Anda di halaman 1dari 3

Kepedulian Sosial dalam Islam (1/2)MATERI TARBIYAH

KEPEDULIAN SOSIAL DALAM ISLAM (1/2)



From : Nadirsyah Hosen
Subject : Kepedulian Sosial dalam Islam (1/2)
Dalam kesempatan kali ini izinkan saya untuk pertama-tama
menyampaikan beberapa kisah yang terjadi pada masa
Rasulullah. Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah
tersebut namun kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak
terlupa, boleh jadi sebagian dari kita sudah paham betul esensi
dari kisah yang akan disampaikan di bawah ini, namun tak ada
salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan
berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah
ayat Qur'an yang berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Kita terbang lima belas abad kebelakang. Di suatu tempat terlihat
Rasulullah saw berkumpul bersama para sahabatnya yang
kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama
sahabat yang hampir semuanya bekas budak, yaitu Salman
al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat.
Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi
mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan
Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke
majelis Nabi. Ketika melihat orang-orang di sekitar Nabi, mereka
mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata kepada
Nabi, "Kami mengusulkan kepada Anda agar Anda menyediakan
majelis khusus bagi kami. Orang-orang Arab akan mengenal
kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kabilah arab akan
datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk
dengan budak-budak ini. Apabila kami datang menemui Anda,
jauhkanlah mereka dari kami. Apabila urusan kami sudah selesai,
bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman al-Farisi
mengangguku (Ia menyindir bau jubah bulu yang dipakai sahabat
nabi yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga kami
tidak berkumpulbersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka
sehingga mereka tidak berkumpul bersama kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An'am [6]
ayat 52:
"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka
menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka
tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap
perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir
mereka, sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim."
Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih dekat lagi
sehingga lutut-lutut mereka merapat dengan lutut Rasulullah saw.
"Salam 'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan
memberikan jawaban kepada usul para pembesar Quraisy.
Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang
yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau
tidak meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi.
Apabila beliau masuk ke majelis, beliau memilih duduk dalam
kelompok mereka.Seringkali beliau berkata, "Alhamdulillah, terpuji
Allah yang menjadikan di antara umatku kelompok yang aku
diperintahkan bersabar bersama mereka. Bersama kalianlah
hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan
cahaya paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk
surga sebelum orang-orang kaya setengah hari, yang ukurannya
500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara
orang-orang kaya tengah diperiksa amalnya."
Sekarang bukalah cermin di hati kita. Tariklah nafas sejenak untuk
berkaca ke dalam cermin itu. Apakah kita seperti pembesar
Quraisy yang terganggu dengan bau tubuh orang miskin. Apabila
tamu datang, kota kita bersihkan dan mereka, kaum fukara,
dipinggirkan. Kota baru gemerlap bila mereka disingkirkan.
Pemandangan baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur.
Ah...betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy
daripada perilaku Nabi Yang Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat,
Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh
karena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam,
kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan
untuk mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata,
"ini tangan yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang
hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang
tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini
mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Bukalah cermin hati kita lagi. Turunlah kita ke bawah. Tengoklah
jutaan tangan yang hitam dan melepuh menunggu uluran kasih
sayang kita. Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau
mencium tangan orang miskin? Bukankah dengan status yang kita
miliki, gelar akademik yang kita raih, kesejahteraan yang kita
nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila orang miskin mencium
tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata kultur tak
mengizinkan kita berbuat hal itu, manakala ego terasa meningkat,
bukankah paling tidak kita ganti rasa hormat yang seharusnya kita
berikan dengan kasih sayang pada mereka. Bila Nabi mau
mencium tangan mereka, maukah kita untuk paling tidak
menyisihkan sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai rasa
sayang kita pada mereka.


Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam hidup Nabi.
Bukankah sebagai ummatnya kita telah berikrar untuk menjadikan
segala perilaku beliau sebagai contoh teladan (uswatun hasanah).
Untuk menguatkan bahwa Islam sangat menonjolkan kepedulian
sosial, mari kita buka Al-Qur'an. Bukankah Al-Qur'an adalah
rujukan kita yang pertama dalam hidup ini.
1. Surat al-Balad [90] ayat 10 -18
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka
tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan
yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang
mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari
perbudakan, atau memberi MAKAN pada hari kelaparan (kepada)
anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orang MISKIN
yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan
saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayangMereka (orang-orang yang beriman dan saling
berpesan itu) adalah golongan kanan"
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita
pakai dalam memanfaatkan harta kita. Al-Qur'an menyarankan
kita untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki, yaitu
memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau
orang miskin. Allah tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah,
melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia
enggan atau merasa berat atau merasa sukar untuk
melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa
sukar pada diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita
termasuk golongan yang kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati
kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk beramal pada
orang miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat
dalam yang mampu menjawabnya dengan jujur.
Bersambung.....
Rancangan KTPDI Hak cipta dicadangkan.

Anda mungkin juga menyukai