Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MATA KULIAH

Komunikasi Organisasi


Budaya dan Iklim Organisasi
Sistem Nilai Komunikasi Manajerial, Motivasi dan Kinerja


















Oleh:
Kelompok 3

Aryo Baskoro Kusumo 1306427604
Dewi Silvia Lestari - 1306427661
Ruri Setiawan - 1306349054
Tris Finalia 1306349243






Magister Manajemen Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
2014
Budaya dan Iklim Organisasi
Sistem Nilai Komunikasi Manajerial, Motivasi dan Kinerja

Latar Belakang
Satu tingkatan lagi yang lebih tinggi dari level komunikasi adalah Komunikasi
Organisasi. Tentunya sedikit lebih rumit dari sekedar komunikasi interpersonal,
maupun komunikasi kelompok. Dalam komunikasi organisasi kita kemudian mengenal
istilah manajemen, kepemimpinan hingga isu yang paling popular adalah motivasi. Dan
kali ini, pokok-pokok bahasan tersebut akan menjadi materi bahasan pada tema Budaya
dan Iklim Organisasi.
Budaya dan iklim organisasi, serta komunikasi yang terjalin di dalamnya menjadi
penting karena akan sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas anggota organisasi.
Tentang bagaimana mereka dapat termotivasi, bagaimana mereka dapat bekerja dengan
efektif, dan tentu saja goal akhir dari semuanya adalah kepuasan dari anggota organisasi
yang akan menentukan kinerja organisasi.
Lebih jauh iklim dan budaya komunikasi organisasi menentukan persepsi anggota
organisasi terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah organisasi. Iklim
komunikasi dapat berkembang dalam konteks organisasi, yang terbentuk atas unsur-
unsur sebagai berikut: anggota organisasi, pekerjaan dalam organisasi, praktik-praktik
pengelolaan, struktur organisasi, dan pedoman organisasi.
Iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam
organisasi untuk menunjukkan pada anggotanya bahwa organisasi tersebut
mempercayai mereka, dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko;
mendorong mereka, dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-
tugas mereka; menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi;
mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat
dipercaya dan terus terang dari organisasi; secara aktif memberi penyuluhan kepada
para anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka
penting bagi keputusan-keputusan dalam organisasi; menaruuh perhatian pada
pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. (Reddinng, 1972).


Iklim Komunikasi Organisasi
Iklim Komunikasi
Istilah iklim dalam komunikasi organisasi merupakan kiasan (metafora) yang
diterapkan pada situasi yang berbeda. Sackmann (1989) menyatakan bahwa suatu
kiasan dapat memberi gambaran yang gamblang pada tingkat kognitif, emosional,
perilaku, dan menyatakan suatu bagian tertentu pada tindakan tanpa menetapkan
perilaku sebenarnya. Jadi, frasa iklim komunikasi organisasi menggambarkan suatu
kiasan bagi iklim fisik, cara orang bereaksi terhadap aspek organisasi menciptakan suatu
iklim komunikasi.
Iklim komunikasi juga dapat dipahami sebagai gabungan dari persepsi-persepsi-
suatu evaluasi-makro-mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, proses
pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar pesona, dan
kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut.
Iklim komunikasi berbeda dengan iklim organisasi dalam arti iklim komunikasi
meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan
pesan yang terjadi dalam organisasi. Iklim komunikasi merupakan suatu citra makro,
abstrak dan gabungan dari suatu fenomena global yang disebut komunikasi organisasi.
Diasumsikan bahwa iklim berkembang dari interaksi antara sifat-sifat suatu organisasi
dan persepsi individu atas sifat-sifat itu. Iklim dipandang sebagai suatu kualitas
pengalaman subjektif yang berasal dari persepsi atas karakter-karakter yang relatif
langgeng pada organisasi.
Iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur
organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini
didefinisikan, disepakati, dikembangkan dan dikokohkan secara berkesinambungan
melalui dengan anggota organisasi lainnya.

Pentingnya Iklim Organisasi
Iklim komunikasi sebuah organisasi mempengaruhi cara hidup kita; kepada siapa
kita berbicara, siapa yang kita sukai, bagaimana perasaa kita, bagaimana kegiatan kerja
kita, dan bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan organisasi. Redding (1972)
menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada
keterampilan atau tekhnik-tekhnik komunikasi senata-mata dalam menciptakan suatu
organisasi yang efektif.
Beberapa alasan pentingnya iklim komunikasi :
1. Mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan
harapan-harapan anggota organisasi
2. Membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi
3. Dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasi untuk
bersikap dengan cara-cara tertentu
4. Iklim komunikasi berperan dalam keutuhan suatu budaya dan membimbing
perkembangan budaya tersebut
5. Menjembatani praktik-praktik pengelolaan sumber daya manusia dengan
produktivitas

Unsur-Unsur Organisasi
Unsur dasar yang membentuk suatu organisasi terdiri dari :
1. Anggota organisasi
Yaitu, Orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi, membentuk
organisasi serta terlibat dalam beberapa kegiatan primer. Orang-orang ini terlibat juga
dalam kegiatan pemikiran-pemikiran yang meliputi konsep-konsep, penggunaan
bahasa, pemecahan masalah, dan pembentukan gagasan. Mereka juga terlibat dalam
kegiatan-kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku
manusia lainnya yang bukan aspek intelektual. Mereka juga terlibat dalam kegiatan self-
moving (mencakup kegiatan fisik). Dan mereka terlibat juga dalam kegiatan elektrokimia
yang mencakup brain synaps (daerah kontak otak tempat impuls saraf ditransmisikan
hanya ke satu arah).
2. Pekerjaan dalam organisasi
Pekerjaan ini terdiri dari tugas-tugas formal dan tugas-tugas informal. Tugas-tugas
ini menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi. Pekerjaan ini ditandai
oleh tiga dimensi universal; yaitu
Isi
Keperluan
Konteks
3. Praktik-praktik pengelolaan
Tujuan primer pegawai manajerial adalah menyelesaikan pekerjaan melalui usaha
orang lainnya. Manajer membuat keputusan mengenai bagaimana orang-orang lainnya,
biasanya bawahan mereka, menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan mereka. Sebagian manajer membawahi para pekerja yang
beroperasi dan sebagian lainnya membawahi manejer-manejer lainnya.
4. Stuktur Organisasi
Merujuk kepada hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang dilaksanakan oleh
anggota-anggota organisasi. Struktur organisasi di tentukan oleh tiga variable kunci :
Kompleksitas
Formalisasi
Sentralisasi
5. Pedoman Organisasi
Adalah serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan memberi
arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan tindakan. Pedoman
organisasi tersiri atas: pernyataan-pernyataan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, prosedur dan aturan.

- Proses Perkembangan Iklim Komunikasi Organisasi
Cara dan urutan perkembangan iklim komunikasi dalam organisasi serta
identifikasi komponen-komponen yang berperan dapat dijelaskan dalam gambar
berikut :

Pemahaman Unsur-Unsur Organisasi
Unsur-unsur dasar organisasi dipahami secara selektif untuk menciptakan evaluasi
dan reaksi yang menunjukkan apakah yang dimaksud oleh setiap unsur dasar tersebut
dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan anggota organisasi.
Unsur-unsur organisasi tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi
organisasi, tetapi bergantung pada persepsi anggota organisasi mengenai nilai hukum
dan peraturan tersebut serta kegiatan-kegiatan yang dikenai hukum dan peraturan
tersebut.
Iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang :
menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai
mereka dan memberi kebebasan dlm mengambil risiko
mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dlm mengerjakan tugas-
tugas mereka
menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi
mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat
dipercayai dan terus terang dari anggota organisasi.
Iklim komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku
individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi untuk
melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, mengikatkan diri mereka dengan
organisasi. Iklim komunikasi dapat menjadi salah satu pengaruh yang paling penting
dalam produktivitas organisasi, karena iklim mempengaruhi usaha anggota organisasi
akan individu, dan mempengaruhi pesan-pesan mengenai organisasi.

Pengaruh Komunikasi
Iklim komunikasi dapat menjadi salah satu pengaruh yang paling penting dalam
produktivitas organisasi, karena iklim mempengaruhi usaha anggota organisasi. Usaha
dalam hal ini merujuk kepada penggunaan tubuh secara fisik dalam bentuk
mengangkat, berbicara, atau berjalan, dan memecahkan masalah. Usaha tersebut
biasanya terdiri atas empat unsur, yaitu:
1. Aktivitas
2. Langkah-langkah pelaksanaan kerja
3. Kualitas hasil
4. Pola waktu kerja
Kesediaan untuk melakukan usaha sungguh-sungguh atas nama organisasi adalah
satu dari tiga faktor komitmen organisasi. Kepercayaan yang kuat serta penerimaan atas
tujuan serta nilai-nilai organisasi, dan keinginan yang besar untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi adalah dua faktor komitmen organisasi lainnya.
Iklim komunikasi dalam organisasi mempunyai konsekuensi penting bagi
pergantian dan masa kerja pegawai dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif
cenderung meningkatkan dan mendukung komitmen pada organisasi. Proses-proses
interaksi yang terlibat dalam perkembangan iklim komunikasi organisasi juga memberi
andil pada beberapa pengaruh penting dalam restrukturisasi, reorganisasi, dan dalam
menghidupkan kembali unsur-unsur dasar organisasi.

Kepuasan Komunikasi Organisasi
Kepuasan atas komunikasi kadang-kadang dikacaukan dengan iklim komunikasi,
alasannya adalah bahwa iklim, merupakan fungsi dari bagaimana kepuasan anggota
terhadap komunikasi dalam organisasi. Kepuasan menggambarkan suatu konsep
individu dan konsep mikro sedangkan iklim merupakan konsep makro dan konsep
gabungan.
Kepuasan juga menggambarkan evaluasi atas suat keadaan internal afektif,
sedangkan iklim merupakan deskripsi kondisi eksternal bagi individu. Iklim terdiri dari
suatu citra gabungan entitas atau fenomena global, seperti komunikasi atau organisasi.
Kepuasan menggambarkan reaksi afektif individu atau hasil-hasil yang dinginkan yang
berasal dari komunikasi yang terjadi dalam organisasi.
Istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat
kepuasan yang di rasakan pegawai dalam lingkungan awal komunikasinya. Meskipun
komunikasi terlihat tumpang tindih dengan iklim komunikasi.Kepuasan komunikasi ini
cenderung memperkaya gagasan iklim dengan menyoroti tingkat individu dan pribadi.

Analisis Down dan Hazen (1977) mengidentifikasikan bahwa kepuasan
komunikasi terdiri dari delapan dimensi, yakni :
1. Sejauh mana komunikasi dalam organisasi memotivasi dan merangsang para
pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak kepada organisasi
2. Sejauh mana penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan
bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
pekerjaan
3. Sejauh mana para individu menerima informasi tentang lingkungan kerja saat itu
4. Sejauh mana pertemuan-pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat
dan jelas, dan jumlah komunikasi dalam organisasi cukup
5. Sejauh mana terjadinya desas-desus dan komunikasi horizontal yang cermat dan
mengalir bebas
6. Sejauh mana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai
7. Sejauh mana para bawahan responsive terhadap komunikasi kebawah dan
memperkirakan kebutuhan penyelia
8. Sejauh mana pegawai merasa bahwa mereka mengetahui bagaimana mereka dinilai
dan bagaimana keinerja mereka dihapus.
Kepuasan atas komunikasi kadang-kadang dikacaukan dengan iklim
komunikasi. Alasannya adalah bahwa iklim, tampaknya merupakan fungsi dari
bagaimana kepuasan anggota terhadap komunikasi dalam organisasi (Litwin dan
Stringer, 1968). Kepuasan menggambarkan suatu konsep individu dan konsep mikro
sedangkan iklim merupakan konsep makro dan konsep gabungan.
Beberapa dimensi kepuasan dan iklim komunikasi, meliputi :
KEPUASAN KOMUNIKASI IKLIM KOMUNIKASI
1. Infomasi yang berkaitan dengan
pekerjaan
2. Kecukupan informasi
3. Kemampuan untuk menyarankan
perbaikan
1. Kepercayaan
2. Pembuatan Keputusan Partisipatif
3. Kejujuran
4. Keterbukaan dalam komunikasi
5. Mendengarkan dalam komunikasi ke
atas
4. Efisiensi berbagai saluran komunikasi
ke bawah
5. Kualitas Media
6. Cara sejawat berkomunikasi
7. Informasi tentang organisasi secara
keseluruhan
8. Integrasi
6. Memikirkan tujuan-tujuan berkinerja
tinggi


Sifat-sifat kepuasan dan Iklim Organisasi
KEPUASAN IKLIM
Pekerjaan Kom. Individu Organisasi Kom.
Organisasi
Tingkat
Abstraksi
Mikro
(kongkret dan mudah
ditentukan)
Makro
(abstrak, gabungan)
Tingkat
Analisis
Individu Kelompok Besar
Tingkat
Pengaruh
Mengevaluasi Menjelaskan
Definisi Evaluasi diri atas kondisi afektif
internal. Reaksi afektif atas
meningkatnya jumlah hasil
yang diinginkan orang-orang
sebagai hasil pekerjaan mereka
dan komunikasi mereka.
Penjelasan fenomena yang
ekternal bagi individu. Suatu
citra gabungan atas entitas atau
fenomena global, organisasi,
komunikasi.
GAMBAR Sifat-sifat kepuasan dan Iklim Organisasi

Implikasi Iklim Organisasi yang hangat
Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para
professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya
dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka
sebagai profesional.
Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan
dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan
mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Kehidupan
seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan
terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar
pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan popularitas.
Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan dari
suasana organisasi/perusahaan. Sifat kegiatan para professional yang paling penting
yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan mengembangkan
profesi/pengembangan karir mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan
lainnya dan berkarya lebih kreatif dan prestatif secara terus-menerus tanpa
mengharapkan penghargaan/popularitas atau nafkah yang besar.









Bagan Iklim organisasi yang hangat menyuburkan kegiatan para professional


Iklim organisasi yang hangat
Kegiatan tidak terikat
Kebebasan berkarya
Menemukan
Mengajarkan/merancang
Mempublikasikan

Mengejar pengetahuan/ilmu
tanpa pamrih/pengembangan
karir
Untuk menciptakan lingkungan organisasi yang sehat dan produktif, haruslah ada
kesempatan dan kemauan antara profesional untuk saling memberi informasi, ide,
persepsi, dan wawasan. Mereka harus menyiapkan umpan balik profesi secara teratur
seperti halnya yang dilakukan oleh administrator/manajer. Prinsip-prinsip
kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga pendidikan dengan cara
saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif maupun yang negatif.
Manajer hendaknya berusaha menggerakan setiap hati para personalia untuk
berpartisipasi dalam membangun masyarakat baru ini, sehingga :
1. Komunikasi informasi dapat berjalan dengan lancar dan kontinu sebagai umpan
balik dalam menghadapi dan menyelesaikan pelbagai masalah.
2. Kerjasama yang erat dari semua anggota dalam menyelesaikan masalah, sesuai
dengan kemampuan mereka masing-masing.
3. Hubungan satu dengan yang lain berjalan secara informal, structural bersifat
Fleksibel, dan disiplin tidak kaku.
4. Rasa memiliki pada setiap personalia terhadap lembaganya perlahan-lahan muncul,
berkat perhatian yang besar dan perlakuan yang wajar terhadap sesama dari pihak
atasan maupun teman-temannya, tidak ubahnya seperti hubungan orang tua yang
bijaksana terhadap anak-anaknya.
Masyarakat paguyuban terbentuk pada setiap lembaga atau unit lembaga dengan
karakteristik tersebut diatas.

Budaya Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang
diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam
keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu
dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan.
Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan
yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak.Seiring dengan bergulirnya
waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya
dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Budaya menurut Kroeber & Kluckhon adalah pola-pola yang secara
implicit/eksplisit menjelaskan dan menentukan perilaku seseorang, yang dapat
diteruskan melalui symbol.
Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil
yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri Gibson,
Ivancevich dan Donelly (1996). Lebih jauh, disebutkan bahwa organisasi adalah suatu
unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya dua orang yang berfungsi mencapai satu
sasaran tertentu atau serangkaian sasaran. Definisi ini menekankan pada upaya
pencapaian tujuan bersama secara efektif dan efisien melalui koordinasi antar unit
organisasi.
Budaya Organisasi sendiri dapat didefinisikan sebagai kebiasaan, atau pola yang
sudah mengakar dan sulit dirubah, dimana sudah terbentuk kepercayaan yang
dijunjung tinggi, nilai, sikap kebiasaan dan harapan yang sudah memiliki warna sendiri
baik dari puncak manajemen hingga tingkatan paling rendah sekalipun dalam sebuah
organisasi. Budaya Organisasi dapat juga dikatakan sebagai jantungnya organisasi.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut
beberapa ahli :
a) Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh
organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b) Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263),
budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan
pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian
organisasi.
c) Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama
yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d) Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru
sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah
yang dihadapi.
e) Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem
nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para
karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya
organisasi dalampenelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh
anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku
dari para anggota organisasi.
f) Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola asumsi-asumsi
mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu
yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.
Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga tingkatan atau lapisan budaya
organisasi, yaitu :
- Artifak (Artifacts)
Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan.Termasuk dalam
artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan
Ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masin asing
baginya. Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak (visible
products) dari organisasi seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa, teknologi,
produk, kreasi artistik, gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan
cerita tentang organisasi, nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual,
perayaan-perayaan.
- Nilai-nilai yang diyakini (expoused values)
Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan oleh
tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam
menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai itu
menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan didukung oleh perangkat
keyakinan, norma serta aturan-aturan operasional mengenai perilaku dalam
organisasi Hal-hal tersebut membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit
diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral
yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan
melatih anggota Baru.
- Asumsi-asumsi dasar (basic assumptions)
Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for granted)
dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu
permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh, maka anggota organisasi akan
merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku.
Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak dipertentangkan atau
diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.

Fungsi Budaya Organisasi :
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi, Antara lain
Batas. Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan
perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan
organisasi lainnya.
Identitas. Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Komitmen. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih
besar daripada kepentingan individu.
Stabilitas. Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah
perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan
standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
Pembentuk Sikap dan perilaku. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Human Resources and Leadership
Soerjono Soekanto (1982) dalam Sosiologi Suatu Pengantar mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang (pemimpin/leader) untuk memengaruhi
orang lain (yang dipimpin/pengikut) sehingga orang tersebut bertingkah laku
sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Sedangkan Pace dan Faules
(1993) mencatat bahwa tujuan kepemimpinan di sisi lain adalah membantu orang untuk
menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Jadi
pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang
diinginkan. Pemimpin bertindak dengan cara-cara yang memperlancar produktivitas,
moral tinggi, respon yang energik, kecakapan kerja yang berkualitas, komitmen,
efisiensi, sedikit kelemahan, kepuasan, kehadiran, dan kesinambungan dalam
organisasi.
Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja (operating style) atau cara bekerja
sama dengan orang lain yang konsisten. Melalui apa yang dikatakannya (bahasa) dan
apa yang dilakukan (tindakan), seseorang membantu orang lainnya untuk memperoleh
hasil yang diinginkan. Cara seseorang berbicara dan bersikap kepada orang lainnya
membentuk gaya kerja. Konsep gaya kerja menunjukkan sebuah kombinasi antara
bahasa dan tindakan.
Pola bahasa dan tindakan yang dilakukan dalam gaya kerja tampak dalam beberapa
pendekatan yang meliputi :
1. Mengendalikan atau mengarahkan orang lain,
2. Memberikan tantangan atau rangsangan kepada orang lain,
3. Menjelaskan atau memberi instruksi pada orang lain,
4. Mendorong atau mendukung orang lain,
5. Memohon atau membujuk orang lain,
6. Melibatkan atau memberdayakan orang lain, dan
7. Memberi ganjaran atau memperkuat orang lain.

Beberapa Asumsi Mengenai Manusia yang Mendasari Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan sesorang terbentuk berdasarkan pada beberapa asumsi
mengenai manusia dan apa yang memotivasi mereka. McGregor (1967) menentukan dua
perangkat asumsi atau pendapat bipolar yang cenderung dipakai oleh para pemimpin
mengenai orang lain. Kedua asumsi ini disebut teori X dan teori Y. Mungkin
kebanyakan pemimpin tidak berpegang penuh pada salah satu teori McGregor tersebut
tetapi pencirian yang dilakukan McGregor membantu kita menggambarkan sikap
mental suatu tipe ideal sehingga kita dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai
pemikiran seseorang yang mungkin amat cenderung mempunyai suatu arah tertentu.
Asumsi McGregor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Teori X, teori ini diturunkan dari pendapat mengenai manusia yang dipandang sebagi
mesin yang amat memerlukan pengendalian dari luar. Secara ringkas dapat dijelaskan
bahwa :
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang tidak
menyenangkan dan berusaha menghindarinya,
2. Kebanyakan oranglebih suka diperintah dan seringkali harus dipaksa untuk
melakukan pekerjaan mereka,
3. Kebanyakan orang tidak ambisius, tidak ingin maju, dan tidak menginginkan
tanggung jawab,
4. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk memenuhi
kebutuhan pokok dan kebutuhan akan rasa aman.
5. Kebanyakan orang harus dikendalikan dengan ketat dan tidak mampu
menyelesaikan masalah dalam organisasi.
Dalam perspektif teori X manusia dipandang sebagai alat produksi yang
dimotovasi oleh ketakutan akan hukuman atau oleh kebutuhan fisiologis dan rasa aman.
Manajer cenderung mengawasi mereka dengan ketat, membuat dan menjalankan aturan
dengan keras, dan menggunakan ancaman sanksi sebagai alat memotivasi mereka.
Teori Y, teori ini memandang manusia sebagai organisme biologis yang timbuh,
berkembang dan mampu mengendalikan dirinya sendiri. Asumsi teori Y adalah sebagai
berikut :
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang alamiah seperti
bermain. Bila pekerjaan tidak menyenangkan, mungkin karena mereka melakukan
cara yang berbeda dalam organisasi.
2. Kebanyakan orang merasa bahwa pengendalian diri amat diperlukan supaya
pekerjaan dapat dilakukan dengan baik.
3. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk diterima oleh
lingkungan, mendapatkan pengakuan, dan merasa berprestasi, seperti juga
kebutuhan fisiologis dan rasa aman.
4. Kebanyakan orang ingin menerima dan bahkan menginginkan suatu tanggung
jawab jika mereka memperoleh bimbingan, pengelolaan, dan kepemimpinan yang
tepat.
Pemimpin yang mendasari tindakannya pada teori Y beranggapan bahwa pegawai
mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, tugas mereka adalah mengatur dan
mengelola sedemikian rupa sehingga baik pegawai maupun organisasi dapat memenuhi
kebutuhannya sehingga tujuan perorangan dan organisasi berjalan
selaras.Kenyataannya dalam konteks organisasi keduanya tidak dapat tercapai karena
beberapa tujuan pribadi dan tujuan organisasi mungkin saja bertentangan.Oleh
karenanya diperlukan keterlibatan manajer dan pegawai untuk mencapai tujuan
organisasi, mendorong pegawai untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan,
dan mencoba mewujudkan peningkatan.

Model Gaya Kepemimpinan
Bass (1960) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa seorang pemimpin dinilai
baik apabila mitikberatkan pada pemenuhan janji, penghargaan dan dukungan sebagai
teknik motivasi dan bertindak dengan cara hangat membantu, menunjukkan perhatian
dan penghargaan pada bawahan. Pemimpin yang dinilai buruk memberi ancaman,
merendahkan, berperilaku tanpa pertimbangan, dan menetapkan serta menyusun
peranannya dan peranan bawahan untuk mencapai tujuan.
Dari sekian banyak model teori dan analisis, di bawah ini akan disampaikan enam
sistem populer untuk menjelaskan gaya kepemimpinan.
1. Teori Kisi Kepemimpinan (Blake dan Mouton, 1964)
Teori ini awalnya disebut sebagai kisi manajerial (managerial grid), kemudian sejak
tahun 1991 disebut sebagai kisi kepemimpinan (leadership grid). Kisi ini berasal dari
hal-hal yang mendasari perhatian manajer; perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal
yang direncanakan untuk diselesaikan oleh organisasi, dan perhatian pada orang-orang
dan unsur-unsur organisasi yang memengaruhi mereka. Kisi ini menggambarkan
bagaimana perhatian pemimpin pada tugas dan manusia berkelindan sehingga
menciptakan gaya pengelolaan dan kepemimpinan.
a. Gaya Pengalah (impoverished style) yang ditandai oleh kurangnya perhatian
terhadap produksi, ia cenderung menerima keputusan orang lain, serta menghindari
sikap memihak.
b. Gaya Pemimpin Pertengahan (middle of the road style), ditandai dengan perhatian
yang seimbang antara terhadap produksi dan manusia. Bila terdapat perbedaan
sikap dan gagasan ia berusaha untuk jujur tapi tegas dan mencari pemecahan yang
tidak memihak. Ia berusaha mempertahankan agar keadaan tetap baik dan stabil.
c. Gaya Tim (team style), gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas
dan manusia. Ia menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari
pengertian dan kesepakatan anggota organisasi.
d. Gaya Santai (country club style), gaya ini ditandai oleh rendahnya perhatian
terhadap tugas tetapi tinggi terhadap manusia. Ia lebih suka mendengar pendapat,
sikap, dan gagasan dari orang lain daripada memaksakan kehendaknya. Ia lebih
bersifat menolong daripada memimpin.
e. Gaya Kerja (task style), gaya ini ditandai dengan perhatian yang tinggi terhadap
pelaksanaan tugas tetapi kurang memperhatikan manusianya. Pemimpin seperti ini
sangat menjunjung tinggi keputusan yang telah dibuat dengan perhatian utama
adalah pelaksanaan dan penyelesaian kerja secara efisien.



2. Teori 3-D (Reddin, 1967)
Reddin membuat teori berdasarkan pada kisi tugas manusia yang dikemukakan
Blake dan Mouton dengan menambahkan dimensi ketiga yaitu efektivitas. Ketiga
dimensi tersebut didefinisikan sebagai berikut :
a. Orientasi Kerja, yakni tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk
mencapai tujuan.
b. Orientasi Hubungan, tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan bawahan
ditandai dengan adanya sikap saling memercayai, menghormati gagasan, dan
memperhatikan perasaan bawahan.
c. Keefektifan, tingkat persyaratan produksi yang dicapai sesuai yang ditetapkan
manajemen.
Kisi 3D menghasilkan delapan gaya kepemimpinan yang terbagi dalam dua jenis
gaya utama yakni lebih efektif dan kurang efektif. Manfaat gaya lebih efektif kurang
lebih sama tergantung pada situasi yang dihadapi. Ada saatnya seorang manajer
menggunakan keempat gaya secara bersamaan, tetapi di saat menjalankan tugas lain
hanya menggunakan satu atau dua gaya secara konsisten.
3. Teori Kepemimpinan Situasional (Hersey dan Blanchard, 1974, 1977)
Konsep kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian di Ohio State University
(Stogdill & Coons, 1957), penelitian ini menunjukkan banyak kemiripan dengan teori
yang dikemukakan Blake dan Mouton yaitu ada dua dimensi gaya kepemimpinan yakni
struktur pertimbangan dan pengawalan, kisi yang dihasilkan juga serupa. Hersey dan
Blanchard memperkenalkan kematangan sebagai variabel ketiga. Mereka menyebut
bahwa perbedaan antara gaya efektif dan tidak efektif seringkali bukan hanya karena
perilaku pemimpin yang sesungguhnya tetapi lebih pada masalah kecocokan antara
perilaku dengan situasi yang dihadapi. Faktor yang menentukan efektivitas dijelaskan
sebagai tingkat kesiapan anak buah yang meliputi kesediaan seseorang untuk
bertanggung jawab. Dari penelitian tersebut disimpulkan ada empat gaya
kepemimpinan situasional yaitu;
a. Memberitahu (Telling). Tugas berat hubungan lemah; ditandai hubungan
komunikasi satu arah, pemimpin menentukan peranan anak buah dan memberitahu
apa, dimana, kapan, dan bagaimana cara melaksakan berbagi macam tugas.
b. Mempromosikan (Selling). Tugas berat hubungan kuat; ditandai hubungan
komunikasi dua arah, meskipun semua pengaturan dilakukan pemimpin, ia
menyediakan dukungan sosioemosional supaya anak buah turut bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan.
c. Partisipasi (Partcipate). Hubungan kuat tugas berat. Ditandai pemimpin dan anak
buah sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan melalui komunikasi dua
arah yang sebenarnya. Pemimpin lebih banyak memberikan kemudahan karena
anak buah memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas-
tugasnya.
d. Mewakilkan (Delegating). Hubungan lemah tugas ringan. Ditandai dengan
pemimpin membiarkan anak buah bertanggung jawab atas keputusan mereka.
Pemimpin mendelegasikan kewenangannya karena anak buah mempunyai tingkat
kesiapan yang tinggi, bersedia dan mampu bertanggung jawab untuk mengatur
perilaku mereka sendiri. Berlawanan dengan teori Blake dam Mouton dan Reddin,
Hersey dan Blanchard gaya ini paling besar memberikan hasil terbaik karena
didukung tingkat kesiapan anak buah.
4. Teori Empat Sistem (Likert, 1967)
Likert menemukan empat gaya kepemimpinan atau sistem manajerial yang
berdasarkan pada suatu analisis atas delapan variabel yaitu kepemimpinan, motivasi,
komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pengendalian, dan
kinerja. Likert membagi gaya kepemimpinan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Penguasa mutlak (exploitive authoritative), gaya ini berdasarkan pada asumsi teori X
McGregor. Pemimpin memberikan bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat
pada pegawai dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk memotivasi pegawai
adalah dengan cara memberikan rasa takut, ancaman, dan hukuman. Interaksi
atasan bawahan amat sedikit, semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke
bawah semata-mata berisi instruksi atau perintah.
b. Penguasa semi mutlak (benevolent authoritative), gaya ini pada dasarnya bersifat
otoritarian tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun
mengemukakan keluhan bawahan tetapi interaksi di antara tingkatan dalam
organisasi dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat
bebas dan terus terang.
c. Penasihat (consultative), gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada
tingkat pribadi sampai moderat antara atasan dan bawahan dalam organisasi.
Informasi berjalan baik atas ke bawah maupun bawah ke atas dengan sedikit
penekanan bahwa ide dan gagasan berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan
besar meskipun tidak mutlak dan adanya keyakinan pada pegawai.
d. Pengajakserta (participate), gaya ini amat sportif dengan tujuan agar organisasi
berjalan baik dengan adanya partisipasi pegawai. Informasi berjalan ke segala arah
dan pengendalian dilakukan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi secara bebas
dan terbuka tanpa ada rasa takut terhadap hukuman. Secara umum sistem
komunikasi formal dan informal identik dan menjamin integrasi tujuan pribadi dan
tujuan organisasi yang sebenarnya.
5. Teori Kontinum (Tannenbaum dan Schmidt, 1957)
Analisisnya meneliti pengambilan keputusan sbg konsep utama dlm kontinum
perilaku kepemimpinan.Tannenbaum dan Schmidt menyebutkan bahwa ciri pemimpin
yang berhasil adalah tidak terlalu mengawasi secara ketat atau terlalu longgar.
Pemimpin yang paling efektif adalah mereka yang mempunyai gaya yang konsisten
sesuai dengan tuntutan situasi. Kontinum tersebut menunjukkan sifat kepemimpinan
terhadap bawahan:
a. Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya
b. Manajer membuat keputusan dan menawarkannya
c. Manajer mengemukakan keputusan dan memberi kesempatan untuk
mempertanyakannya
d. Manajer mengemukakan keputusan sementara sehingga masih dapat diubah
e. Manajer menentukan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk mengambil
keputusan
f. Manajer mengizinkan bawahan mengambil keputusan.
6. Teori Kebergantungan (Fiedler, 1967)
Fiedler mengembangkan teori gaya kepemimpinan berdasarkan pada konsep
kebergantungan. Efektivitas kepemimpinan bergantung pada hubungan-hubungan
dalam gaya kepemimpinan dan situasi yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan
tergambar dalam variabel tugas dan hubungan. Jadi pemimpin ditinjau berdasarkan
motivasi tugas (task motivated) atau motivasi hubungan (relationship motivated).
Karakteristik suatu situasi kepemimpinan terpenting adalah :
a. Relasi pemimpin-anggota, dianggap baik jika anggota menyukai, mempercayai, dan
menghardai pemimpinnya. Hal ini dianggap sebagai satu-satunya kondisi
terpenting bagi kepemimpinan yang efektif.
b. Struktur tugas, menyatakan sejauh mana cara-cara melakukan pekerjaan
diterangkan secara terperinci tahap demi tahap. Makin terstruktur tugasnya makin
besar pengaruh pemimpin atas tim tersebut.
c. Kekuasaan jabatan pemimpin, didefinisikan sebagai tingkat hukuman, penghargaan,
kenaikan pangkat, disiplin, dan teguran dapat diberikan secara adil dan transparan
bagi anggotanya. Pemimpin mempunyai kekuatan yang lebih besar bila ia mampu
memberi penghargaan dan mampu menjatuhkan hukuman.
Salah satu penunjang agar dalam suatu organisasi dapat berjalan dengan adalah
menjaga kepuasan komunikasi karyawan di dalam organisasi.Menurut Redding,
kepuasan komunikasi adalah semua tingkat kepuasan seorang karyawan mempersepsi
lingkungan secara keseluruhan. Kepuasan dalam pengertian ini menunjukkan kepada
bagaimana baiknya informasi yang tersedia memenuhi persyaratan permintaan anggota
organisasi akan tuntutan bagi informasi, dari siapa datangnya, cara disebarluaskan,
bagaimana diterima, diproses dan apa respon orang yang menerima.

Kepuasan Komunikasi Organisasi
Berdasarkan pengertian tersebut kepuasan komunikasi merupakan suatu tingkatan
kepuasan karyawan terhadap bagaimana karyawan mampu mempersepsikan
lingkungan di tempat ia bekerja secara keseluruhan. Organisasi dalam hal ini harus
mampu menyediakan informasi-informasi yang dibutuhkan para karyawannya dengan
cara memperhatikan informasi tersebut dari siapa, cara disebarluaskannya, bagaimana
diterima, bagaimana diprosesnya dan memperhatikan respon dari orang yang menerima
informasi tersebut.
Kepuasan komunikasi adalah satu fungsi dari apa yang seorang dapatkan dengan
apa yang dia harapkan. Kepuasan komunikasi tidaklah terkait kepada konsepsi
efektivitas pesan. Jika pengalaman komunikasi memenuhi satu persyaratan, adalah
mungkin dihargai sebagai sesuatu yang memuaskan, meskipun komunikasi tersebut
tidak efektif menurut standar tertentu dan bila informasi dikomunikasikan dengan cara
yang konsisten dengan apa yang diharapkan, kita mengalami kepuasan dengan
komunikasi.
Menurut Downs dan Hazen, terdapat delapan dimensi/indikator yang
mengidentifikasikan kepuasan komunikasi yang stabil, yaitu:
Iklim Komunikasi
Iklim komunikasi mencerminkan komunikasi yang terjadi di organisasi dan
individu-individu di dalamnya.Di satu sisi, ini menyangkut bagaimana
penyampaian komunikasi di dalam organisasi dapat memotivasi dan
merangsang para pekerja untuk dapat mencapai tujuan organisasi dan
bagaimana pekerja mempersepsikan organisasi. Di lain pihak, ini menyangkut
memperhitungkan apakah komunikasi antar pekerja berjalan baik atau tidak di
dalam organisasi.
Komunikasi penyeliaan
Komunikasi Penyeliaan menyangkut dua aspek komunikasi dengan atasan yaitu
ke atas dan ke bawah.Tiga hal prinsip yaitu penyelian terbuka atas ide-ide,
penyelia mau mendengar dan memperhatikan dan membantu menawarkan
menyelesaikan masalah perkerjaan.
Integrasi organisasi
Integrasi organisasi merupakan suatu tingkat dimana individu-individu di
dalam organisasi menerima informasi tentang lingkungan
pekerjaannya.Termasuk tingkat kepuasan informasi tentang rencana-rencana
divisi, persyaratan pekerjaan mereka dan berita-berita mengenai pekerja.
Kualitas Media
Kualitas media berkaitan dengan bagaimana rapat di atur secara baik,
pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan tingkat komunikasi yang baik.
Komunikasi dengan rekan sekerja
Komunikasi dengan rekan sekerja cenderung merupakan komunikasi horizontal
dan tidak formal yang tepat dan mengalir bebas. Faktor ini termasuk kepuasan
terhadap desas-desus yang ada.
Informasi Organisasi
Informasi organisasi berkaitan dengan luasnya informasi mengenai organisasi
secara keseluruhan. Hal-hal ini termasuk mengenai pergantian, informasi
mengenai keuangan perusahaan dan informasi mengenai kebijakan dan tujuan
organisasi secara keseluruhan.
Timbal balik individu
Dimensi timbal balik individu berisi pertanyaan mengenai penyelia mengerti
masalah yang dihadapi pekerja dalam pekerjaannya dan apakah pekerja
merasakan kriteria dimana mereka merasa dinilai secara adil atau tidak.
Hubungan dengan bawahan
Bagian ini diisi oleh mereka yang mempunyai tanggung jawab penyeliaan, tidak
tampak pada yang bukan penyelia, dan mungkin sama sekali tidak ada. Timbal
balik dari karyawan terhadap komunikasi ke bawah dan kemauan mereka dan
kemampuan untuk memberi informasi yang baik ke atas.Penyelia juga diminta
apakah mereka sering berkomunikasi dengan bawahan.
Dalam rangka menjaga tingkat kepuasan komunikasi, sebaiknya organisasi membuat
wadah untuk menyalurkan arus informasi yang baik seperti media internal dan acara.
Wadah ini digunakan sebagai ajang untuk dapat bertukar informasi baik terkait mengenai
kemajuan atau pencapaian yang telah dicapai oleh organisasi maupun terkait dengan
kepegawaian.

Hubungan kepuasan komunikasi dengan produktivitas
Kepuasan berkaitan erat dengan kenyamanan, jadi kepuasan dalam komunikasi
berarti karyawan merasa nyaman dengan pesan-pesan, media, dan hubungan-hubungan
interaksi yang terjadi di dalam organisasi. Kenyamanan cenderung membuat individu
lebih menyukai cara kerja yang disukainya, yang seringkali gagal menghasilkan
peningkatan kinerja tugas/produktivitas.
Beberapa penelitian tentang hubungan antara komunikasi organisasi dengan
kinerja pekerjaan/produktivitas juga menunjukkan bahwa kepuasan kecil peranannya
dalam perbaikan/peningkatan kinerja pekerjaan/produktivitas.Dapat dikatakan bahwa
kepuasan tidak memicu karyawan untuk lebih produktif, meskipun kepuasan
komunikasi jelas memberi andil besar dalam kepuasan bekerja (Pincus, 1986).

Motivasi
Motivasi merupakan isu yang populer dalam bidang komunikasi, manajemen, dan
kepemimpinan. Hal ini dikarenakan motivasi menyangkut dengan alasan-alasan
mengapa orang mencurahkan tenaga untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Motivasi
pada diri seseorang dapat dilihat dari seberapa besar ia mau mencurahkan energi fisik
dan mentalnya untuk melakukan pekerjaannya. Semakin besar energi yang dicurahkan
untuk pekerjaannya kita cenderung mengatakan bahwa orang tersebut memiliki
motivasi.
Teori Motivasi
Sebagian dari teori-teori paling lazim mengenai motivasi merujuk kepada kebutuhan
sebagai kekuatan pendorong perilaku manusia. Kebutuhan adalah sesuatu yang
penting, tidak terhindarkan untuk memenuhi suatu kondisi. Kita akan membahas tiga
teori tentang bagaimana kebutuhan berfungsi memotivasi manusia (Teori Hierarki,
Teori ERG, dan Teori Kesehatan-Motivator)

1. Teori Hierarki
Maslow (1943, 1954) mengemukakan bahwa kebutuhan terdiri dari lima
kategori: fisiologis, keselamatan atau keamanan, sosial, penghargaan, dan
aktualisasi diri.



Gambar: Hierarki kebutuhan
Maslow





Menurut Maslow kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu urutan
hierarkis. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling kuat
(prepotent) hingga terpuaskan. Kebutuhan yang kuat harus dipenuhi terlebih
dahulu sebelum kebutuhan berikutnya mendorong untuk dipenuhi. Konsep
prepotency mengasumsikan juga bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi
bukan lagi merupakan suatu pendorong. Hanya kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang mendorong orang untuk bertindak dan mengarahkan
perilaku mereka kepada suatu tujuan.

2. Teori ERG
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan, yaitu existence (E),
relatedness (R), dan growth (G). Eksistensi meliputi kebutuhan fisiolosis
diantaranya rasa lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, termasuk
didalamnya kebutuhan akan pekerjaan. Selanjutnya kebutuhan akan
hubungan atau keterkaitan berhubungan dengan kebutuhan hubungan baik
dengan keluarga, pertemanan, serta mencakup lingkungan. Kebutuhan akan
pertumbuhan meliputi keinginan individu untuk produktif dan kreatif
dengan mengerahkan segenap kesanggupannya. Umumnya konsep
kebutuhan ERG ini merupakan penghalusan dari sistem kebutuhan Maslow.
Perbedaannya adalah dalam teori ini tidak membahas mengenai hierarki dan
pada teori ini juga menegaskan bahwa meskipun suatu kebutuhan terpenuhi,
kebutuhan tersebut dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam
pengambilan keputusan.

3. Teori Kesehatan-Motivator
Herzberg (1996) mencoba menentukan fakto-faktor yang mempengaruhi
motivasi dalam organisasi. Menurutnya terdapat dua perangkat kegiatan
yang memuaskan kebutuhan manusia. (1) kebutuhan yang berkaitan dengan
kepuasan kerja dan (2) kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan
kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator.
Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, promosi, dll. Bila faktor-
faktor ini ditanggapi secara positif, pegawai cenderung merasa puas dan
termotivasi. Namun bila faktor-faktor itu tidak ada di tempat kerja, pegawai
akan kekurangan motivasi namun tidak berarti mereka tidak merasa puas
dengan pekerjaan mereka.
Faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor pemeliharaan
atau kesehatan dan didalamnya meliputi gaju, pengawasan, keamanan kerja,
kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antar pribadi
dengan rekan kerja. Konsep ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks
pekerjaan dan mungkin dengan pekerjaan itu sendiri.
Motivator berkaitan dengan kepuasan kerja namun tidak dengan
ketidakpuasan kerja. Faktor kesehatan berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
namun tidak dengan kepuasan kerja. Jadi untuk tetap memiliki pegawai,
manajer harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor kesehatan, namun
untuk membuat pegawai menjadi lebih keras, manajer harus memusatkan
perhatian pada motivator.

Teori Harapan dan Motivasi
Vroom (1964) mengembangkan teori motivasi berdasarkan jenis-jenis pilihan yang
dibuat orang untuk mencapai tujuan. Teori harapan memiliki tiga asumsi pokok yaitu:
(1) Suatu prilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu, (2) hasil tertentu punya nilai
positif baginya, dan (3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan
seseorang.
Motivasi dijelaskan dengan mengombinasikan ketiga prinsip tersebut. Dengan
demikian, seseorang dapat memutuskan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang sudah dipertimbangkan dari ketiga asumsi pokok teori harapan. Dalam teori
harapan, motivasi adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.

Teori Persepsi Tentang Motivasi
Pace (1993) menjelaskan motivasi dalam arti bagaimana anggota organisasi
menafsirkan lingkungan kerja mereka. Empat asumsi utamanya adalah (1) seberapa
besar harapan akan terpenuhi, (2) peluang apa yang tersedia, (3) seberapa banyak
pemenuhan yang terjadi, dan (4) seberapa baik peranan-peranan organisasi yang
bermanfaat dilaksanakan. Keputusan untuk mencurahkan energi guna mencapai tujuan
organisasi merupakan suatu fungsi kombinasi persepsi atas keempat potensialitas
tersebut.

Apa yang Memotivasi Pekerja?
Dari teori diatas dapat memberikan pemahaman mengenai proses pengembilan
keputusan untuk mencurahkan energi bagi pencapaian tujuan organisasi dan pribadi.
Secara umum yang dapat memotivasi pekerja adalah dengan melihat seberapa besar
harapan dapat terpenuhi dibandingkan seberapa besar usaha yang dilakukan. Dimana
hal ini berhubungan dengan teori kebutuhan. Sebagai contoh, suatau ganjaran (gaji)
pegawai yang cukup besar akan memotivasi perilaku seseorang untuk melakuakan hal
yang besar juga.




Penutup
Kita sudah berbicara tentang Iklim dan Budaya Organisasi, lantas apa perbedaan
dari kedua istilah tersebut? Diambil dari buku Goldhaber, dijelaskan bahwa iklim
organisasi lebih bersifat jangka pendek, bisa jadi terbentuk oleh manajemen yang ada di
organisasi, tentang bagaimana persepsi anggota organisasi dan cara mereka bersikap
terhadap anggota organisasi lainnya, terhadap atasannya, iklim organisasi menunjukkan
kualitas yang relatif abadi dari lingkungan internal organisasi yang dialami oleh
anggota, yang mempengaruhi perilaku mereka, dan dapat dijelaskan dalam hal nilai-
nilai dari karakteristik atau atribut tertentu yang ada dalam sebuah organisasi.
Budaya organisasi lebih bersifat jangka panjang, sudah mengakar dan sulit
dirubah, dimana sudah terbentuk kepercayaan yang dijunjung tinggi, nilai dan warna
sendiri dalam sebuah organisasi anggota menaruh ekspektasi dan harapannya terhadap
organisasi. Sedangkan Dari uraian mengenai iklim dan budaya organisasi, kita dapat
melihat bagaimana pentingnya iklim dan budaya organisasi memberi dampak bagi
kinerja organisasi. Jika dikelola dengan baik, dampak tersebut dapat memaksimalkan
kinerja organisasi, namun sebaliknya jika iklim dan budaya organisasi diabaikan, tanpa
adanya pengelolaan, tentu akan membawa dampak buruk bagi organisasi.

Sumber
- Pace, R.W & Faules, F.D (2002). Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan. Bandung. Remaja Rosdakarya
- Goldhaber, Gerald, (1993). Organizational Communication Sixth Edition; New York.
Mc Graw Hill.
- Robbins, P. Stephen (2005). Organizational Behavior; Elevent Edition. Pearson
Education.Inc., Upper Saddle, River. New Jersey
- Soetopo, Hendyat (2010). Perilaku Organisasi; Teori dan Praktek di Bidang
Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai