Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap
keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di
Indonesia, istilah untuk kelompok usia lanjut belum baku, orang memiliki
sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada pula
lanjut usia. Atau jompo dengan padangan kata dalam bahas inggris biasa
disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen.(S. Tamher, 2011).
Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi
psikologis, serta perubahan kondisi sosial. Dengan semakin luasnya
pelaksanaan upaya kesehatan dan keberhasilan pembangunan nasional pada
semua sektor, sehingga hal tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan
sosial ekonomi serta kesehatan. Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur
harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut
membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua
yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif. (Nugroho,2000)
Diperkirakan jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 meningkat
menjadi 9,99% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia (12.277.700 jiwa).
Tapi pada tahun 2005 dipastikan 8,5% jumlah penduduk. Dengan harapan
hidup 65 70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09%
(29.120.000 lebih) dengan umur harapan hidup 70 -75 tahun (Nugroho, 2002)
Posyandu lansia merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan lansia di
masyarakat. Keluarga adalah jembatan (Publik Health Nursing) yang ditujukan
2

untuk meningkatkan jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan adanya pembinaan melalui program posyandu lansia
diharapkan terjadi peningkatan perilaku hidup sehat oleh lansia di kehidupan
sehari-hari. (Mengoeprasodjo, 2005).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan propinsi Sulawesi Utara tahun 2008,
jumlah lansia yang dibina sebesar 24,659 atau 30% dari jumlah populasi lansia
yang jumlahnya mencapai 820.990. begitu juga dengan kegiatan pelayanan
kesehatan lansia di puskesmas yang mencakup pengobatan, pemeriksaan
kesehatan, penyuluhan konseling, arisan atau pengajian dan kunjungan rumah
atau home care hanya sebesar 19,5% (80 dari 409 Puskesmas) dan 400
posyandu lansia yang sudah terbentuk atau sekitar 23,2%.
Kegiatan posyandu lansia yang diselenggarakan oleh puskesmas Tombatu
jumlah kunjungan lansia masih sedikit dibandingkan dengan posyandu balita.
Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kunjungan lansia di puskesmas yang telah
ditunjuk sebagai pelaksana dari posyandu lansia dan hasil dari 10 lansia yang
diwawancarai oleh peneliti menemukan 7 orang diantaranya mengatakan tidak
tahu apa itu posyandu lansia dan 3 orang lainnya mengetahui keberadaan
posyandu lansia.
Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan posyandu lansia,
Nurhayati (2007) di puskesmas Helvetia Medan menunjukan bahwa
pemanfaatan posyandu lansia dalam satu tahun terakhir yang terbanyak yaitu 7
kali sebanyak 62 orang dan paling sedikit memanfaatkan <5 kali yaitu
sebanyak 15 orang (12,5) artinya bahwa masyarakat yang mempunyai keluarga
lansia menunjukan bahwa kecenderungan pemanfaatan pelayanan kesehatan di
3

posyandu lansia sangat rendah, dan keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan
posyandu pun juga sangat rendah.
Hal tersebut disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan lansia itu
sendiri bahkan belum memahami dan mengetahui akan adanya kegiatan
posyandu lansia serta tujuan dari kegiatan tersebut, dan juga sikap lansia;
menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab dalam kegiatan
posyandu lansia masih sangat kurang. Karena kegiatan promosi lansia di
masyarakat masih sebatas informasi dari orang ke orang yang sudah pernah
memanfaatkan kegiatan posyandu lansia ataupun informasi yang didapat saat
mengunjungi puskesmas sebagai penyelenggara kegiatan posyandu lansia. Dari
permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
pengetahuan dan sikap. Peneliti mengangkat penelitian ini dengan judul
hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan jumlah kunjungan posyandu
lansia di Puskesmas Tombatu Minahasa Tenggara.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia dengan
jumlah kunjungan posyandu lansia di Puskesmas Tombatu ?
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap lansia dengan
jumlah kunjungan posyandu lansia di Puskesmas Tombatu.

4

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan dengan jumlah kunjungan
posyandu lansia di Puskesmas Tombatu.
b. Untuk mengetahui hubungan Sikap dengan jumlah kunjungan posyandu
lansia di Puskesmas Tombatu.
c. Untuk menganalisis jumlah kunjungan posyandu lansia di puskesmas
Tombatu
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi instansi Pemerintah
Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintah tentang upaya pengelolaan
dan pendampingan terhadap lansia agar mereka dapat produktif pada usia
lansia.
b.Bagi institusi Pendidikan
sebagai bahan masukkan sekaligus bahan bacaan dan menambah wawasan
diri bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan
dengan kemampuan merawat lansia.
c.Bagi peneliti
Sebagai bahan menambah pengetahuan dan kemampuan menggali tentang
permasalahan dan perawatan kesehatan lansia.
d.Bagi keluarga
Sebagai bahan informasi/ masukan pada keluarga untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan pada lansia.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan (Knowledge)
1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setalah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia yakni indra pengelihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang karena prilaku yang didasari pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitin Rogers
(1970) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku baru di
dalam diri orang tesebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang telah mulai tertarik pada stimulus
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya telah stimulus.
6

2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Bloom yang dikutip oleh putriazka (2006), pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
a.Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
7

lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek didalam komponen-komponen,tetapi masih didalam satu
struktur organisasi, dan masalah ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis ( Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap sutu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui
dapat kita ukur sesuai dengan tingkatantingkatan diatas.
3.Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Pengetahuan
8

Menurut Nanda yang dikutip oleh Putrizka (2006), faktor-faktor
yang menuntukan pengetahuan seseorang adalah sebagai berikut:
a. Keterpaparan terhadap informasi
b. Daya ingat
c. Interprerddxztasi informasi
d. Kongnitif
e. Minat belajar
f. Kefamiliaran terhadap sumber informasi
B. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, namun merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu:
1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing) yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible) yakni bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko.
9

Pengukuran sikap dapat di ditentukan secara langsung atau tidak langsung.
Penilaian terhadap sikap diukur dengan skala yang mempunyai lebih dari satu
nilai, bahkan Likert membagi nilai yaitu : setuju, tidak setuju (Notoatmodjo,
2003)
Ciri-ciri sikap :
1. Sikap bukan bawaan lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan tertentu terhadap
suatu objek.
4. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tertentu.
Fungsi sikap yaitu sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri, alat
pengatur tingkah laku, alat pengatur pengalaman-pengalaman, pernyataan
kepribadian.
C. Konsep Dasar Lansia
a. Proses Menua
Menua (menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara
perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus menerus ( berlanjut ) secra alamiah, yang dimulai
sejak lahir dan umumnya dimulai oleh makluk hidup. ( Lilik Marifatul Azizah,
2011)
10

Semua orang yang dikaruniai umur yang panjang, pada suatu saat pasti akan
mengalami suatu proses penuaan. Proses penuaan ini tidak hanya terjadi pada
suatu bagian-bagian tertentu saja, tetapi seluruh bagian di tubuh kita akan
mengalami proses penuaan. Hal ini dapat dilihat misalnya dengan menjadi
kisutnya pipi, tumbuhnya uban pada rambut, berkurangnya proses
pendengaran, mundurnya daya ingat dan kemampuan berpikir, serta
berkurangnya daya penglihatan sehingga memerlukan bantuan kacamata untuk
membaca (Gallo, 1998).
Sebenarnya lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat
dihindarkan, sebab manusia sebagai mahluk hidup, umurnya terbatas oleh suatu
peraturan alam. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa
tua merupakan masa hidup yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sampai
tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari. Sehingga bagi kebanyakan orang,
masa tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan (Gallo, 1998)
Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada
tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut.
Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua,
antara lain :
1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,
mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit
kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang
menetap. Oleh karena itu, pada usia lanjut seringkali terlihat kurus.
11

2. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan. Penurunan indera
pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel saraf
pendengaran.
3.Dengan banyaknya gigi geligi yang sudah tanggal, mengakibatkan
gangguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi
pada usia lanjut.
4. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran
pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan
lanjut usia. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang
air besar yang dapat menyebabkan wasir.
5. Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan lanjut usia
menjadi lamban, kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan, dapat
mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
6. Pada lanjut usia terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi,
kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan
melakukan aktivitas bertujuan (apraksia) dan gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama
adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk
pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulangulang, dapat juga disertai
delusi paranoid atau perilaku anti-sosial lainnya.
12

7. Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam
jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran Natrium
sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
8. Incontintia Urine (IU) adalah pengeluaran urine di luar kesadaran
merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan
pada kelompok lanjut usia, sehingga usia lanjut yang mengalami IU
seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Kemunduran psikologis pada lanjut usia juga terjadi yaitu ketidakmampuan
untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya,
antara lain : sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan (Depkes RI,
2010) Kemunduran sosiologi pada lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan pemahaman lanjut usia itu atas dirinya sendiri. Status sosial
seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan
status sosial lanjut usia akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu
dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut.
Aspek sosial ini sebaiknya diketahui oleh lanjut usia sedini mungkin sehingga
dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.
b. Arti dan Batasan Usia Lanjut
Menurut ilmu Gerontologi, lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan
suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa
dan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap
individu yang mencapai usia lanjut tersebut.
Beberapa pendapat tentang batasan umur lanjut usia yaitu:
13

1. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
2. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas yang
karena mengalami penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah
kesejahteraan di hari tua, kecuali bila sebelum umur tersebut proses menua itu
terjadi lebih awal, dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial.
3. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) adalah orang yang berusia 45-59 tahun
b. Usia Lanjut (Elderly) adalah orang yang berusia 60-74 tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old) adalah orang yang berusia 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old) adalah orang yang berusia > 90 tahun
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, manusia lanjut usia
adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan fisik, kejiwaan
dan sosial. Perubahan ini memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan,
termasuk kesehatannya. Berdasarkan dokumen pelembagaan lanjut usia dalam
kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial Republik
Indonesia (1996) dalam rangka perancangan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal
29 Mei 1996 oleh Preseiden RI, menetapkan batasan usia lanjut adalah 60
tahun ke atas.
Lanjut usia dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe tergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan dan kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonominya. Dalam program posyandu lansia, sasaran terkategori atas 3
macam berdasarkan ukuran kemandirian (Activities of Daily Live) untuk
14

mampu melakukan aktifitas sehari-hari, yaitu kemandiriaan A lansia yang
tidak bisa datang ke posyandu/puskesmas, kemandirian B yaitu lansia yang
datang ke posyandu/puskesmas dengan dibantu orang lain atau dipapah dan
kemandirian C lansia yang bisa datang sendiri ke posyandu. (Depkes RI,
2005).
D. Konsep Dasar Posyandu
1. Definisi Posyandu
Posyandu adalah suatu forum komunikasi alih teknologi dan pelayanan
kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai
strategi dalam pengambangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu
adalah Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari,oleh dan untuk
masyarakat yang di bantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja
puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai
kelurahan, maupun tempat-tempat lain yang mudah didatangi oleh
masyarakat.(Cahyo Ismawati S., dkk, 2010).
2. Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu
Sejak terjadinya krisis kegiatan Posyandu juga ikut menurun, oleh karena itu
untuk meningkatkan kegitan Posyandu kembali telah diterbitkan Surat Edaran
Menteri dalam Negeri Nomor : 411. 3/536/ SJ tanggal 3 Maret 1999 tentang
Revitalisasi Posyandu. Tetapi dalam pelaksanaannya dan menghadapi era
otonomi dan desentraslisa dianggap penting bahwa pedoman tersebut dan
menghadapi era otonomi dan desentralisasi dianggap penting bahwa pedoiman
tersebut perlu diperbarui dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan. Oleh
karena itu telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negri dan Otonomi
15

Daerah Nomor 411. 3/536/ SJ tnaggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum
revitalisasi Posyandu yang ditujukan kpeada Gubernur dan Bupati / Walikota di
seluruh Indonesia yang merupakan pembaruan atau surat edaran Menteri dalam
Negeri yang lalu.
Surat edaran tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan bersama dalam
upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi
masayarakat melalui posyandu di masa mendatang dengan semanagat
semangaat kebersamaan dan keterpaduan sesuai dengan fungi masing
masing.
Rebitalisasi posyandu ini di titikberatkan pada strategi pendekatan upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat dengan akses kepada modal sosial
buadaya masyarakat yang didasarkan atas nilai nilai tradisi gotong royong
yang telah mengakar di dalam kehidupan masyarakat menuju kemandirian dan
keswadayaan masyarakat. Ada 6 poin dalam surat edaran tersebut untuk
meningkatkan kegiatan posyandu dan juga dapat disesuaikan dengan situasi
dan kondisi daerah yaitu :
1. Posyandu merupakan merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan
dasar dan peningkatan status gizi masyarakat.
2. Posyandu mampu berperan sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar
berbasis masyarakat.
3. Pelaksanaan posyandu perlu dihimpun seluruh kekuatan masyarakat agar
berperan serta secara aktif se suai dengan kemampuannya.
16

4. Posyandu perlu dilanjutkan sebagai upaya investasi pembangunan sumber
daya manusia yang dilaksanakan secara merata.
5. Pemerintah daerah untuk mensosialisasi dan mengkoordinasikan
pelaksanaannya dengan melibatkan peran masyarakat (LSM, Ormas,
sektor swasta, dunia usaha,lembaga / negara donor, dan lain lain).
Pedoman ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan
revitalisasi posyandu yang secara teknis masing-masing daerah dapat
menyesuaikan.
E. Konsep Dasar Posyandu Lansia
Posyandu lansia merupakan suatu bentuk keterpaduan pelayanan
kesehatan lansia di tingkat desa/kelurahan di masing-masing wilayah kerja
puskesmas, keterpaduan tersebut berupa keterpaduan pada pelayanan
rujukan yang di latarbelakangi oleh kriteria lansia yang mempunyai
berbagai macam gangguan kesehatan. (Depkes RI, 2005).
Kegiatan pelayanan di posyandu lansia meliputi kegiatan di posyandu
dan diluar posyandu. Kegiatan di posyandu terdiri dari kegiatan
pemeriksaan kesehatan fisik meliputi penimbangan berat badan, pengukuran
berat badan, Hb, tekanan darah, pengobatan, dan pemeriksaan status mental
lansia serta kegiatan penyuluhan atau konseling dan pemberian makanan
tambahan dalam rangka meningkatkan status gizi lansia. Kegiatan diluar
posyandu meliputi kegiatan senam lansia, kegiatan keagamaan (perwidan)
serta kegiatan penyuluhan di saat petugas melaksanakan kunjungan rumah.
17

Berdasarkan program BKKBN (2006), saat ini terdapat penambahan
program bina lansia melalui kegiatan posyandu lansia yaitu bina keluarga
lansia (BKL). Keluarga merupakan salah satu sasaran tidak langsung dalam
program lansia. Program BKL merupakan suatu upaya untuk mendapatkan
pemahaman yang tepat mengenai pengetahuan dalam menghadapi lansia.





















18

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Kerja Penlitian
Variabel Independen Variabel Dependen














Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap lansia
Dengan Jumlah Kunjungan Posyandu Lansia Di Puskesmas Tombatu Kab.
Minahasa Tenggara
Keterangan :
Yang Diteliti :
Tidak Di Teliti :
Pengetahuan Lansia








Sikap Lansia



Sintesis
Aplikasi
Memahami
Evaluasi
Analisa
Tahu
Jumlah Kunjungan
Posyandu Lansia
Menerima
Merespon
Menghargai
19

B. Hipotesis
Ho :- Tidak ada hubungan pengetahuan dengan jumlah kunjungan posyandu
lansia di puskesmas Tombatu.
-Tidak ada hubungan sikap dengan jumlah kunjungan posyandu lansia
di puskesmas Tombatu.
Ha : - Ada hubungan antara pengetahuan dengan jumlah kunjungan posyandu
lansia di Puskesmas Tombatu
- Ada hubungan Sikap dengan jumlah kunjungan Posyandu lansia di
Puskesmas Tombatu

Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter
Alat
ukur
Skala Skore
Independen:

Pengetahuan
lansia











Sikap Lansia


Segala
sesuatu yang
diketahui
lansia
tentang
pentingnya
posyandu
yang sering
dilaksanakan
di
puskesmas


Sikap
merupakan


Tahu
Memahami











Menerima
Merespon

Kuesioner







Ordinal








Pengetahuan
-kurang:
<55%

-cukup
55-75%

- baik:
76-100%





Sikap
20

reaksi atau
respon yang
masih
tertutup dari
seseorang
terhadap
suatu
stimulus
atau objek




Menghargai

Kuesioner Ordinal -kurang:
<55%

-cukup
55-75%

- baik:
76-100%
Dependen:

Kunjungan di
Posyandu
Lansia


Kemampuan
klien untuk
slalu
melakukan
kunjungan di
posyandu
lansia


Analisa jumlah
kunjungan
lansia yang
datang ke
posyandu lansia
melalui KMS
lansia



Kuesioner


Ordinal


kurang:
<55%

Cukup:
55-75%

baik :
76-100%













21

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu menekankan pada waktu
wawancara /pengukuran data variable independen dan dependen hanya satu kali
pada satu saat, bertujuan untuk memperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena
atau variabel dependen dihubungkan dengan penyebab atau variabel independen
(Nursalam, 2008).

B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah Jumlah keseluruhan populasi yang ditentukan dimana
seluruh lansia di Desa Tombatu kerja Puskesmas Tombatu .
2. Sampel
Sampel ditentukan pada jumlah responden dengan jumlah sampel
sebanyak 30 lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tombatu yang
telah bersedia diambil data identitasnya dan memenuhi kriteria inklusi.
Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, sampel dalam
penelitian ini yaitu berjumlah 30 orang. Penentuan besar sampel menurut
Arikunto (2003), yaitu : populasi dibawah 100 diambil semua.

22

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu
cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu, dimana teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang
dikehendaki oleh peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Hidayat, 2007).

()

: n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
d : galat pendukung
(Sugiono, 2010)
C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi :
Dengan kriteria inklusi :
1. Lansia di wilayah kerja Puskesmas Tombatu.
2. Lansia yang berada di saat peneliti berkunjung di rumah
3. Lansia yang bersedia untuk menjadi responden.
4. Lansia yang dapat membaca dan menulis
Dengan kriteria eksklusi :
1. Lansia yang kelainan mental dan kecatatan jiwa


D. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian akan dilakukan dari April sampai dengan Mei tahun
2013, di Desa Tombatu wilayah kerja Puskesmas Tombatu.


23

E. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan
mengambil beberapa data-data yang ada di puskesmas setempat. Mula-mula
sampel ditentukan dengan hasil wawancara, dengan menggunakan:
1. Lembar kuesioner
Instrumen penelitian menggunakan skala Guttman yaitu skala pengukuran
dengan jawaban Ya atau Tidak dengan skor 1 untuk jawaban yang salah
dan skor 2 untuk jawaban yang benar.

F. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan dengan cara melakukan
wawancara dan langsung kepada responden penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder data yang diambil dari Desa dan Puskesmas Tombatu
yang berhubungan dengan lansia

G. Pengolahan Data
1. Editing yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh
para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai ini
dilakukan terhadap :
a. Kelengkapan jawaban
b. Keterbacaan tulisan
c. Relevansi jawaban
24

2. Coding yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden
kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara member
tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
3. Entry data yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori
kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara manual dan melalui
pengolahan komputer.
4. Cleaning yaitu pembersihan data, apakah data sudah benar atau belum.
5. Penyajian data disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan dimengerti
serta memberikan informasi dan memudahkan interprestasi hasil analisis.
H. Analisis Data
Setelah data kuisioner terkumpul, telah diperiksa kembali untuk
mengetahui kelengkapan isi, kemudian ditabulasi berdasarkan sub variabel
yang diteliti. Jawaban yang ada diberi skor sesuai yang sudah ditetapkan.
Setelah itu data diinput dan diolah memakai uji statistic Chi-Sqare
1. Analisa Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variable penelitian terutama untuk
melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel
2. Analisa Bivariat
Untuk melihat pengaruh dari variable independen terhadap variable
dependen dengan menggunakan uji statistic Chi-Sqare dengan
menggunakan software computer program SPSS.
25

Dari uji korelasi spearman rho ditentukan harga koefisien korelasinya
kemudian dihubungkan signifikan antara kedua variabel.Seperti yang
dikategorikan oleh Sugiyono (2002).


Tabel 4.1. Koefisien Korelasi dan Tingkat Hubungan
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,0-0,1 Sangat Lemah
0,20-0,399 Lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1000 Sangat Kuat


I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan masalah etika penelitian.
Etika penelitian meliputi. (Alimul,2003) :

1. Informed Concent (informasi untuk responden)
Sebelum melakukan tindakan, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
riset yang akan dilakukan. Jika responden bersedia untuk di teliti maka
responden harus menandatangani lembar persetujuan tersebut dan tidak
memaksa.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian, maka peneliti
tidak mencantumkan namanya pada lembar dan kuisioner data,cukup
26

dengan member nomor kode pada masing-masing lembar yang hanya
diketahui oleh peneliti.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data
tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.



















27

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto (2003).Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi
III.Rineka Cipta, Jakarta
Aziz, Alimul, 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Salemba
Medika : Jakarta.
Bloom dalam Putriaska 2006. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
EGC : Jakarta.
Cahyo Ismawati S, dkk 2010. Posyandu dan Desa Siaga. Mulia Medika : Jakarta
Depkes RI, 2010. Perawatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan,Riskesdas.
Jakarta.
Depkes RI, 2005. Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta
Gallo, 1998. Konsep Dasar Lansia. EGC : Jakarta
Hidayat, 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah : Edisi 2 cetakan
Ketiga. Salemba Medika. Jakarta
Lilik Marifatul Azizah, 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta; Graha
Ilmu.
Mengoeprasodjo, 2005. Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi Ke-6. EGC.
Jakarta
Nanda dalam Putriaska 2006. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
EGC : Jakarta.
Notoatmodjo, S ,2003 ,Pendidikan dan Perilaku Kesehatan .Rineka Cipta,Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2007).Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta
Nugroho, 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nurhayati, 2007. Penelitian Posyandu Lansia, Medan
Nursalam 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika. Jakarta
S. Tamher, 2011. Keperawatan Lansia. EGC. Jakarta
Sugiyono, 2010. Statistik Untuk Penelitian. Alfabetta : Bandung
28

Anda mungkin juga menyukai