Anda di halaman 1dari 2

Di sela-sela penulisan tesis yang membuat kepala saya panas, saya tengah memikirkan hal lain.

Hal yang
membuat saya tidak bisa berhenti memikirkannya padahal mungkin hal tersebut merupakan hal kecil
yang tidak begitu perlu diberi perhatian lebih. Tapi, menurut saya hal tersebut adalah hal kecil yang
berpengaruh besar.
Jadi, sekitar tiga hari yang lalu saya tiba-tiba menerima sebuah pesan dari teman lama di kampus dulu,
tiba-tiba dia mengirimi saya pesan yang pada akhirnya pesan itulah yang membuat saya menuliskan hal
ini. Dia, teman saya itu, kita sebut saja dia A mengirimi saya pesan dalam rangka bertanya mengenai
bahasa Inggris, bagaimana rasanya menjadi guru bahasa asing tersebut, dan bagaimana rasanya setelah
mahir casciscus dengan bahasa ratu Elizabeth itu, yang ternyata kesemua pertanyaan tersebut hanyalah
basa basi. Setelah menjawab bahwa rasanya biasa saja dan tidak ada yang terlalu perlu dibanggakan dari
hal itu karena di Indonesia sendiri ada banyak orang yang sudah mahir dengan bahasa ini, apalagi
kemajuan teknologi sebenarnya sangat mendukung bagi siapa saja yang ingin belajar tidak hanya bahasa
Inggris, bahkan bahasa-bahasa lain di dunia. Well, kembali ke pesan teman saya, pada akhirnya teman
saya mengutarakan keinginannya untuk dibantu dalam hal memperoleh nilai TOEFL yang tinggi. Saya
pikir awalnya, dia meminta untuk diberi pengarahan ataupun pembekalan TOEFL, ternyata saya terlalu
berprasangka baik. Si A tidak meminta saya untuk mengajarinya ataupun memberi pembekalan, tetapi
dia meminta sesuatu yang membuat saya menganga membaca pesannya. Isinya kurang lebih seperti ini ;
Fi, di tempatmu, bisa tidak saya dibuatkan sertifikat TOEFL dengan skor yang tinggi? Dan saya harus
bayar berapa? Soalnya kepepet, Fi
Saya terdiam beberapa saat, tidak tau harus membalas pesan singkat tersebut dengan kalimat apa. Tiba-
tiba saya kembali menelusuri bagaimana saya datang ke sebuah tempat bernama Pare, yang terkenal
dengan Kampung Inggris dengan bekal bahasa Inggris 0 (nol) bahkan mungkin minus, bergelut dengan
grammar dan speaking selama berbulan-bulan, nilai TOEFL yang awalnya astaghfirullah sampai bisa jadi
Alhamdulillah, sampai saya diminta membantu menjadi tutor, semuanya berkelebat di kepala saya.
Semuanya tidak mudah saya dapatkan, (tidak bermaksud membanggakan diri sama sekali) dan sekarang,
di depan saya ada seseorang yang minta dibuatkan sertifikat dengan nilai tinggi dengan alasan kepepet.
Entah, saya tidak bisa menggambarkan apa yang saya rasa saat itu. Marah, sedih, merasa bersalah,
kasian, entahlah, semuanya jadi satu.
Instan, itu yang terjadi pada mental orang-orang Indonesia (termasuk juga saya). Sedikit-sedikit pakai
uang, seolah semuanya bisa ditukar dengan uang. Tidak ada proses yang dinikmati, asal terima hasil
yang bagus. Satu lagi yang menjadi inti pikiran saya adalah, bagaimana mempertanggungjawabkan nilai
tersebut? Okelah, nilai yang tertera di sertifikat adalah 500 sekian, ketika di tempat kerja kemudian
dihadapkan pada sesuatu yang harus menggunakan skill tersebut, misalnya bertemu klien asing atau
mengerjakan proyek dengan dokumen berbahasa asing, bagaimana dengan hal itu? Mau bayar siapa lagi
untuk mengerjakan hal itu? *sigh. Ternyata masih ada orang-orang yang menggampangkan semuanya
dengan uang. Ya, masih ada dan mungkin ada banyak.

Anda mungkin juga menyukai