Alauddin Makassar LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CLAVICULA PADA POST OPERASI ORIF
I. Konsep Medis A. Definisi Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Cedera pada tulang menimbulkan fraktur dan dislokasi. Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus menimbulkan dislokasi sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur dislokasi. Fraktur clavicula adalah salah satu jenis fraktur yang terjadi akibat dari kecelakaan lalu lintas, kecelakaan dalam olahraga, trauma yang terjadi ketika jatuh dengan posisi tangan sebagai penumpu dan bisa juga trauma tersebut langsung mengenai clavicula. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal clavicula. Menurut sejarah, fraktur klavikula merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (out streched hand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula. Namun, baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.
B. Anatomi Os. Clavicula Os. Clavicula adalah tulang pertama yang mengalami proses pengerasan selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan ke-6. Os. Clavicula, Os. Humerus bagian proksimal dan Os. Scapula bersama-sama membentuk bahu. Os. Clavicula juga membentuk hubungan antara anggota badan atas dan thorax. Tulang ini membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar dan ke belakang thorax. Pada bagian proksimal Os. Clavicula dengan sternum disebut sambungan sternoclavicular (SC). Pada bagian distal clavicula bergabung dengan acromion dari scapula membentuk sambungan acromioclavicular (AC). Page 2 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Os. Clavicula atau tulang selangka berhubungan dengan os. Sternum di sebelah medial dan dilateral tulang ini berhubungan dengan as. Scapula pada acromion yang dapat diraba sebagai tonjolan di bahu bagian lateral. Tulang ini termasuk jenis tulang pipa yang pendek, walaupun bagian lateral tulang ini tampak pipih. Bentuknya seperti huruf S terbalik, dengan bagian medial yang melengkung ke depan dan bagian lateral agak melengkung ke belakang.
Gambar 1. Anatomi Os. Clavicula Permukaan atasnya relatif lebih halus dibanding dengan permukaan inferior. Ujung medial atau ujung sternal mempunyai facies articularis sternalis yang berhubungan dengan discus articularis sendi atau articulatio sternoclavicularis.
C. Etiologi Penyebab fraktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat kecelakaan. Namun, kadang dapat juga disebabkan oleh faktor non- traumatik. Berikut beberapa penyebab pada fraktur clavicula yaitu : 1. Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis selama proses melahirkan. Page 3 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2. Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraaan bermotor, jatuh dari ketinggian dll. 3. Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat. 4. Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi, keganasan dll. Patah tulang clavicula akibat out streched hand hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya karena trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang clavicula termasuk kasus yang paling sering dijumpai. Pada anak- anak sekitar 10-16% dari semua kejadian patah tulang, sedangkan pada dewasa sekitar 2,6 5%.
D. Patofisiologi Fraktur klavikula paling sering disebabkan oleh mekanisme kompressi atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu, baik karen jatuh, kecelakaan olahraga ataupun kecelakaan kendaraan bermotor. Pada daerah tengah tulang klavikula tidak diperkuat oleh otot ataupun ligamen-ligamen seperti pada daerah distal dan proksimalnya. Klavikula bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan medial. Hal ini yang menjelaskan mengapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal atau proksimal.
Page 4 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Gambar 2. Fraktur klavikula
\
E. Manifestasi Gambaran klinis pada patah tulang clavicula biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.
F. Klasifikasi fraktur Os. Clavicula 1. Fraktur tertutup (fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit). 2. Fraktur terbuka (fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar maka fraktur ini potensial terjadi infeksi ) Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Kelompok 1 : Patah tulang pada 1/3 tengah tulang klavikula (insiden kejadian 75-80 % ). Pada daerah ini tulang lemah dan tipis, umumnya terjadi pada pasien yang muda. 2. Kelompok 2 : Patah tulang klavikula pada 1/3 distal (insiden kejadian 15- 25%), yang terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligamen coracoclavicular (yakni coroid dan trapezoid) yaitu : a. Tipe I : Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang maupun gangguan ligamen coracoclavicular. Page 5 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar b. Tipe II A : Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, ligamen coracoclavicular masih melekat pada fragmen. c. Tipe II B : Terjadi gangguan ligamen coracoclavicular, salah satunya terkoyak ataupun keduanya. d. Tipe III : Patah tulang pada bagian distal klavikula yang melibatkan AC joint e. Tipe IV : Ligamen coracoclavicular tetap utuh melekat pada perioteum, sedangkan fragmen proksimal berpindah keatas 3. Kelompok 3 : Patah tulang klavikula pada 1/3 proksimal (5%) pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.
G. Tahapan penyembuhan tulang 1. Haematom Dalam 24 jam mulai pembukan daran dan haematom. Setelah 24 jam suplai darah ke ujung frktur meningkat. Haematom ini mengelilingi fraktur da tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi 2. Proliferasi sel Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur. Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujunf fraktur 3. Pembentukan callus Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk callus. Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus. Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur. 4. Ossification Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukn garam kalsium dan bersatu di ujung tulang. Proses ossifikasi dimulai dari Page 6 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan berakhir pada bagian tengah. Proses ini terjadi selama 3-10 minggu. 5. Consolidasi dan remodelling Terbentuk tulang yang berasal dari callus, dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast.
H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau konservatif. Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama laiin saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur clavikula memerlukan waktu cukup lama. Penanganan non- operative dilakukan dengan pemasangan silang selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaan untuk membatassi pergerakan atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat proses penyembuhan. Bagian tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi). 1. Pembidaian Benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Modifikasi spika bahu (gips clavicula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. 2. Penarikan (traksi) Page 7 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. 3. Fiksasi : a. Fiksasi Internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut Open Reduction With Internal Fixation (ORIF). b. Fiksasi eksternal : immobilisasi lengan atau tungkai dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut : 1. Fraktur terbuka 2. Terdapat cedera neurovaskuler 3. Fraktur comminutes 4. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumbah tindih 5. Rasa sakit karena gagal penyambungan ( non-union) 6. Masalah kosmetik karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion) Prinsip penangan fraktur : 1. Rekognisi Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan. 2. Reduksi Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari. 3. Retensi Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen- fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi. 4. Rehabilitasi Page 8 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
I. Komplikasi 1. Komplikasi akut a. Cedera pembuluh darah b. Pneumothorax c. Haemothorax 2. Komplikasi lambat a. Malunion : proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu yang semestinya, namun tidak dengan bentuk asli atau abnormal. b. Non-union : kegagalan penyambungan tulang setelah 4-6 bulan.
Page 9 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
II. Konsep Keperawatan A. Pengkajian 1. Anamnesa a. Identita klien Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status pernikahan, pendidikan, pekerjaa, no. Register, tanggal masuk RS, diagnosa medis. b. Keluhan utama Keluhan pada saat dikaji. c. Riwayat penyakit sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. d. Riwayat penyakit dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. e. Riwayat penyakit keluarga Page 10 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. f. Riwayat psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat sertarespon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupn dalam masyarakat. g. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kececetan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolime kalsium, pengonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan kebiasaan olahraga. 2) Pola nutrisi dan metabolisme Pada klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. 3) Pola eliminasi Pada kasus fraktur ekstremitas atas, biasanya tidak ada gangguan pada pola eliminasi. Namun, perlu tetap dikaji Page 11 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar untuk memastikan tidak ada gangguan pada pola eliminasi baik urin maupun alvi. 4) Pola tidur dan istirahat Biasanya pada klien fraktur muncul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan psien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak dibantuk oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain. 6) Pola hubungan dan peran Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena pasien harus menjalani rawat inap. 7) Pola persepsi dan konsep diri Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas dan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan padangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) 8) Pola sensori dan kognitif Pada pasien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang tidak tidak timbul gngguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, timbul rasa nyeri akibat fraktur. Page 12 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 9) Pola reproduksi seksual Dampak pada pasien fraktur yaitu pasien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami pasien. Selain itu, perlu dikaji status pernikahanny termasuk jumlah anak dan lama pernikahannya. 10) Pola penanggulangan stress Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh pasien mungkin saja tidak efektif. 11) Pola tata nilai dan keyakinan Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak pasien. 2. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum Baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti : 1) Kesadaran pasien : komposmentis, apatis, stupor, delirium atau koma. 2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang dan berat. 3) Tanda-tanda vital : biasanya tidak normal karena adanya gangguan baik fungsi maupun bentuk. b. Secara sistemik : 1) Sistem integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. 2) Kepala Tidak ada ganggun yaitu normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan dan tidak ada nyeri kepala. 3) Leher Page 13 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. 4) Muka Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, simetris dan tidak edema. 5) Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan). 6) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadan normal. Tidk da lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung. 8) Mulut dan faring Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. 9) Thoraks Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. 10) Paru a) Inspeksi Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya bergantung pada riwayat pasien yang berhubungan dengan paru. b) Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. c) Perkusi Sonor, tidak ada redup atau suara tambahan lainnya. d) Auskultasi Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. 11) Jantung a) Inspeksi Page 14 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Nampak atau tidak iktus cordis. b) Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba. c) Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
12) Abdomen a) Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia b) Auskultasi Peristaltik usus normal c) Palpasi Turgor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba d) Perkusi Thympani, ada pantuln gelombang cairan. 13) Inguinal-genetalia-anus Tidak ada hernia, pembesaran lymphe atau kesulitan BAB. B. Diagnosa 1. Resiko Trauma Berhubungan dengan Hambatan fisik. Tujuan atau Kriteria evaluasi NOC : Menunjukkan Pengendalian Resiko ditandai dengan indikator 1 5 . tidak pernah, jarang, kadang kadang, sering, atau terus menerus ). Kriteria hasil : a. Mematau lingkungan dan faktor resiko perilaku individu b. Mengikuti strategi pengendalian resiko yang efektif c. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko Page 15 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar d. Menerapkan strategi pengendalian resiko pilihan. Intervensi menurut NIC : a. Pengelolaan Lingkungan Keamanan yaitu Pantau dan manipulasi lingkungan fisik untuk mendukung keamanan. b. Surveilans Kulit yaitu Kumpulkan dan analisa data pasien untuk mempertahankan integritas kulit serta membran mukosa. Intervensi Pendidikan Kesehatan Untuk Pasien atau Keluarga : a. Ajarkan kepada pasien/keluarga tindakan keamanan pada area yang spesifik b. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi untuk mencegah trauma c. Berikan informasi tentang bahaya lingkungan dan ciri cirinya ( misal tangga, jendela, kunci pintu, kolam renang, jalan atau gerbang ). Aktifitas Kolaborasi menurut NIC : a. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko, b. Berikan alat alat adaptif c. Gunakan alat pelindung ( misal restrain ). 2. Nyeri (Akut) Berhubungan dengan Spasme Otot, Gerakan Fragmen Tulang Edema dan Cedera pada Jaringan Lunak, Alat Traksi / Imobilisasi, Stress ansietas Tujuan atau kriteria evaluasi menurut NOC : a. Menunjukkan Nyeri berupa Efek Merusak, dibuktikan dengan indikator 1 5 ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada, dengan kriteria penurunan penampilan peran atau hubungan interpersonal, gangguan kerja, kepuasan hidup atau kemampuan untuk mengendalikan, penurunan konsentrasi, terganggunya tidur, penurunan nafsu makan atau kesulitan menelan. b. Menunjukkan Tingkat Nyeri, dibuktikan dengan indikator 1 5 ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada, dengan kriteria, ekspresi nyeri lisan atau wajah, posisi tubuh melindungi, kegelisahan atau ketegangan otot, perubahan dalam kecepatan pernafasan, denyut jantung, atau tekanan darah. Intervensi Prioritas NIC : Page 16 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar a. Pemberian analgetik berupa penggunaan agen agen farmakologi untuk mengurangi nyeri b. Sedasi Sadar Pemberian sedatif c. Memantau respons pasien dan pemberian dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostik dan terapeutik d. Penatalaksanaan Nyeri meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
3. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kerusakan Rangka Neusomuskuler . Tujuan atau kriteria evaluasi menurut NOC : Menunjukkan Tingkat Moblitas, ditandai dengan indikator 1 5 ketergantungan, membutuhkan bantuan orang lain dan alat, membutuhkan bantuan orang lain, mandiri dengan pertolongan alat bantu, atau mandiri penuh penampilan yang seimbang, Penampilan posisi tubuh, Pergerakan sendi dan otot, Melakukan perpindahan, Ambulasi Intervensi Prioritas NIC : a. Terapi aktifitas ambulasi , Meningkatkan dan membantu berjalan untuk mempertahankan atau memperbaiki fungsi tubuh b. Terapi Aktifitas, Mobilitas Sendi penggunaan pergerakan tubuh aktif untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi, perubahan posisi memindahkan pasienatau bagian tubuh untuk memberikan kenyamanan, menurunkan resiko kerusakan kulit mendukung integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan. 4. Kerusakan Integritas Kulit Atau Jaringan Berhubungan dengan Fraktur Terbuka, Bedah Perbaikan Pemasangan Pen, Kawat, Sekrup Tujuan atau kriteria evaluasi menurut NOC : Menunjukan Integritas Kulit dan Membran Mokosa ditandai dengan indikator 1 5, ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan dengan kriteria Page 17 of 17 Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar suhu elastis, hidrasi, pigmentasi dan jaringan dalam rentang yang diharakan, terbebas dari adanya lesi jaringan, keutuhan kulit, menunjukkan Penyembuhan Luka. Tujuan Utama di tandai dengan indikator 1 5 : tidak ada, sedikit, sedang, banyak dan lengkap dengan kriteria penyatuan kulit, resolusi drainase dari luka dan atau drain, resolusi dari bau luka. Intervensi Prioritas menurut NIC : a. Perawatan Tempat Insisi pembersihan, pemantauan, dan peningkatan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan. b. Perawatan luka pencegahan dan komplikasi luka dan peningkatan proses penyembuhan luka.
5. Resiko Tinggi Terhadap Infeksi Berhubungan dengan Prosedur Invasif dan Adanya Luka Terbuka Tujuan atau kriteria evaluasi menurut NOC : Faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan dengan keadekuatan status imun pasien, pengetahuan yang penting, pengendalian infeksi dan secara konsisten menunjukkan perilaku deteksi resiko dan pengendalian resiko. Pasien Menunjukkan Pengendalian Resiko, dibuktikan oleh indikator 1 5 tidak pernah, jarang, kadang kadang, sering, konsisten menunjukkan Dengan kriteria mendapat imunisasi yang tepat, memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang, menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan, mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko, terbebas dari tanda gejala infeksi, menunjukkan higiene yang adekuat Intervensi Prioritas menurut NIC : a. pemberian imunisasi/vaksinasi : pemberian imunisasi untuk mencegah penyakit menular b. pengendalian infeksi : meminimalkan penularan agens infeksius.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis