Anda di halaman 1dari 15

Kenapa Bagi-Hasil Bank Syariah Tidak Beda

Jauh dengan Bunga Bank Konvensional?


Umumnya jumlah Bagi-Hasil yang diberikan oleh Bank
Syariah kepada nasabah bank tidak beda jauh dengan
Bunga yang diberikan oleh Bank Konvensional. Bahkan
cenderung lebih kecil. Sementara tambahan berupa
Margin Keuntungan dari Jual-Beli yang dilakukan oleh
Bank Syariah yang dikenakan pada pembelinya untuk
pembiayaan (Murabahah) konsumtif seperti rumah dan
kendaraaan justru lebih besar daripada Bunga Bank
Konvensional.
Turun-naiknya Bagi-Hasil atau Keuntungan Bank Syariah
tersebut bergerak mengikuti turun-naiknya bunga Bank
Konvensional.

Kenapa Bagi-Hasil Bank Syariah Tidak Beda
Jauh dengan Bunga Bank Konvensional?
Beberapa orang berpendapat penyesuaian besar Bagi-
Hasil atau Keuntungan Bank Syariah dengan bunga
Bank Konvensional itu agar Bank Syariah tetap
kompetitif. Sebab Bank Syariah itu baru berdiri.
Seharusnya Bank-bank Syariah berupaya mewujudkan
ajaran-ajaran Islam sehingga bukan hanya aqad atau
istilah saja yang berbeda dengan Bank Konvensional,
tapi juga Bagi-Hasilnya pun jauh lebih memudahkan
masyarakat karena secara substantif Bank Syariah itu
lebih baik!

Murabahah: Jual-Beli atau Riba?
Misalnya seseorang meminjam uang untuk Kredit
Kepemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 50 juta untuk 10
tahun. Dari Bank Konvensional didapat total uang yang
harus dikembalikan penulis sebesar Rp 94 juta, sementara
di satu Bank Syariah Rp 142 juta. Jumlah uang yang harus
dikembalikan ke Bank Syariah justru Rp 48 juta lebih besar.
Aneh jika tambahan (riba) pada Bank Syariah justru
berlipat ganda (hampir 3 x lipat) sementara pada Bank
Konvensional kurang dari 2 x lipat. Padahal dalam Al
Quran Allah melarang riba karena bunganya berlipat
ganda dan memberatkan (Ali-Imran:130).

Contoh Murabahah ?
Budi ingin beli rumah dari Hasan sebesar Rp 50 juta. Tapi tidak punya
cukup uang. Akhirnya dia pergi ke Bank Syariah. Bank Syariah
menyetujui pinjaman selama 10 tahun dengan pengembalian Rp 142
juta. Namun jika pinjam, itu adalah riba. Agar tidak riba, aqadnya
diganti jadi Jual-Beli.
Bank Syariah membeli rumah tersebut dari Hasan. Kemudian dijual
secara kredit kepada Budi selama 10 tahun dengan total pengembalian
sebesar Rp 142 juta.
Secara syari kelihatannya hal itu halal karena merupakan jual-beli.
Namun kita tahu bahwa di situ terjadi 2 jual-beli dalam 1 transaksi,
yaitu Bank membeli rumah dari Hasan dan Bank menjual rumah
kepada Budi. Jika Budi tidak mau membeli, niscaya Bank juga tidak
mau membeli rumah tersebut. Nabi melarang 2 jual-beli dalam 1
transaksi jual-beli (HR Abu Daud, Ahmad, dan Nasai).

Pelanggaran
Dalam Akad Murabahah
Nasabah tidak dibelikan barang, tapi
diberikan uang oleh pihak bank, padahal
sesuai dengan Fatwa DSN No. 04/DSN-
MUI/IV/200 tentang Murabahah,
disebutkan bahwa Ketentuan umum
Murabahah dalam bank syariah adalah :
Bank membeli barang yang diperlukan
nasabah dan atas nama bank sendiri dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba
Pelanggaran Dalam Akad
Murabahah
Wakalah (surat Perwakilan) dilakukan setelah adanya
akad.
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian atau
pemberian mandat atau dengan kata lain Wakalah adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain
dalam hal-hal yang diwakilkan.
Menurut ketentuan umum muarabahah dalam bank
syariah : Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk mebeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang (secara
prinsip) menjadi milik bank.
Jadi jelas bahwa akad Murabahah dilakukan setelah ada
barang
Pelanggaran Dalam Akad
Murabahah
Banyak akad-akad yang sebenarnya bisa
menggunakan Mudhaerabah atau
Musyarokah, namun faktanya banyak bank
menggunakan akad Murabahah untuk
menghindari kerugian (naik-turunnya
pendapatan).
Jika bank tidak mau rugi, lebih baik jangan
buka usaha perbankan saja (yang memang
penuh resik0)
Lalu apakah Bank tidak boleh
melakukan jual-beli?
Jawabnya boleh. Asal sungguh-sungguh merupakan jual-beli.
Benar secara substantif. Bukan sekedar kosmetik! Tapi apakah
sekarang dilakukan ?
Bank Syariah bisa bertindak selaku marketing bagi produk
perumahan dan kendaraan dan mendapat komisi/upah dari situ.
Agar penjualan Bank yang dilakukan secara cicilan dalam waktu
lama tidak digerus inflasi, Bank bisa menjual dalam bentuk
Dinar Emas yang lebih tahan terhadap inflasi.
Bayangkan, jika pasar Rumah dan Kendaraan ada Rp 300
trilyun/tahun dan Bank dapat komisi penjualan 5% saja, maka
sudah Rp 15 trilyun/tahun yang didapat!
Jika Bank turut membiayai pembangunan perumahan sehingga
jadi satu pemegang saham dari perumahan tersebut tentu
keuntungannya lebih banyak lagi.

Lemahnya
Musyarakah dan Mudharabah
Sebetulnya Musyarakah dan Mudharabah adalah
satu produk yang membedakan Bank Syariah
dengan Bank Konvensional. Jika dikelola dengan
baik, maka hal ini sangat menguntungkan.
Bank bisa menyediakan modal bagi para
pengusaha dan nanti bukan hanya sekedar berbagi
keuntungan, namun bisa menjadi
syarikah/pemegang saham di perusahaan itu serta
mendapat deviden yang tetap selama perusahaan
berdiri dan untung.
Lemahnya
Musyarakah dan Mudharabah
Jika Bank Syariah punya Analis Bisnis yang baik yang bisa
melihat apakah perusahaan yang akan dimodali prospek
atau tidak, maka Bank Syariah ini bisa berkembang pesat
baik aset mau pun keuntungannya. Analis Bisnis ini harus
paham bidang bisnis mana yang menguntungkan dan
mana yang tidak.
Sebagai contoh, industri migas misalnya merupakan
industri yang sangat menguntungkan ini terbukti dengan
terpilihnya 7 perusahaan migas sebagai 10 perusahaan
terkaya di dunia versi Forbes 500 dengan total pendapatan
Rp 17 ribu trilyun lebih per tahun pada tahun 2007.
Sebaliknya, industri retail (konsukmtif )dengan daya-beli
masyarakat yang rendah cenderung megap-megap.
Lemahnya
Musyarakah dan Mudharabah
Sayangnya Bank Syariah umumnya kurang
memiliki analis bisnis yang handal sehingga
produk Musyarakah dan Mudharabah
kurang menggema di masyarakat.
Yang banyak terjadi justru jual-beli (baca:
kredit konsumtif ) untuk pembelian rumah
dan kendaraan, yang terlanjur di-istilahkan
Murabahah

RUMAH TANGGA
UANG KERTAS
BARANG & JASA
PASAR BARANG
PASAR FAKTOR PRODUKSI
PERBANKAN
SYARIAH
MEKANISME PASAR SYARIAH
PERUSAHAAN
PASAR MODAL
SYARIAH
DEVIDEN SEWA UPAH
BAGI
HASIL
LAHAN TENAGA KERJA
RUMAH TANGGA PERUSAHAAN
UANG EMAS & PERAK
BARANG & JASA
PASAR BARANG
PASAR FAKTOR PRODUKSI
LAHAN TENAGA KERJA SYIRKAH ISLAM
PRODUKTIF UPAH BAGI HASIL
MEKANISME PASAR SYARIAH
PERTANYAAN dan RENUNGAN
Buat KITA Umat Islam...
Apa solusinya ?
Perlu political will dari
Pemerintah untuk menerapkan
Sistem Perbankan yang benar-benar
BEBAS dari Riba
Mungkinkah ??
Wallohu alam bish-showaab....

Anda mungkin juga menyukai