Anda di halaman 1dari 30

4

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori umum
2.1.1 Pengertian Sistem
Untuk mempelajari suatu sistem akan lebih mengena bila terlebih
dahulu mengetahui apakah suatu sistem itu. Pengertian tentang sistem
pertama kali dapat diperoleh dari definisinya. Berikut ini adalah beberapa
definisi sistem yang dikemukakan oleh beberapa pengarang:
Menurut Stephen A. Moscove dan Mark G. Simkin yang dibahas
oleh Jogiyanto H.M (1997, p1) mendefinisikan sistem sebagai berikut:
Suatu kesatuan yang terdiri dari interaksi subsistem yang berusaha untuk
mencapai tujuan (goal) yang sama.
Menurut Raymond Mc Leod Jr. (1995, p13) sistem adalah: A
system is a group of elements that are integrated with the common purpose
of achieving an objective.
Jadi Sistem adalah sekumpulan elemen-elemen yang saling
behubungan dan berinteraksi dengan berbagai cara atau tanggapan untuk
melaksanakan tujuan khusus (Woods dan Lawrence, 1997, p10).



5
2.1.2 Pengertian Simulasi
Simulasi adalah teknik untuk menggambarkan dan mempelajari
perilaku sebuah sistem dengan bantuan suatu model dari sistem tersebut.

2.1.3 Pengertian Pemodelan Dinamik
Pemodelan dinamik adalah suatu model yang menggambarkan proses
yang dipengaruhi oleh waktu atau berlangsung pada suatu rentang waktu
(Woods dan Lawrence, 1997, pp15-16).
Langkah-langkah dalam melakukan pemodelan suatu sistem dinamik :
1. Actual Dynamic Sytem
Merupakan respon aktual dari sistem dinamik yang sebenarnya baik
linier atau pun nolinier.
2. Engineers perception
Merupakan cara engineer melihat suatu sistem mengenai linieritas dan
karakteristik dinamik dari sistem yang akan dimodelkan. Dalam hal ini
engineer dapat mengabaikan sifat nonlinier guna penyederhanaan. Oleh
karena itu persepsi dari engineer mungkin tidak merepresentasikan
actual dynamic system
3. Mathematical model
Sistem direspresentasikan dengan persamaan diferensial untuk sistem
yang tidak linier dan untuk sistem yang linier dapat langsung
dimodelkan.
4. Calculated Response
6
Actual Physical
Dynamic System
Modelers Perception
of Dynamic System
Mathematical
Representation
Calculated Response
Performance
Analysis
Original Design
Determine Effects
to be considered
Write Component and
System Equations
Clasical Differential Equations
Transfer function
State space Equations
Analytic Solution
Digital Simulation
Analog Simulation
Static Gain
Disturbance Sensitivity
Dynamic characteristics
Pada langkah ini akan dilihat perbandingan respon antara model
matematik dengan sistem sebenarnya.
5. Analysis of the performance
Merupakan analisa performance dari sistem. Dalam hal ini
membicarakan frekuensi domain dan time domain untuk
menganalisanya.













Gambar 2.1 Langkah - langkah pemodelan




7
J
R
m
L
m
Konstanta arus medan
,
B
e
m
e
a
Rangkaian armatur Beban
Mekanis
i
a
dt
d
K t e
m

= ) (
dt
d
K t e
m m

= ) (
2.1.4 Motor DC







Gambar 2.2 Rangkaian Motor

Motor DC secara spesifik dirancang untuk digunakan pada sistem
kontrol simpal tertutup. Beberapa persamaan dasar untuk motor
diantaranya (Harbor dan Phillips, 1997, pp64-66) :
Tegangan e
m
(t)
Tegangan e
m
(t) merupakan tegangan yang timbul pada kumparan
armatur karena adanya pergerakan pada kumparan didalam medan
magnetik motor dan biasa disebut dengan EMF (electromotive force)
balik.
..........................................................(2-1)
Dengan K adalah parameter motor, adalah fluks medan dan
adalah sudut poros motor. Jadi d/dt adalah kecepatan sudutnya poros.
Kita asumsikan bahwa fluks adalah konstan, sehingga :
.........................................................(2-2)
8
) ( ) (
) (
) ( t e t i R
dt
t di
L t e
m a m
a
m a
+ + =
dt
d
B
dt
d
J t

+ =
2
2
) (
2
2
2
2
2
2
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
( ) ...................................(2 - 6)
a
a
a
d t d t
K i t J B
dt dt
d d t
J B K i t
dt dt
K d B d t
i t
J dt J dt




= +
= +
= +
Tegangan e
a
(t)
e
a
(t) merupakan tegangan armatur yang dianggap sebagai masukan
sistem, dengan persamaan sebagai berikut :
.............................(2-3)
Rm dan Lm merupakan resitansi dan induktansi rangkaian armatur.
Torka pada motor (t)
Torka merupakan gaya yang ditimbulkan oleh benda yang
berotasi. Persamaan untuk torka adalah
(t) = K

i
a
(t).............................................................(2-4)
Kemudian dengan menurunkan penjumlahan dari torka-torka yang
ada pada armatur motor dan juga momen inersia J yang meliputi semua
inersia yang dihubungkan ke poros motor, serta B meliputi gesekan
udara dan gesekan bantalan poros, sehingga persamaan torka menjadi
...............................................(2-5)
Dari persamaan (2 - 4) dan (2 - 5)





9
1
2
1 2
2
2
( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
( )
( )
a
a
d t
x t t
dt
d t
x t
dt
x t i t
di t
x t
dt

= =
=
=
=
a
m
a
e (t) = tegangan jangkar (masukan)
e (t) = tegangan yang timbul pada kumparan akibat kumparan berada
pada medan magnetik motor
i (t) = arus jangkar
(t) = torsi yang dibangkitkan
(t) = sudut poros motor
d(t)
= (t) = kecepatan poros motor (keluaran)
dt
B = Koefisien redaman
J = Momen inersia

Dalam suatu sistem pengaturan kecepatan, kecepatan poros motor
(t) dikendalikan dengan mengubah-ubah tegangan jangkar e
a
(t). oleh
karena itu e
a
(t) merupakan set point/masukkan dari sistem dan (t)
merupakan keluaran dari sistem.
Misal diambil state variabel :






10
1
1 1
2
2
Dengan menggunakan :
Persamaan masukannya ( ) ( )
( )
Persamaan keluarannya ( ) ( ) ( )
Sehingga State spacenya adalah :
0
( ) ( )
1
( )
( )
a
m m
m m
e t u t
d t
y t t x t
dt
K B
x t x t
J J
K R
x t
x t
L L

=
= = =
| |

| |
|
| |
|
|
= +
|
|
|
| \ .

\ .
|
\ .
1
2
( )
( )
( ) (1 0) .................................................................(2 7)
( )
m
u t
L
x t
y t
x t
| |
|
|
|
\ .
| |
=
|
\ .
2
2
1 1 2
( ) ( )
( )
( ) ( ) ( )
a
K d t B d t
i t
dt J dt J
K B
x t x t x t
J J

= +
= +
2 2 1
( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) 1
( ) ( )
( ) 1
( ) ( ) ( ) ( )
a
a m m a m
a
a m m a m
a
m m a m a
a m m
a a
m m m
a m m
a
m m m
di t
e t L R i t e t
dt
di t d t
e t L R i t K
dt dt
di t d t
L R i t K e t
dt dt
di t R K d t
i t e t
dt L L dt L
di t R K
x t x t x t e t
dt L L L

= + +
= + +
= +
= +
= = +
Dengan menggunakan persamaan (2-6)



Dari persamaan (2-2) dan (2-3)



















11
y
x
y
x
y
x
y
x

)
x
y
x
y
g
2.1.5 Persamaan Garis Lurus
Persamaan garis lurus merupakan suatu fungsi linier, yang memiliki
persamaan umum :
ax + by + c = 0 (fungsi implisit)
y = mx + c (fungsi eksplisit)
Grafik garis lurus secara umum dapat digambarkan seperti di bawah ini :



Didalam suatu persamaan garis lurus terdapat suatu gradien yang
merupakan koefisien arah garis lurus yang memiliki kemiringan terhadap
sumbu x positif. Secara geometri gradien dapat dirumuskan sebagai tangen
sudut yang dibentuk oleh garis dengan sumbu x positif.





Gradien garis g adalah m = tan =
x
y

..................................................(28)
Secara aljabar, gradien garis lurus dapat dirumuskan sebagai berikut :
Untuk garis y = mx + c, maka gradien = m.
Untuk garis ax + by + c = 0, maka gradien =
b
a
...................................(29)
12
1 2
1
1 2
1
x x
x x
y y
y y

Persamaan garis yang melalui titik (x


1
, y
1
) dengan gradien m memiliki
persamaan umum y y
1
= m (x x
1
).
Untuk garis yang melalui P (x
1
, y
1
) dan Q (x
2
, y
2
) memiliki persamaan :
, dengan gradien
1 2
1 2
x x
y y
m

= ...................................(210)
Bila terdapat dua buah garis didalam persamaan garis, yaitu misalkan garis
g dan l, dengan garis
2 2
1 1
:
:
n x m y l
n x m y g
+ =
+ =

Maka terdapat beberapa kemungkinan hubungan yang terjadi antara 2 garis
tersebut :
Saling sejajar
Garis g sejajar garis l, bila m
1
= m
2

Garis g berimpit garis l, bila m
1
= m
2
dan n
1
= n
2

Saling berpotongan tegak lurus
Garis g perpotongan tegak lurus dengan garis l, bila m
1
.m
2
= -1
Persamaan garis melalui (x
1
, y
1
) dan tegak lurus dengan garis
g : y = mx + n,
x + my (x
1
+ my
1
) = 0
Garis saling berpotongan bebas
Dikatakan saling bebas bila perpotongan kedua garis membentuk
sudut , dengan gradien
2 1
2 1
1 m m
m m
tg
+

= ........................................(211)
Sudut dipilih dari perpotongan kedua garis yang membentuk sudut
paling kecil.
13
Bila titik P (x,y) merupakan perpotongan dari garis g dan l, maka
persamaan untuk titik P (x,y) dapat dicari sebagai berikut
1 2
2 1
m m
n n
x

=
1 2
2 1 1 2
m m
n m n m
y

= ......................................................(212)

2.1.6 State Space
Pada intinya state space digunakan untuk menganalisis dan
merancang sistem kontrol sebagai metode pengganti dari metode yang
konvensional (root locus dan frekuensi respon). State Space digunakan
dalam suatu sistem karena root locus sebagai metode yang konvensional
hanya bisa digunakan untuk sistem invarian waktu linier yang mempunyai
single input single output, sedangkan state space dapat digunakan untuk
menganalisa sistem kontrol dengan multiple input multiple output yang
memerlukan suatu optimalisasi. State space juga memungkinkan engineer
untuk merancangkan sistem kontrol dengan harapan agar dapat
memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Metode State Space ini
juga memungkinkan engineer untuk mengikutsertakan initial condition
didalam perancangan (Ogata, 1997, pp70-81).
Dalam suatu state space terdapat suatu state variable yang
merupakan variabel-variabel yang melengkapi suatu set terkecil dari
variabel-variabel yang menentukan dari sistem dinamik. Jika suatu sistem
adalah berorde n maka harus ada sedikitnya sejumlah n state variabel yang
tidak saling tergantung satu sama lainnya. Dalam suatu state space,
14
variabel sistem yang utama (seperti posisi, kecepatan, tegangan, arus, gaya
dan lain sebagainya) dipilih sebagai state variabelnya.
Kegunaan dari model state variable atau model state space adalah
untuk membangun suatu representasi yang mempertahankan hubungan
antara keluaran dengan masukan (fungsi alih), yang dinyatakan dalam n
buah persamaan diferensial berorde satu untuk sebuah sistem berorde n.
Keuntungan dari n buah persamaan berorde satu adalah selain karakteristik
keluaran masukan, karakteristik internal dari sistem juga dinyatakan. Ada
beberapa alasan pengembangan suatu sistem dengan menggunakan model
keadaan (state model), yaitu :
1. Perancangan dan analisis dengan menggunakan komputer dari model-
model keadaan lebih mudah dikerjakan pada komputer digital untuk
sistemsistem orde yang lebih tinggi sedangkan pendekatan fungsi alih
cenderung gagal untuk sisitem tersebut karena permasalahan numerik.
2. Dalam prosedurprosedur perancangan state space, kita
mengumpanbalikkan lebih banyak informasi (variabel internal) tentang
kendali tersebut, karena itu kita dapat melakukan pengendalian yang
lebih lengkap pada sistem tersebut daripada yang dimungkinkan dengan
pendekatan fungsi alih.
3. Prosedurprosedur perancangan yang menghasilkan pengendalian
sistem yang terbaik hampir semuanya didasarkan pada modelmodel
state space. Yang dimaksudkan dengan yang terbaik adalah bahwa
sistem tersebut telah dirancang dalam suatu cara yang sedemikian rupa
15
) ( ) ( ) (
) ( ) ( ) (
t Du t Cx t y
t Bu t Ax t x
+ =
+ =

sehingga meminimalkan atau memaksimalkan suatu fungsi matematis


yang mengekspresikan kriteria perancangan tersebut.
4. Modelmodel state variabel biasanya diperlukan untuk simulasi (solusi
persamaan diferensial dengan digital komputer).
Bentuk baku persamaan state space dari suatu sistem analog linier
time invariant (LTI) sebagai berikut :

(213)
Dengan ) (t x

merupakan turunan terhadap waktu dari vektor x(t). X(t)


merupakan suatu vektor dari keadaan-keadaan suatu sistem orde n. A
merupakan matriks sistem dengan dimensi (n x n). B merupakan matriks
masukan dari suatu sistem. U(t) merupakan vektor masukan yang tersusun
dari fungsifungsi masukan sistem. Y(t) merupakan vektor keluaran suatu
sistem yang terbentuk dari keluarankeluaran yang ditentukan. C merupakan
matriks keluaran. Sedangkan D merupakan suatu matriks yang menunjukan
kaitan langsung antara masukan dan keluaran.
Dengan mengacu pada kedua persamaan matriks (2-13) sebagai
persamaanpersamaan keadaan dari suatu sistem, persamaan pertama
disebut persamaan keadaan dan persamaan kedua disebut persamaan
keluaran. Persamaan pertama (persamaan keadaan) adalah sebuah
persamaan diferensial matriks orde satu dan vektor keadaan x(t) adalah
solusinya. Dengan diberikan data x(t) dan vektor masukan u(t), persamaan
pengeluaran menghasilkan keluaran y(t).
16
Biasanya matriks D bernilai 0, karena dalam sistem fisis, dinamika
muncul pada seluruh lintasan antara masukan dan keluaran. Harga tidak nol
pada matriks D menunjukkan sekurangkurangnya satu lintasan langsung
antara masukan dan keluaran, dengan fungsi alih lintasan tersebut dapat
dimodelkan sebagai suatu penguatan murni.
Bentuk umum persamaan keadaan (2-13) di atas memungkinkan
lebih dari satu masukan dan lebih dari satu keluaran. Sistem dengan lebih
dari satu masukan dan/atau lebih dari satu keluaran disebut sistem variabel
banyak (multi variabel). Sedangkan untuk kasus yang hanya memiliki satu
masukan, matriks B menjadi sebuah vektor kolom dan vektor u(t) menjadi
skalar. Dan untuk kasus yang hanya memiliki satu keluaran, vektor y(t)
mejadi sebuah skalar dan matriks C menjadi sebuah vektor baris.

2.1.7 Runge Kutta orde 4
Runge kutta adalah salah satu metode yang digunakan untuk
menyelesaikan persoalan numerik dan mengetahui nilai suatu keadaan
dalam interval waktu tertentu. Metode runge kutta ada bermacam-macam,
runge kutta orde 1, 2, 3, 4, 5. Semakin tinggi ordenya maka hasilnya
semakin akurat. Diantara metode tersebut, metode runge kutta orde 4
merupakan suatu metode yang paling populer dibandingkan dengan metode
runge kutta yang lainnya. Metode ini secara luas digunakan dalam aplikasi
engineering karena keakuratan dan kemudahannya untuk diaplikasikan.
Metode runge kutta ini tidak memerlukan solusi awal seperti metode
17
) , (
)
2
1
,
2
1
(
)
2
1
,
2
1
(
) , (x
3 4
2 3
1 2
i 1
h k y h x f k
h k y h x f k
h k y h x f k
y f k
i i
i i
i i
i
+ + =
+ + =
+ + =
=
1 i 1 2 3 4
1
y ( 2 2 ) .................(2 14)
6
i
y k k k k h
+
= + + + +
| |
(

+
+
= +
+ + + + = +
+ + + + = +
+ + + + =
+ + + + =
+ + + + =
+ + + + =
+ + + + =
+ + + + =
+ + =
+ + =
+ + =
+ + =
|
|
.
|

\
|
+
|
|
.
|

\
|
|
|
.
|

\
|
=
|
|
.
|

\
|

) 1 (
) 1 (
0 1 ) 1 (
) 2 2 (
6
) ( ) 1 (
) 2 2 (
6
) ( ) 1 (
) ) . ) ( ( ) . ) ( ( (
) ) . ) ( ( ) . ) ( ( (
) ) .
2
1
) ( ( ) .
2
1
) ( ( (
) ) .
2
1
) ( ( ) .
2
1
) ( ( (
) ) .
2
1
) ( ( ) .
2
1
) ( ( (
) ) .
2
1
) ( ( ) .
2
1
) ( ( (
) ( ) (
) ( ) (
) (
) (
2
1
42 32 22 12 2 2
41 31 21 11 1 1
2 32 2 31 1 42
1 32 2 31 1 41
2 22 2 21 1 32
1 22 2 21 1 31
2 12 2 11 1 22
1 12 2 11 1 21
2 2 1 12
1 2 1 11
2 2 1 2
1 2 1 1
2
1
2
1
2
1
i x
i x
i y
k k k k
h
i x i x
k k k k
h
i x i x
u b k h i x d k h i x c k
u b k h i x b k h i x a k
u b k h i x d k h i x c k
u b k h i x b k h i x a k
u b k h i x d k h i x c k
u b k h i x b k h i x a k
u b i dx i cx k
u b i bx i ax k
u b dx cx i x
u b bx ax i x
u
b
b
x
x
d c
b a
x
x
lainnya (Canale et al., 1994, pp233-248). Persamaan umumnya adalah
sebagai berikut:
Rumus dari metode runge kutta orde 4 :

Dengan





Berikut ini merupakan rungge kutta orde 4 yang digunakan untuk
mencari persamaan diferensial orde 2 :












18
1
1
P Q........................................(2 - 16)
CD
=
2.1.8 Fluida
Fluida adalah sesuatu zat yang dapat mengalir. Fluida dapat berupa
benda cair atau gas. Contohnya adalah air atau udara yang mengalir
didalam sebuah pipa, gas yang mengalir pada selang kompor gas.
Komponen pasif fluida terbagi menjadi tiga bagian yaitu resistance,
capasitance dan inductance (Woods dan Lawrence, 1997, pp135-153).
1. Resistance
Suatu fluida resistance dapat menghilangkan kekuatan dan banyak
jenisnya, seperti laminar flow resistance, orifice type or head loss
resistance dan compressible flow resistance. Rumus umum fluida
resistance adalah sebagai berikut :
P
1
- P
2
= RQ......................................(215)
Dengan,
P
1, 2
= Pressure
R = Fluid resistance
Q = Volume flow rate
2. Capasitance
Fluida capasitance berhubungan dengan bagaimana energi fluida dapat
disimpan oleh tekanan udara. Rumus umum fluida capasitance adalah
sebagai berikut :

Dengan,
P
1
= Pressure
C = Fluid capasitace
19
Q = Volume flow rate
D = diferential operator (d/dt)
3. Inductance
Fluida indutance sering disebut juga fluida kelambanan, karena
pengaruhnya terhadap suatu fluida yang bergerak. Rumus umum fluida
inductance adalah sebagai berikut :
P
1
- P
2
= LDQ...................................(217)
Dimana,
P
1,2
= Pressure
L = Fluid inductance
Q = Volume flow rate
D = diferential operator (d/dt)

2.2 Teori Khusus
2.2.1 Bucket Elevator
Bucket elevator digunakan untuk pengangkutan material atau semen
secara vertikal terdiri dari rangkaian bucket yang ditumpuk pada suatu
chain atau belt dan dua buah katrol yang terletak di atas dan di bawah yang
digerakkan menggunakan sebuah motor. Bucket elevator memungkinkan
suatu material yang kasar atau berat dapat dibawa secara vertikal.
Material yang diumpankan akan disimpan dalam bucket-bucket yang
tersusun sedemikian rupa dengan interval jarak tertentu. Kemudian material
tersebut akan diangkut secara vertikal menggunakan katrol yang digerakan
dengan motor. Ketika bucket yang mengangkut material sudah sampai di
20
atas maka dilakukan proses pengosongan dengan menuang material ke
suatu wadah. Kecepatan rata-rata dari bucket elevetor pada industri semen
antara 1,2 dan 2 m/s. Bucket elevator juga dilengkapi dengan overspeed
monitor yang dapat mengetahui keadaan bucket elevator untuk
menghindari chain atau belt bucket elevator dari resiko kelebihan panas
yang dapat menyebabkan slip pada chain atau belt tersebut (Duda, 1984,
pp324-328).
2.2.2 Weight Feeder
Weight Feeder
Material input
Material output

Gambar 2.3 Weight Feeder
Berfungsi sebagai proporsial mixing untuk mengatur komposisi
clinker yang akan digiling dengan additive dan gypsum didalam tube mill.
Tugasnya adalah mensuplai aliran material secara konstan dari clinker silo
ke tube mill persatuan waktu. Bagian utama dari weight feeder adalah belt
conveyor yang pendek, weighting dan kontrol sistem.
21
Laju aliran material pada proses penggilingan akhir dikendalikan
oleh sistem kontrol proses penggilingan akhir. Sistem kontrol proses
tersebut mengendalikan persentase kandungan SO
3
semen. Kandungan SO
3

clinker dan gypsum menentukan persentase campuran clinker dan gypsum.
Berdasarkan setting value sistem kendali berupa jumlah produksi yang
diinginkan, persentase campuran tersebut dikonversikan menjadi laju aliran
masing-masing material umpan (clinker dan gypsum).
Jumlah aliran masing-masing material umpan tersebut adalah setting
point aliran sistem weightfeeder masing-masing material umpan. Sistem
kendali weightfeeder tersebut akan menjaga stabilitas aliran material tetap
berada pada komposisi yang diinginkan (Duda, 1984, pp180-186).
2.2.3 Belt conveyor
Belt conveyor umumnya digunakan dalam industri semen untuk
mengangkut butiran-butiran material yang besar seperti raw mix dan semen.
Belt conveyor umumnya digunakan untuk pengangkutan material secara
horizontal.

Gambar 2.4 Belt Conveyor
Belt conveyor terdiri dari tiga elemen dasar, supporting structure,
idler, dan conveying belt. Conveying belt mempunyai kekuatan regangan
cotton sebesar 60-100 kg/cm dari lebar belt. Kekuatan lapisan yang sangat
tinggi didapat dengan menyisipkan steel cable ke dalam rubber belt.
Rubber belt cukup elastis dan tahan terhadap abrasi. Kekuatan tegangan
22
Input Material
Water Spray
Isapan Udara
Output Materi al
dari steel cable belt sampai 6000 kg/cm dari lebar belt. Karena kekuatan
regangannya baik, maka steel cable memungkinkan belt conveyor untuk
diperpanjang diameternya dan diperlebar sehingga kapasitas material yang
diangkut lebih banyak. Dengan kecepatan belt lebih dari 5 m/s,
menghasilkan kapasitas pengangkutan 20000 ton/jam, dengan power
sebesar 3600 kW. Penggunaan steel belt memperbolehkan pemasangan
dengan jarak 20 km. dengn belt width 1 m dan belt velocity 3.35 m/s,
kapasitas pengangkutan didapat sebesar 800 t/h.
Kecepatan normal belt conveyor yang digunakan pada industri semen
berkisar 1.3-3 m/s, dengan belt width dari 500 sampai 200 mm dengan
kapasitas pengangkutan dari 100 sampai 2000 t/h (Duda, 1984, pp321-322).
2.2.4 Tube mill / Ball Mill



Gambar 2.5 Tube Mill
(Wicaksono, 1999, p26)
Tube mill berupa silinder yang terbuat dari baja diisi dengan grinding
media (bola-bola baja dengan berbagai ukuran diameter) dan diputar
(biasanya oleh motor listrik). Proses penggilingan terjadi sebagai hasil
tumbukan antara bahan baku dengan grinding media yang jatuh dari
ketinggian tertentu saat mengikuti gerakan putaran tube. Putaran tube mill
23
akan mengangkat material bersama grinding media pada ketinggian
optimum yang diperlukan untuk operasi grinding, sehingga kecepatan
putaran merupakan salah satu parameter dari kinerja proses penggilingan.
Proses penghalusan material terjadi karena tumbukan dan gesekan antar
grinding media dan antara grinding media dengan lining mill (lapisan
material keras yang diletakkan mengelilingi dinding bagian dalam tube)
dimana disela-sela ruang antar grinding media dan antara grinding media
dengan lining mill akan selalu terdapat bahan baku. Selain itu bahan baku
yang sudah relatif halus biasanya akan menempel pada grinding media dan
liner sehingga akan terjadi penghalusan lanjutan saat keduanya saling
bergesekan.
Tube mill terbagi atas beberapa kompartemen yang dibatasi oleh
partisi berupa saringan untuk menahan tercampurnya grinding media
berdiameter besar dengan dengan grinding media berdiameter kecil, dan
juga sebagai saringan terhadap material. Masing-masing kompartemen
biasanya menggunakan ukuran grinding media yang berbeda. Ukuran
grinding media berbeda-beda disesuaikan dengan fungsi penggilingan.
Grinding media berukuran besar berfungsi untuk memecah material besar
dan grinding media berukuran kecil berfungsi untuk menghaluskan
material. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dinding mill akibat
tumbukan grinding media dan juga sebagai bantalan tumbukan grinding
media, pada sekeliling dalam tube dipasang liner. Aliran material yang
sudah cukup halus terjadi akibat adanya aliran udara pengering yang
dimasukan ke dalam tube mill. Material yang terbawa oleh aliran udara ini
24
Material Kasar
Produce
Input Material
Input Udara
Input Udara
akan dipisahkan berdasarkan ukurannya dengan separator sentrifugal dan
siklon. Produk pemisahan ini dikategorikan menjadi dua yaitu material
halus (yang telah memenuhi ukuran butir dan kehalusan yang
dipersyaratkan) sebagai produk dan material kasar (yang masih
memerlukan penggilingan lagi) dan dikembalikan lagi ke dalam mill). Oleh
sebab itu, tube ball ini biasanya dirangkai dengan separator dan siklon
untuk memisahkan material kasar dan halus (Duda, 1985, pp168-185).
2.2.5 Separator





Gambar 2.6 Separator
(Wicaksono, 1999, p27)
Separator ini mirip impeler fan dan diputar oleh motor listrik. Main
fan atau imepeler separator yang berputar akan menghasilkan sirkulasi
aliran udara melalui ruang antar sudut-sudut separator dan juga
menghasilkan gaya sentrifugal bagi material yang berada di atas flat.
Akibat gaya sentrifugal ini material kasar akan terlempar ke dinding
separator dan jatuh pada konis tailing akibat adanya penurunan gaya
sentrifugal dan gaya gravitasi. Material kasar ini akan diumpankan kembali
25
ke dalam mill sedangkan material halus akan berada pada sumbu putar dan
terbawa aliran udara oleh fan menuju cone bagian luar yang disebut konis
dan akhirnya sampai di siklon untuk dipisahkan menjadi dua kategori yaitu
material halus sekali sebagai produk bahan baku siap umpan dan yang
masih kasar dikembalikan lagi ke separator bersama-sama material yang
berasal dari mill. Laju aliran udara, volume aliran udara dan kecepatan
putaran fan merupakan faktor penting dalam pemisahan partikel halus dari
partikel kasar (Wicaksono, 1999, p26-27).
2.2.6 Cyclone
Siklon terdiri dari dua bagian yaitu bagian silinder dan konis. Udara
yang tercampur debu material baku yang berasal dari separator masuk
dengan kecepatan tertentu melalui lubang feed menyusuri dinding siklon.
Karena dinding siklon berupa lingkaran maka partikel yang membelok
menyusuri dinding tersebut akan mengalami gaya sentirifugal. Material
yang kasar akan jatuh ke bawah karena beratnya sendiri menyusuri dinding
siklon sedangkan material yang halus akan terangkat ke atas bersama aliran
udara. Pada siklon ini parameter operasi yang perlu diperhatikan adalah
kecepatan masuk gas, pressure drop, dan temperature gas (Duda, 1985,
pp584-586).




26
Flashing
Udara
bersih ke
Elektrostatic
Precipitator
Dust Bin
Udara
berasal dari
conditioning
Tower atau
Raw Mill
2.2.7 Dust collector, Bag filter, Electrostatic precipitator




Gambar 2.7 Bag Filter
Sebelum udara yang berasal dari tube mill dibuang ke udara bebas,
udara tersebut akan ditangkap oleh dust collector. Pembuangan udara tanpa
melalui dust collector merupakan pemboroson sistem produksi dan juga
mengakibatkan polusi bagi lingkungan.
Sistem penangkap debu teridiri atas dua proses penangkapan. Sistem
penangkap debu yang pertama menggunakan bag filter. Bag filter akan
menyaring debu dalam ukuran tertentu sehingga tidak dapat menembus
filter. Debu yang menempel pada filter akan menyebabkan adanya lapisan
tebal sehingga bag filter menjadi tidak berfungsi. Untuk itu bag filter
dilengkapi system flashing. System flashing akan menembakkan udara ke
filter, dan akan menghancurkan debu yang menempel sehingga debu
tersebut masuk ke dalam dust bin atau dust collector (Wicaksono, 1999,
p14).
Udara bersih dari bag filter akan masuk ke dalam sistem penangkap
debu yang kedua yaitu electrostatic precipitator. Proses pemisahan debu ini
27
memanfaatkan medan listrik yang ditimbulkan oleh beda potensial yang
tinggi antara kawat dan plat elektroda. Debu yang melewati kawat
elektroda akan dimuati muatan negatif. Kemudian debu akan tertarik ke
plat elektroda positif dan menempel pada plat tersebut.
2.2.8 Air Slide

Gambar 2.8 Air Slide
Dalam transportasi material selain dilakukan dengan cara mekanik
juga dilakukan secara pneumatik (udara). Salah satu contohnya adalah air
slide. Cara ini digunakan karena memiliki beberapa keuntungan antara lain,
ruangan yang dibutuhkan tidak besar, operasi yang bebas debu, tidak
membutuhkan chain, dan belt. Selain itu pipa untuk pengangkutan secara
pneumatik mudah dipasang dan dapat mengatasi kesulitan konstruksi.
Air slide terdiri dari pipa persegi yang terbuat dari baja yang ringan.
Poros dari pipa ini membagi pipa menjadi dua bagian, ruangan atas dan
ruangan bawah. Udara disuplai dari air blower ke ruangan bawah pipa.
Udara yang mengalir ke bagian bawah ini akan melewati poros pipa dan
mengalirkan semen yang ada di ruangan atas pipa. Pengaliran material
diumpankan dan dikosongkon melalui satu ujung inlet dan outlet atau secara
bersamaan melalui beberapa ujung. Udara harus disuplai pada setiap 50 m
28
panjang pipa. Umumnya kapasitas pengangkutan material lebih dari 1000
m
3
/jam. Konsumsi udara berkisar antara 0.25 1.25 m
3
/jam (Duda, 1984,
pp332-334).
2.2.9 Semen
Semen merupakan perekat anorganik hidrolik, yang berarti bahwa
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi
dengan air membentuk zat baru yang kuat dan kompak. Oksida silika yang
terdapat di dalam komponen semen memberikan kekuatan dalam
pemakaiannya.
Bahan baku yang digunakan dalam industri semen dibedakan menjadi
tiga, yaitu bahan baku utama, bahan korektif, dan bahan tambahan. Bahan
baku utama ialah batu kapur (limestone) dan tanah liat (clay). Gabungan
batu kapur dan tanah liat mengandung empat senyawa yang dibutuhkan
dalam pembuatan semen, yaitu kalsium oksida dalam bentuk kalsium
karbonat, aluminat, silikat dan ferrit.
Keempat senyawa tersebut komposisinya tidak terlalu tetap karena
lokasi penambangan yang berpindah-pindah. Untuk itu digunakan bahan
baku korektif untuk menutupi kekurangan ini. Bahan baku korektif yang
digunakan adalah pasir silika, pasir besi, dan kaolin. Bahan-bahan tersebut
berfungsi untuk mengatur kadungan silikat, ferrit dan aluminat.
Bahan tambahan yang digunakan adalah gypsum. Gypsum
ditambahkan pada clinker untuk memperlambat proses pengerasan semen.
Gypsum merupakan sumber utama dari SO
3
. Kandungan sulfur dalam
campuran semen dibatasi 2.5% - 4%.
29
2.2.9.1 Macam Macam Semen
Ada lima macam semen yakni Portland cement (terdiri dari
5 tipe), fly ash cement, white cement, oil well cement, dan blended
cement (Duda, 1984, pp248-276).
1. Semen Portland (Portland Cement)
Menurut American Society for Testing Material (ASTM),
semen Portland terdiri dari lima tipe, yaitu :
a. Semen tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen tipe I paling banyak diproduksi. Pengerasan hingga
kekuatan penuhnya selama 28 hari, dengan komposisi C
3
S
40-60%, C
2
S 10-30%, dan C
3
A 7-13%. Kegunaannya
untuk konstruksi umum yang tidak memerlukan sifat
khusus dan perkerjaan beton.
b. Semen tipe II (Moderate Heat of Hardening)
Komposisi semen tipe II mengandung lebih banyak C
2
S
dan sedikit C
3
S. semen ini mempunyai panas hidrasi yang
rendah dan kuat tekan yang tinggi. Kegunaannya untuk
pembuatan jalan, bendungan, pelabuhan, dan pondasi
raksasa.
c. Semen tipe III (High Early Strength)
Semen ini memiliki ukuran partikel lebih halus, kadar C
3
S
lebih tinggi, sehingga pengerasannya dapat dalam tiga hari
saja. Kandungan C
3
S lebih tinggi akan memberikan
kekuatan awal yang besar. Kegunaan semen ini untuk
30
pembuatan beton pada musim dingin, konstruksi darurat,
pembangunan gedung-gedung besar, dan produksi beton
tekan dalam pabrik.
d. Semen tipe IV (Low Heat of Hidration)
Kandungan C
3
S dan C
3
A sangat rendah dan tahan
terhadap sulfat. Semen ini membebaskan panas hidrasi
yang rendah saat dicampur dengan air. Kegunaannya
terutama untuk konstruksi yang masif.
e. Semen tipe V (High Sulfate Resistance)
Semen tipe ini memiliki kadar C
3
A dan C
4
AF agak tinggi.
Semen ini mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap
sulfat. Kegunaannya untuk konstruksi bawah tanah yang
banyak mengandung senyawa sulfat, pengeboran minyak
bumi, dan gas alam.
2. Semen Abu Terbang (Fly Ash Cement)
Semen ini termasuk semen Portland pozzoland yang terdiri
dari campuran semen Portland tipe I dan abu terbang yang
dihasilkan dari pembakaran batubara. Semen tipe ini
mempunyai panas hidrasi rendah dan tahan terhadap sulfat
sehingga cocok digunakan untuk konstruksi bawah laut dan
daerah yang mengandung kadar sulfat tinggi.
3. Semen Putih (White Cement)
Semen ini merupakan semen Portland dengan kadar besi
oksida yang rendah (0.3%). Selama proses produksi
31
berlangsung diperlukan pengawasan tambahan agar semen
tidak terkontaminasi dengan Fe
2
O
3
. Penggunaan semen untuk
beton cor dan barang-barang seni.
4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Penyemenan sumur minyak merupakan proses pencampuran
dan pengisian adukkan lumpur semen ke dalam selongsong
pipa serta dibiarkan mengikat sehingga membentuk sumur.
Semen sumur minyak mempunyai waktu pengikatan pada
temperatur dan tekanan tinggi serta memiliki ketahanan
terhadap sulfat. Kegunaan semen ini terutama dalam usaha
pengeboran minyak bumi dan gas alam baik di pantai maupun
lepas pantai.
5. Blended Cement
Semen ini hanya sedikit diproduksi karena mutunya yang
rendah. Pembuatan semen ini memerlukan energi per unit
volume yang rendah sehingga harganya murah. Semen ini
digunakan untuk bangunan sederhana.

2.2.9.2 Tingkat Kehalusan Semen
Untuk mengatur tingkat kehalusan produk mill, pada kondisi
umpan yang normal, ditentukan oleh faktor berikut :
- Jumlah dan distribusi ukuran grinding media yang ada di
dalam mill, pada tube mill.
- Pengaturan pada separator.
32
Untuk static grid separator dengan mengatur bukaan slot
separator yang berbentuk blade. Pengaturan ini bertujuan untuk
menambah/mengurangi hambatan pada aliran udara bersama
material. Semakin besar hambatannya maka energi kinetik
material akan turun sehingga akan cenderung untuk jatuh.
Untuk air separator yang dilengkapi dengan auxiliary fan
yang bisa diatur kecepatannya, kehalusan produk diatur dengan
mengatur kecepatan putarannya, yaitu jika putaran auxiliary fan
semakin tinggi berarti mengurangi laju udara sirkulasi, sehingga
material yang terangkat semakin halus dan sedikit sehingga
dihasilkan produk yang semakin halus dengan material sirkulasi
yang semakin banyak.
Kualitas semen tergantung pada komposisi kimia semen itu
sendiri. Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi komposisi
kimia semen antara lain
1. Komposisi kimia raw mill yang diumpankan ke kiln dan
komposisi kimia abu batubara.
2. Proses pembakaran yang dilakukan.
3. Komposisi pencampuran clinker, gypsum dan bahan additive
yang diumpankan ke ball mill pada penggilingan akhir.
2.2.9.3 Proporsional Clinker
Komposisi pencampuran clinker, gypsum dan bahan additive
yang diumpankan ke ball mill dapat ditentukan pada proses
pencampuran menggunakan weight feeder. Perbandingan
33
campuran tergantung komposisi kimia pada masing-masing
material.
Semen clinker biasanya terdiri dari mineral-mineral semen
dan sejumlah kecil komponen kimia lainnya yang digiling
bersama sekitar 5% gypsum untuk membentuk semen. Tujuan dari
penggilingan ini yaitu :
- Membentuk permukaan reaktif yang lebih besar, agar
mineral-mineral clinker dapat bereaksi dengan air.
- Mengontrol pengaturan-pengaturan pada semen dengan
penambahan gypsum
Peningkatan dehidrasi gypsum menghasilkan :
- Peningkatan kekuatan standar kekuatan semen
- Aliran semen yang lebih baik saat dilakukan penyimpanan
ke semen silo.
Mekanisme pencampuran proporsional clinker material itu
sendiri memanfaatkan 4 buah weight feeder. Keempat weight
feeder tersebut berfungsi untuk mengatur jumlah material yang
disuplai ke ball mill. Jumlah aliran masing-masing material
merupakan setting point masing-masing sistem kontrol weight
feeder. Sistem kontrol weight feeder menjaga jumlah aliran
material tetap stabil dan meminimalkan fluktuasi jumlah aliran
material.

Anda mungkin juga menyukai