Anda di halaman 1dari 12

PEMBUNUH 100 NYAWA MASUK SURGA

Rabu, 13 Mei 09
Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, Sebelum kalian (dari kalangan bani Israil ada seorang lelaki yang telah membunuh 99
jiwa, kemudian dia bertanya tentang orang yang paling pandai di muka bumi. Dia diberitahu
adanya seorang ahli ibadah, dia pun mendatanginya, dia berkata, bahwa dia telah membunuh 99
jiwa, apakah ada kesempatan untuk bertaubat?. Ahli ibadah itu menjawab, Tidak. Kemudian
lelaki tadi membunuhnya, sehingga dia menyempurnakan jiwa yang telah dia bunuh menjadi
100. Dia bertanya lagi tentang orang yang paling alim di muka bumi ini. Dia diberitahu adanya
seorang alim. Dia bertanya kepadanya, bahwa dia telah membunuh 100 jiwa, apakah ada
kesempatan untuk bertaubat ? Orang alim itu berkata, Ya. Apa yang menjadi penghalang untuk
bertaubat. Pergilah ke daerah itu, di dalamnya ada banyak orang yang beribadah kepada Allah
Taala, maka beribadahlah kepada Allah Taala dengan mereka. Dan jangan kembali ke
daerahmu, karena ia temapat yang dipenuhi dengan keburukan. Lelaki itu kemudian
meninggalkannya dan menuju ke daerah yang disarankan . Ketika di pertengahan jalan Malaikat
Maut mengambil ruhnya (1a meningal dunia). Malaikat pembawa rahmah dan malaikat
pembawa adzab berselisih tentangnya. Malaikat rahmat berkata, Dia telah datang dengan
bertaubat kepada Allah Taala. Malaikat adzab barkata, Dia tidak pernah melakukan kebaikan
sedikit pun. Datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia sebagai penengah di antara
keduanya. Dia berkata, Ukurlah antara kedua daerah tersebut, mana yang lebih dekat, maka itu
adalah bagiannya. Keduanyapun melakukan itu, dan mendapatinya lebih dekat kepada daerah
yang dituju. Kemudian Malaikat Rahmat membawanya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Kisah dalam hadits ini shahih yang disebutkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Di
dalam kisah ini terdapat banyak pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua.
1. Allah Taala menciptakan manusia dengan tujuan tertentu, yaitu agar manusia
menghamba hanya kepada Maha Pencipta dengan melaksanakan segala apa yang
diperintahkan dan meninggalkan segala laranganNya (taqwa). Penyelewengan atas
prinsip ini merupakan jalan-jalan syetan yang menyesatkan manusia. Allah Taala
berfirman, artinya, Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168).
Qatadah Taala ditanya tentang makna firman Allah Taala di atas, beliau berkata,
Segala bentuk kemasiatan terhadap Allah Taala merupakan langkah-langkah syetan.
2. Setiap anak Adam pasti melakukan banyak kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang
berbuat kesalahan adalah yang bertaubat. Rasulullah Taala bersabda, Setiap anak Adam
akan disentuh oleh syetan pada hari dia dilahirkan ibunya, kecuali Maryam dan
Anaknya. (H.R Muslim).
Dalam hadits lainnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Setiap anak
Adam pasti melakukan banyak kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah
yang bertaubat. (H.R Ibnu Majah dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
3. Taubat merupakan kewajiban bagi setiap hamba Allah Taala yang banyak dipenuhi
kesalahan. Sebesar apa pun dosa yang dilakukan, taubat akan menjadi solusi utama
menuju jalan kebahagian, kecuali dosa menyukutukan Allah Taala. Allah Taala ber
firman, artinya, Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi
kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai
keutamaan (balasan) keutamaannya. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku takut
kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. Huud: 3).
Firman Allah Taala, artinya, Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. an-Nuur: 31).
4. Agar taubat yang dilakukan diterima oleh Allah Taala, (pelakunya mendapatkan
ampunan dariNya), maka beberapa syarat harus dipenuhi. Imam Nawawi mengatakan
dalam kitab Riyadhu Ash-Shalihiin, Taubat wajib dilakukan atas setiap dosa, jika
kemaksiatan berkaitan dengan seorang hamba dan Allah Taala dan tidak ada
hubungannya dengan hak orang lain, maka mempunyai 3 syarat; meninggalkan
kemaksiatan tersebut, menyesal atas perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulang
kembali. Jika kemaksiatannya berkaitan dengan hak orang lainnya, maka syaratnya; 3
syarat diatas dan membebaskan diri dari hak tersebut.
5. Orang alim dalam hadits di atas memberikan beberapa nasehat kepada pelaku
pembunuhan tersebut, agar jalan menuju pertaubatan semakin mudah dan tidak menemui
hambatan yang berarti. Nasehat-nasehat tersebut merupakan sarana-sarana yang efektif
menuju taubat kepada Allah Taala, sarana-sarana tersebut adalah:
Pertama; meninggalkan teman-teman yang dulunya tenggelam bersama-sama dalam
kemaksiatan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Agama seseorang
dilihat dari temannya. Hendaknya salah seorang di antara kalian melihat siapa yang
akan dijadikan teman. (hadits shahih riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).
Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Janganlah
berteman kecuali dengan orang yang takwa, dan jangan memakan makananmu kecuali
orang yang takwa. (H.R Tirmidzi dan Abu Dawud dan dihasankan Syaikh Al-Albani).
Kedua; Meninggalkan tempat atau daerah yang banyak dilakukan kemaksiatan di
dalamnya, menuju tempat yang dipenuhi dengan ketaatan dan ketakwaan kepada Allah
Taala. Firman Allah Taala, artinya, Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya. (QS. al-Arof: 96).
Ketiga; Berteman dengan orang-orang yang bertakwa dan taat kepada Allah, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, Perumpamaan teman yang baik dan teman yang
jelak seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin dia
akan memberikannya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu mendapatkan bau
yang harum darinya. Sedang pendai besi mungkin akan membakar bajumu atau kamu
akan mendapatkan bau yang tidak sedap. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
6. Perbedaan antara ahli ibadah dengan orang alim. Ahli ibadah banyak melakukan
ibadah tetapi terkadang kurang memahami atau bahkan tidak mengetahui ilmu (syariat
Islam), sehingga lebih banyak merusak dari pada memperbaiki. Sedangkan orang alim
segala aktifitasnya didasarkan atas ilmu, yaitu petunjuk al-Quran dan Sunnah. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli
ibadah seperti keutamaan bulan pada malam bulan purnama atas seluruh bintang, dan
sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar
dan dirham, tetapi mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mendapatkannya, ia akan
memperoleh bagian yang terbesar. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani).


Riba dan Konsekuensinya
Jumat, 10 April 09
Dosa dan Bahaya Riba
Dari Jabir radhiallahu anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang
saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja. (HR. Muslim dan Ahmad)
Hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang keharaman riba, bahaya yang ditimbulkan bagi
pribadi dan masyarakat, serta ancaman bagi mereka yang berkecimpung dalam kubangan dosa
riba, sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan laknat bagi orang- orang yang
berserikat di dalamnya.
Riba merupakan kezhaliman yang sangat jelas dan nyata. Wajar kalau Allah Taala dan
RasulNya shallallahu alaihi wasallam mengancam orang-orang yang terlibat di dalamnya
dengan berbagai ancaman, di antaranya azab yang pedih. Firman Allah Taala, artinya, Orang-
orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Dan barangsiapa yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. al-Baqarah: 275).
Allah Taala juga menghilangkan keberkahan harta dari hasil riba dan pelakunya divonis
melakukan tindakan kekufuran, sebagaimana firmanNya, artinya, Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa. (QS. al-Baqarah: 276)
Allah Taala memerangi riba dan pelakunya, sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya, artinya,
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. al-Baqarah: 279)
Selain ancaman di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga menjelaskan bahaya riba
dan sekaligus mengancam pelakunya, di antaranya dalam hadits Jabir di atas, juga sabda beliau
shallallahu alaihi wasallam,
Jauhilah tujuh dosa besar yang membawa kepada kehancuran, lalu beliau sebutkan salah
satunya adalah memakan riba. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dosa riba memiliki 72 pintu, dan yang paling ringan adalah seperti seseorang berzina dengan
ibu kandungnya sendiri. (Shahih, Silsilah Shahihah no.1871)
Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari hasil riba dan dia paham bahwa itu adalah
hasil riba maka lebih besar dosanya daripada berzina 36 kali. (HR. Ahmad dengan sanad yang
shahih)
Bentuk Riba
Riba dibagi menjadi dua bentuk;
1. Riba Nasi`ah, yang berarti mengakhirkan masa pembayaran, ini terbagi menjadi dua;
Pertama; Seseorang atau perusahaan tertentu memberikan pinjaman kepada seorang
nasabah dengan membayar bunga sekian persen dalam kurun waktu tertentu dan dibayar
dalam bentuk angsuran. Misalnya; seorang nasabah meminjam uang ke salah satu bank
sebanyak Rp.100 juta dengan bunga 10% dalam jangka waktu 10 bulan, maka setiap
bulan pihak nasabah harus mencicil hutangnya Rp.11 juta, jadi selama 10 bulan itu dia
harus membayar Rp.110 juta.
Ke dua; Pihak nasabah membayar tambahan bunga baru dari bunga sebelumnya
disebabkan karena tertundanya pembayaran pinjaman setelah jatuh tempo. Semakin lama
tertunda pinjaman itu, maka semakin banyak tumpukan hutang yang harus ditanggung
oleh pihak nasabah. Dalam kacamata Islam riba ini disebut riba jahiliyyah. Misalnya si A
meminjam uang ke bank B sebanyak Rp. 100 juta dengan bunga 10% dalam jangka
waktu 10 bulan, setiap bulannya pihak peminjam harus mencicil Rp. 11 juta, maka
selama 10 bulan itu dia paling tidak harus membayar Rp. 110 juta, jika dia tidak menunda
pembayaran (ini sudah jelas riba). Tapi jika sudah jatuh tempo dan dia belum bisa
melunasi hutangnya maka hutangnya berbunga 15% dan begitu seterusnya (dalam
kondisi seperti ini telah terhimpun dua bentuk riba sekaligus yaitu riba nasi`ah dan riba
fadhl), dan inilah yang berlaku di bank-bank konvesional yang disebut dengan istilah
bunga.
2. Riba Fadhl, yaitu jual beli dengan sistem barter pada barang yang sejenis tapi
timbangannya berbeda, misalnya si A menjual 15 gram emas (perhiasan) kepada si B
dengan 13 gram emas (batangan), ini adalah riba karena jenis barangnya sama tapi
timbangannya berbeda. Contoh kedua; menjual dengan sistem barter 1 lembar uang
kertas senilai Rp.100.000,- dengan uang kertas pecahan seribu senilai Rp.95.000,- atau
110.000,-.

Bekerja di Tempat/Lembaga Riba
Syaikh Shalih al-Fauzan ketika ditanya tentang bekerja di perusahaan yang bertransaksi dengan
riba berkata, Bertransaksi dengan riba haram hukumnya bagi perusahaan, bank dan individu.
Tidak boleh seorang muslim bekerja pada tempat yang bertransaksi dengan riba meskipun
persentase transaksinya minim sekali sebab pegawai pada instansi dan tempat yang bertransaksi
dengan riba berarti telah bekerja sama dengan mereka di atas perbuatan dosa dan melampaui
batas. Orang-orang yang bekerja sama dan pemakan riba, sama-sama tercakup dalam laknat yang
disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Allah telah melaknat pemakan riba,
orang yang memberi makan dengan (hasil) riba, pencatatnya serta kedua saksinya. (HR.
Muslim). Beliau bersabda lagi, Mereka itu semua sama saja. (dalam andil menjalankan riba,
red).
Jadi di sini, Allah Taala melaknat orang yang memberi makan dengan (hasil) riba, saksi dan
pencatat karena mereka bekerja sama dengan pemakan riba itu. Karenanya wajib bagi anda untuk
mencari pekerjaan yang jauh dari hal itu. Allah Taala berfirman artinya, Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan
menganugerahinya rizki yang tidak dia sangka-sangka. (QS. ath-Thalaq: 2).
Dan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah
Taala, maka Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya. (HR. Ahmad). (Al-
Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih al-Fauzan, Jld.IV, Hal. 142-143, No. 148)
Dampak Negatif Riba bagi Pribadi dan Masyarakat
1. Ibadah haji, shadaqah, dan infak dalam bentuk apapun tidak diterima oleh Allah Taala
kalau berasal dari hasil riba, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam
hadits yang shahih, Sesunguhnya Allah itu baik dan Dia tidak menerima kecuali dari
hasil yang baik. (HR. Muslim).
2. Allah Taala tidak mengabulkan doa orang yang memakan riba, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, Ada seorang yang menengadahkan tangannya ke langit
berdoa, Ya Rabbi, Ya Rabbi, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, dan
daging yang tumbuh dari hasil yang haram, maka bagaimana mungkin doanya
dikabulkan. (HR. Muslim)
3. Hilangnya keberkahan umur dan membuat pelakunya melarat, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, Tidaklah seseorang memperbanyak harta kekayaan dari
hasil riba, melainkan berakibat pada kebangkrutan dan kemelaratan. (HR. Ibnu
Majah).
4. Sistem riba menjadi sebab utama kebangkrutan negara dan bangsa. Realita menjadi
saksi bahwa negara kita ini mengalami krisis ekonomi dan keamanannya tidak stabil
karena menerapkan sistem riba.
5. Pengembangan keuangan dan ekonomi dengan sistem riba merupakan penjajahan
ekonomi secara sistematis dan terselubung oleh negara-negara pemilik modal, dengan
cara pemberian pinjaman lunak. Dan karena merasa berjasa menolong negara-negara
berkembang, maka mereka mendikte negara yang dibantu tersebut dengan kebijakan-
kebijakan tertentu atau mereka akan mencabut bantuannya.
6. Memakan riba menjadi sebab utama su`ul khatimah, karena riba merupakan bentuk
kezhaliman yang menyengsarakan orang lain, dengan cara menghisap darah dan
keringat pihak peminjam, itulah yang disebut rentenir atau lintah darat.
7. Pemakan riba akan bangkit di hari Kiamat kelak seperti orang gila dan kesurupan. Ayat
yang menyebut kan tentang hal ini, menurut Syaikh Muhammad al-Utsaimin memiliki
dua pengertian, yakni di dunia dan di hari Kiamat kelak. Beliau menjelaskan bahwa jika
ayat itu mengandung dua makna, maka dapat diartikan dengan keduanya secara
bersamaan. Yakni mereka di dunia seperti orang gila dan kesurupan serta bertingkah
layaknya orang kerasukan setan (tidak peduli, nekat dan ngawur, red). Demikian pula
nanti di Akhirat mereka bangun dari kubur juga dalam keadaan seperti itu.

Sedangkan mengenai ayat, Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, maka beliau
mengatakan kehancuran materi (hakiki) dan maknawi. Kehancuran materi seperti tertimpa
bencana dalam hartanya sehingga habis, misalya sakit yang parah dan mengharuskan berobat ke
sana-sini, atau keluarganya yang sakit, kecurian (dirampok), terbakar dan lain-lain, ini
merupakan hukuman dunia. Atau binasa secara maknawi, dalam arti dia memiliki harta yang
bertumpuk-tumpuk tetapi seperti orang fakir karena hartanya tidak memberi manfaat apa-apa.
oleh : Isnen Azhar.
Sumber: Majalah as-Sunnah dan Syarah Riyadhus Shalihin, Syaikh Muhammad al-
Utsaimin.

Iman Kepada Hari Akhir
Senin, 27 April 09
Penjelasan tentang Hari kiamat
Iman kepada hari akhir merupakan salah satu dari rukun iman yang enam yang telah ditetapkan
oleh al-Quran dan As-Sunnah. Dan beriman kepada hari akhir juga merupakan salah satu hal
yang diIngkari oleh orang-orang kafir Quraisy, sehingga al-Quran maupun As-Sunnah sangat
banyak menyinggung tentang hari tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan iman kepada hari akhir adalah keyakinan yang kuat akan
kedatangannya karena mau tidak mau pasti terjadi, dan mempersiapkan diri untuk
menghadapinya dengan banyak beramal shalih.
Dan termasuk iman kepada hari akhir adalah beriman dengan tanda-tanda kedatangannya yang
pasti akan terjadi, beriman dengan kematian dan hal-hal yang akan terjadi setelahnya berupa
fitnah, adzab dan kenikmatan di alam kubur, beriman dengan ditiupnya sangkakala dan apa yang
akan terjadi saat terjadinya hari kiamat berupa ketakutan-ketakutan dan hal-hal yang
mengagetkan (huru-hara kiamat), beriman kepada hal-hal yang akan terjadi di alam Mahsyar dan
di serahkannya lembaran -lembaran catatan amal dan ditegakannya timbangan-timbangan amal,
beriman kepada shirath, telaga (khaudh) serta syafaat, beriman kepada surga dan kenikmatanya
dan kenikmatan yang paling tinggi adalah melihat Wajah Allah Taala, beiman kepada neraka
dan siksaanya dan siksaan yang paling pedih adalah terhijabnya orang-orang kafir dari melihat
wajah Rabb mereka Taala. (lihat Alamus-Sunnah al Mansyurah. Hal.54-55, oleh Syaikh Hafizh
bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah dengan tahqiq dan taliq: Mushtafa Abu an-Nashr)
Telah berkata Abu jafar Ath-Thahawy rahimahullah, Kami beriman dengan hari kebangkitan
dan dibalasanya amalan-amalan pada hari kiamat dan kami beriman terhadap Al-Ardhu
(diperlihatkannya amalan-amalan hamba kepadanya) dan Hisab (diperhitungkannya amalan
hamba) dan membaca kitab catatan amal serta pahala dan siksa, serta shirath dan mizan.
Berkata Ibnu Abil Izz Taala, Keimanan dengan maad (hari bangkit manusia dari kubur yakni
hari kiamat) dari apa-apa yang telah ditunjukkan oleh al-Kitab dan As-Sunnah, serta akal dan
fitrah yang selamat, maka Allah Taala telah mengabarkan tentangnya dan menegakkan dalil
atasnya dan membantah para pengingkarnya di dalam banyak surat-surat dalam al-Quran.
Dan merupakan perkara yang fitrah atas manusia adalah mengakui keberadaan Rabb, kecuali
orang yang membangkang seperti Firaun. Berbeda halnya dengan iman kepada hari Akhir, maka
sesungguhnya yang mengingkarinya banyak sekali. Padahal tatkala Muhammad shallallahu
alaihi wasallam diutus sebagai Nabi terakhir, antara dirinya dan hari kiamat seperti jarak antara
telunjuk dan ibu jari ketika dibentangkan. Beliau adalah al-Hasyir al-Muqafie. Beliau telah
menjelaskan perkara-perkara yang sangat rinci tentang akhirat dengan penjelasan yang sejelas-
jelasnya yang tidak terdapat di dalam kitab para nabi sebelumnya(Syarh Aqidah Ath-
Thahawiyah oleh Ibnu Abil Izz hal 588-589 dengan tahqiq Abdullah at-Turky dan Syuaib al-
Arnauth terbitan. Muasasah Ar-Risalah tahun 1413 H-1993 M)
Dalil-Dalil tentang Hari Kiamat:
Adapun dalil-dalil tentang hari kiamat di antaranya firman Allah Taala, artinya, Sesungguhnya
orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami , dan
merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tentram dengan (kehidupan) itu, dan orang-
orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka tempatnya di neraka, karena apa yang telah
mereka lakukan. (QS.Yunus: 7-8)
Sungguh, apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan sungguh, (hari) pembalasan pasti
benar. (QS.Adz-dzariyyat: 5-6)
Sesungguhnya hari kiamat benar-benar akan datang tidak ada keraguan di dalamnya. (
QS.Ghafir: 59)
Adapun dalil dari as-Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Aku telah
diutus (sebagai Rasul) (jarak) antara aku dan hari kiamat seperti dari sini kesini atau seperti
dua perkara ini. Dan beliau menggandengakan antara ibu jari dan jari tengahnya. (HR. al-
Bukhari dalam bab lian )
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah memuliakan
tamunya (HR.al-Bukhari bab ikramudh-dhaif wa khidmatuhu)
Tanda-Tanda Hari Kiamat
Adapun tanda-tanda hari kiamat maka bayak sekali baik dalam al-Quran dan As-Sunnah,
adapun contoh tanda-tanda hari Kiamat dari al-Quran adalah firman Allah Taala, artinya,
Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, atau kedatangan
Tuhanmu, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda
dari Tuhanmu tidak berguna lagi iman orang yang belum beriman sebelum itu, atu berusaha
berbuat kebajikan dengan imannya itu. Katakanlah, Tunggulah! Kamipun Menunggu. (QS.
Al-Anam:158)
Dan Apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka, kami
keluarkan makhluk bergerak (daabah) dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa
manusia dahulu tidak yakin dengan ayat-ayat Kami. (QS.An-Naml:82)
Hingga apabila (tembok) Yajuj dan Majuj dibukakan dan mereka turun dengan cepat dari
seluruh tempat yang tinggi. Dan (apabila) janji yang benar (hari berbangkit) telah dekat,..(QS.
Al-Anbiya:96-97)
Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas. (QS. Ad-Dukhan:
10)
Wahai Manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh guncangan (hari) kiamat itu adalah
suatu (kejadian) yang sangat besar. (QS. Al-Hajj:1)
Adapun contoh tanda-tanda hari Kiamat dari as-Sunnah adalah sebagaimana yang disebutkan
oleh al-Allamah Hafizh al-Hakami rahimahullah, Seperti hadits-hadits terbit matahari dari
sebelah barat, hadits-hadist tentang daabah (hewan melata) hadits-hadits tentang fitnah seperti
dajjal dan malaahim, dan hadits-hadist tentang turunya nabi Isa alaihis salam dan keluarnya
Yajuj dan Majuj dan hadits-hadits tentang dukhan (kabut), hadit-hadist tentang angin yang
mencabut arwah setiap orang mukmin dan hadits-hadits tentang api yang muncul serta hadist-
hadist tentang khusuf (gerhana) dan selainnya (lihat Shahih Muslim no 2901 dari hadits
Hudzaifah bin Usaid..lihat: Alamu sunnah..dengan tahqiq : Mushthafa Abun-Nashr)
Sikap Mukmin dalam Menghadapi Hari Kiamat
Seorang mukmin dalam menghadapi hari Kiamat hendaknya dia mempersiapkan diri dengan
amalan-amalan yang shalih yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah Taala dan surgaNya,
yang menyebabkannya menerima catatan amal dari sebelah kanan. Begitu juga hendaknya ia
menjauhkan diri dari hal hal yang dapat mendatangkan murka Allah dan siksaNya yang
menyebabkannya mendapat catatan amal dari sebelah kiri, dengan merenungkan ayat ayat al-
Quran, Sunnah-sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam dan mengamalkannya seperti
bertauhid kepada Allah Taala dan menjauhi Syirik dan berbuat baik kepada manusia serta tidak
menzhalimi mereka. Cobalah kita renungkan dengan baik firman Allah Taala dalam surat al-
Maidah:72, Ali Imran:133-137, juga al-Haqqah ayat:13-37, al-Zalzalah dengan sempurna dan
ayat-ayat lain yang sangat banyak, juga renungkanlah hadits Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, Barangsiapa yang beiman kepada Allah Taala dan Hari akhir, maka muliakanlah
tamunya dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah Taala dan Hari akhir Maka hendaklah
menyambung tali silaturrahimnya, Barangsiapa yang beriman kepada Allah Taala dan Hari
akhir, maka berkatalah yang baik atau diam. (HR.al-Bukhari, lihat takhrij haditst ini pada
pembahasan sebelumnya).
Akhirnya kita memohon kepada Allah Taala untuk mendapat ridha dan surgaNya, dan apa-apa
yang dapat mendekatkan kepadaNya baik berupa ucapan maupun berbuatan. serta kita memohon
perlindungan kepada Allah Taala dari murka dan siksaNya.
Oleh : Galih Abu Jabal As-Sundawy
Sumber:
1. Alamu as-Sunnah al-Mansyuroh, Hafizh bin Ahmad al-Hakami.
2. Syarhu al-Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abdil Izz.
3. Shahihu al-Bukhari.
4. Mukhtashar Maariji al-Qabul, Hafizh bin Ahmad al-Hakami.
5. Raudhatu al-Anwar, Syafiyu ar-Rahman al-Mubarakfuri.

Hukum Seputar Mandi Janabah
Senin, 01 Juni 09
Para pembaca yang budiman, sudah kita ketahui bahwa thaharah (besuci) merupakan bagian dari
ajaran Islam bahkan merupakan separuh dari keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, Kebersihan itu sebagian dari keimanan... (HR. Muslim, Bab
fadhlul Wudhu, Ahmad dan yang lainnya)
Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika diutus menjadi Rasul dan diperintahkan
untuk berdakwah, maka di antara perintah yang terdapat dalam wahyu tersebut adalah perintah
untuk bersuci. Dalilnya adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, dari Ibnu Syihab, dia
telah berkata, Telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdur-Rahman, bahwasanya
Jabir bin Abdullah dia menceritakan tentang terhentinya wahyu dan berkata dalam haditsnya,
Tatkala aku (Nabi shallallahu alaihi wasallam) berjalan ketika itu aku mendengar suara dari
atas langit, kemudian aku angkat pandanganku ke atas ternyata ada malaikat yang pernah
mendatangiku di goa Hira dan aku merasa ketakutan darinya, kemudian aku pulang terus
berkata, Selimutilah aku,! Selimutilah Aku! Kemudian Allah l menurunkan firmanNya, artinya,
Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan ! Dan Tuhanmu,
agungkanlah, dan pakaianmu besihkanlah dan perbuatan dosa (menyembah berhala), maka
tinggalkanlah. (QS. al-Muddatsir: 1-5) (HR. al-Bukhari, Kitab Badil Wahyi).
Maka pada edisi kali ini, kita akan sedikit membahas tentang salah satu dari macam thaharah
yaitu mandi janabah. Mengigat pentingnya pembahasan ini dan masih banyak kaum muslimin
yang belum memahami masalah ini, padahal Allah Taala tidak akan menerima shalat seseorang
jika dia berhadas sampai dia bersuci, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
Allah Taala tidak akan menerima shadaqah dari hasil Ghulul (korupsi dari harta rampasan
perang) tidak pula menerima shalat tanpa bersuci. (HR. Abu Daud, Bab Fardhu al-Wudhu.
Syaikh al-Albani berkata, Shahih).
Dalil-Dalil Disyariatkan Mandi Wajib
Firman Allah Taala, artinya , ..Dan apabila kalian dalam keadaan junub, maka
(bersucilah) mandilah,.. (QS. al-Maidah: 6)
Hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dari Abi Hurairah radhiallahu anhu, Dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, Jika seseorang duduk di antara Syuab al-
Arba (dua kaki dan dua paha perempuan/ jima), maka dia wajib mandi. (HR. al-
Bukhari, Bab Idza Iltaqa al-Khitanaan, dan selainnya)

Sebab-sebab Yang Mewajibkan Mandi Janabah
Janabah.
Allah Taala berfirman, artinya, Dan apabila kamu junub, maka mandilah,.. (QS. al-
Maidah:6).
Yang dimaksud dengan junub yaitu:
o Mengeluarkan mani baik dengan jima atau yang lainnya, seperti mimpi basah,
onani atau sebab sebab-sebab lain yang menyebabkan air mani keluar-Red
o Dengan bertemunya ke-dua kemaluan- yakni melakukan hubungan badan
walaupun tidak mengeluarkan mani-Red

Keluarnya Darah Haidh Dan Nifas.
Allah Taala berfirman, artinya, Dan janganlah dekati mereka (istri-isrti yang sedang
haidh) (berjima) sampai mereka suci (terhenti darahnya), maka apabila mereka sudah
bersuci (mandi), maka datangilah mereka dari tempat yang sesuai Allah perintahkan
(QS. al-Baqarah: 222). (lihat Manhajus-Salikin, hal.47-48)
Apabila darahnya sudah terhenti (suci), maka wajib mandi.
Kematian Selain Mati Syahid.
Adapun dalil kematian, telah berkata Imam al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami
Ismail bin Abdullah dia berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Ayub As-
Sikhtiyani dari Muhammad bin Sirin dari Umu Athiyyah al-Anshariyah dia berkata,
Nabi shallallahu alaihi wasallam masuk ke ruangan kami tatkala putrinya meninggal
dunia kemudian bersabda (ketika dimandikan) ,Basuhlah sebanyak tiga kali atau lima
kali atau lebih dari itu jika kalian memandang hal itu perlu dengan air dan daun bidara
dan berikan di akhirnya kafur (sejenis wewangian) atau sedikit dari kafur , maka apabila
telah selesai beritahu aku. Kemudian tatkala kami telah selesai, kami memberitahukan
kepadanya. Kemudian beliau n memberikan kepada kami kain seraya bersabda,
Kenakanlah kepadanya. (yakni kain tersebut) (HR. al-Bukhari, Bab Ghuslul Mayit wa
wudhuuhu)
Islamnya Orang Kafir.
Berkata Syaikh As-Sadi rahimahullah, Dan beliau (Nabi) shallallahu alaihi wasallam
telah memerintahkan orang yang baru masuk Islam untuk mandi, kemudian Syaikh
Muhammad al-Khudhairy mengomentari dalam tahqiqnya, (Hal ini) sebagaimana dalam
hadits Qais bin Ashim, yang diriwayatkan Abu Daud (355), dan at-Tirmidzi (605) dan
dia menghasankanya, dan an-NasaI (1/109) (lihat manhajus-Salikin, hal.38 dengan
tahqiq Muhammad bin Abdul Aziz al-Khudhairy rahimahullah, penerbit Darul Wathan
cet 1 Tahun 1421 H / 2000 M)

Tata Cara Mandi
1. Niat.
Yakni tempatnya di hati dan tidak disyariatkan melafazkan niat, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya. (HR.
al-Bukhari, kitab Badil Wahyi) dan ini merupakan syarat sahnya ibadah.
2. Tasmiah.
Yakni mengucapkan bismillah, hal ini berdasarakan sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, Tidak sah shalat bagi yang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu bagi yang
tidak menyebut nama Allah. (al-Wajiz fii fiqhil kitabi was-sunnah, hadist tersebut
dihasankan)
3. Mencuci kemaluan terlebih dulu -baik depan maupun belakang-Red
4.Kemudian berwudhu secara sempurna.
5. Kemudian mengguyurkan air ke kepalanya tiga kali dan meratakannya atau
membilasnya dengan air tersebut.
6. Kemudian mengalirkan air keseluruh tubuh.
7. Kemudian mencuci kaki di tempat yang lain

Dan yang fardu dari hal-hal tersebut adalah mencuci seluruh badan dan apa-apa yang ada di
bawah rambut baik yang tipis maupun yang tebal wallahu alam. (Manhajus-Salikin, hal 48-49).
Faidah:
Hadits Sifat Mandi Nabi shallallahu alaihi wasallam
Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata, Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
apabila mandi janabah, beliau shallallahu alaihi wasallam mencuci kedua tangannya, kemudian
berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian menyela-nyela rambutnya dengan
tangannya sampai beliau shallallahu alaihi wasallam beranggapan, bahwa air telah sampai ke
kulit kepalanya. Kemudian mengguyurkan dan mengalirkan air ke kepalanya tiga kali, kemudian
beliau shallallahu alaihi wasallam mencuci seluruh jasadnya. Dan dia berkata (Aisyah
radhiallahu anha), Aku dan Rasululullah shallallahu alaihi wasallam pernah mandi (bersama)
ketika (kami) junub dalam satu wadah. Kami menciduk air darinya. (lihat Taisirul Allam jilid 1
kitabut-Thaharah, bab al-Ghuslu Minal janabah)
Takhrij hadist :
Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab Takhlilus-Syar, bab wudhu qablal ghusl dan
di bab-bab yang lainya, dari jalur Abdan dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdulah
dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah
radhiallahu anha. Juga hadist ini dikeluarkan oleh Muslim dalam Bab Shifatu Ghuslil Janabah
dari jalur Yahya bin Yahya At-Taimy dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Muawiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya(Urwah) dari Aisyah radhiallahu anha. Juga
Abu Daud dalam Bab Fil Ghusli Minal Janabah dari jalur Sulaiman bin Harbi al -Wasyihi dan
Musadad keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Hammad dari Hisyam bin Urwah,
dan hadist ini juga di keluarkan oleh Imam-Imam yang lain, wallahu alam.
Oleh : Galih Abu Jabal As-sundawy

Anda mungkin juga menyukai