Anda di halaman 1dari 20

ASKEP BBLR ( BERAT BADAN LAHIR RENDAH)

OLEH:
ROSLIANA
NIM. 055111211018











1

Askep BBLR ( Berat Badan Lahir Rendah)

A. KONSEP DASAR DIAGNOSA PENYAKIT BBLR
1. Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat
badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO,
1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat
badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat,
2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong,
2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru
lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah
prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan kematian.


2. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan
masa gestasinya, yaitu :
a. Komplikasi obstetrik
Multipel gestation
Incompetence
Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
Pregnancy induce hypertention ( PIH )
Plasenta previa
Ada riwayat kelahiran prematur


2

b. Komplikasi medis
Diabetes maternal
Hipertensi kronis
c. Faktor ibu
Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu
dekat.
Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap
timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan
sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang
baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat
dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :
1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur
produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur
muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ
reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan
kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap
perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan
menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan
janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat
kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif
sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia
remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda
tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia
3

remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan
sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan,
penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya
akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat
reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan
hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus,
menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan
memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga
dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.
2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam
penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup
akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran
untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care).
Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk
menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan
kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa
pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah berupaya
untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan
ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil.
Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan
yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir
rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin
dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup
yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat
berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan
kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.

4

3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu
baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul
dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus.
Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh
darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin
dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan
kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin.
4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama
haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat
diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran kepala.
Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur
gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal,
umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang
terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan
pertumbuhan janin yang terganggu.
5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan
berikut ini :
a. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan
komplikasi pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan
ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi
misalnya TORCH.


5

b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum
waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta persalinan
dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan
terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel normal
dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi
pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih
kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil,
sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel
dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki.
Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi
lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra
partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap
kondisi janin. Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan
makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil. Ganggua
yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan
gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada
dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh
kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi
Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi
besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan
untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi
6

anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl
selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi
dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan
morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan
untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia
berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan
bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih
besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi
pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur),
dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu
yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada
kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan
penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari
ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk
janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat.
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya
toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan
psikologis.


7

8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan
yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila
kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi
yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.
9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR
Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh
dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang
rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi
terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan bayi
dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka
kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan
memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah
satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku
reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau
perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama
kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan
kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang
dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat
dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.
11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadian
BBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk
bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang
dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan bayi
yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok,
walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi
sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok
8

lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang
tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin
janin dan ibu.
Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi
darah ke plasenta.
Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga
asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu
perokok yang selera makannya tidak berubah.
Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan
bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup
kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan
retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol
yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum
alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman
beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar
resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang
mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin
kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada
trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis janin,
maka resiko abortus akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol
pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka
akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.
12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-
rata berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi
perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara
pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman
(1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40
minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
9

13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap
KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya
mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan
BBLR.

3. Tanda dan Gejala
a. Sebelum bayi lahir
1) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati.
2) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan
3) Pertumbuhan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang
seharusnya
4) Sering dijumpai dengan oligohydramnion atau bisa pula dengan
hidramnion, hiperemesis gravidarum, atau perdarahan antepartum.
b. Setelah bayi lahir
Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterine secara klasik tampak
seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak
kepala keras, gerakan bayi terbatas, vernik kaseosa sedikit atau tidak ada,
kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat, jaringan lemak bawah
kulit sedikit.
c. Bayi small for date sama dengan bayi retardasi pertumbuhan
intrauterinBayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam
tubuhnya, karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi,
trauma melahirkan, hipotermia dan sebagainya. Pada bayi kecil untuk
masa kehamilan alat-alat dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan
bayi prematur berat badan sama, karena itu lebih mudah hidup di luar
rahim, namun tetap lebih peka terhadap infeksi.
1) Berat badan < 2500 gram
2) Panjang badan kurang atau sama dengan cm
3) Kepala relative lebih besar dari pada badannya
10

4) Kulit tipis;
5) Transparan
6) Lanugo banyak
7) Lemak subcutan sedikit
8) Ubun-ubun dan sutura lebar
9) Genetalia imatur
10) Pembuluh darah terlihat
11) Peristaltic usus terlihat
12) Rambut biasanya tipis, halus
13) Tulang rawan daun telinga belum cukup sehingga elastisitas daun
telinga masih kurang
14) Pergerakan kurang dan masih lemah
15) Tangisan lemah
Untuk maturitas pada umumnya alat-alat dalam tubuhnya sudah tumbuh lebih
baik dibandingkan dengan bayi premature dengan berat yang sama sehingga
bayi dismatur lebih mudah hidup di luar dibandingkan bayi premature (Hasan
R, 2005)

4. Prosedur Diagnostik
a. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 ). Gas darah arteri (GDA) : PO2
menurun, PCO2 meningkat, asidosis, sepsis, kesulitan nafas yang lama.
b. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha
nafas, tonus otot dan reflek).
c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi.
d. Pemeriksaan fungsi paru
e. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
f. Pemeriksaan glucosa darah terhadap hipoglikemia
g. Titer Torch sesuai indikasi
h. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
i. Pemantauan elektrolit
j. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
11

k. Studi cairan amniotic, dilakukan selama kehamilan untuk mengkaji
maturitas janin.
l. Darah lengkap : penurunan hemoglobin/hemotrokrit (Hb/Ht) mungkin
kurang dari 10.000 /m3 dengan pertukaran ke kiri (kelebihan dini netrofil
dan pita) yang biasanya dihubungkan dengan penyakit bakteri berat.
m. Golongan darah : menyatakan potensial inkompatibilitas ABO.
n. Kalsium serum : mungkin rendah.
o. Elektrolit (Na, k, cl).
p. Penentuan RH dan contoh langsung (bila ibu Rh negatif positif) :
menentukan inkompatabilitas.
q. Laju sedimentasi elektrolit : meningkat menunjukan respon inflamasi
akut.
r. Protein C reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai dengan proporsi
beratnya proses radana enfeksius.
s. Trombosit : trombositopenia dapat menyertai sepsis.
t. Test shoke aspirat lambung : menentukan ada/tidaknya surfaktan.

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan prematuritas murni
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu
untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan
lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan
suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah
infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1) Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan
dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan
badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di
dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim.
Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat
12

badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat
badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada
bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol
yang berisi air panas, sehingga panan badannya dapat dipertahankan.
2) Makanan bayi prematur
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan
protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih
lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit,
tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang
paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila
faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan
diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang
sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60
cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200
cc/kg BB/ hari.
3) Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya
tahan tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang
dan pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya
preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehinggatidak
terjadi persalinan prematuritas ( BBLR).
Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
secara khusus dan terisolasi dengan baik.
b. Penatalaksanaan dismaturitas (KMK)
1) Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta
menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan
ultra sonografi.
13

2) Memeriksa kadar gula darah ( true glukose ) dengan dextrostix atau
laboratorium kalau hipoglikemia perlu diatasi.
3) Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4) Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi
SMK.
5) Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita
aspirasi mekonium.
6) Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan danbila frekwensi
lebih dari 60 x/ menit dibuat foto thorax.

B. Konsep ASKEP BBLR
PENGKAJIAN
1. Masalah yang berkaitan dengan ibu
a. Ada tidak penyakit yang diderita
b. Punya riwayat kelahiran premature atau aborsi tidak
c. Umur ibu saat melahirkan
2. Keadaan bayi pada saat kelahiran
a. Usia bayi dalam kandungan
b. Berat bayi : kurang dari 2500 gr
3. Aktivitas/ istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama tidur sehari ratarata 20
jam.
4. Makanan/ cairan
Berat badan ratarata 2500-4000 gram ; kurang dari 2500 gr menunjukkan
kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan
dehidrasi harus diberi infus.Beri minum dengan tetes ASI/ sonde karena
refleks menelan BBLR belum sempurna,kebutuhan cairan untuk bayi baru
lahir 120-150ml/kg BB/ hari.
5. Kardiovaskuler
Denyut jantung rata rata 120 sampai 160 permenit pada bagian apical
dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran kebisingan jantung terdengar
14

pada seperempat bagian intercosta yang menunjukan aliran darah dari kanan
kekiri karena hipertensi atau atelektasis paru.
6. Ginjal
Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, pada bayi BBLR mengalami
ketidakmampuan untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine.
7. Pernafasan
Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran SC atau
persentasi bokong.Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan
sinkron dari dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu
pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung.
8. Suhu
Bayi BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan.
9. Neurologis
Reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak tidak resisten, gerak reflek
hanya berkembang sebagian, seperti ; menelan, mengisap, dan batuk sangat
lemah.
10. Muskuloskletal
Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut, lunak.
Tulang tengkorak dan tulang rusuk ,gerakan lemah tidak aktif atau letargik.
11. Temuan sikap
Tangis yang lemah, tidak aktif, tremor.
12. Integumen
13. Pada Bayi BBLR mempunyai adanya tandatanda kulit tampak mengkilat
dan kering.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energy/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolic.
15

2. Resiko tinggi/aktual terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan immaturitas organ tubuh.
3. Resiko tinggi tidak efektifnya thermoregulasi berhubungan dengan
perkembangan SSP imatur (pusat regulasi suhu), penurunan rasio massa
tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sub kutan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur.

RENCANA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi /kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan : bayi menunjukkan pola nafas yang efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatan selamax 24 jam, dengan kriteria hasil :
RR normal 40-60 kali/menit
jalan nafas paten, irama reguler
Tidak ada sianosis
Tidak ada nafas cuping hidung
Rencana tindakan :
a. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea
dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan
dengan prosedur atau perawatan, lakukan pemantauan jantung dan
pernafasan yang kontinue.
R : Membantu dalam membedakan periode perputaran pernafasan yang
normal dari serangan apnea, yaitu terutama sering terjadi sebelum gestasi
minggu ke30.
b. Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
R : Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan nafas.
c. Pertahankan suhu tubuh optimal.
R :Hanya sedikit peningkatan atau penurunan suhu lingkungan dapat
menimbulkan apnea.
16

d. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan
popok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi.
R :Posisi ini dapat memudahkan pernafasan dan menurunkan episode
apnea, khususnya adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea.
e. Kolaborasi untuk pemantau pemeriksaan laboratorium (GDA, glukosa
serum, elektrolit ).
R :Hipoksia,asidosis metabolik, hiperkapnea, hipoglikemia,
hipopkalsemia, dan sepsis dapat memperberat serangan apnea.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi oksigen.
R :Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan
fungsi pernafasan.

2. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan immaturitas organ tubuh.
Tujuan : bayi terhindar dari kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selamax 24 jam, dengan kriteria hasil :
Peningkatan berat badan 20-30 gr/hr
Dapat mempertahankan berat badan
Rencana tindakan :
a. Timbang berat badan bayi saat menerima di ruangan perawatan dan
setelah itu setiap hari.
R : Menetapkan kebutuhan kalori dan cairan sesuai dengan BB dasar
yang sesuai/ normal turun sebanyak 5%-10 % dalam 34 hari pertama
dari kehidupan karena keterbatasan masukan oral.
b. Auskultasi bising usus, perhatikan adanya distensi abdomen, adanya
tangisan lemah yang diam bila dirangsang oral diberikan dan perilaku
menghisap.
R : Indikator yang menunjukkan neonatus lapar.
c. Lakukan pemberian ASI atau susu dengan botol 2 6 jam setelah
kelahiran mulai dengan 515 ml.
17

R : Pemberian makanan awal ( ASI ) membantu memenuhi kebutuhan
kalori dan cairan khususnya pada bayi yang laju metabolismenya
menggunakan 100 120 kal/ kg BB setiap 24 jam.
d. Kolaborasi untuk pemberian glukosa dengan segera peroral atau
intravena bila kadar dextrostik kurang dari 45 mg/dl.
R : Bayi mungkin memerlukan suplemen glukosa untuk meningkatkan
kadar serum.
3. Resiko tinggi tidak efektifnya thermoregulasi berhubungan dengan
perkembangan SSP imatur (pusat regulasi suhu), penurunan rasio massa
tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sub kutan.
Tujuan : bayi dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal ( 36,4-
37,4) setelah dilakukan tindakan keperawatan selamax 24 jam dengan
kriteria hasil :
Suhu dalam batas normal ( 36,4
0
C 37,4
0
C)
Akral hangat
Rencana tindakan :
a. Kaji suhu dengan sering, periksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya
periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan
penyebab hangat. Ulangi setiap 15 menit selama penghangatan ulang.
R : Hiopotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin,
penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaharui bila
ada dan penurunan sensitivitas untuk meningkatkan kadar
CO
2
(hiperkapnea) atau penurunan kadar O
2
( hipoksia).
b. Tempatkan bayi pada isolette, penghangat, inkubator, tempat tidur
terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur terbuka dengan
pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua gunakan bantalan
pemanas di bawah bayi bila perlu dalam hubungannya dengan tempat
tidur isolette atau terbuka.
R : Mempertahankan lingkungan termo netral membantu mencegah
stress dingin.
18

c. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah, pertahankan kepala bayi
tetap tertutup.
R :Mencegah kehilangan cairan melalui evavorasi.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian D10 W dan ekspander
volume secara intra vena bila diperlukan.
R :Pemberian dextrose mungkin perlu untuk memperbaiki
hipoglikemia,hipotensi karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan
tindakan pada bayi yang mengalami stress panas, hipertermia dapat
menyebabkan peningkatan dehidrasi 34kali lipat.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obatobatan sesuai indikasi
fenobarbital, natrium bikarbonat.
R : Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi
SSP yang disebabkan oleh hipertermia, memperbaiki asidosis yang dapat
terjadi pada hipotermia dan hipertermia.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur.
Tujuan :Bayi terhindar dari infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama....x 24 jam dengan kriteria hasil :
Lekosit normal
Tali pusat tidak ada tanda tanda infeksi
Rencana tindakan :
a. Kaji bayi terhadap tanda tanda infeksi ( missal : suhu, letargi atau
perubahan perilaku).
R : Indikator terjdinya infeksi salah satunya peningkatan suhu tubuh
secara drastis.
b. Lakukan perawatan tali pusat
R : Tali pusat yang dirawat tiap hari mengurangi terjadinya infeksi.
c. Ajarkan pada orang tua untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
memegang bayi.
R : Mencuci tangan menghindarkan dari infeksi nasokomial.
d. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
R : Antibiotik mengurangi infeksi.
19

C. DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.1989.Perawatan
Bayi Dan Anak Edisi 1. Jakarta.
Doengoes, Marilyn E.2001. Rencana Keperawatan Maternal /Bayi.Penerbit Buku
Kedokteran : EGC : Jakarta.
Jiwoyo, sugeng.2010.Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Penerbit Nugra
Medika : Yogyakarta.
Nanny Lia Dewi, Vivian.2011.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Penerbit
Salemba Medika : Jakarta.
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran : EGC : Jakarta.
Suramir, Asrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku
Kedokteran : EGC : Jakarta.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-nur.pdf( diakses tanggal 9 juni
2012 ).
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-nurhariyan-5486-3-
babii.pdf(diakses tanggal 9 juni 2012 ).

Anda mungkin juga menyukai