Anda di halaman 1dari 6

ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME

Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga pola
khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus yaitu sirosis Lannec, pascanekrotik, dan biliaris
(Price & Wilson, 2005).
1. SIROSIS LANNEC
Sirosis Lannec (disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi )
merupakan suatu pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alcohol kronis yang jumlahnya
sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 hingga 15% peminum alkohol
mengalami sirosis (Price & Wilson, 2005).
Hubungan pasti antara penyalahgunaan alcohol dengan sirosis Lannec tidaklah
diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan pasti antara keduanya. Perubahan
pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di
dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Pola infiltrasi lemak yang serupa juga ditemukan
pada kwashiorkor, hipertiroidisme, dan diabetes. Para pakar umumnya setuju bahwa
minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolic yang mencangkup pembentukan
trigliserida secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan
menurunnya oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi alcohol dalam jumlah
yang berlebihan juga makan selayaknya. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya
merupakan efek langsung alcohol pada sel hati, yang meningkat pada saat malnutrisi.
Pasien dapat mengalami defisiensi nutrisi, termasuk tiamin, asam folat, piridoksin, niasin,
asam askorbat, dan vitamin A. Pengeroposan tulang da gangguan metabolisme. Asupan
vitamin K, besi, dan seng juga cenderung menurun pada pasien-pasien ini, Defisiensi
kalori-protein juga sering terjadi (Price & Wilson, 2005).
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada
alkoholisme dini bersifat reversible bila berhenti minum alkohol, beberapa kasus dari
kondisis yang relative jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis
hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat
akumulasi lemak dalam jumlah banyak (Price & Wilson, 2005).
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama apabila semakin berat, dapat
terjadi suatu hal yang akan memacu seluruh proses sehingga akan terbentuk jaringan
parut yang luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam perkembangan sirosis hati
mungkin adalah hepatitis alkoholik (Price & Wilson, 2005).
Pada kasus sirosis Lannec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang
tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus.
Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hatiuntuk
mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degeerasi dan
regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini,
sirosis sering disebut sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras, dan hamper tidak
memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya
hipertensi portal dan gagal hati (Price & Wilson, 2005).

2. SIROSIS PASCA NEKROTIK
Sirosis pasca nekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan
hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak
sel hati dan diselingi denganparenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung
berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Kasus sirosis
pascanekrotikvberjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis.Sekitar 25 hingga 75%
kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil
uji HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif agaknya
merupakan peristiwa penting. Kasus HCV merupakan sekitar 25% dari kasus sirosis.
Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan
kimia industry, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa,
arsenic, dan karbon tetraklorida (Price & Wilson, 2005).
Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor
predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler). Resiko ini
meningkat hamper sepulh kali lipat pada pasien karier dibandingkan pada pasien bukan
karier (Price & Wilson, 2005).

3. SIROSIS BILIARIS
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola
sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupkan 2 & penyebab kematian
akibat sirosis (Price & Wilson, 2005).
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca nekrotik. Stasis
empedu menyebabkan penumpikan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel
hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobules, namun jarang memotong lobules
seperti pada sirosis Lannec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna
kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awaldan utama dari sindrom ini, demikian pula
pruritus,malabsorbsi, dan steatorea (Price & Wilson, 2005).
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris
sekundeer yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebab
kematian ini tidak diketahui. Sirosis biliaris paling sering terjadi pada perempuan usia 30
hingga 65 tahun dan disertai denga berbagai gangguan autoimun. Sumbat empedu sering
ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktus empedu, dan sel-sel hati sering kali
mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Hipertensi
portal yang timbul sebagai komplikasi, jarang terjadi. Osteomalasia terjadi pada sekitar
25% penderita sirosis biliaris primer (akibat menurunnya absorbs vitamin D) (Price &
Wilson, 2005).
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis :
gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoseluler adalah ikterus, edema
perifer, kecenderungan perdarahan, eritema Palmaris, angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan
ensefalopati hepatic. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah
splenomegali, varises esophagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain. Asites
(cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoseluler
dan hipertensi portal (Price & Wilson, 2005).
1. MANIFESTASI GAGAL HEPATOSELULAR
Ikterus terjadi sedikitnya pada 60% penderita selama perjalanan penyakitnya dan
biasanya hanya minimal. Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Penderita
dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai gangguan reversible fungsi hati.
Misalnya, penderita sirosis dapat menjadi ikterus setelah bertanding minum alkohol.
Ikterus intermiten merupakan gambaran khas sirosis biliaris dan terjadi bila timbul
peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis). Penderita yang meninggal akibat
gagal hati biasanya mengalami ikterus (Price & Wilson, 2005).
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis,
dan ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Angioma laba-laba terlihat
pada kulit, terutama di sekitar leher, bahu dan dada. Angioma ini terdiri atas arteriola
sentral tempat memancarnya banyak pembuluh halus. Angioma laba-laba, atrofi testis,
ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, serta eritema Palmaris semuanya diduga
disebabkan oleh kelebihan estrogen dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi diduga
akibat aktivitas hormone perangsang melanosit (MSH) yang bekerja secara berlebihan
(Price & Wilson, 2005).
Gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecenderungan
perdarahan, anemia, leucopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami
perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat
memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor
pembekuan oleh hati. Anemia, leucopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (splenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dalam sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia
adalah defisiensi folat, vitamin B
12
, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan
darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga mudah terserang infeksi (Price
& Wilson, 2005).
Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan dapat dijelaskan
sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Kegagalan sel hati untuk
menginaktifkan aldosteron dan hormone antidiuretik merupakan penyebab retensi
natrium dan air (Price & Wilson, 2005).
Faktor hepatikum adalah bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita
(terutama pada koma hepatikum) dan diyakini terjadi akibat ketidakmampuan hati dalam
memetabolisme metionin (Price & Wilson, 2005).
Gangguan neurologis yang paling sering pada sirosis lanjut adalah enselopati
hepatic (koma hepatikum), yang diyakini terjadi akibat kelainan metabolisme ammonia
dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya enselopati hepatic
sering merupakan keadaan terminal sirosis (Price & Wilson, 2005).

2. MANIFESTASI HIPERTENSI PORTAL
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang
menetap diatas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H
2
O. Tanpa memandang penyakit
dasarnya, mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan terhadap
aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadipeningkatan aliran darah
splangnikus. Kombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena
hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan
pada system portal. Pembebanan berlebihan system portal ini merangsang timbulnya
aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (varises). Tekanan balik pada system
portal menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggung jawab atas timbulnya asites
(Price & Wilson, 2005).
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor utama pathogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat
hipoalbuminemia. Faktor lain yang perperan adalah retensi natrium dan air serta
peningkatan sintesis dan aliran limfe hati (Price & Wilson, 2005).
Saluran kolateral penting yang timbu akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Varises ini terjadi pada
sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan
kematian (Price & Wilson, 2005).
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan
timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (kaput
medusa). Sistem vena rectal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena
berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Perdarahan dari
hemoroid yang pecah biasanya tidakhebat, karena tekanan di daerah tidak setinggi
tekanan pada esophagus karena jarak yang lebih jauh dari vena porta (Price & Wilson,
2005).
Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronis
akibat aliran balik dan tekanan darah lebih tinggi pada vena lienalis (Price & Wilson,
2005).

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai