rimpang lamun berada di bagian bawah substrat. Akar berbentuk seperti tali, berjumlah
banyak dan tidak bercabang. Enhalus acoroides memiliki helai daun yang lurus, kaku dan
panjang lebih dari 50 cm serta lebar dari 1,5 cm. Helaian daun berbentuk seperti pita atau
ikat pinggang dengan panjang dapat mencapai lebih dari 100 cm. Bunga jantan dan betina
muncul pada tumbuhan yang berbeda. Bunga jantan tumbuh pada dasar tumbuhan,
bertangkai pendek lurus, butir serbuk sari besar. Bunga betina mempunyai tangkai panjang
1-40 cm dan setelah terjadi penyerbukan akan melekuk seperti spiral.







Thallasia hemprichii
Klasifikasi Thallasia hemprichii menurut Den Hartog & Kuo (2006) adalah:
Kingdom : Plantae
Division : Anthrophyta
Class : Angiospermae
Order : Helobiae
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Thallasia
Species : Thallasia hemprichii

Gambar 3. Thallasia hemprichii
(Sumber : Seagrasswatch, 2010)

Thallasia hemprichii merupakan spesies lamun yang memiliki ciri-ciri berdaun lurus
sampai sedikit melengkung, tepi daun tidak menonjol, panjang daun mencapai 2 cm dengan
lebar daun 1 cm, seludang daun keras dengan panjang 3-6 cm, rimpang keras menjalar,
dan ruas-ruas rimpang mempunyai seludang. Lamun jenis ini memiliki produktifitas yang
tinggi dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,51 mm hari-1. Pada umumnya, Thallasia
hemprichii dapat ditemukan pada perairan yang bersubstrat dasar pasir berlumpur, pasir
medium kasar dan pecahan koral dasar dengan membentuk asosiasi padang lamun
campuran.

Halodule uninervis
Klasifikasi Halodule uninervis menurut Den Hartog & Kuo (2006) adalah:
Kingdom : Plantae
Division : Anthrophyta
Class : Angiospermae
Order : Helobiae
Family : Potamogetonacea
Genus : Halodule
Species : Halodule uninervis

Gambar 4. Halodule uninervis
(Sumber : Seagrasswatch, 2010)

Halodule uninervis termasuk dalam famili Potamogetonaceae. Jenis Halodule
uninervis memiliki bentuk daun Parvozosterids, dengan daun memanjang sempit dengan
ujung daunnya yang berbentuk trisula dengan satu vena sentral yang membujur dengan
ukuran lebar daun 1 - 1,7 mm. Umur daun Halodule uninervis 55 hari dengan produksi
tegakan sebanyak 38 tegakan tahun-1 (Vermaat et al, 1995).
Halodule uninervis hidup pada perairan yang berada pada pertengahan pasang surut
hingga kedalaman 20 m. Umumnya pada kedalaman antara 0-3 m di laguna sublittoral dan
di dekat terumbu karang. Halodule uninervis dapat tumbuh di berbagai habitat yang
berbeda. Lamun ini dapat membentuk padang rumput padat bercampur dengan spesies
lamun lain.

Ciri fisik dan kimia Lamun
Fisik
1) Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan membatasi distribusi lamun secara horizontal. Lamun tumbuh di
zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 20 m. Namun pada
perairan yang jernih, tumbuhan ini dapat tumbuh di perairan yang dalam (Randal, 1965
dalam Supriharyono 2009).
2) Transparansi
Transparansi perairan dipengaruhi oleh kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air
pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, transparansi perairan sangat penting
karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi bagi
lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada
daerah yang masih menerima cahaya matahari.
3) Suhu
Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu
mempengaruhi aktifitas metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme-
organisme tersebut. Toleransi suhu dianggap sebagai faktor penting dalam menjelaskan
biogeografi lamun dalam menentukan batas kedalaman minimum untuk beberapa
spesies. Peranan suhu air sangat penting bagi lamun karena dapat mempengaruhi
proses-proses fisiologi lamun, yakni fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan
reproduksi. Pertumbuhan lamun akan optimum pada suhu yang rendah dan akan
melambat seiring dengan naiknya suhu perairan. Suhu yang tinggi akan menyebabkan
lamun mudah terkena penyakit dan cepat kering atau gejala stres lainnya (Supriharyono,
2009). Suhu optimum bagi pertumbuhan lamun adalah 28-30
o
C.
4) Arus
Kecepatan arus merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan biomassa lamun melalui percampuran dan penyebaran unsur hara dan sediaan gas-
gas terlarut, serta menghalau sisa-sisa metabolisme atau limbah. Selain itu, kecepatan
arus yang tinggi juga dapat mengakibatkan naiknya padatan tersuspensi yang berlanjut
pada reduksi penetrasi cahaya ke dalam air atau turunnya transparansi perairan, hal ini
dapat menyebabkan rendahnya laju produksi lamun (Gambi et al, 1990).
5) Substrat
Tumbuhan lamun membutuhkan dasar yang lunak untuk ditembus oleh akar dan
rimpangnya guna menyokong lamun ditempatnya. Substrat merupakan tempat sumber
utama untuk mendapatkan nutrisi karena dalam substrat mengandung kadar nutrisi
yang lebih tinggi dibandingkan nutrisi pada air. Di Indonesia padang lamun
dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe sedimennya, yaitu
lamun yang hidup di sedimen lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing
karang dan batu karang (Kiswara & Hutomo, 1985).

Kimia
1) Salinitas
Salinitas atau kadar garam yaitu jumlah berat semua garam (gram) yang terlarut dalam
satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan (permil). Sebaran salinitas di laut
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan
aliran sungai. Secara umum salinitas yang optimum untuk pertumbuhan lamun adalah
berkisar 25-35 (Zieman & Wetzel, 1980). Fluktiasi salinitas dalam suatu perairan akan
mempengaruhi biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih
lamun (Philip dan Menez, 1988).
2) Derajat Keasaman (pH)
pH atau derajat keasaaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Kisaran Derajat keasaman yang baik untuk
pertumbuhan lamun adalah 7,3-9,0 (Phillips, 1988). Derajat keasaman perairan sangat
dipengaruhi oleh dekomposisi tanah dan dasar perairan serta keadaan lingkungan
sekitarnya.

Ancaman Ekosistem Padang Lamun
Dalam perkembangannya banyak padanglamun yang telah mengalami gangguan
atau kerusakan karena gangguan alam ataupun karena aktifitas manusia. Gangguan atau
tekanan tersebut terus menerus berlangsung sehingga menimbulkan dampak yang lebih
besar. Tetapi akar masalah pada perusakan padang lamun antara lain karena ketidak-
tahuan masyarakat, kemiskinan, keserakahan, lemahnya perundangan dan penegakan
hokum. Oleh karena itu pengelolaan harus di terapkan oleh pemerintah untuk keberlanjutan
dari manfaat padang lamun itu sendiri. Dimana dalam pengelolaannya padang lamun harus
mengatasi masalah mendasar yaitu melakukan upaya rehabilitasi padang lamun yang dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yakni rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras.
Rehabilitasi lunak lebih ditekankan pada pengendalian perilaku manusia yang
menjadi penyebab kerusakan lingkungan, misalnya melalui kampanye penyadaran
masyarakat (public awareness), pendidikan, pengembangan mata pencaharian alternative,
pengembangan daerah perlindungan padang lamun, pengembangan peraturan dan
perundangan, dan penegakan hukum secara konsisten. Sedangkan rehabilitasi keras
mencangkup kegiatan rehabilitasi langsung di lapangan seperti transplantasi lamun
(Indonesia Maritime Magazine, Hakim, 2012)





DAFTAR PUSTAKA

Fahcrul. F.M. 2008. Metode sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Azkab, M. H. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana, XXIV (1) : 1-16.
Larkum, A.W.D., R.J. Orth and C.M. Duarte. 2006. Seagrasses : Biology, Ecology
andConservation. Springer. Amsterdam. p. 1-23
Wahana, Syainullah. 2013. Ekologi Lamun, Tropis Ancaman Dan Pengelolaan
Keberlanjutannya. http://wahanalatambag.blogspot.com/2013/09/ekologi-lamun-
tropis.html
Den Hartog, C.1977. Struktur, Function, and Classifification in seagrass Ecosystem: A
Scientific Perspective (eds. Mc. Roy and Helfferich). Marcel Dekker Inc.
Nontji. A. 2010. Pengelolaan dan Rehabilitasi lamun. Program Trismades.
Hakim, C.N. 2012. Indonesia Maritime Magazine (Tuntas Berbicara Tentang Laut)
Ekosistem Padang Lamun Makin Kritis Ancam Kerusakan Pesisir. PT Maritime
Indomedia Perkasa. Jakarta Selatan
Seagrasswatch. 2010. I. D. Seagrass. www.seagrasswatch.org. Diakses tanggal 9 Maret
2012.
Supriharyono. 2009. Management of Natural Resources in Indonesian Tropical Coastal
Zones. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gambi, M.C., A.R.M. Nowell, and P.A. Jumars. 1990. Flume observations on flow dynamics in
Zostera marina (eelgrass) beds. Mar. Ecol. Prog. Ser.
Kiswara, W. dan M. Hutomo. 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun. Oseana.
Zieman, J.C., and R.G. Wetzel. 1980. Methods and Rates of Productivity in Seagrasses.
Handbook of seagrass. California.
Vermaat JE, AgawinNSR, Duarte CM, Fortes MD, Marba N, Uri JS. (1995) Meadow
Maintenance, growth and productivity of a mixed philiphine seagrass bed. Mar Ecol
Prog Ser.
Philips, C. R., E. G. Menez. 1988. Seagrass in: Smithsonian Contribution to The Marine
Science No. 34. Smithsonian Institution Press. Washington D.C.

Anda mungkin juga menyukai