Anda di halaman 1dari 14

SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

34

STUDI PRODUKSI MINYAK KELAPA MURNI
(VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN CARA FERMENTASI
MENGGUNAKAN Aspergillus oryzae

Sadiah Djajasoepena, Safri Ishmayana, Yati B.Yuliati, Syifa Fauzia
Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363 Telp./Fax. (022) 7794391
e-mail: sadiah@unpad.ac.id

ABSTRAK
Minyak kelapa merupakan produk utama dari pengolahan buah kelapa.Minyak kelapa dibagi
menjadi dua yaitu minyak kelapa biasa (Refined, Bleached, and Deodorized oil/ RBD) dan minyak
kelapa murni (Virgin Coconut Oil/ VCO).VCO memiliki manfaat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, tingginya permintaan konsumen tidak diimbangi dengan peningkatan mutu dan
produksinya. Untuk meningkatkan produksinya diperlukan VCO dengan jumlah yang banyak
dengan kandungan asam laurat yang tinggi (43,0-53,0%).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui proses produksi VCO dengan cara fermentasi menggunakan Aspergillus oryzae.
Metode yang digunakan adalah proses fermentasi dengan variasi volume inokulum yang
ditambahkan ke dalam krim dan dilanjutkan dengan karakteristik identitas, kualitas, dan
komposisi. Hasil penelitian menunjukan bahwa inokulum dengan variasi 20% terhadap krim
menghasilkan jumlah VCO terbanyak yaitu 202 mL. Kualitas VCO terbaik diperoleh dari variasi
inokulum 15% terhadap krim memiliki karakteristik identitas dan kualitas sebagai berikut :
densitas 0,9196 g/mL; kadar air 0,12%; Bilangan iodium 7,02 g I
2
/100 g minyak; Bilangan
penyabunan 256,40 mg KOH/g minyak; Bilangan Asam 0,11 mg KOH/g minyak; Warna yang jernih;
Asam Lemak Bebas (FFA) 0,04%; Bilangan peroksida 0,95 meq/kg minyak. Selain itu, VCO dengan
inokulum 15% terhadap krim memiliki komposisi asam lemak laurat terbesar yaitu 50,58%.
Karakteristik identitas, kualitas dan komposisi asam lemak VCO yang dihasilkan dari fermentasi
menggunakan A.oryzae memenuhi standar APCC.
Kata Kunci: VCO, Fermentasi, Aspergillus oryzae

PENDAHULUAN
Kelapa (Cocos nucifera) biasanya tumbuh di pinggir pantai karena tanaman ini
menyukai air yang tinggi kadar garamnya. Kelapa merupakan jenis tumbuhan dari
keluarga Aracaceae jenis spesies dalam genus Cocos, dengan pohon yang mencapai
ketinggian 30 m (Agoes, 2010).
Minyak kelapa masih merupakan produk utama dari pengolahan buah kelapa.
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan
minyak kelapa dengan mutu kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan kadar air dan
asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa. Bahkan warnanya agak
kecoklatan sehingga cepat menjadi tengik. Daya simpan pun tidak lama, hanya sekitar dua
bulan saja. Untuk memperbaiki mutu minyak kelapa tersebut, Balai Penelitian Tanaman
Kelapa dan Palma Lain (Balitka) Manado telah melakukan serangkaian pengujian untuk
memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa. Hasil pengujian tersebut diperoleh
minyak kelapa dengan mutu yang lebih baik dari cara sebelumnya. Minyak kelapa
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

35

tersebut disebut Minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) (Rindengan &
Novarianto, 2006).
Menurut Setiaji & Prayugo (2006), VCO merupakan minyak yang diperoleh dari
santan daging kelapa segar melalui cara tradisional, fermentasi (enzimatis), sentrifugasi
dan pancingan. Dengan demikian, minyak yang dihasilkan masih murni karena komposisi
minyak terutama asam lemaknya, tidak berubah oleh penambahan zat kimia anorganik
ataupun pemanasan dan pengeringan pada suhu tinggi seperti yang dilakukan pada
kopra.VCO memiliki bau harum yang khas (tidak tengik), aman dikonsumsi dan bahkan
memiliki khasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Keampuhannya sebagai obat
dikarenakan kandungan asam lemak rantai sedang atau Medium Chain Fatty Acid (MCFA)
seperti asam laurat yang di dalam tubuh diubah menjadi monolaurin yang bersifat
antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa. Selain manfaatnya sebagai obat, VCO juga
digunakan dalam industri makanan diantaranya sebagai minyak goreng dan sebagai aditif
pada bahan pangan lainnya. VCO memiliki warna bening, serta daya simpannya cukup
lama bisa lebih dari 12 bulan. Asam laurat yang terkandung didalam VCOmencapai 53%
berdasarkan standar mutu Asian and Pasific Coconut Comunity (APCC) (Setiaji & Prayugo,
2006).
Penelitian mengenai pembuatan VCO pernah dilakukan oleh Naily (2006) dengan
cara fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus , hasil yang didapat berupa VCO yang
memenuhi stndar APCC yaitu memiliki kandungan asam laurat sebesar 45,83%.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Sulastri (2008) mengenai pembuatan VCO dengan
pemanfaatan protease dari akar nanas, hasil yang diperoleh semuanya berada dalam
rentang stndar mutu VCO yang ditetapkan oleh APCC. Selain itu, penelitian juga
dilakukan oleh Kuswandana (2008) mengenai pembuatan VCO secara fermentasi dengan
bantuan R.oryzae dan R.oligosporus, hasil yang diperoleh yaitu memiliki kandungan asam
laurat sebesar 44,20%.
Dalam penelitian yang akan dilakukan, bahan baku yang digunakan untuk
membuat VCO merupakan kelapa tua yang masih segar (non kopra) serta Aspergillus
oryzae sebagai kapang penghasil enzim protease (Fardiaz, 1992) yang dapat membantu
proses pembentukan minyak. A.oryzae sendiri biasa digunakan dalam fermentasi
makanan dan dianggap tidak berbahaya. Diharapkan perlakuan ini akan menghasilkan
VCOyang berkualitas dan memiliki kandungan asam lemak yang sesuai standar mutunya.


METODOLOGI
Penentuan kadar lemak dalam kelapa parut dengan metode Soxhlet
Labu lemak disiapkan sesuai dengan alat Soxhlet yang digunakan, dikeringkan
dalam oven 105-110
o
C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya
hingga konstan. Kelapa parut (dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105-
110C selama 30 menit, untuk menghilangkan kandungan airnya) ditimbang sebanyak 2 g
dan selanjutnya dibungkus dengan kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak.
Kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet, dipasang alat kondensor diatasnya dan labu
lemak dibawahnya. Lalu n-heksan ditambahkan sebanyak 30-40 mL ke dalam alat soxhlet
(titik didih 60-80C) pada penangas air, diekstraksi selama 4 jam hingga pelarut yang
turun ke labu lemak berwarna jernih. Setelah itu, ekstraksi dihentikan dan pelarut yang
terdapat dalam labu lemak diuapkan. Kemudian labu lemak dikeringkan dalam oven 105-
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

36

110
o
C, lalu didinginkan dalam desikator dan labu lemak ditimbang beserta lemaknya
hingga beratnya tetap sehingga diperoleh berat lemak dan dihitung kadar lemaknya
(Apriyantono dkk., 1989).

Perhitungan :
Kadar Lemak = x100%
C
A B

Keterangan: A = Berat labu kosong (g)
B = Berat labu dan residu minyak (g), C = Berat sampel kelapa (g)

Penentuan kadar protein dalam kelapa parut dengan metode Kjeldahl
Kelapa parut dikeringkan, kemudian ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl. Lalu ke dalamnya ditambahkan asam sulfat sebanyak 10 mL dan
katalis (campuran tembaga sulfat dan kalium sulfat = 1:8) sebanyak 4 g. Kemudian
dilakukan dekstruksi dalam lemari asam sampai cairan berwarna hijau jernih. Hasil
destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan air suling sampai
batas 100 mL.Larutan hasil dekstruksi dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam alat
destilasi Kjeldahl.Kemudian ke dalamnya ditambahkan 10 mL natrium hidroksida 30% dan
didistilasi selama 30 menit. Labu erlenmeyer yang digunakan untuk menampung
destilat, diisi terlebih dahulu dengan larutan asam klorida 0,1 N sebanyak 25 mL dan
indikator Toshiro sebanyak dua tetes. Kelebihan asam klorida selanjutnya dititrasi dengan
natrium hidroksida 0,1 N. Kemudian dihitung kandungan nitrogen dan kadar proteinnya
(Apriyantono dkk., 1989).

Perhitungan :
Kandungan N total = x100%
sampel berat
10 / 100 14 ) ( x x Nb Vb Na Va

Kadar protein = kandungan N total x 5,75
keterangan: Va Na = mg ekivalen asam
Vb Nb = mg ekivalen basa
100/10 = faktor pengenceran
5,75 = faktor koreksi untuk bahan pangan hayati
(Apriyantono dkk., 1989)

Peremajaan biakan

PDA ditimbang sebanyak 1,95 g serta ditambahkan akuades sebanyak 50 mL, lalu
diaduk sambil dipanaskan sampai homogen, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 5 mL, kemudian di sterilisasi dalam autoclave pada suhu 121C selama 10
menit. Media PDA tersebut dimiringkan, lalu biakanA.oryzae ditumbuhkan pada agar
miring tersebut dengan cara digores menggunakan kawat ose steril dan diinkubasi selama
5 hari pada suhu kamar (27-30C) (Naily, 2006).

Pembuatan kurva pertumbuhan
Spora biakan murni A.oryzaeyang telah berumur 5 hari dibuat suspensi dengan
cara memasukkan 5 mL larutan natrium klorida fisiologis 0,85% ke dalambiakan murni
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

37

tersebut. Kemudian dengan kawat ose spora dilepaskan dan dijaga supaya agarnya tidak
terbawa. Setelah semua spora terlepas, suspensi spora inidituangkan ke dalam
labuErlenmeyer 100 mL yang telah disterilisasi(Kuswandana, 2008).
Suspensi spora A.oryzaedimasukkan ke dalam air kelapa yang sudah dipasteurisasi
pada suhu 85
o
C selama 5 menit dengan perbandingan 1:9 (10 mL suspensi spora dalam 90
mL air kelapa). Campuran ini dikocok dengan shaker pada suhu kamar dengan kecepatan
150 rpm. Miselium dicuplik setiap 12 jam. Hasil cuplikan dikeringkan dalam oven pada
suhu 80
o
C kemudian ditimbang. Dari data berat kering ini akan diperoleh kurva
pertumbuhan(Kuswandana, 2008).

Pembuatan inokulum
Suspensi spora A.oryzaedimasukkan ke dalam air kelapa yang sudah dipasteurisasi
pada suhu 85
o
C selama 5 menit dengan perbandingan 1:9 (30 mL suspensi spora dalam
270 mL air kelapa). Campuran ini dikocok dengan shaker pada suhu kamar dengan
kecepatan 150 rpm selama 84 jam (Kuswandana, 2008).

Proses pembuatan VCO
Buah kelapa tua dikupas kemudian dibersihkan kulitnya dan dagingnya
dikeluarkan dari tempurung. Daging buah kelapa lalu digiling menggunakan mesin.
Sebanyak 1 kg hasil parutan kelapa ditimbang kemudian ditambahkan dengan 2 liter air
matang dan disantankan dengan cara diperas secara manual, kemudian disaring sehingga
diperoleh santan (setiap 1 kg kelapa parut disantankan dengan 2 liter air matang).
Selanjutnya, santan yang diperoleh dituang pada wadah plastik transparan dan dapat
diukur volumenya, kemudian didiamkan selama 3 jam. Selama pendiaman, santan akan
terbagi menjadi dua lapisan, yaitu krim pada lapisan atas (kaya minyak) dan skim pada
lapisan bawah. Krim dan skim dipisahkan secara hati-hati, kemudian volume krim diukur
dan digunakan sebagai bahan baku minyak kelapa.
Inokulum sebanyak 10, 15 dan 20% terhadap krim dimasukkan ke dalam media
fermentasi (krim), setelah itu dikocok selama 15 menit dengan menggunakan mixer.
Campuran difermentasikan pada suhu kamar (27-30C) sampai terbentuk tiga lapisan,
minyak pada lapisan atas, blondo pada lapisan tengah dan air pada lapisan bawah.
Lapisan minyak dipisahkan secara hati-hati, minyak yang diperoleh diukur volumenya
(Naily, 2006).

Analisis karakteristik identitas VCO
Densitas
Piknometer dibersihkan, dikeringkan, dan ditimbang. Setelah itu piknometer
tersebut diisi dengan akuades sampai air meluap dan tidak terbentuk gelembung udara.
Piknometer dan isinya ditimbang. Berat air adalah selisih berat piknometer dan isinya
dikurangi berat piknometer kosong.
Sampel minyak disaring dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam
piknometer sampai meluap dan diusahakan agar tidak terbentuk gelembung udara.
Piknometer beserta isinya ditimbang dan berat sampel dihitung dari selisih berat
piknometer beserta isinya dikurangi berat piknometer kosong (Sudarmadji dkk, 1996).
Perhitungan :
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

38

Densitas =
(mL) minyak volume
kosong) pikno berat ( - minyak) dan pikno (berat


Kadar air
Sampel VCO ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang telah diketahui berat
tetapnya, lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105C 1C selama 2 jam.Sampel
diangkat dari oven dan didinginkan di dalam desikator sampai suhu kamar kemudian
ditimbang.Langkah tersebut dilakukan sampai mencapai berat tetap (Sudarmadji dkk,
1996).

Perhitungan :
Kadar air (%) = x100%
W
W W 2 1

Keterangan : W
1
= Berat cawan + sampel sebelum pengeringan (g)
W
2
= Berat cawan + sampel setelah pengeringan (g)
W = Berat sampel(g)

Bilangan iod (cara Hanus)
Sampel VCO ditimbang sebanyak 0,05 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
250 mL yang bertutup. Kemudian dilarutkan dengan 2 mL kloroform dan ditambahkan 5
mL pereaksi Hanus. Reaksi dibiarkan selama 1 jam ditempat yang gelap. Ke dalam larutan
ditambah 2 mL kalium iodida 15% dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N
dengan indikator larutan pati. Titrasi untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama
tanpa sampel.
(Ketaren, 1986).

Perhitungan :
Bilangan iod =
(g) sampel Berat
12,69 x O S Na N x S) - (B 3 2 2

Keterangan : B = jumlah mL Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi blanko
S = jumlah mL Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi sampel
12,69 =
10
iodium atom bobot

(Ketaren, 1986)

Bilangan penyabunan
Sampel VCOditimbang sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250
mL, kemudian ditambahkan 10 mL kalium hidroksida 0,5 N beralkohol. Labu Erlenmeyer
dihubungkan dengan kondensor tegak dan dididihkan sampai semua sampel tersabunkan
dengan sempurna. Larutan didinginkan dan diteteskan dengan indikator fenolftalein 0,1
mL, lalu dititrasi dengan asam klorida 0,5 N sampai warna larutan berubah dari warna
merah muda menjadi larutan tidak berwarna. Dilakukan titrasi blanko sebagai
pembanding.Dasar perhitungan adalah selisih antara mL titrasi sampel dengan titrasi
blanko (Sudarmadji dkk, 1996).

SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

39

Perhitungan :
Bilangan Penyabunan =
(g) sampel Berat
KOH BM x HCl N x a) - (b

Keterangan :a = Jumlah mL HCl untuk titrasi sampel
b = Jumlah mL HCl untuk titrasi blanko
BM KOH = 56,1
(Ketaren, 1986)

Bilangan asam
Sampel VCO ditimbang sebanyak 2 g dimasukkan dalam ke dalam labu Erlenmeyer
250 mL.Kedalamnya ditambahkan 5 mL etanol 95%, kemudian dipanaskan selama 10
menit dalam penangas air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan kalium
hidroksida 0,1 N dengan indikator larutan fenolftalein 1% di dalam etanol 95% sampai
terlihat warna merah muda (Rahmawati, 2009).
Perhitungan :
Bilangan asam =
(g) sampel berat
KOH BM x KOH N x KOH mL

Keterangan : BM KOH = 56,1 (Ketaren, 1986)

Analisis karakteristik kualitas VCO
Warna
Sampel VCO diamati warna diamati secara kualitatif.

Asam lemak bebas (FFA)
Sampel VCOditimbang 2 g di dalam labu Erlenmeyer 250 mL.Kedalamnya
ditambahkan 5 mL etanol 95%, kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas
air sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititrasi dengan kalium hidroksida 0,1 N dengan
indikator larutan fenolftalein 1% di dalam etanol 95% sampai terlihat warna merah jambu
(Rahmawati, 2009).

Perhitungan :
Kadar asam lemak bebas =
10 x sampel berat
KOH N x KOH mL x kelapa minyak BM

Keterangan :BM minyak kelapa = 205 (Ketaren, 1986)

Bilangan peroksida
Sampel VCO ditimbang sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250
mL, kemudian ditambahkan 30 mL campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat
glasial dan 40% kloroform. Setelah minyak larut, ditambahkan 0,5 mL larutan kalium
iodida jenuh sambil dikocok sehingga warna larutan berubah dari warna putih menjadi
kuning. Setelah 2 menit sejak penambahan kalium iodida, larutan ditambahkan 30 mL air.
Kelebihan iodium dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N. Titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari warna kuning menjadi putih. Hasil
dinyatakan dalam miliekuivalen per 1000 gram VCO (Ketaren, 1986).
Perhitungan :
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

40

Miliekuivalen per 1000 gram =
(g) sampel Berat
1000 x O S Na N x O S Na mL 3 2 2
3 2 2

(Ketaren, 1986)

Analisis komposisi asam lemak VCO
Sebanyak 0,6 g sampel VCO dimasukkan kedalam labu didih 50 mL. Kemudian
ditambahkan KOH dalam metanol sebanyak 5 mL dan beberapa batu didih, direfluks
selama 5-10 menit sampai terbentuk asam lemak bebas. Lalu ditambahkan 3,5 mL BF
3

14% dan 1,5 mL metanol, dididihkan kembali selama 2 menit. Setelah itu, ditambahkan 3
mL iso oktan, dididihkan kembali selama 1 menit.Kemudian diangkat dan didinginkan, lalu
ditambahkan 15 mL NaCl jenuh lalu di kocok-kocok dan sedikit dipanaskan (tidak perlu di
refluks). Setelah itu, pindahkan kedalam corong pisah, lalu ditambahkan petroleum
benzen (40-60C) sebanyak 2 x 25 mL Dicuci bagian petroleum benzen sampai bebas
asam menggunakan kertas lakmus. Setelah itu, ditambahkan natrium sulfat kedalam fasa
petroleum benzen, saring kedalam labu evaporasi.Pelarut diuapkan menggunakan
evaporator.Dikeringkan sehingga metil ester siap dianalisis.Larutkan metil ester
menggunakan iso oktan.Sampel siap untuk dianalisis menggunakan GC-MS.

Kromatograf : GCMS-QP 5000 Shimadzu
Ukuran sampel : 1,0 L
Kolom : DB 17
Panjang kolom : 30 m 0,25 mm
Mode operasional : Suhu terprogram
Suhu : Kolom : 100
o
C0260
o
C kenaikan 10
o
C/menit
Injektor : 250
o
C
Detektor : 300
o
C

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Kurva Pertumbuhan
Menurut Judoamidjojo dkk. (1992), sangat sukar untuk mengikuti pertumbuhan
atas jumlah sel pada kapang karena sel-selnya tidak mudah terpisah.Dengan alasan
tersebut, pada penelitian ini kurva pertumbuhan dari A.oryzae dibuat berdasarkan
metode berat kering. Kurva pertumbuhan ini diperlukan untuk mengetahui waktu
pertumbuhan optimal dari A.oryzae, sehingga dapat diperoleh data fase lag (adaptasi),
fase logaritmik (eksponensial), fase stasioner, serta fase kematian dari pertumbuhan
A.oryzae.
Metode ini dilakukan dengan cara menghitung berat misel dari A.oryzae yang
diamati setiap 12 jam sebanyak 5 mL sampai hari ke-10 (Kuswandana, 2008).Diharapkan
selama waktu pengamatan 10 hari dan waktu sampling setiap 12 jam, setiap fase
pertumbuhan dari A.oryzaedapat teramati.Setelah dilakukan penelitian selama 10 hari,
kurva pertumbuhan dari A.oryzae ditunjukkan pada Gambar 1
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

41


Gambar 1. Kurva pertumbuhan A.oryzaepada media air kelapa yang telah dipasteurisasi
85
o
C, inkubasi pada suhu kamar dengan pengocokan 150 rpm selama 10
hari.
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan A.oryzae dibuat berdasarkan
berat kering miselia dalam gram per mililiter terhadap waktu sampling dalam jam. Dari
kurva tersebut dapat dilihat bahwa A.oryzaememiliki fase adaptasi yang berlangsung
pada jam ke-12 sampai jam ke-36, kemudian setelah melewati jam ke-36 kurva mulai naik
memasuki fase eksponensial (fase log) sampai jam ke-132 yang merupakan fase yang baik
untuk pertumbuhan A.oryzae. Pada fase pertumbuhan ini kebutuhan nutrien terpenuhi
dengan ditandainya semakin naik jumlah berat kering per mili liter dari kuva
pertumbuhan tersebut. Setelah itu, dari jam ke-132 hingga jam ke-216 berat miselia tidak
mengalami perubahan yang berarti, ini menunjukkan selama waktu tersebutA.oryzae
memasukifase stasioner dimana pertumbuhan dari A.oryzae mulai tetap. Lalu melewati
jam ke-216 kurva mengalami penurunan secara signifikan dimana sumber nutrien untuk
A.oryzae mulai berkurang hingga mencapai fase kematiannya sampai jam ke-240.
Dilihat dari kurva pertumbuhan tersebut maka pembuatan inokulum sebagai media
pertumbuhan dapat dibuat selama fase eksponensial, dimana A.oryzae tumbuh dengan
nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Pada penelitian ini, pembuatan inokulum
dilakukan selama 84 jam sebelum diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. Hal ini
dikarenakan pertengahan dari fase tersebut, fermentasi masih berlangsung sampai akhir
fase eksponensial sebelum memasuki fase stasioner. Apabila fermentasi memasuki fase
stasioner ditakutkan akan terbentuk metabolit sekunder yang akan mempengaruhi
kualitas dari hasil fermentasi. Dimana metabolit sekunder biasa muncul pada fase yang
tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati (Judoamidjojo,
1992).

Produksi VCO
Pada proses pembuatan VCO digunakan daging kelapa yang telah dikupas
kemudian diparut dan disantankan secara bertahap. Kelapa parut yang digunakan telah
0.0000
0.0050
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
0.0350
B
e
r
a
t

k
e
r
i
n
g

m
i
s
e
l
i
a

(
g
r
a
m
/
m
L
)

Waktu (jam)
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

42

dianalisis kadar lemak, kadar protein, dan kadar air. Dihasilkan kadar lemak sebesar
63,202,28%, kadar protein sebesar 8,770,04%, serta kadar air sebesar 49,860,28%.
Untuk membuat VCO digunakan krim santan pada proses fermentasinya. Pemisahan
terhadap krim dan skim dilakukan tidak terlalu lama, hal ini dikarenakan apabila
pemisahan dilakukan terlalu lama maka santan akan menjadi asam sehingga minyak tidak
terbentuk.
Kemudian setelah 3 jam didiamkan maka santan akan terbagi menjadi dua bagian,
bagian atas merupakan krim santan (mengandung banyak minyak) dan bagian bawah
merupakan skim santan (mengandung air dan protein), hasil yang didapat terdiri dari 1,8
liter krim dan 5,7 liter skim. Bagian yang dimanfaatkan untuk pembuatan VCO secara
fermentasi adalah krim. Skim tidak mengandung emulsi minyak dan komposisinya terdiri
atas zat-zat dalam daging buah kelapa yang larut dalam air (Setiaji & Prayugo, 2006).
Setelah itu, pembuatan VCO dilakukan dengan variasi penambahan inokulum
sebesar 10, 15 dan 20% terhadap krim (Naily, 2006). Krim santan yang digunakan untuk
setiap inokulum sebanyak 600 mL (jumlah krim santan yang dihasilkan dari 1 kg kelapa
parut). Pembuatan VCO dengan metode fermentasi menggunakan A.oryzae, bermaksud
agar enzim protease yang terdapat pada A.oryzae dapat memecah protein dalam
santan.Dengan demikian protein yang berikatan dengan minyak dapat dipecah dengan
menggunakan enzim protease sehingga ikatan protein-minyak terputus. Kemudian ikatan
antara protein-air juga akan terputus sehingga minyak akan terpisah dari air dan protein
(Pratiwi, 2011).
Proses fermentasi krim santan dilakukan selama 48 jam dengan berbagai variasi
penambahan volume inokulum. Sehingga setelah di fermentasi pemisahannya akan
terlihat dengan adanya tiga lapisan yaitu minyak, blondo, dan air. Data yang diperoleh
ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data hasil pembuatan VCO secara fermentasi krim santan menggunakan
A.oryzae dengan berbagai variasi penambahan volume inokulum terhadap
krim

Variasi Inokulum
(%)
Total Air (mL) Total Blondo (mL) Total VCO (mL)
10 353 128 179
15 382 120 188
20 418 100 202

Analisis Karakteristik Identitas VCO
VCO yang dihasilkan dari setiap variasi dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui
karakteristik identitas dari VCO tersebut memenuhi standar mutu yang telah ada yaitu
APCC.Analisis karakteristik identitas VCO yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
densitas, kadar air, bilangan iod, bilangan penyabunan,dan bilangan asam. Hasil analisis
karakteristik identitas ditunjukkan pada Tabel 2 (Data dan perhitungan pada Lampiran 5)

Tabel 2. Data hasil analisis karakteristik identitas produksi VCO dengan variasi
penambahan volume inokulum terhadap krim

SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

43



Karakteristik
Variasi penambahan volume Inokulum Standar
APCC 10%krim 15% krim 20% krim
1. Densitas(g/mL) 0,9197 0,9196 0,9199 0,915-0,920
2. Kadar Air (%) 0,140,00 0,120,00 0,160,02 0,1-0,5
3. Bilangan Iod
(g I
2
/100 g minyak)
7,980,45 7,020,01 7,590,21 4,1-11,0
4. Bilangan Penyabunan
(mg KOH/g minyak)
256,011,44 256,400,66 256,440,59 250-260
5. Bilangan Asam
(mg KOH/g minyak)
0,160,08 0,110,00 0,110,00 0,5

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan dari fermentasi
menggunakan A.oryzae memenuhi standar APCC. Data dari analisis densitas VCO
menunjukkan variasi inokulum 15% terhadap krim yang paling rendah yaitu sebesar
0,9196 g/mL dan variasi inokulum 20% terhadap krim yang paling tinggi yaitu sebesar
0,9199 g/mL. Kadar air yang diperoleh setelah analisis yaitu dalam rentang 0,12-0,16%,
dimana yang memiliki kadar air rendah pada variasi inokulum 15% terhadap krim,
sedangkan kadar air yang tinggi pada variasi inokulum 20% terhadap krim. Data untuk
perolehan kadar air dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5 Tabel L.6.
Kadar air yang diperoleh cukup kecil sehingga diharapkan VCO hasil fermentasi tidak
mudah mengalami ketengikan hidrolisis. Dilihat dari data kadar air yang dihasilkan, masih
memenuhi standar mutu APCC yaitu sebesar 0,1-0,5%.
Pada penentuan bilangan iod digunakan untuk menentukan derajat
ketidakjenuhan dan ketengikan pada minyak. Bilangan iod yang besar menunjukkan
jumlah ikatan rangkap asam lemaknya semakin banyak atau dapat dikatakan kandungan
asam lemak tidak jenuhnya tinggi (Ketaren,1986). Asam lemak tidak jenuh mampu
mengikat iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Pada penelitian ini, nilai bilangan iod
yang rendah berada pada variasi penambahan inokulum 15% terhadap krim yaitu sebesar
7,02 g I
2
/100 g minyak, sedangkan yang paling tinggi pada variasi penambahan inokulum
10% krim yaitu 7,98 g I
2
/100 g minyak. Keduanya tetap memenuhi standar APCC yaitu
berkisar antara 4,1-11,0 g I
2
/100 g minyak.
Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Besar kecilnya bilangan penyabunan
tergantung pada panjang pendeknya rantai karbon asam lemak atau berat molekul dari
lemak tersebut (Ketaren, 1986).Penentuan bilangan penyabunan menggunakan larutan
kalium hidroksida alkoholis. Alkohol yang berada di dalam kalium hidroksida ini berfungsi
untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar mempermudah reaksi dengan basa
sehingga terbentuk sabun (Sudarmadji dkk.,2003). Nilai bilangan penyabunan dari VCO
yang dianalisis yaitu bernilai dari 256,01-256,44 mg KOH/g minyak.
Pada bilangan asam dalam VCO selalu berhubungan dengan asam lemak bebasnya
(FFA). Semakin tinggi bilangan asam maka kualitasnya akan semakin rendah. Nilai
bilangan asam yang diperoleh memiliki rentang antara 0,11 0,16 mg KOH/g minyak, hal
ini menunjukkan bilangan asam dari fermentasi menggunakan A.oryzae memenuhi
standar mutu APCC yaitu 0,5 mg KOH/g minyak.
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

44



Analisis Karakteristik Kualitas VCO
Pada setiap VCO yang dihasilkan dari fermentasi menggunakan A.oryzae dengan
variasi penambahan inokulum 10, 15 dan 20%terhadap krim, perlu dilakukan analisis
karakteristik kualitas VCO meliputi pengamatan warna,kadar asam lemak bebas, serta
bilangan peroksida. Data hasil analisis karakteristik kualitas ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Data hasil analisis karakteristik kualitas produksi VCO dengan variasi penambahan
volume inokulum terhadap krim, data asam lemak bebas dan bilangan peroksida
dengan dua kali pengulangan

Karakteristik
Variasi penambahan volume Inokulum
Standar APCC
10% krim 15% krim 20% Krim
1. Warna Jernih Jernih Jernih Jernih
2. Asam Lemak Bebas
(FFA) (%)
0,060,03 0,040,00 0,040,00 0,5
3. Bilangan Peroksida
(meq/kg minyak)
0,950,00 0,950,00 0,950,00 3

Pada penelitian ini dihasilkan VCO dari fermentasi A.oryzae yaitu memiliki warna
yang jernih seperti air. Dalam hal ini dikarenakan VCO yang dibuat tanpa melalui proses
pemanasan. Suhu pemanasan yang tinggi juga akan mengekstraksi zat warna yang
terdapat dalam kelapa, terutama zat karoten yang menyebabkan warna kuning pada
minyak kelapa (Ketaren, 1986).

Analisis Komposisi Asam Lemak VCO
Sebelum dianalisis dengan menggunakan GC-MS, VCO terlebih dahulu
diderivatisasi menjadi ester asam lemak yang bersifat lebih volatil. Pada penelitian ini
dilakukan derivatisasi metil ester asam lemak menggunakan hidrogen klorida metanolik.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya Kuswandana (2008) bahwa dengan metode
hidrogen klorida metanoli merupakan metode yang terbaik untuk derivatisasi asam lemak
secara umum.
Sampel yang digunakan pada anlisis GCMS adalah VCO dengan variasi inokulum
15% terhadap krim, hal ini dikarenakan VCO tersebut memiliki nilai karakteristik identitas
dan kualitas yang lebih baik daripada variasi inokulum 10% terhadap krim dan 20%
terhadap krim. Data kromatogram hasil analisis GCMS ditunjukkan pada Gambar 2.





SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

45












Gambar 2. Kromatogram hasil GC-MS dari derivat VCO hasil fermentasi menggunakan
A.oryzae dengan variasi inokulum 15% terhadap krim menggunakan kolom DB 17
panjang kolom 30 m pada suhu terprogram 100C-260C dengan kenaikan
10C/menit

Dari kromatogram yang dihasilkan terdapat sembilan jenis asam lemak yang
terkandung dalam VCO yang dianalisis yaitu asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C:10:0),
asam laurat (C12:0), asam miristat (C14;0), asam palmitat (C16:0), asam oleat (C18:1 -9),
asam linoleat (C18:2). Pada analisis komposisi asam lemak dalam VCO digunakan kalium
hidroksida dalam metanol pada prosedur esterifikasi, dimana kalium hidroksida metanol
apabila di dalam reaksinya terdapat air maka akan menyebabkan hidrolisis, reaksi
esterifikasi terjadi dalam waktu yang singkat dengan bantuan refluks (Christie, 1993).
Pada reaksi ini kalium hidroksida metanol diperkirakan mengandung air sehingga
terbentuk asam lemak bebas, dimana asam lemak bebas yang terbentuk kemudian di
esterifikasi dengan menggunakan boron triflourida menghasilkan produk dalam bentuk
metil ester, namun pada penelitian ini masih terdapat asam-asam lemak bebas yang tidak
teresterifikasi sempurna oleh boron triflourida. Dari hasil analisis GC-MS diperoleh asam
lemak VCO hasil fermentasi menggunakan A.oryzae dengan variasi inokulum 15%
terhadap krim ditunjukkan pada Tabel 4.4 yang merupakan gabungan antara asam lemak
bebas dengan metil esternya. Secara lengkap hasil peak-peak metil ester asam lemak
maupun asam lemaknya, ditunjukkan pada Tabel 4.
Pada reaksi esterifikasi, air harus dihilangkan karena dapat menghasilkan
beberapa reaksi hidrolisis, oleh karena itu dapat menambahkan natrium sulfat untuk
menarik air yang masih terkandung pada reaksi tersebut. Selain itu, pada penelitian ini
sebaiknya menggunakan peralatan gelas yang kering dan bersih untuk meminimalkan
terbentuknya air.

Tabel 4. Data komposisi asam lemak VCO dengan cara fermentasi menggunakan
A.oryzae pada variasi inokulum 15% terhadap krim

Waktu retensi
Tinggi peak
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

46

No. Nama Senyawa
% FAME
(Fatty Acid Methyl Ester)
Standar APCC (%)
1. Asam Kaprilat 4,76 5,0-10,0
2. Asam Kaprat 14,53 4,5-8,0
3. Asam Laurat 50,58 43,0-53,0
4. Asam Miristat 15,52 16,0-21,0
5. Asam Palmitat 7,29 7,5-10,0
6. Asam Oleat 6,60 5,0-10,0
7. Asam Linoleat 0,72 1,0-2,5

Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kandungan asam lemak jenuh dari VCO
memiliki nilai total sebesar 92,68%, sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh sebesar
7,32%. Kandungan asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat sebesar 6,60% masuk
terhadap rentang standar APCC yaitu 5-10%.
Dari hasil penelitian diperoleh asam laurat yang cukup besar yaitu sebesar 50,58%.
Hal ini berarti komposisi laurat di dalam VCO sesuai dengan standar APCC. Dapat dilihat
bahwa terjadi pemecahan molekul-molekul pada santan yang terpecah pada saat
fermentasi menggunakan A.oryzae. Pada asam lemak jenuh dan tak jenuh hampir
semuanya tidak masuk standar APCC, hal ini dimungkinan terjadinya kontaminan di dalam
VCO tersebut pada saat penyimpanan.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Semakin tinggi penambahan volume inokulum terhadap krim maka jumlah VCO yang
dihasilkan dari fermentasi menggunakan A.oryzae semakin banyak.
2. Karakteristik identitas dan kualitas VCO yang dihasilkan dari fermentasi menggunakan
A.oryzae memenuhi standar APCC.
3. Komposisi asam lemak VCO yang dihasilkan dari fermentasi menggunakan
A.oryzaedengan
4. variasi inokulum 15% terhadap krim, memiliki asam lemak jenuh dan tidak jenuh.
Menghasilkan komposisi asam laurat terbesar yaitu 50,58%.

Daftar Pustaka
Agoes, A. 2010.Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medika. Jakarta.
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Sedarnawati & Budianto, S. 1989. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Azmi, J. 2006.Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Aspergillus oryzae Untuk Isolasi Enzim
Amilase Pada Medium Pati Biji Nangka (Arthocarphus heterophilus Lmk).Jurnal
Biogenesis.2 (2):55-58.
Fardiaz, S.1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
SEMINAR NASIONAL BIOKIMIA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 22 MEI 2014

47

Judoamidjojo, M., A. A. Darwis., E. Gumbira. 1992. Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Rajawali Pers. Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Kuswandana, F. 2008. Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) Secara Fermentasi
Dengan Bantuan Rhizopus sp. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung.
Naily. W. 2006. Produksi Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) Dengan Cara Fermentasi
Menggunakan Rhizopus oligosporus.Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung.
Rachman, A. 1989.Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antara Universitas Pangan dan Gizi IPB.Bogor.
Rahmawati, N.A. 2009. Produksi Minyak Kelapa Murni (VCO) dengan Metode Enzimatis
Menggunakan Ekstrak Bonggol Buah Nanas.Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Bandung.
Rindengan, B & Novarianto, H. 2006.Minyak Kelapa Murni : Pembuatan dan Pemanfaatan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiaji, B & Prayugo, S. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiasih, I.M & Sukarti, T. 2008.Teknologi Pengolahan Lemak dan Minyak. Widya Padjadjaran.
Bandung.
Sudarmadji, S., B. Haryono & Suhardi.1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan
kedua. Liberty. Yogyakarta.
Sulastri, Susi. 2008. Pemanfaatan Protease Dari Akar Nanas Pada Proses Pembuatan Virgin
Coconut Oil (VCO). Tesis. Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Syarwani, M. 2008. Pembuatan Protein Sel Tunggal Dari Aspergillus oryzae yang Diperkaya
dengan Mineral Ca dan P.http://isjd.pdii.lipi.go.id.Diakses tanggal 13 Oktober 2011.

Anda mungkin juga menyukai