Anda di halaman 1dari 10

PEMODELAN STRUKTUR DINDING BETON RINGAN

PRACETAK UNTUK RUMAH TINGGAL SEDERHANA


TAHAN GEMPA DAN CEPAT BANGUN

Andaryati
1)
Data Iranata
2)
dan Tavio
3)


1) Mahasiswa S2 Struktur Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp.
081332759303, email: andaryati@yahoo.com
2) Dosen jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-5946094, email:
data@ce.its.ac.id
3) Dosen jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-5946094, email:
tavio@ce.its.ac.id

ABSTRAK

Dampak gempa berkekuatan besar banyak menyebabkan runtuhnya bangunan-bangunan disekitar pusat
gempa karena masih minimnya bangunan-bangunan yang didesain tahan gempa. Untuk memulihkan
kondisi secepatnya maka diperlukan suatu model rumah yang cepat bangun dan tahan gempa agar
proses renovasi atau rehabilitasi dapat berjalan cepat.
Beton pracetak dipilih sebagai material karena beton mempunyai keawetan yang lebih bila
dibandingkan dengan kayu. Perilaku beton juga lebih mudah diprediksi bila dibandingkan kayu karena
mutu beton lebih seragam bila dibandingkan dengan kayu dan perhitungan beton sebagai bahan
bangunan tahan gempa sudah lebih detail bila dibandingkan dengan kayu. Sistem pracetak dipilih
untuk memudahkan pengangkutan dan mempercepat pelaksanaan di lapangan.
Analisa dan perhitungan komponen dinding mengacu pada SNI 03-2847-2002 dan SNI 1726-2002
untuk perhitungan gempanya, sedangkan software yang dipakai untuk menganalisa adalah SAP 2000v9
dan ANSYS v11 untuk program non-liniernya. Sistem struktur yang akan dipakai dalam analisa adalah
open frame dan infill frame. Sedangkan system sambungan yang dipakai adalah dry joint (sambungan
kering) untuk mempercepat pelaksanaan di lapangan. Hasil pemodelan adalah sama untuk struktur
open frame dan infill frame, tebal dinding 10 cm dan tulangan 2 arah masing-masing 8-100;
sedangkan perbedaannya terletak pada model sambungan dan perilaku dinding tersebut pada saat
terkena gempa.

Kata Kunci : beton ringan, dinding pracetak, gempa, open frame, infill frame

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dampak gempa berkekuatan besar banyak menyebabkan runtuhnya bangunan-
bangunan disekitar pusat gempa karena masih minimnya bangunan-bangunan yang
didesain tahan gempa. Masih banyak pemukiman di Indonesia yang dibangun tanpa
perhitungan struktur yang benar, sehingga ketika gempa terjadi, banyak kita lihat
rumah-rumah penduduk yang runtuh dan harus mengungsi di tenda-tenda penam-
pungan selama perbaikan rumah belum ada atau masih dalam proses perbaikan.
Material dinding yang biasa dipakai untuk relokasi/restrukturisasi selama ini adalah
kayu dengan alasan lebih cepat pelaksanaannya dan murah biayanya. Namun yang
perlu dicermati lebih lanjut adalah bahwa biasanya dalam kurun waktu tertentu terjadi
gempa susulan dan perilaku kayu (yang merupakan bahan dari alam) terhadap gempa
masih sulit untuk diprediksi. Selain itu, kayu mempunyai keawetan yang kurang
terhadap lingkungan sekitar, atau dengan kata lain mudah rusak.
Material lain yang biasa dipakai untuk dinding adalah pasangan batu bata, namun
pelaksanaannya membutuhkan waktu yang jauh lebih lama bila dibandingkan dengan
kayu, sehingga perlu dicari alternatif lain yang lebih baik untuk dinding pada
Andaryati, Data Iranata, Tavio

bangunan tahan gempa selain kayu dan pasangan batu bata, agar proses relokasi/
restrukturisasi dapat berlangsung dengan cepat.
Beton dipilih sebagai material karena beton mempunyai keawetan yang lebih bila
dibandingkan dengan kayu. Perilaku beton juga lebih mudah diprediksi bila
dibandingkan kayu karena mutu beton lebih seragam bila dibandingkan dengan kayu
dan perhitungan beton sebagai bahan bangunan tahan gempa sudah lebih detail bila
dibandingkan dengan kayu. Namun beton membutuhkan waktu relatif lebih lama.
Untuk mengatasinya, digunakan beton pracetak yang lebih cepat dalam pelaksanaan
bila dibandingkan beton konvensional. Untuk mempermudah pengangkutan dan
penyambungan, dipilih material beton ringan pracetak dan dibuat desain yang efektif
pada sambungan antar dinding maupun sambungan antara dinding dengan balok dan
kolom.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah menentukan pemodelan dari struktur dinding untuk
bangunan tahan gempa dari bahan beton ringan pracetak, agar mudah dalam
pengangkutan maupun pelaksanaan penyambungan di lapangan dengan biaya
semurah mungkin agar dapat terjangkau masyarakat.

1.3. Batasan Masalah
Karena terbatasnya waktu penelitian, penulis membatasi permasalahan yang akan
dipecahkan nantinya hanya pada aspek teknis saja, diantaranya :
1. Material beton ringan pracetak apa dan mutu berapa yang efektif dipakai
sebagai struktur dinding untuk bangunan tahan gempa?
2. Bagaimana model elemen dinding tersebut agar tahan gempa, mudah dalam
pengangkutan maupun pelaksanaan penyambungan di lapangan?
Sedangkan biaya dan waktu pelaksanaan di lapangan tidak dibahas dalam penelitian
ini.

2. DASAR TEORI

2.1. Konsep Rumah Tahan Gempa
Suatu bangunan dikatakan bangunan tahan gempa bila mengikuti filosofi bangunan
tahan gempa sebagai berikut :
1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik
pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca
pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak,
pondasi amblas, dsb).
2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada
komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.
3 Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa
penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup
waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.
(www.mulyanto.wordpress.com).
Untuk membangun rumah sederhana tahan gempa terdapat beberapa batasan batasan
dalam perencanaan dan pelaksanaan, antara lain (Pedoman Teknis Bangunan Tahan
Gempa, 2006) :
a. Penentuan Denah Bangunan
Pemodelan Struktur Dinding Beton Ringan Pracetak
untuk Rumah Tinggal Sederhana Tahan Gempa dan Cepat Bangun



Denah bangunan yang digunakan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu
panjang.
b. Jika bangunan tidak berbentuk simetri maka sebaiknya menggunakan dilatasi (alur
pemisah) sedemikian rupa sehingga denah bangunan merupakan rangkaian dari
denah yang simetris.
c. Penempatan dinding dinding penyekat dan bukaan pintu atau jendela harus
dibuat simetris terhadap sumbu denah bangunan.
d. Bidang dinding harus berbentuk kotak tertutup.
2.2. Gempa
Prinsip dasar terjadinya gempa ialah kondisi bila di sebagian kerak bumi dimana
terdapat retakan berupa sesar / patahan, apabila mendapat tekanan terjadi penimbunan
energi sepanjang bidang sesar. Setelah energi tersebut tertimbun relatif lama,
akumulasi energi cukup kuat untuk menggeser bidang sesar, menghasilkan pusat
gempa. Energi terlepas secara cepat sebagai gelombang gempa yang menjalar ke
segala arah.
Indonesia terletak antara 6
o
LU dan 11
o
LS serta 95
o
BT dan 141
o
BT, dimana pada
letak geografis ini, Indonesia berada di atas benturan tiga lempeng bumi, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng India Australia. Ditinjau secara
geologis, kepulauan Indonesia berada pada pertemuan 2 jalur gempa utama (yaitu
Jalur Sirkum Pasifik dan Jalur Trans Asia) sehingga kepulauan Indonesia mempunyai
aktivitas gempa bumi cukup tinggi (PUSLITBANG, 2004).














2.3. Struktur Open Frame dan Infill Frame
Pada struktur portal terbuka (open frame), dinding pengisi sering digunakan sebagai
partisi pemisah dibagian dalam atau penutup luar bangunan pada struktur portal beton
bertulang maupun struktur portal baja, khususnya untuk bangunan rendah dan
bertingkat sedang. Dinding pengisi tersebut dipasang apabila struktur utama selesai
dikerjakan, jadi pelaksanaannya bersamaan dengan pelaksanaan finishing bangunan.
Oleh sebab itu, dalam perencanaannya dianggap sebagai komponen non-struktur,
bahkan keberadaannya tidak menjadi permasalahan dalam pemodelan struktur asalkan
intensitas beban yang timbul sudah diantisipasi terlebih dahulu (misal, dianggap
sebagai beban merata). Meskipun dikategorikan sebagai komponen non-struktur tetapi
dinding mempunyai kecenderungan berinteraksi dengan portal yang ditempatinya
terutama bila ada beban horizontal (akibat gempa) yang besar. Interaksi yang timbul
kadang menguntungkan kadang merugikan bagi kinerja portal utamanya, dan hal
tersebut menjadi perdebatan yang cukup lama.
Gambar 1. Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar dengan
Periode Berulang 500 Tahun
Andaryati, Data Iranata, Tavio

Kadang kala struktur portal terbuka (open frame) yang direncanakan dapat
berperilaku sebagai portal daktail saat gempa, akibat adanya dinding pengisi yang
tidak merata dapat berubah menjadi struktur yang mempunyai mekanisme keruntuhan
soft-storey yang berbahaya.
Gambar berikut menunjukkan keruntuhan soft-storey akibat gempa di Turki tahun
2003 dari sebuah bangunan beton dengan dinding pengisi. Bagian atas digunakan
sebagai tempat tinggal dengan banyak dinding sebagai partisi, sedangkan bagian
bawah karena digunakan sebagai tempat usaha (toko) relatif sedikit dinding
pengisinya. Kondisi tersebut menyebabkan bagian atas relatif sangat kaku
dibandingkan bagian bawah sehingga ketika ada gempa struktur bagian bawah hancur
total dan bagian atas jatuh menimpa secara utuh.


Gambar 2. Soft-storey - Gempa Bingol, Turki 2003

Dari kejadian tersebut, apabila ditinjau dari tampilan fisik geometri terlihat secara
jelas bahwa dinding pengisi yang menutup portal (rapat) akan berfungsi sebagai panel
yang akan bekerja bersamaan dengan struktur yang efeknya memberi kekakuan yang
besar.
Struktur rangka dengan dinding pengisi dapat dianggap lebih kaku dan lebih kuat.
Meskipun hal tersebut telah dipahami cukup lama, tetapi dalam perencanaan secara
umum efek dinding pengisi masih diabaikan, karena perilakunya non-linier sehingga
cukup sulit memprediksinya memakai metode elastis biasa.
Perilaku portal-isi (infill frame) terhadap pembebanan lateral telah lama diselidiki,
misalnya Holmes (1961), Stafford Smith (1962, 1966, 1967), Mainstone Week
(1970), Dawe Sheah (1989), Flanagan et al. (1992), Mander et al. (1993) dan
lainnya. Dari berbagai penelitian yang ada, ditinjau dari kesederhanaannya dan
kelengkapannya maka metode Equivalent Diagonal Strut yang diajukan Saneinejad
Hobbs (1995) sangat menjanjikan untuk ditelaah lebih lanjut. Metode tersebut telah
memperhitungkan perilaku elastis dan plastis dari portal-isi (infill frame) dengan
mempertimbangkan adanya daktilitas yang terbatas dari material Analisa Inelastis
Portal-Dinding Pengisi dengan Equivalent Diagonal Strut 3 dinding pengisi.
Dalam makalahnya, diperlihatkan juga bahwa metode tersebut memberi prediksi yang
lebih mendekati hasil eksperimen maupun analitis (m.e.h) dibandingkan metode-
metode lain sebelumnya. Metoda Equivalent Diagonal Strut dapat digunakan untuk
memprediksi kekuatan dan kekakuan portal-isi (infill frame) dengan memasukkan
berbagai kemungkinan yang ada, misalnya aspek rasio dinding pengisi; berbagai tipe
sambungan (sendi/semi-rigid); juga ketidakrapatan dinding akibat susut (shrinkage) .
Pemodelan Struktur Dinding Beton Ringan Pracetak
untuk Rumah Tinggal Sederhana Tahan Gempa dan Cepat Bangun



Memahami perilaku portal-isi (infill frame) dan mengetahui metode analisa yang
memuaskan akan memberi solusi untuk perencanaan konstruksi bangunan tahan
gempa di Indonesia yang lebih realistik dan ekonomis.
Dalam penelitian ini, dinding hanya diperhitungkan sebagai komponen yang memikul
beban vertikal/aksial saja dan tidak diperhitungkan sebagai dinding geser ataupun
dinding yang memikul lentur seperti dinding penahan tanah. Pasal 16.5 SNI 03-2847-
2002 yang mengatur perhitungan dinding dengan metode perencanaan empiris
menjadi acuan untuk perhitungan dinding nantinya.

2.4. Beton Ringan
Ada beberapa jenis beton yang biasanya dipakai dalam konstruksi. Beton ringan
adalah salah satu jenis beton yang mempunyai berat dibawah 2000 kg/m3 dan
biasanya digunakan sebagai dinding pemisah atau dinding isolasi. Salah satu
pertimbangan pemakaian beton ringan adalah beratnya yang ringan sehingga
membuat beban konstruksi lebih ringan.
Salah satu bahan alternative yang dipakai untuk beton ringan adalah campuran
styrofoam. Beton yang dibuat dengan campuran styrofoam dapat disebut Beton-
Styrofoam (Styrofoam-Concrete, yang biasanya disingkat menjadi Styrocon).
Penggunaan styrofoam dalam beton dapat dianggap sebagai rongga udara yang bisa
mengurangi kekuatan beton. Setiap penambahan udara 1% dari volume udara, maka
kekuatan beton akan berkurang 5.5 %. (Giri, 2008)
Beton dengan bahan pengisi udara mempunyai kekuatan 10% lebih kecil daripada
beton tanpa pemasukan udara pada kadar semen dan workabilitas yang sama
(Murdock dan Brook, 1999). Kelebihan pemakaian styrofoam dibandingkan dengan
rongga udara adalah styrofoam mempunyai kekuatan tarik, sehingga selain membuat
beton menjadi ringan, juga menambah kekuatan beton itu sendiri.
Dari hasil uji beton ringan dengan styrofoam yang pernah dilakukan, dipakai kekuatan
beton 20 MPa dan berat satuan 2000 kg/m
3
. (Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol.12, No.1,
Januari 2008)

2.5. Metode Diagonal Tekan Ekivalen
Diagonal Tekan Ekivalen atau Equivalent Diagonal Strut adalah metode untuk analisa
inelastis portal-isi yang diajukan Saneinejad Hobbs (1995).

2.5.1. Prinsip Analisis
Portal-Isi dapat dianggap sebagai portal tidak bergoyang (braced framed), dimana
dinding pengisi akan berfungsi sebagai diagonal tekan ekivalen (equivalent diagonal
strut). Diagonal tekan ekivalen hanya kuat terhadap gaya tekan saja. Pengaruh beban
lateral bolak-balik akibat gempa dapat diatasi dengan terbentuknya diagonal tekan
pada arah lain yang juga mengalami tekan. Apabila properti mekanik (Ad dan Ed)
dari diagonal tekan ekivalen dapat dicari maka portal-isi dapat dianalisis sebagai
portal terbuka dengan diagonal tekan ekivalen, tentu saja diagonal harus
ditempatkan sedemikian agar hanya mengalami tekan saja. Properti mekanik yang
dicari dengan metode tersebut didasarkan pada kondisi keruntuhan yang bersifat non-
linier dan sekaligus diperoleh juga resistensi atau kuat nominal dari diagonal tekan
ekivalen.
Dengan konsep perencanaan berbasis kuat batas atau beban terfaktor, selanjutnya
portal berpenopang ekivalen (equivalent braced frame) dapat dianalisis dengan cara
manual atau komputer sebagai portal berpenopang biasa (ordinary braced frame).
Gaya-gaya pada diagonal tekan ekivalen hasil analisis selanjutnya dibandingkan
Andaryati, Data Iranata, Tavio

dengan kuat nominal yang dipunyainya dan dievaluasi, bila perlu dapat dilakukan
perubahan geometri dan dianalisa ulang. Demikian seterusnya sampai diperoleh
konfigurasi yang baik.



Gambar 3. (a) Portal Isi ; (b) Penopang Diagonal Bolak-balik

Gambar 4. Portal-Berpenopang-Ekivalen (a) model portal pada kondisi beban puncak /
ultimate ; (b) distribusi momen pada portal ; (c) deformasi lateral

2.5.2. Asumsi Dasar
Untuk mendapatkan properti mekanik dari diagonal tekan ekivalen yang bersifat
lowerbound yang konsisten dan rasional, Saneinejad and Hobbs (1995) berdasarkan
test percobaan dan penelitian analitis m.e.h mengambil asumsi berikut sebagai
dasarnya :
1. Deformasi lateral terjadi sebanding dengan besarnya beban lateral yang ada sampai
suatu batas dimana dinding pengisi secara bertahap hancur dan kekuatannya akan
drop akibat daktilitas dinding yang terbatas. Timbulnya retak diagonal sejajar arah
gaya bukan indikasi kehancuran tetapi hanya digunakan sebagai persyaratan batas
untuk kondisi layan.
2. Panjang blok tegangan desak yang diusulkan tidak lebih dari 0.4 tinggi panel
pengisi :
a
c
h = 0.4 h' dan a
b
l = 0.4 l' (1)
Dimana a prosentase panjang bidang kontak dari tinggi atau lebar panel , sub-skrip
c = kolom dan b = balok. Notasi h atau l untuk jarak as-ke-as portal; sedangkan h
dan l adalah jarak bersih panel, lihat Gambar 6.
3. Interaksi panel / dinding pengisi dengan portal ditunjukkan dengan besarnya gaya
geser yang diperoleh dari rumus berikut :
F
c
= .r
2
.C
c
dan F
b
= .C
b
(2)
Dimana = koefisien gesek panel-portal ; C = gaya normal pada bidang kontak ; F
= gaya geser (lihat Gambar 6) ; subskrip c = kolom dan b = balok ; r = h/l < 1.0
4. Terjadinya sendi plastis pada bagian sudut yang dibebani umumnya terjadi pada
beban puncak (peak load) dan dapat dituliskan sebagai berikut :
Pemodelan Struktur Dinding Beton Ringan Pracetak
untuk Rumah Tinggal Sederhana Tahan Gempa dan Cepat Bangun



M
A
= M
C
= M
pj
(3)
Dimana M
A
dan M
C
= bending momen pada sudut yang dibebani (titik A dan C
pada Gambar 6); M
pj
= tahanan momen plastis paling kecil dari balok, kolom atau
sambungan, disebut joint plastic resisting moment.

Gambar 5. Keseimbangan Gaya Pada Portal-Isi

5. Karena dinding pengisi mempunyai daktilitas yang terbatas, maka deformasi portal
pada beban puncak juga terbatas kecuali pada bagian sudut yang dibebani, dengan
demikian portal masih dalam kondisi elastis.
M
B
= M
D
= M
j
< M
pj
(4)
M
c
=
c
. M
pc
; M
b
=
b
. M
pb
(4a, b)
Dimana M
B
dan M
D
= bending momen pada sudut yang tidak dibebani (titik B dan
D pada Gambar 6) ; M
j
=merujuk pada salah satu nilai tersebut ; M
c
dan M
b
=
momen elastis terbesar yang ada pada kolom (c) dan balok (b) ; dan M
pc
dan M
pb
=
tahanan momen plastis dari kolom dan balok. Saneinejad dan Hobb, (1995)
menetapkan :

c
=
0
= 0.2 dan
b
=
0
= 0.2 (5)
Dimana
0
= nominal atau batas atas (upper-bound), dari faktor reduksi .

3. METODOLOGI

Untuk mendapatkan desain penampang dinding pracetak untuk bangunan rumah tahan
gempa beserta penulangannya, maka perlu dilakukan beberapa prosedur. Prosedur
desain penampang dinding pracetak untuk rumah sederhana tahan gempa ialah
sebagai berikut :
a. Penentuan Desain Rumah Tinggal
Penentuan desain rumah tinggal ditujukan untuk menetapkan model rumah
sederhana yang akan direncanakan dinding pracetaknya. Ada 2 tipe rumah, yaitu
tipe 36 dengan 1 lantai dan tipe 72 dengan 2 lantai dimana keduanya mempunyai
ukuran 6 m x 6 m.
b. Preliminary Desain
Desain awal dimensi dinding dihitung berdasarkan peraturan SNI 2847 2002
Pasal 16.5 dan 16.6. Sistem sambungan yang akan diteliti dalam Thesis ini adalah
system sambungan dry joint yang menggunakan batang baja yang dibaut/dilas.
Sistem sambungan ini dipilih karena setelah instalasi sambungan dapat segera
berfungsi sehingga dapat mempercepat waktu pelaksanaan 25% - 40% bila
dibandingkan dengan in situ concrete joint.
c. Menentukan pembebanan struktur
Andaryati, Data Iranata, Tavio

Pembebanan struktur berdasarkan peraturan PPIUG 1987 dan untuk pembebanan
gempa berdasarkan SNI 1726 2002.
d. Analisa Struktur dengan SAP 2000
Evaluasi hasil perhitungan struktur menggunakan SAP 2000 versi 9 untuk
mendapatkan gaya-gaya dalam untuk perencanaan struktur bangunan.
e. Pemodelan sambungan elemen dinding
Setelah dimensi dinding dan kebutuhan tulangan optimal telah diperoleh,
sambungan dinding dengan kolom dan sambungan dinding dengan balok perlu
dimodelkan dan dianalisa perilakunya dengan baik.


Gambar 6. Salah satu type sambungan pada struktur infill frame.

f. Kontrol perilaku sambungan
Dengan memakai software yang ada, perilaku sambungan dapat dikontrol apakah
memenuhi persyaratan baik dari segi deformasi yang terjadi, retak maupun dari
segi kestabilan sambungan.

4. HASIL DAN ANALISA

Dengan menggunakan bantuan program SAP 2000v9, didapatkan hasil gaya dalam
pada tiap kondisi sebagaimana dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil perhitungan gaya dalam struktur
Kondisi Mmax (Nmm) Fmax (N) Vmax (N)
WG 4 T.Keras (1 Lt.) 470,025 56,992 1,698
WG 4 T.Lunak (1 Lt.) 1695,594 68,695 5,619
WG 4 T.Keras (2 Lt.) 1347,852 247,798 5,177
WG 4 T.Lunak (2 Lt.) 1899,255 403,284 9,473
WG 6 T.Keras (1 Lt.) 649,726 69,746 2,346
WG 6 T.Lunak (1 Lt.) 1895,079 74,018 6,281
WG 6 T.Keras (2 Lt.) 1429,199 348,752 7,124
WG 6 T.Lunak (2 Lt.) 2147,35 458,511 10,574

Pemodelan Struktur Dinding Beton Ringan Pracetak
untuk Rumah Tinggal Sederhana Tahan Gempa dan Cepat Bangun



Dari hasil analisa struktur, kemudian didesain dimensi dan kebutuhan tulangan
dinding, hasilnya sebagaimana terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil perhitungan penulangan dinding
Kondisi Rn ?
pakai

As
pakai

(mm
2
)
Penulangan
Arah X Arah Y
WG 4 T.Keras (1 Lt.) 0,00020 0,00438 201,14 D8 - 100
D8 - 130
WG 4 T.Lunak (1 Lt.) 0,00073 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 110
WG 4 T.Keras (2 Lt.) 0,00058 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 110
WG 4 T.Lunak (2 Lt.) 0,00082 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 110
WG 6 T.Keras (1 Lt.) 0,00058 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 130
WG 6 T.Lunak (1 Lt.) 0,00082 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 120
WG 6 T.Keras (2 Lt.) 0,00062 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 120
WG 6 T.Lunak (2 Lt.) 0,00093 0,00438 201,14 D8 - 100 D8 - 120

Kemudian dikontrol persyaratan kinerja batas layan dan kinerja batas ultimate-nya.
Semua desain yang diperoleh memenuhi syarat sebagaimana terlihat dalam Tabel 3
dan Tabel 4.

Tabel 3. Kontrol Kinerja Batas Layan

Tabel 4. Kontrol Kinerja Batas Ultimate

Analisa tegangan yang terjadi pada struktur dihitung dengan bantuan program
SAP2000v9 dimana contoh hasilnya diperlihatkan pada Gambar 7 (tampak 2 dimensi)
dan Gambar 8 (tampak 3 dimensi).


Gambar 7. Tegangan yang terjadi pada dinding sisi dalam dari rumah 2 lantai pada WG 4
tanah keras (2 dimensi)

WG Lt.
h
(m)
Drift
(mm)
drift antar
tingkat (mm)
? s
(mm)
Syarat
? s (mm)
ket
? m
(mm)
Syarat ? m
(mm)
ket
4 1 3.2 0.16 0.16 0.16 11.29 ok 0.95 64 ok
6 1 3.2 0.21 0.21 0.21 11.29 ok 1.25 64 ok
WG Lt.
h
(m)
Drift
(mm)
drift antar
tingkat (mm)
? s
(mm)
Syarat
? s (mm)
ket ? m (mm)
Syarat ? m
(mm)
ket
4
2 6.4 0.792 0.282 0.282 22.59 ok 1.68 128 ok
1 3.2 0.51 0.51 0.51 11.29 ok 3.03 64 ok
6
2 6.4 0.98 0.33 0.33 22.59 ok 1.96 128 ok
1 3.2 0.65 0.65 0.65 11.29 ok 3.87 64 ok
Andaryati, Data Iranata, Tavio


Gambar 8. Tegangan yang terjadi pada dinding rumah 2 lantai pada WG 4 tanah keras (3
dimensi).

5. KESIMPULAN

Dari analisa dalam perhitungan struktur diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa
dimensi dinding yang dipakai ada 9 type dinding untuk setiap kondisi. Secara
keseluruhan, dimensi masing-masing type adalah sama yaitu tebalnya 10 cm, hanya
lebar dan tinggi yang berbeda mengikuti letak pintu dan jendela pada rumah.
Sedangkan penulangan juga tidak banyak berbeda pada Wilayah Gempa 4 dan 6
sebagaimana telah diperlihatkan dalam Tabel 2 diatas karena sama-sama dirancang
dengan R yang sama, yaitu 8,5 (daktilitas penuh) sehingga gaya dalam yang terjadi
tidak jauh berbeda. Daktilitas kurvatur elemen balok yang telah didesain telah
memenuhi persyaratan daktilitas elemen, yaitu
f >
16. Demikian juga syarat Kinerja
Batas Layan (KBL) dan Kinerja Batas Ultimate (KBU) telah memenuhi syarat.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Teknis Bangunan Tahan Gempa, 2006.
2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, SNI
1726-2002, 2002.
3. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-
2002, 2002.
4. Dewobroto, W., 2005, Analisa Inelastis Portal-Dinding Pengisi dengan Equiva-
lent Diagonal Strut Jurnal Teknik Sipil ITB, Edisi Vol. 12 / 4, Oktober 2005
5. Mulyanto, Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa.
www.mulyanto.wordpress.com. Yogyakarta. UGM.
6. Munandar, M., 2001. Ketentuan Dinding Tembok Wilayah Gempa, Buletin
Pengawasan No. 30 & 31 Th. 2001
7. Murty, C.V.R., 2002, Earthquake TIP-15, IIT Kanpur dan BMTPC New Delhi
8. Nawy, E.G., 1998, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, diterjemahkan oleh
Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc. Bandung, PT. Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai