Ibu Sumi : Diperankan oleh Bella Islamia Abin : Diperankan oleh Ahmad Bebin Najmuddin Riri : Diperankan oleh Fitri Adi Setyorini Tania : Diperankan oleh Zaizafun Husnita Bu Mia : Diperankan oleh Muthmainnah Tio : Diperankan oleh Ignatio Glory Adi Winingkusuma Sofi : Diperankan oleh Solihatul Fuadah Enal : Diperankan Zaenal Abidin
BABAK PERTAMA Di suatu kampung di pinggiran kota Jakarta hiduplah sebuah keluarga miskin. Keluarga ini terdiri dari seorang janda tua yang sakit-sakitan dengan 3 orang anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, janda yang biasa dipangil Ibu Sumi ini bekerja dengan menjual kue keliling. Ketiga anaknya masih bersekolah, anak yang pertama bernama Abin. Dia bersekolah di SMA Negeri 108 Jakarta. Untuk membantu ekonomi keluarga, Abin bekerja menjadi penjual Koran. Anak yang kedua bernama Riri, dia bersekolah di SMP Negeri 13 Jakarta di kelas 9. Sedangkan anak yang ketiga bernama Tania, dia bersekolah di sekolah yang sama dengan Riri, tetapi ia di kelas 7. Suatu hari Riri hendak berangkat ke sekolah. Sebelum berangkat sekolah Riri meminta uang saku kepada ibunya, tetapi karena ibunya sedang tidak ada uang Riri marah dan membentak ibunya. Riri : Bu, minta uang! Ibu Sumi : Ibu tidak punya uang, Nak. Kemarin ibu baru bayar hutang. Riri : Halah, masa sudah jualan bertahun-tahun tidak punya uang! Ibu Sumi : Maaf, Nak.(menjawab sambil batuk). Ibu benar-benar tidak punya uang. Riri : Aah.. Ibu pelit! (Riri pun mendorong ibunya sampai ibunya terjatuh. Lalu Riri meninggalkan rumahnya dan berangkat ke sekolah tanpa memperdulikan ibunya yang kesakitan.) Tania : (keluar dari kamar dan terkejut ) astaghirullah. Ibu kenapa? Ibu Sumi : (mencoba berdiri sambil bertumpu pada kursi) ibu tidak apa-apa nak. Tania : (memapah ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah) Ayo Bu, kita masuk ke dalam.. Ibu Sumi : Baiklah Nak, kamu memang anak yang baik.
BABAK KEDUA Riri berangkat ke sekolah dengan perasaan marah, karena ia tidak mendapatkan uang saku hari ini. Riri merasa menyesal dilahirkan di dalam keluarga yang miskin, ia ingin dilahirkan di dalam keluarga kaya. Disaat itulah Riri melihat sahabat karibnya yang bernama Sofi. Mereka sudah bersahabat sejak Taman kanak-kanak, jadi Sofi tahu bagaimana susahnya ekonomi keluarganya Riri. Riri : Hey, pagi Sof. Sofi : Eh kamu Ri, pagi juga. Riri : kenapa tu muka? Jutek amat? Sofi : (dengan tatapan jutek) Lagi bete nih, lagi gak punya duit. Minta duit sama ortu, gak dikasih. Alasannya, ini lah, itu lah, krisis ekonomi lah. Huh, bilang aja klo emang gak mau ngasih Riri : Wah. Sama dong kayak aku. Kita senasib nih.(merangkul bahu sofi ) Tenang Sof, aku punya ide biar kita bisa dapet duit. Sofi : (dengan wajah curiga) Tunggu-tunggu, aku tahu. Kamu pasti mau ngajakin aku malak kan? Kamu gila ya? Nggak ah. Riri : Idih, sejak kapan kamu jadi penakut? Tenang aja Sof, kali ini biar aku yang tanggung jawab. Sofi : Beneran lho? Aku pegang omonganmu.. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan langkah riang gembira dan mereka berdua akan melakukan perbuatan yang dulu pernah mereka lakukan yaitu memalak uang saku adik kelasnya. Walaupun perbuatan itu telah dilaporkan pada guru BK, tapi mereka berdua tetap tidak merasa kapok.
BABAK KETIGA Kedua sahabat itu akhirnya sampai di sekolah. Mereka segera menuju kedalam kelas sambil menyusun rencana untuk melakukan aksinya. Bel istirahat berbunyi keras hingga memekakkan telinga. Mereka berdua segera menuju ke Gerbang Sekolah yang berdekatan dengan kantin. Disana mereka berdua terlihat asik memalak adik kelas dan teman-temannya yang lewat. Riri : Hey, kamu serahin uangmu! Tio : (dengan muka tegang)Maksud kakak? Sofi : udah, cepetan serahin uangmu! Tio : (terdiam dengan wajah menunduk) Riri : (nada marah) jangan pura-pura tuli kamu, mana uangmu? Tio : (dengan suara terbata-bata) S..Sa..Saya tidak punya uang kak. Sofi : Halah, jangan bohong kamu! Disaat itulah datang sahabatnya Tio yang bernama Tania. Tania adalah adik Riri. Melihat sahabatnya diganggu kakaknya sendiri dan sahabat kakaknya, Tania tidak mau tinggal diam. Dia mencoba untuk menolong Tio. Tania : kakak ini apa-apaan sih. Tio ini sahabatku kak! Riri : Udah diam kamu. Anak kecil gak usah ikut campur! Sofi : (dengan nada sinis) Daripada kamu belain teman kamu ini, lebih baik Kamu ikut kami saja. Tania : Tidak. Aku gak akan pernah bergabung untuk melakukan perbuatan dosa seperti ini! Riri : (dengan nada marah) Tania jaga ucapanmu! Tania : Aku akan laporkan kakak sama Bu Mia. Riri : Awas ya kalau kamu sampai berani melaporkan ini sama Bu Mia! Tania : Kenapa kak, kakak takut? Riri : Tania.Awas kamu! Kamu jangan coba-coba (kata-katanya terhenti) Setelah itu Tania dan Tio langsung pergi meninggalkan Riri dan Sofi yang sedang ketakutan. Riri takut apabila nanti Tania benar-benar akan melaporkannya pada Bu Mia. Sebagai sahabat sofi hanya bisa menenangkan hati Riri yang sedang gelisah. BABAK KEEMPAT Di Lorong Kelas Setelah kejadian itu, Tio dan Tania sedang berjalan menuju kelas mereka. Tio mencoba menghibur hati Tania. Tio meminta agar Tania mengurungkan niatnya untuk melaporkan Riri kepada Bu Mia. Tetapi Tania tetap bersikukuh pada niatnya semula. Tio : Tan, udah lah biarin kakakmu. Jangan laporkan dia pada Bu Mia. Tania : Kamu tenang aja. Biar dia dimarahin sama Bu Mia. Biar dia tahu rasa. Tio : (dengan wajah tegang) Tapi aku gak mau kalau kamu diapa-apain sama kakakmu. Tania : Udahlah Tio, kamu tenang saja. Ini urusanku. Aku nggak papa kok Tio : Ya sudah, aku percaya saja padamu Tan. Tania : Terima kasih, kau memang sahabat yang baik. Tania pun melaporkan perbuatan kakaknya kepada Bu Mia, gurunya. Akhirnya, Riri dan Sofi dipanggil ke ruang BK.
BABAK KELIMA Di Dalam Ruang BK Di dalam ruang BK, Riri dan Sofi duduk dengan muka tegang dan gelisah. Dan Bu Mia melihat kedua anak itu dengan tatapan curiga dan marah. Mereka berdua memang sering masuk keluar ruang BK. Bu Mia : (dengan nada yang tegas) Apa lagi yang telah kalian lakukan? Sofi : kami tidak melakukan apa-apa bu. Bu Mia : (dengan nada tegas) Jangan berbohong sama saya sofi. Sofi : Tapi kami memang tidak melakukan apa-apa bu. Bu Mia : Jangan membantah terus. Ibu sudah tahu yang sebenarnya. Kalian memalak adik kelas lagi kan? Sofi : I.. Iya Bu (sambil tertunduk) Tapi (mencoba menyangkal tetapi terhenti) Bu Mia : Tapi apa? Riri : Kami terpaksa melakukannya Bu. Kami tidak punya uang. (sambil tertunduk) Bu Mia : Tapi itu cara yang salah. Kalian tidak harus memalak. Memang kalian tidak diberi uang oleh orangtua kalian? Riri : (dengan mata berkaca-kaca sambil masih tertunduk) Ibu tidak akan pernah mengerti keadaan keluargaku. Bu Mia : Memang ada apa dengan keluargamu? Riri : (menangis dan pergi meninggalkan ruangan) Maaf Bu, permisi. Bu Mia : Riri.. Tunggu.. Ibu belum selesai bicara.. Sofi : Percuma ibu bicara dalam keadaan seperti ini. Bu Mia : memangnya apa yang terjadi dengan keluarga Riri? Sofi : saya tidak bisa menjelaskannya. Lebih baik ibu datang sendiri ke rumahnya Riri. Bu Mia : Baiklah ibu akan melihat langsung ke rumahnya. Kamu bisa tuliskan alamatnya? Sofi : Baiklah Bu.. (sambil menulis pada secarik kertas) Ini Bu.. Bu Mia : Terima kasih Sofi. Tolong jangan ulangi lagi perbuatanmu dan tolong nasihati Riri jika ia ingin melakukan hal yang tidak baik. Sofi : Baik Bu. Saya permisi dulu.. (sambil meninggalkan ruangan BK) Riri bingung harus menjelaskan keadaan dalam keluarganya yang sebenarnya kepada Bu Mia. Dan sahabatnya Sofi memberi pendapat kepada Bu Mia supaya beliau pergi kerumah Riri agar tahu apa yang sebenarnya terjadi. BABAK KEENAM Terik matahari siang yang menyengat tubuh, seorang anak laki-laki berseragam sekolah lari terburu-buru menuju kesebuah rumah reot. Anak itu bernama Abin. Ia akan bekerja untuk membantu keuangan keluarganya dengan menjual Koran. Sampai dirumah ia melihat ibunya yang terlihat pucat. Abin : Assalamualaikum, Abin pulang. Ibu Sumi : waalaikum salam, bin. (menjawab sambil batuk) Kok kamu sudah pulang? Abin : Iya Bu. Hari ini Abin mau jualan Koran lagi. Untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga kita. Ibu Sumi : Alhamdulillah, terima kasih nak, kamu masih mempedulikan keluarga kita. (menjawab dengan batuk) Abin : (mendekati ibu dan merangkul bahunya) Ibu kenapa? Apa perlu kita ke puskesmas? Ibu Sumi : Ibu tidak apa-apa, nanti juga sembuh sendiri. Sudah lah, tidak usah mengkhawatirkan Ibu.. Abin : Iya Bu. Kalau gitu Abin pergi dulu ya. (sambil mencium tangan ibunya) Assalamualaikum. Ibu Sumi : Waalaikumsalam.(sambil batuk)
BABAK KETUJUH Sudah berjam-jam Abin berkeliling menjajakan Koran-korannya. Namun, sampai sekarang belum satupun korannya terjual. Namun, ia tidak menyerah. Ia tetap berusaha, berharap Koran- korannya laku terjual. Abin : Koran koran... korannya Pak.. korannya Bu Sore hampir menjelang, namun belum satupun korannya terjual. Tiba-tiba, terdengar suara sesuatu jatuh. Ketika ia menoleh, ternyata ada seorang remaja laki-laki yang terjatuh dari motornya. Ia segera berlari ke arah laki-laki itu untuk menolongnya Abin : (merangkul bahunya dan membantunya berdiri) Mari saya bantu berdiri. Kamu tidak apa-apa? Enal : (menahan rasa sakit) oh, tidak. Terima kasih atas bantuannya. Nama saya Enal. Kamu siapa? Abin : (menjabat tangan Enal) Panggil saya Abin. Kamu benar gak apa-apa kan? Enal : Tenang aja. Cuma luka ringan kok. Kamu mau kemana? Nanti saya antar.. Abin : Oh nggak kok. Saya lagi jualan Koran. Ini korannya. Mungkin saja kamu mau membelinya. (mengeluarkan sebagian korannya) Enal : (Bengong dengan tatapan tak percaya) Apa? Kamu jualan Koran? Bukannya kamu masih sekolah? Abin : (tersenyum) iya, aku melakukan ini untuk membantu keuangan keluargaku. Agar dapat membayar sekolah adik-adikku dan sekolahku dan untuk mengobati ibuku yang sedang sakit. Enal : Maaf kalau aku lancang, tapi kalau boleh tahu ibumu sakit apa? Abin : Sudah 3 tahun ibu sakit paru-paru dan kata mantri puskesmas penyakitnya sudah lumayan parah susah disembuhkan. Kalau disembuhkan perlu biaya besar. Sedangkan untuk makan saja kami susah, makanya aku jualan Koran. Enal : (dengan tatapan kagum) Wah., aku bangga sama kamu Bin. Masih sekolah sudah bisa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Abin : (tersenyum) Aduh. Biasa aja kali. Aku jadi malu nih.. (tertawa) Enal : (tertawa) Oh ya, aku beli semua koranmu yang hari ini kamu bawa. Abin : (dengan wajah senang dan sedikit tidak percaya) S..ssemua? tapi buat apa kamu koran sebanyak ini? Enal : Akan aku bagikan pada teman-temanku. Jadi semua berapa? Abin : Jadinya Rp.80.000,00. Terima kasih ya Nal. Enal : (menyerahkan uangnya) Iya, sama-sama. Aku pulang dulu ya, sekali lagi terima kasih atas bantuanmu tadi.. Abin : Iya, hati-hati dijalan ya Nal. (sambil melambaikan tangan) Alhamdulillah, aku bisa membawa ibu berobat dan bisa membayar sekolah adik-adikku. (monolog) Akhirnya semua Koran dagangan Abin dibeli semua oleh Enal. Dan Abin tak menyangka akan mendapatkan uang sebanyak ini. Jadi ia bisa menggunakan uang itu untuk keperluan keluarganya dan untuk berobat ibunya. BABAK KEDELAPAN Bu Mia akhirnya mengikuti saran Sofi untuk mengunjungi keluarga Riri. Ketika sore menjelang, Bu Mia pergi ke rumah Riri untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga anak didiknya. Ketika sampai di rumah Riri, ia terkejut melihat keadaan rumah Riri. Ia mengetuk pintu rumah itu dengan hati-hati. Bu Mia : Permisi.. Assalamualaikum.. (sambil mengetuk pintu beberapa kali) Setelah mengetuk pintu beberapa kali, ternyata tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Sepertinya sedang tidak ada orang di rumah. Akhirnya bu Mia memutuskan untuk menunggu di depan rumah. Setelah menunggu cukup lama, tiba-tiba muncul seorang wanita paruh baya menghampirinya. Ibu Sumi : Maaf, apa ada yang bisa saya bantu? (bertanya dengan nada lemah) Bu Mia : Saya ada keperluan dengan pemilik rumah ini. Apa Anda kenal dengan pemilik rumah ini? Ibu Sumi : Kebetulan saya pemilik rumah ini. Ada perlu apa dengan saya? (menjawab dengan terbatuk) Bu Mia : Jadi Anda pemilik rumah ini? Berarti Anda ini ibunya Riri? Ibu Sumi : Benar sekali. Saya ibunya Riri. Ngomong-ngomong Anda siapa ya? Bu Mia : Saya ini gurunya Riri. Saya ingin mengetahui lebih banyak tentang Riri. Boleh saya berbincang-bincang sebentar dengan Anda? Ibu Sumi : Riri? Ada apa dengan Riri? Apa dia membuat masalah di sekolah? Bu Mia : Bukan begitu. Saya hanya penasaran tentang Riri. Ibu Sumi : Oh begitu. Kalau begitu silahkan duduk dulu.. Bu Mia : Terima kasih. Ngomong-ngomong Ibu dari mana? Ibu sumi : (terbatuk) Oh, saya habis jualan kue keliling seperti biasa untuk menafkahi keluarga saya. Bu Mia : Ibu jualan keliling dalam keadaan sakit seperti ini? (dengan nada tidak percaya) Ibu Sumi : Kalau saya tidak jualan, lalu kami makan dari mana Bu? Kami sudah ditinggalkan oleh suami saya sejak 3 tahun yang lalu. Sedangkan kebutuhan ekonomi terus mendesak kami. Bu Mia : Saya kagum sama ibu, dalam keadaan sakit seperti ini masih bisa jualan kue keliling. Ibu Sumi : Ya begini lah keluarga kami bu. Akhirnya Ibu Sumi dan Bu Mia berbincang-bincang cukup lama. Setelah mendengar penjelasan dari Ibu Sumi, Bu Mia mengerti apa masalah yang sedang dihadapi oleh Riri. Akhirnya bu Mia ingin segera pulang. Ia berjanji dalam hatinya bahwa ia akan berusaha untuk mengubah sikap Riri.
BABAK KESEMBILAN Riri sedang berjalan-jalan tiba-tiba saja HP Riri berdering. Suara nada dering tersebut mengagetkannya. Ternyata ada telfon dari Sofi. Riri pun segera mengangkatnya. Riri : Halo. Ada apa nelpon? (jutek) Sofi : Jawabnya kok jutek banget gitu sih? Riri : Lagi bete nih. Lagi ada masalah. Sofi : Yang sabar ya Ri. Oh ya aku punya berita bagus nih buat kamu. Riri : Apaan? Sofi : Besuk akan dibuka restoran terbaru di dekat sekolah kita, sehabis pulang sekolah kita kesana yuk? Riri : Oke. Itu baru berita yang bagus. Sofi : Em, bukannya kamu baru gak punya uang ya? Riri : Kalau masalah uang bisa diatur. Sofi : Oke deh. Aku tutup dulu telponnya ya. Dadah..
BABAK KESEPULUH Agar dapat mengajak Sofi makan-makan di restoran baru, Riri berencana untuk mencuri uang ibunya. Ia tahu kalau ibunya biasa menyimpan uang di sebuah kaleng. Ia kemudian mencari kaleng itu di sekitar rumahnya. Riri : Kira-kira dimana ya ibu menyimpan kaleng uang itu? (sambil mencari di sekeliling rumah) Ketika Riri mencari di bawah kursi, ia akhirnya menemukan kaleng yang ia cari-cari. Ia segera mengambil semua uang yang ada di dalam kaleng kemudian ia langsung menyimpannya. Riri : Akhirnya kutemukan juga. Sekarang aku bisa mengajak Sofi makan-makan. (monolog) Ia pun langsung pergi dengan wajah tanpa dosa.
BABAK KESEBELAS Pagi itu Riri dan Sofi berangkat sekolah bersama-sama. Namun di tengah jalan Riri mengajak Sofi agar membolos. Riri : Fi, hari ini kita bolos aja yuk. Sofi : Gak ah, Ri. Aku takut kalau bu Mia tahu trus kita dibawa ke BK lagi. Riri : Kamu penakut banget sih. Gak bakal ketahuan kok. Sofi : Emangnya kamu mau ngajak aku kemana sih? Riri : Kita ke restoran yang kemaren kamu bilang itu lho.. Sofi : Habis pulang sekolah nanti aja kan bisa. Riri : Udah lah. Aku males banget ke sekolah hari ini. Sofi : Ya udah deh. Terserah kamu aja.
BABAK KEDUA BELAS Akhirnya Sofi setuju untuk membolos bersama Riri. Mereka akhirnya sampai ke restoran tujuan mereka. Mereka segera memesan makanan kepada pelayan restoran tersebut. Selagi menunggu makanan datang, mereka berbincang-bincang. Sofi : Eh, Ri. Bukannya kamu lagi nggak punya uang? Terus nanti kamu bayarnya pakai apa? Riri : Tenang aja. Aku bawa uang kok. Sofi : Kamu dapat uang darimana? Riri : Ada deh. Akhirnya makanan yang dipesan Riri dan Sofi datang. Mereka pun langsung menghabiskan makanan tersebut. Tanpa mereka sadari, ternyata ada seseorang yang mengawasi mereka. Tio, sahabat Tania yang kebetulan lewat tidak sengaja melihat Riri dan Sofi. Ia keheranan mereka ada disana padahal seharusnya mereka belum pulang sekolah. Tio : Lho, bukannya itu kakaknya Tania yang memalakku kemarin? Seharusnya sekarang mereka masih di sekolah. Apa jangan-jangan mereka bolos sekolah ya? Tania : Iya. Aku lagi nyari kakakku, Kak Riri. Aku bingung Kak Riri kemana ya? Tio : Kakakmu tadi nggak masuk sekolah ya? Tania : Kok kamu bisa tahu? Tio : Tadi aku lihat kakakmu di restoran yang baru buka itu sama temennya. Tania : Beneran Tio? Ya sudah makasih ya aku kesana dulu. Tania pun langsung berlari menuju restoran tempat kakaknya berada setelah mendapat informasi dari Tio.
KETIGA BELAS Riri kemudian pulang kerumah kemudian ia bertemu Tania yang sudah menunggunya di depan rumah. Tania : Kakak kok baru pulang dari mana? Riri : Sepertinya itu bukan urusanmu. (menjawab dengan sinis kemudian meninggalkan Tania) Tania : Tadi Kakak bolos sekolah kan? Riri : (berhenti dan menoleh kea rah Tania) Apa? Tania : Dan Kakak juga makan di restoran yang baru buka itu kan? Riri : Apa maksudmu? Aku tidak mengerti. (pura-pura tidak tahu) Tania : Ya sudah kalau Kakak tidak mau mengaku. Aku juga tidak akan melapor pada kak Abin kok. Tapi aku mohon Kakak nggak melakukan itu lagi. (meninggalkan Tania) Tania pun meninggalkan Riri sendirian. Kemudian Ibu Sumi keluar dari rumah dan melihat Riri berdiri di depan rumah. Ibu Sumi : Kamu darimana saja Nak kok baru pulang? Riri : Terserah aku dong bu, emangnya aku harus selalu melapor ke ibu? Aku kan sudah besar. Ibu Sumi : bukannya begitu, ibu hanya khawatir. Tanpa sengaja Riri melihat uang yang dibawa oleh ibunya. Ia pun teringat akan sepatu yang ia lihat di toko kemarin. Ia sangat menginginkan sepatu itu. Ia pun berniat untuk mengambil uang ibu. Riri : itu apa bu? (sambil menunjuk pada uang ibu) Ibu sumi : ini uang hasil ibu jualan kue tadi pagi mau ibu gunakan untuk bayar kontrakan kita. Riri : Ah, bayar kontrakannya nanti saja. (sambil menyambar amplop itu) Ibu Sumi : Ririjangankembalikan! Riri : `Sudah diam! (sambil mendorong ibunya) Riri pun mendorong ibunya sampai ibunya terjatuh kepalanya terbentur kursi. Ia pun segera berlari meninggalkan ibunya yang merintih kesakitan.
BABAK KEEMPAT BELAS Riri pun hendak menemui Sofi untuk mengajaknya belanja. Ketika di tengah jalan Riri : (tertawa) sekarang aku punyabanyak uang. Dan aku bisa berbelanja sesuka hatiku. Tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang langsung menyambar amlop yang dibawa Riri. Riri kaget, dan langsung mengejar laki-laki itu sambil berteriak minta tolong. Riri : heiberhenti kamu!!!! (sambil berlari) tolongtolongada copet! Karena tidak ada orang yang menolong, dan copet itu tidak berhenti juga, Riri yang sudah kelelahan akhirnya menyerah. Dia pun langsung duduk dengan lemas dan menangis di pinggir jalan. Riri : (menangis) uangkuuangku hilang BABAK KELIMA BELAS (Dengan rasa sedih dan takut, Riri mencoba memberanikan dirinya untuk pulang. Ia tahu bahwa ia pasti akan dimarahi kakaknya. Ia sudah siap. Namun sesampainya di rumah, ia terkejut melihat ibunya dalam keadaan terbaring di ranjang dan Abin yang duduk disamping ibu dengan Tania yang sedang menangis disampingnya. Tania yang sedang menangis pun menyadari kedatangan Riri.) Tania : (menoleh) Kakak Ibu Kak.. (memeluk Riri sambil menangis) Abin : Dari mana saja kamu, Ri? Sudah sore begini kamu baru pulang Riri : A aku dari rumah teman. I ibu kenapa? Dan kenapa juga kalian menangis? (gugup dan terbata-bata) Tania : Aku tidak tahu Kak. Ketika aku pulang tadi, Ibu sudah seperti ini (menangis). Apa Kakak tahu apa yang terjadi? Riri : A aku tidak tahu apa-apa.. (terbata-bata) Kenapa kamu bertanya seperti itu padaku? Apa kau pikir aku melakukan sesuatu pada Ibu? (gugup) Tania : Aku tidak berpikir seperti itu. Aku hanya bingung kenapa Ibu bisa seperti ini. Aku takut kalau terjadi apa-apa dengan ibu (menangis) Riri : A.. aku tidak tahu.. sungguh.. (terbata-bata) A.. aku hanya mendorongnya sedikit. Memang Ibu terjatuh t.. tapi tidak mungkin Ibu sampai m.. me (terbata-bata) Abin : Apa?! Jadi kamu mendorong Ibu sampai seperti ini? (marah) Dan uang itu.. Uang untuk berobat Ibu. Kamu juga yang mengambilnya?! Riri : U.. uang itu dicuri.. (tertunduk) Dan Ibu aku tidak bermaksud untuk Abin : Kamu keterlaluan, Ri! (mencoba menampar Riri) Tania : Kak, jangan Kak! (menahan Abin) Riri : A.. aku tidak salah.. Aku tidak tahu apa-apa. Aku (terbata-bata) Ibu. Bangun Bu. (menghampiri Ibunya) Maafkan Riri, Bu. Riri jahat sudah membuat Ibu begini. Ayo bangun Bu supaya Riri bisa minta maaf sama Ibu.. Riri menyesal Bu (menangis)
BABAK KEENAM BELAS Abin : (mengucap salam) Assalamualaikum warahmatullah.. assalamualaikumwarahmatullah.. (membaca doa).. Amin.. Riri : (mencium tangan Ibunya) Ibu Sumi : Ibu senang kamu sudah berubah, Ri (mengelus kepala Riri) Riri : Iya Bu. Sudah lama Riri mengabaikan Allah. Sekarang Riri ingin berubah. Tolong Ibu bimbing Riri ya Bu.. Ibu Sumi : Dengan senang hati Nak. Riri : (menangis) Maafkan Riri ya Bu selama ini sudah menyusahkan Ibu. Riri memang anak yang kurang ajar. Mulai sekarang Riri akan berubah. Mulai sekarang Ibu tidak usah bekerja lagi. Biar Riri yang menggantikan Ibu bekerja. Ibu Sumi : Tidak perlu, Nak. Kamu giat belajar di sekolah saja Ibu sudah senang. Riri : Pasti Bu. Riri pasti akan giat belajar. Riri akan belajar agar nanti Riri bisa menjadi sukses dan dapat membahagiakan Ibu juga keluarga kita. Ibu Sumi : Amin.. Ibu selalu mendoakanmu Nak. Riri : Terima kasih Bu.. (memeluk Ibu) Kakak, maafkan Riri juga ya selama ini selalu membantah Kakak. Riri janji akan menjadi adik yang baik mulai sekarang. Abin : Dari dulu kakak sudah memaafkanmu. (menepuk bahu Riri) Riri : Terima kasih Kak. Abin : Sama-sama. Riri : Tania, Kakak juga minta maaf sama kamu. Selama ini kakak selalu kasar padamu. Aku harap kamu mau memaafkan kakak. Tania : Tentu saja Kak. Riri : Terima kasih Tania.. (memeluk Tania) Pada kejadian waktu yang lalu, secara kebetulan Enal datang dan melihat kondisi Ibu Sumi. Ia segera membawa Ibu Sumi ke rumah sakit dan membiayai semua biaya pengobatan Ibu Sumi sampai sembuh total. Setelah kejadian itu, Riri sadar dan kemudian berubah. Ia sekarang menjadi anak yang baik, patuh, dan rajin belajar juga rajin ibadah. Keadaan keluarganya pun sudah lebih baik. Kini Riri berjanji, bahwa suatu saat nanti ia akan mengubah keadaan keluarganya menjadi lebih baik lagi.