Anda di halaman 1dari 6

Tangkuban Parahu

Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang terletak di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan
hamparan kebun teh di sekitarnya, Gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi
2.084 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari
timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur,
mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak
aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan.
Suhu rata-rata hariannya adalah 17
o
C pada siang hari dan 2
o
C pada malam hari.
Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp
Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Asal-usul Gunung Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan
jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya,
Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat perahu dalam semalam. Ketika
usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam
keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.
Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh
Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda
keaktifan gunung ini. Di antara tanda aktivitas gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang
dan sumber-sumber air panas di kaki gunungnya, di antaranya adalah di kasawan Ciater, Subang.
Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan
gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga besar yang kini merupakan
kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung
dengan ketinggian kurang lebih 709 m di atas permukaan laut merupakan sisa dari danau besar
yang terbentuk dari pembendungan Ci Tarum oleh letusan gunung api purba yang dikenal
sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba
yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan
kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita
masyarakat kawasan itu diyakini merupakan sebuah dokumentasi masyarakat kawasan Gunung
Sunda Purba terhadap peristiwa pada saat itu.

Sitti Nurbaya
Sitti Nurbaya

Sampul cetakan ke-45
Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai (sering disingkat Sitti Nurbaya atau Siti Nurbaya; Ejaan
Republik Sitti Noerbaja) adalah sebuah novel Indonesia yang ditulis oleh Marah Rusli. Novel ini
diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbit nasional negeri Hindia Belanda, pada tahun 1922.
Penulisnya dipengaruhi oleh perselisihan antara kebudayaan Minangkabau dari Sumatera bagian
barat dan penjajah Belanda, yang sudah menguasai Indonesia sejak abad ke-17. Pengaruh lain
barangkali pengalaman buruk Rusli dengan keluarganya; setelah memilih perempuan Sunda
untuk menjadi istrinya, keluarganya menyuruh Rusli kembali ke Padang dan menikah dengan
perempuan Minang yang dipilihkan.
Sitti Nurbaya menceritakan cinta remaja antara Samsulbahri dan Sitti Nurbaya, yang hendak
menjalin cinta tetapi terpisah ketika Samsu dipaksa pergi ke Batavia. Belum lama kemudian,
Nurbaya menawarkan diri untuk menikah dengan Datuk Meringgih (yang kaya tapi kasar)
sebagai cara untuk ayahnya hidup bebas dari utang; Nurbaya kemudian dibunuh oleh Meringgih.
Pada akhir cerita Samsu, yang menjadi anggota tentara kolonial Belanda, membunuh Meringgih
dalam suatu revolusi lalu meninggal akibat lukanya.
Ditulis dalam bahasa Melayu yang baku dan termasuk teknik penceritaan tradisional seperti
pantun, novel Sitti Nurbaya menyinggung tema kolonialisme, kawin paksa, dan kemodernan.
Novel yang disambut baik pada saat penerbitan pertamanya ini sampai sekarang masih dipelajari
di SMA-SMA se-Nusantara. Novel ini pernah dibandingkan dengan Romeo dan Julia karya
William Shakespeare serta legenda Cina Sampek Engtay.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Sampul depan cetakan ke-22
Pengarang Hamka
Negara Indonesia
Bahasa Bahasa Indonesia, Melayu
Genre Novel
Penerbit (lihat di bawah)
Tanggal terbit 1938
Jenis media Cetak (kulit keras & lunak)
Halaman 224 (cetakan ke-22)
ISBN 978-979-418-055-6 (cetakan ke-22)
Nomor OCLC 246136296
Tenggelamnja Kapal Van der Wijck (EYD: Tenggelamnya Kapal Van der Wijck) adalah sebuah
novel yang ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama
Hamka. Novel ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan perbedaan latar
belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih hingga berakhir dengan
kematian.
Novel ini pertama kali ditulis oleh Hamka sebagai cerita bersambung dalam sebuah majalah
yang dipimpinnya, Pedoman Masyarakat pada tahun 1938. Dalam novel ini, Hamka mengkritik
beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu terutama mengenai kawin paksa.
Kritikus sastra Indonesia Bakri Siregar menyebut Van der Wijck sebagai karya terbaik Hamka,
meskipun pada tahun 1962 novel ini dituding sebagai plagiasi dari karya Jean-Baptiste Alphonse
Karr berjudul Sous les Tilleuls (1832).
Diterbitkan sebagai novel pada tahun 1939, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck terus
mengalami cetak ulang sampai saat sekarang. Novel ini juga diterbitkan dalam bahasa Melayu
sejak tahun 1963 dan telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan
Malaysia.
Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki
Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya
dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di Yogyakarta, 26
April 1959 pada umur 69 tahun
[1]
; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah
aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum
pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa,
suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan
Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia,
KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah
tahun emisi 1998.
[2]

Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959)
[3]
.

Kabayan

Untuk kegunaan lain dari Kabayan, lihat Kabayan (disambiguasi).
Kabayan merupakan tokoh imajinatif dari budaya Sunda yang juga telah menjadi tokoh
imajinatif masyarakat umum di Indonesia. Polahnya dianggap lucu, polos,tetapi sekaligus cerdas.
Cerita-cerita lucu mengenai Kabayan di masyarakat Sunda dituturkan turun temurun secara lisan
sejak abad ke-19 sampai sekarang. Seluruh cerita Kabayan juga menggambarkan kehidupan
sehari-hari masyarakat Sunda yang terus berkembang sesuai zaman.
Tokoh Kabayan juga dapat disepadankan dengan tokoh dari Arab, seperti Abunawas atau
Nasrudin.

Karya Sastra dan Film
Buku
Si Kabayan, Utuy Tatang Sontani (1959)
Si Kabayan Manusia Lucu, Achdiat Karta Mihardja (1997)
Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang, Achdiat Karta Mihardja
Si Kabayan dan beberapa dongeng Sunda lainnya, Ayip Rosidi (1985)
Si Kabayan jadi Wartawan, Muhtar Ibnu Thalab (2005)
Si Kabayan jadi Dukun, Moh. Ambri
Kabayan Bikin Ulah (2002, komik kompilasi)
Film
Si Kabayan (1975)
Si Kabayan Saba Kota (1989)
Si Kabayan dan Gadis Kota (1989)
Si Kabayan dan Anak Jin (1991)
Si Kabayan Saba Metropolitan (1992)
Si Kabayan Cari Jodoh (1994)
Kabayan Jadi Milyuner (2010)
Carita Sunda
Si Kabayan Ngala Nangka
Si Kabayan Ngala Tutut

Kartini
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk film dengan nama yang sama, lihat R.A. Kartini (film).
R.A. Kartini

Repro negatif potret Raden Ajeng Kartini (foto 1890-
an)
Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 meninggal di Rembang,
Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut
Raden Ayu Kartini
[1]
adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.
[2]
Ia merupakan
putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati
Jepara segera setelah Kartini lahir.
[2]
Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri
utama.
[2]
Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji
Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
[2]
Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat
dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik
kembali ke istana Kerajaan Majapahit.
[2]
Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya
pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.
[2]

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu
mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah
bangsawan tinggi
[3]
, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam),
keturunan langsung Raja Madura.
[2]
Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi
bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung,
Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat
bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati
pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.
[2]
Kakak Kartini, Sosrokartono,
adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan
bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda.
Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Anda mungkin juga menyukai