disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
oleh Jayanta Permana Hargi, S. Kep. NIM 072311101008
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014 LAPORAN PENDAHULUAN NEUROPATHIC WOUND CARE Oleh: Jayanta Permana Hargi, S.Kep. NIM. 072311101008
1. Kasus (diagnosa medis) Neuropathic Wound Care (Perawatan Luka Neuropati)
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, patofisiologi, tanda & gejala, penanganan) a. Pengertian Neuropati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur dari saraf tepi. Kondisi ini umumnya disebut sebagai neuropati perifer yang diakibatkan oleh kerusakan akson saraf. Neuropati biasanya menyebabkan nyeri dan mati rasa di tangan dan kaki. Hal ini dapat disebabkan oleh luka trauma, infeksi, gangguan metabolisme, pembedahan, dan paparan racun. Salah satu penyebab paling umum dari neuropati adalah diabetes. Kondisi neuropati dapat mengganggu mobilitas penderitanya. Pada neuropati karena usia, apabila tidak diterapi dengan benar dapat menjadi berat sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi-komplikasi lain. Pada pasien diabetes, resiko terjadinya neuropati semakin bertambah besar, sejalan dengan bertambahnya usia dan lama penyakit diabetes yang diderita. Luka neuropati berhubungan dengan hilangnya sensasi protektif (LOPS) pada kaki akibat dari gangguan pada saraf, proses penyakit metabolik (diabetes melitus, gagal ginjal), trauma, atau pembedahan. Keadaan umum yang sering terjadi pada luka neuropati adalah kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
b. Etiologi Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf. Pada beberapa kasus, penyebab terjadinya neuropati tidak dapat diketahui. Neuropati dapat diakibatkan oleh penyakit, tekanan pada sistem saraf, laserasi, terpapar racun, defisiensi vitamin B, alkoholisme disertai kekurangan nutrisi, inflamasi, pada beberapa kasus neuropati banyak mengenai orang diatas usia 60 tahun. Vitamin B berfungsi menjaga dan menormalkan fungsi saraf. Asupan vitamin B akan memperbaiki gangguan metabolisme sel saraf, dan memberikan asupan yang dibutuhkan supaya saraf dapat bekerja dengan baik. Penyebab atau etiologi neuropati yang paling sering adalah penderita diabetes. Penyakit diabetes mempunyai resiko untuk terjadinya kerusakan saraf perifer. Secara nyata, sebagian dari penderita diabetes mempunyai beberapa macam neuropati. Resiko meningkat selama penderita menderita diabetes dan resiko paling tinggi pada penderita yang menderita penyakit tersebut lebih dari 25 tahun. Bahkan resiko bertambah bila penderita berumur lebih dari 40 tahun atau kesulitan dalam mengontrol kadar gula darah. Meskipun peneliti tidak memahami secara tepat bagaimana terjadinya kerusakan tersebut. Kadar gula darah yang tinggi dapat merusak kemampuan saraf untuk mengirim sinyal. Penderita dapat menurunkan resiko tersebut bila mengikuti anjuran medis untuk mempertahankan kadar gula darah senormal mungkin. c. Patofisiologi Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan yang mendasarinya. Luka neuropati bisa diakibatkan oleh berbagai faktor seperti faktor usia, diabetes, alkoholisme, defisiesi nutrisi, infeksi, keganasan maupun kelainan autoimun, dapat mempengaruhi kualitas fungsional saraf. Sebagai contoh luka neuropati yang diakibatkan oleh penyakit diabetes melitus mempunyai banyak faktor yang berperan dalam terbentuknya kaki diabetik. Penderita diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Penderita diabetes dengan neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma; jenis, besar dan lamanya trauma; peranan jaringan lunak kaki. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita akibat neuropati. Klasifikasi neuropati pada kaki diabetik, yaitu: 1. Neuropati motorik Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atropi otot - otot instrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atropi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perobahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal. Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2. Neuropati sensorik Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang di terima menimbulkan reflek untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impul akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal di olah dan kemudian respon di kirim melalui saraf motorik. Pada penderita Diabetes Melitus yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan pengantaran impul), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien. 3. Neuropati otonom Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada atau hilangnya tonus vasomotor. Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi serta jadi kering dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi dan selanjutnya timbul selulitis, ulkus ataupun ganggren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arterio venosa hingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perobahan komposisi, fungsi dan sifat viskoelastisitas hingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. Luka kaki neuropati sering terjadi akibat tekanan yang berlebih pada kaki. Pencegahan kepada pasien seperti edukasi dan penggunaan alas kaki yang benar mengurangi resiko terkena luka kaki neuropati.
d. Tanda & Gejala Gejala klinis awal neuropati banyak dirasakan pada ujung organ gerak, seperti jari tangan dan bagian kaki yang merupakan ujung dari saraf tepi. Tanda dan gejala luka neuropati adalah: 1. Tidak terdapat nyeri/mati rasa pada luka kecuali terjadi infeksi 2. Kaki kering dan teraba hangat 3. Pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik 4. Oedem kaki 5. Terdapat granulasi dan eksudat 6. Terdapat kalus di sekitar luka akibat tekanan mekanik saat berjalan 7. Sering terdapat pada permukaan penahan beban tubuh (sisi plantar telapak kaki, kaput metatarsal dan tumit). Penderita Diabetes Mellitus secara klinis dijumpai nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot. Contoh gambar luka neuropati:
Charcot Foot
e. Penatalaksanaan Penatalaksanaan luka neuropati (misalnya kaki diabetik) dilakukan secara komprehensif, yaitu menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. 1. Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu - debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah. - Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. - Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu- residu protein. 2. Mengurangi beban tekanan (off loading) Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain.
Contoh metode off loading diantaranya Common shoe dan Total Contact Casting (TCC) untuk luka neuropati:
3. Pengendalian infeksi Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Antibiotik untuk infeksi berat diberikan antibiotik seperti ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu. f. Pemeriksaan penunjang 1. X-Ray Penggunaan X-Ray adalah untuk mengetahui benda asing dalam jaringan yang umum pada ulkus diabetik, menentukan diagnosis pada Charcot Foot, tidak dapat digunakan untuk menunjukkan osteomielitis akut. 2. Thermoscan Mengukur perbedaan suhu kedua kaki, hanya tersedia di klinik-klinik tertentu. 3. Bone Scan Penggunaan scan tulang untuk mengetahui osteomielitis, mengetahui level perkembangan dari Charcot Foot. 4. Doppler dan angiografi Penderita dengan luka pada kaki bagian bawah harus melalui tes Doppler atau angiografi untuk mengetahui penyakit pembuluh darah kapiler. Kadar kreatinin tinggi harus dinilai untuk fungsi ginjal sebelum dilakukan angiografi karena angiografi dapat mengidentifikasi gagal ginjal. 5. Pemeriksaan hemoglobin glikolisasi Pemeriksaan glukosa darah reguler untuk mengukur jumlah hemoglobin glikolisasi dalam darah dan memberikan indikasi bagaimana cara perawatan diabetes yang baik secara kontinyu. 6. Monofilamen Penggunaan monofilamen untuk menilai sensasi pada daerah sekitar luka. Pasien juga dapat diajarkan penggunaan monofilamen secara mandiri untuk deteksi dini. 7. Kultur Luka
g. Pathway
Faktor usia Defisiensi nutrisi Infeksi Penyakit metabolik: diabetes melitus Penumpukan glukosa di pembuluh darah Glukosa dalam darah tidak terkontrol Gula darah tidak bisa dibawa masuk ke dalam sel
Sensasi rasa sakit menghilang Gangguan produksi insulin Nekrosis luka Gangrene Keganasan, kelainan autoimun Neuropati perifer Amputasi Gangguan citra tubuh Kerusakan integritas jaringan Hambatan mobilitas fisik Ansietas Trauma langsung Terputusnya jaringan Terjadi perlukaan Kurangnya pengetahuan h. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Masalah keperawatan a) Kerusakan integritas jaringan b) Kurang pengetahuan c) Ansietas d) Gangguan citra tubuh e) Hambatan mobilitas fisik 2. Data yang perlu dikaji a) Pengkajian 1. Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. 3. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya. 4. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit neuropati, DM atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. 5. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita penyakit neuropati, DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. 6. Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. b) Pemeriksaan fisik 1. Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tandatanda vital. 2. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. 3. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. 4. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. 5. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. 7. Sistem urinari Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. 8. Sistem muskuloskeletal Pembengkakan, panas, dan kemerahan pada area luka, keterbatasan rentang gerak (ROM), deformitas, kekakuan sendi, kekuatan otot. 9. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi, ata neuropati.
3. Diagnosis Keperawatan 1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka/gangren pada ekstremitas. 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan akibat luka/gangren. 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit. 5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh (luka, gangren, atau amputasi)
4. Rencana Tindakan Keperawatan No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan 1 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka atau gangren pada ekstremitas NOC - Tissue integrity: skin n mucous - Wound healing: primary and secondary intention Kriteria Hasil: - Ketebalan dan tekstur jaringan normal - Perfusi jaringan normal - Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka - Berkurangnya oedema, pus, bau pada luka - Adanya jaringan granulasi
NIC 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering Rasional : meminimalkan kontaminasi bakteri atau kuman 2. Kaji luka (lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal) serta proses penyembuhan Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya 3. Lakukan teknik perawatan luka dengan steril/aseptik Rasional: teknik aspetik menjaga kontaminasi luka 4. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka Rasional : tekanan berlebih merupakan salah satu faktor yang memperparah luka 5. Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional: penggunaan antibiotik yang benar dan kontinyu umtuk menekan pertumbuhan kuman
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan (luka, gangren) NOC - Mobility level Kriteria Hasil: - Pergerakan pasien bertambah luas - Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan NIC 1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
kemampuan (duduk, berdiri, berjalan) - Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal. Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. 3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai kemampuan. Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik. 4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (pemberian analgesik) dan tenaga fisioterapi. Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
3 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya NOC - Anxiety level - Anxiety self control Kriteria Hasil: - Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan - Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan teknik untuk mengontrol cemas
NIC 1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat. 2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien. - Tanda-tanda vital pasien normal - Postur tubuh, ekspresi wajah, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
3. Gunakan komunikasi terapeutik. Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien. 5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien. 6. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu. 7. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman. Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
4 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit NOC Knowledge: disease process Kriteria Hasil: - Pasien mengetahui tentang proses penyakit, kondisi, prognosis, dan NIC 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang proses penyakit. Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui prgram pengobatan - Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar - Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan oleh perawat/tim kesehatan lain
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga. 2. Kaji latar belakang pendidikan pasien. Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien. 3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti. Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. 4. Jelaskan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya. Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang. 5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan). Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
5 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh (luka, gangren, atau amputasi)
NOC - Body image - Self esteem Kriteria Hasil: - Body image positif - Mampu mengidentifikasi kekuatan NIC 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
personal - Mempertahankan interaksi sosial
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya. 2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien. 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai. 4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi. 5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal. 6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta : EGC. Houston, et al. 2000. Merrits Neurology 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publisher. Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing. Price Sylvia A .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid I. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Vancouver Island. 2007. Wound and Skin Care Guidelines. Health Authorithy WHO. 2003. Pencegahan diabetes mellitus, laporan kelompok studi WHO. Jakarta: Hipokrates.