Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal kronik yang dirawat di
RS Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 31 Juli 2004 berjumlah 224 orang atau 6,73% dari
3327 penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1 Agustus 2004 31 Juli 2005
berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien penyakit dalam yang dirawat, hal ini
menunjukan penurunan jumlah penderita gagal ginjal kronis yang dirawat sebesar 0,33 %,
namun demikian masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup
kompleks.
Penyakit gagal ginjal kronis bersifat progresif dan irreversible dimana terjadi uremia
karena kegagalan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta
elektrolit ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 )
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep dasar Gagal ginjal kronik.
b. Mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Smeltzer & bare 2002).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolism
serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi
dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
a. Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc
ginjal
b. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM
2. Penyakit ginjal obstruktif : Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks ureter.
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang berulang dan
nefron yang memburuk, obstruksi saluran kemih, destruksi pembuluh darah akibat
diabetes dan hipertensi yang lama, scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila
penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus
eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik
yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
2. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association(2003) dalam Soegondo (2005) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi(Mansjoer, 2001). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
4. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemuka n kista-
kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena
kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal
polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang
lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney
disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.
Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah
dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa
(Suhardjono, 1998).

2.3 PATHOFISIOLOGI
Gagal ginjal menyebabkan sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C
Long, 1996)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).

2.4 KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium
gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut :
1. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat ginjal
secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan
mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal,
terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan
membran basalin kapiler.
2. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas
stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi.
4. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi
hampir selalu ditemui.
5. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma
disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.

2.5 MANIFESTASI KLINIS
1. Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin
aldosteron).
2. gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi). (Smeltzer, 2001 )
3. hipokalsemia dan hiperkalemia akibat ketidakseimbangan elektrolit
4. asidosis metabolik akibat kehilangan bikarbonat
5. nyeri tulang serta otot dan fraktur yang disebabkan oleh ketidak seimbangan kalsium
fosfor dan ketidak seimbangan hormon paratiroit yang ditimbulkan
6. mulut yang kering, keadaan yang mudah lelah, dan mual akibat hiponatremia
7. perubahan status kesadaran aakibat hiponatremia dan penumpukan zat-zat toksik
8. frekuensi jantung yang reguler akibat hiperkalemia
9. kulit berwarna kuning tembaga akibat perubahan proses metabolik
10. kram otot dan kerutan (twitching) yang meliputi iritabilitas jantung akibat hiperkalemia.
(kowalak, 2011).

2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronis meliputi :
1) anemia
2) neuropati perifer
3) komplikasi kardiopulmuner
4) komplikasi GI
5) disfungsi seksual
6) defek skeletal
7) parastesia
8) disfungsi saraf motorik, seperti food drop dan paralisis flasit
9) fraktur patologis. (kowalak, 2011).

2.7 PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering
kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan
kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi
insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah
medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress
(infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001).

2.8 PENATALAKSANAAN
1. diet rendah protein untuk membatasi produk akhir metabolism protein yang tidak dapat di
eksresi oleh ginjal
2. diet tinggi bagi pasien yang menjalani dialysis peritoneal secara continue
3. diet tiggi kalori mencegah ketoasidosis dan atrofi jaringan
4. pembatasan asupan natrium dan kalium untuk mencegah kenaikan kadar kedua mineral
ini
5. pembatasan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
6. obat-obat golongan loop diuretic, seperti furosemit (lasix), untuk mempertahankan
keseimbangan cairan
7. obat-obat golongan likosit kardiak, seperti digoksia untuk memobilisasi cairan yang
menyebabkan edema
8. kalsium karbonat (caltrate) atau kalsium asetat (phoslo) untuk mengatasi osteodistrofi
renal dengan pengikat fosfat dan suplementasi kalsium
9. obat-obat anti hipertensi untuk mengontrol tekanan darah dan edema
10. obat-obat antiemetic untuk mengendalikan mual dan muntah
11. femoddim (pepcid) atau ranitidine (zantac) untuk mengurangi iritasi lambung
12. metilselulosa atau dokusat untuk mencegah konstipasi
13. suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
14. pemberian eritropoietin sintesis untuk menstimulasi sum-sum tulang agar memproduksi
sel darah merah, suplemen zat besi, preparet estrogen, dan desmopresia untuk mengatasi
efel : hematologi
15. dialysis peritonea atau hemodialisis untuk membantu mengendalikan penyakit ginjal
terminal
16. transpalasi ginjal( yang biasanya merupakan terapi pilihan bila donor tersedia). (kowalak,
2011).
BAB III

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
A. Pengkajian
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan sekarang
c) Riwayat kesehatan dahulu
d) Psikososial
e) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise, gangguan tidur ( insomnia
atau gelisah atau somnolen ).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi ; nyeri dada ( angina
).
Tanda : hipertensi ; DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum, dan piting
pada kaki, telapak, tangan. Distrimia jantung, nadi lemah, halus, hipotensi
ortostatik, hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir. Priction
rub pericardial ( respon terhadap akumulasi sisa ). Pucat ; kulit coklat
kehijauan , kuning. Kecendrungan perdarahan.
c. Integritas ego
Gejala : factor stress, contoh financial, hubungan, dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terasang, perubahan
kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut ).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda : perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria
e. Makanan atau cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat ( edema ), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, easa metalik tak
sedap pada mulut( pernapasan amonia). Penggunaan diuretic.
Tanda : distensi abdomen/ asites, pembesaran hati ( tahap akhir ).
Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema ( umum,tergantung ). Ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang; sindrom kaki
gelisah ; kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan
kelemahn khususnya ekstremitas bawah ( neuropati perifer).
Tanda : gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi. Kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stupor, koma. Tanda chvostek dan trousseaus positif,
kejang. Fasikulasi otot, aktivitas kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis
g. Nyeri / kenyaman
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
Tanda : prilaku berhati hati/distraksi , gelisah
h. Pernapasan
Gejala : nafas pendek; dispnea noktural paroksisme; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman ( pernafasan
kusmaul ). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer ( edema
paru).
i. Keamanan
Gejala : kulit gatal. Ada berulangnya infeksi.
Tanda : demam ( sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal ( efek GGK). Petekie. Fraktur tulang; defosit fosfat kalsium
(kalsifikasi metastatic) pada kulit, jaringan lunak, sendi; keterbatasan
gerak sendi
j. Seksualitas
Gejala : penurunan libido; amenorea; infertilitas.
k. Interaksi social
Gejala : kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
f) Pemeriksaan diagnostik
l. URIN
Volume : biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam ( oliguria ) atau urin
tak ada ( anuria )
Warna : secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemah, partikel, koloid, fosfat atau urat. Sedimen kotor,
kecoklatan adanya menunjukkan adanya darah, HB, mioglobin, porfirin.
Berat jenis urin : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas: kurang dari 350 mOsn/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urin/serum sering 1:1.
Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium.
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomelurus bila SDM dan frakmen juga ada.
2. DARAH
BUN/kreatinin: meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10mg/dl diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung darah lengkap: Ht: menurun pada adanya anemia. Hb: biasanya
kurang dari 7-8 g/dl.
SDM: waktu hidup menurun pada defesiensi eritropoetin seperti pada
azotemia.
GDA: pH: penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekresikan hydrogen dan ammonia atau
hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO
2
menurun.
Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjalkehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipertermia).
Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau mengeluarkan jaringan (hemolisis SDM). Pada
tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq/L atau
lebih besar.
Magnesium/fosfat: meningkat.
Kalsium: menurun.
Protein (khususnya albumin) : kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan masukan, atau
penuruan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan
urin.
KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
Pielogram retrograde: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, massa.
Sistouretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter, retensi.
Ultrasono ginjal: menunjukkan ukuran ginjal, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologist.
Endoskopi ginjal, nefroskopi: dilakukan untuk dilakukan pelvis ginjal;
keluar batu, hematuria dan pengagkatan tumor seleksif.
EKG: mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asa/basa.
Foto kaki, tengkorak, kolumnaspinal, dan tangan: dapat menunjukkan
demineralisasi, klasifikasi.

B.Diagnosa yang mungkin muncul
1. Penurunan curah jantung yang b.d ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi atau penumbukan urea toksin, klasifikasi
jaringan lunak.
2. Resiko terhadap integritas kulit b.d gangguan metabolic status metabolic, sirkulasi
(amenia, iskemik jaringan) dan sensasi(neuropati perifer), penurunan turgor kulit,
penurunan aktifitas, akumulasi ureum dalam kulit.
3. Resiko tinggi cedera b.d penekanan produksi/sekresi eritroietin: penurunan produksi dan
SDM hidupnya; gangguan factor pembukuan; peningakatan kerapuhan kapiler.
4. Resiko tinggi kelebihan volulume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunanGVR.
Diagnosa keperawatan : curah jantung penurunana, resiko tinggi terhadap
Factor resiko meliputi:
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi kerja
miokardial dan tahanan vaskuler sistemik.
Gangguan frekuensi irama konduksi jantung ketidakseimbamgan elektrolit
(hipoksia)
Akulumulasi toksin(urea) klasifikasi jaringan lunak (deposist C
+
fosfat)
Kemungkinan dibuktikan oleh:
[tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
diagnosa actual]
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi pasien akan:
Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung
yang batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian
kapiler.
Tindakan keperawatan Rasional
Mandiri
a. Aukulstasi bunyi jantung dan paru.
Evaluasi adanya edema perifer/kongsti
vaskuler dan keluahan dispnea.
b. Kaji adanya atau derajat hipertensi: awasi
TD; perhatikan perubahan postural, contoh
duduk, berbaring, berdiri.
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan
lokasi, radiasi, beratnya(skala 0-10) dan
apakah tidak menetap dengan inspirasi
dalam dan posisi telentang.
d. Evaluasi bunyi jantung (perhatikan friction
rub), TD, nadi perifer, pengisian kapiler,
kongesti vaksuler, suhu, dan
sensori/mental.
e. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap
aktifitas.
Kolaborasi
f. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh;
elektrolit(kalium, natrium, kalsium,
magnesium), BUN;
g. Foto dada
h. Berikan obat anti hipertensi, contoh
prazozin (minipress), captopril (capotin),
klonodin (catapres), hidralazin (apresoline).
i. Bantu dalam prikardiosentesis sesuai
indikasi.
j. Siapkan dialysis
Mandiri
a. S
3
/S
4
dengan tonus muffled, takikardia,
frekuensi jantung tak teratur, takipnea,
dispnea, gemerisik, mengi, dan
edema/distensi jugular menunjukan GGK.
b. Hipertensi bermakna dapat terjadi karena
gangguan pada sistem aldosteron rennin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
gingal). Meskipun hipertensi umum,
hipotensi ortostatik dapat terjadi
sehubungan dengan deficit caiaran, respon
terhadap obat anti hipertensi, atau
tamponade prikardial uremik.
c. Hipertensi dan GJK kronis dapat
menyebabkan IM, kurang lebih pasien
GGK dengan dialysis mengalami
perikarditis, potensial resiko efusi
perikardial/tamponade.
d. Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi
paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
penurunan/tak adanya nadi perifer.
Distensi jugular nyata, pucat, dan
penyimpangan mental cepat menunjukan
tamponade, yang merupakan kedaruratan
medic.
e. Kelelahan dapat menyertai GJK juga
anemia.
Kolaborasi
f. Ketidakseimbangan dapat mengganggu
konduksi elektrikal dan fungsi jantung.
g. Berguna dalam mengidentifikasi
terjadinya gagal jantung atau klasifikasi
jaringan lunak.
h. Menurunkan tahanan vascular sistemik
dan/atau pengeluaran rennin untuk
menurunkan kerja miokardial dan
membantu mencegah GJK dan/atau IM.
i. Akumulasi cairan dalam kantung
perikardial dapat mempengaruhi pengisian
jantung dan kontraktilitas miokardial
mengganggu curah jantung dan potensial
resiko henti jantung.
j. Penurunan ureum toksik dan memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit dan
kelebihan cairan dapat
membatasi/mencegah manifestasi jantung,
termasuk hipertensi dan efusi perikardial


DIAGNOSA KEPERAWATAN : INTEGRITAS KULIT, KERUSAKAN,
RESIKO TINGGI TERHADAP
Faktor resiko meliputi:
Gangguan status metabolik, sirkulasi (artemia dengan iskemia jaringan) dan
sensasi (neuropati perifer).
Gangguan turgor kulit (edema/ dehidrasi).
Penurunan aktifitas/ imobilisasi.
Akumulasi toksin dalam kulit.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
diagnose actual).
HASIL YANG DIHARAPKAN/ KRITERIA EVALUASI PASIEN AKAN :
Mempertahankan kulit tubuh
Menunjukan prilaku / teknik untuk mencegah kerusakan / cidera kulit
TINDAKAN INTERFENSI
Mandiri Rasional
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,
turgor, vaskuler. Perhatikan kemerahan,
ekskoriasi.Observasi terhadap ekimosis
purpura

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
membrane mukosa

Inspeksi area tergantung terhadap edema.

Ubah posisi dengan sering ; gerakan pasien
dengan perlahan ; beri bantalan ada tonjolan
tulang dengan kulit domba, pelindung siku/
tumit

Berikan perawatan kulot. Batasi penggunaan
sabun. Berikan salap atau krim (misalnya
Ianolin, Aquaphor).


Pertahankan linen kering , bebas keriput.

Selidiki keluhan gatal.





Anjurkan pasien menggunakan kompres
lembab dan dingin untuk memberikan
tekanaan (dari pada garukan) pada area
pruritus.pertahankan kuku pendek ; berikan
sarung tangan selama tidur bila diperlukan.

Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar

Kolaborasi
Berikan matras busa / flotasi
Menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan
yang dapat menimbulkan pembentukan
dikubitus/ infeksi.


Mendeteksi adanya dehidrasi atau hiidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat seluler.
Jaringan edema lebih cenderung rusak/ robek

Menurunkan tekanan pada edema, jaringan
dengan perfusi buruk untuk menunjukan
iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik
statis vena terbatas / pembentukan idema.

Soda kue , mandi dengan tepung menurunkan
gatal dan mengurangi pengeringan dari pada
sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan
untuk menghilangkan kering, robekan kulit.

Menurunkan iritasi dermal dan resiko
kerusakna kulit.
Meskipun dialysis mengalami masalh kulit
yang berkenan dengan uremik, gatal, dapat
terjadi karna kulit adalah rute ekskresi untuk
produk sisa. Misalnya Kristal fospat
(berkenaan dengan hiperparatiroidisme pada
penyait tahap akhir).
Menghilangkan ketidaknyamanan dan
menurunkan resiko cidera dermal.




Mencegah iritasi dermal langsung dan menin
gkatkan evaporasi lembab pada kulit.

Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang
dapat mengatasi perfusi seluler yang
menyebabkan iskemia / nekrosis.


Diagnosa Keperawatan : Cedera , Resiko Tinggi Terhadap (Profil Darah Abnormal ).
Factor risiko meliputi : penekanan produksi eritropoientin: penurunan produksi dan
SDM hidupnya; ganggan factor pembekuan: peningkatan
kerapuhan kapiler
Kemungkinan dibuktikan oleh: [tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-
gejala membuat diagnose actual ]

Hasil yang diharapkan : tak mengalami tanda/ gejala pendarahan.
Mempertahankan / menunjukan perbaikan nilai
laboratorium.
ttin TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan,
kelemahan. Observasi takikardia.
Kulit/membrane mukosa pucat, dispnea dan
nyeri dada. Rencanakan aktivitas pasien untuk
menghindari kelelahan.

Awasi tingkat kesadaran dan perilaku

Evaluasi respon terhadap aktivitas.
Kemampuan untuk melakukan tugas. Bantu
sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk
istirahat

Batasi contoh vascular, kombinasikan tes

Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung
untuk mempertahankan oksigenasi sel.




Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebal
denagan perubahan mental, orientasi dan
respon prilaku.
Anemia menurunkan oksigenasi jaringa dan
meningkatkan dan kelelahan, sehinga
memerlukan intervensi, perubahan aktivitas
dan istirahat.

laboratorium bila mungkin.

Observasikan perdarahan terus menerus dari
tempat penusukan, perdarahan/ area ekimosis
karena terutama kecil. Petekie:
pembengkakan sendi atau membrane mukosa,
contoh perdarahan gusi, epistaksis berulang,
hematemesis, melena dan urine merah/
berkabut.
Hemetemesis sekresi gl/darah feses.

Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik;
gunakan jarum kecil bila mungkin dan
lakukan penekanan lebih lama setelah
penyuntikan/ penusukan vascular

Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium
Hitung darah lengkap : SDN,Hb/Ht :






Jumlah trombosit, factor pembekuan :



Pengambilan darah dapat terjadi dengan mudah
karena kerapuhan kapiler/gangguan
pembekuan dan dapat memperburuk anemia.




Stress da abnormalitas hemostatik dapat
mengakibatkan pendarahan GL.
Menurunkan Risiko Perdarahan /Pembentukan
Hematoama.




Uremia (contoh peningkatan ammonia, urea
atau toksin lain).menurunkan produksi
eritropoentin dan menekan produksi SDM dan
waktu hidupnya. Pada tanggal ginjal kronis.
Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah
tetapiditoleransi; contoh:pasien tidak
menunjukan gejala sampai HB di bawah 7.

Penekanan pembentukan (trombosit dan
ketidak adekuatan kadar factor III DAN VIII
mengaanggu pembekuan dan potensial risiko
perdarahan. Catatatan : perdarahan dapat
emnjadi sulit teratasi pada tahap akhir
penyakiit
Komsumsi protombin abnormal menurunkan
kadar serum dan menganggu pembekuan.


.

Anda mungkin juga menyukai