Anda di halaman 1dari 12

1 Demokratisasi di Indoneisa

DEMOKRASI DAN DEMOKRATISASI (SOP 331)


PROSES DEMOKRATISASI DI INDONESIA
Oleh : Restik Anggada Pratama (071112045), Ari Putra Prima (071112064), M. Hafiz
Algifari (070912092) dan I ndra Putra Y. R (070912094)

Reformasi politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan sebuah momen paling
bersejarah bagi perjalanan demokratisasi di Indonesia. Peristiwa ini menurut pendapat umum
diibaratkan sebagai sebuah tunas baru yang akan tumbuh dan berkembang untuk mencerahkan
iklim demokrasi di Indonesia. Reformasi 1998 yang dimulai pada bulan mei juga tercatat sebagai
sebuah langkah awal untuk mengakhiri rezim otoriter yang dipraktekan pemerintahan orde baru.
Orde baru yang selama masa pemerintahannya lebih dari tiga puluh dua tahun menerapkan
sistem monopoli kekuasaan yang di komandoi oleh Soeharto.
Sistem monopoli kekuasaan yang berpangkal pada Soeharto tersebut dapat dilihat
bagaimana dominannya kekuasaan soeharto pada masa pemerintahannya yang berlangsung lebih
dari tiga dekade. Keberlangsungan masa pemerintahan Orde Baru tidak pernah terlepas dari
peran mesin politik yang digerakan oleh Soeharto yaitu Golongan Karya (Golkar). Untuk
menambah dominasi kekuasaan politiknya, Soeharto juga menerapkan sistem Dwi Fungsi ABRI.
Dwi Fungsi ABRI menerapkan bahawa Militer/ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
tidak lagi hanya bertugas sebagai lembaga yang berperan dalam ketahanan negara melainkan
juga ikut ambil bagian dalam kekuasaaan politik dengan menempatkan utusan-utusannya di
lembaga legislatif/DPR. Birokrasi kekuasaan pada saat itu juga di isi oleh orang-orang yang
secara emosional memiliki kedekatan dengan Soeharto. Secara tidak langsung birokrasi pada
masa Orde Baru didominasi oleh oknum-oknum yang memiliki loyalitas
Praktek monopoli kekuasaan yang dimainkan oleh pemerintahan Orde Baru lebih
cenderung kepada pemerintahan yang bersifat Otokrasi dari pada yang selama ini mereka klaim
sebagai demokrasi Pancasila. Di Indonesia, Presiden Soeharto yang juga disebut sebagai
bapak, secara jelas menunjukan beberapa pole prilaku penguasa kesultanan: Ia seperti umumnya
sultan membentuk hubungan patron-klien (bapakisme).
1
Soeharto menempatkan dirinya tepat
berada di puncak hiarki kekuasaan di Indonesia. Soeharto kerap menempatkan orang-orang
terdekatnya untuk menempati jabatan pemerintahan yang dipimpinnya. Jadi, secara jelas Orde
Baru mempraktekan sistem nepotisme dan melakukan pembatasan terhadap orang-orang yang

1
Schuck, Christoph. 2010. Demokrasi di Indonesia: Teori&Praktek. Yogyakarta: Graha Ilmu., Hal.76.

2 Demokratisasi di Indoneisa
berada diluar lingkaran barisan pendukung dimana hal ini mirip dengan gaya pemerintahan
otokrasi.
Praktek monopoli kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru juga sampai
kedalam hal Ideologi. Pancasila diterapkan sebagai ideologi tunggal bagi organisasi politik
maupun organisasi masyarakat yang berproses pada masa pemerintahannya. Dengan ideologi
Pancasila ini pulalah Soeharto kerap kali melegalisasi kebijakan/tindakan yang diambilnya.
Namun Pancasila pada Orde Baru diinterpretasikan berbeda oleh Soeharto dari pada Pancasila
yang di konsep/diajukan oleh bapak pendiri banaagsa seperi Soekarno, Hatta, ataupun M. Yamin.
Selama kekuasaan Soeharto sikap keras kekuasaan Orde Baru dilegitimasi lewat Pancasila, dan
karenanya, menjadi ancamana bagi kesatuan negara Indonesia.
2
Keadaan ini menggambarkan
seolah-olah apa saja yang dilakukan Soeharto selalu benar/berkaitan dengan Pancasila. Hal ini
disebabkan karena Pancasila yang dimaksud merupakan sebuah konsepsi pemikiran yang dibuat
oleh Soeharto sendiri.
Banyak kalangan menilai bahwa apa yang dilakukan Soeharto pada masa pemerintahan
Orde Baru merupakan praktek dari rezim militer murni. Masuknya militer dalam lembaga
kekuasaan negara (DPR) dan terpilihnya mantan-mantan/purnawirawan militer sebagai menteri
ataupun kepala daerah memperkuat bahwa Orde Baru tidak lebih dari sebuah rezim militer.
Namun penulis menilai bahwa apa yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru tidak dapat
dikatakan sebagai rezim militer murni. Soeharto tidak pernah menguasi Indonesia dengan cara
junta militer, melainkan dengan cara menggunakan militer untuk masuk kedalam majelis
permusyawaratan. Jumlah anggota parlemen seutuhnya juga bukan berasal dari kalangan militer,
melainkan ada juga yang berasal dari partai politik dan utusan golongan yang lain. Namun
sesuatu yang harus menjadi perhatian utama adalah, kedudukan anggota parlemen yang non
militer juga sangat di dominasi oleh kelompok yang loyal terhadap Soeharto. Golkar sebagai
lembaga politik yang selalu unggul mutlak dalam setiap penyelenggaran pemilu merupakan
barisan setia pendukung kekuasaan Soeharto. Sedangkan anggota parlemen yang berasal dari
utusan golongan juga merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan pemimpin yang
dianggap memimpin dengan tangan besi tersebut. Praktis hanya Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berada diluar barisan pendukung Soeharto.
Namun tetap saja kekuatan kedua partai ini (PPP & PDI) tidak sebanding jika dibandingkan
dengan kekuatan barisan pendukung Soeharto. Pengawasan kedua partai ini dalam parlemen

2
Ibid, Hal. 77.

3 Demokratisasi di Indoneisa
terhdapa pemerintahan Orde Baru juga sangat lemah dan bahkan dapat dikatakan hampir tidak
ada. Kondisi ini yang membuat rezim pemerintahan Orde Baru dapat langgeng berkuasa lebih
dari tiga puluh dua tahun lamahnya.

Runtuhnya Rezim Soeharto dan berakhirnya Orde Baru
Goyahnya kekuasaan Orde Baru bermula dari krisis ekonomi yang melanda dunia pada
tahun 1997. Inflasi terhadap rupiah yang terlalu tinggi terhadap rupiah membuat orang-orang
kelas menengah kebawah semakin menderita. Hanya dalam beberapa bulan, krisis ekonomi telah
memporakporandahkan perekonomian di Indonesia. Pemerintah pun terkesan tidak mampu untuk
mengatasi krisis ekonomi tersebut. Karena sangat menderita dengan krisis ekonomi tersebut,
maka mulai terjadi penurunan legitimasi kekuasaan pada pemerintahan Orde Baru. Hal ini
ditandai dengan terjadinya aksi-aksi di daerah untuk menurunkan harga bahan pokok yang dinilai
sudah melambung terlalu tinggi. Sehingga sangat sulit bagi masyarakat secara umum untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Orde Baru sepertinya telah kehilangan strategi untuk mengatasi krisis ekonomi. Hal ini
membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun. Masyarakat
melakukan aksi-aksi untuk menuntut perbaikan pada sektor ekonomi. Hal ini membuat
pemerintahan Soeharto mendapat goncangan dari luar. Kondisi ini diperparah karena Orde Baru
juga diguncang dari dalam dimana beberapa menteri mulai menunjukan sikap ketidakberpihakan
terhadap pemerintahan. Beberapa petinggi partai Golkar yang selama ini loyal terhadap Soeharto
juga mulai ragu atas kesanggupan pemerintahan Orde Baru mengatasi krisis.
Kekuatan oposisi juga ikut mengguncang kekuasaan Orde Baru. Golongan islam yang
diwakili oleh Abdurrahman Wahid dan Amin Rais dan golongan Nasionalis yang diwakili oleh
megawati juga gencar melancarkan kritik terhadap pemerintahan. Demonstrasi rakyat yang
dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi besar-besaran dari pusat hingga daerah. Hal ini juga
mengakibatkan kekuatan dukungan terhdapa pemerintahan mulai menipis. Kejadian-kejadian ini
menjadi pukulan telak bagi pemerintahan Orde Baru sehingga memaksa Soeharto mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Presiden republik indonesia dan untuk kemudian posisinya
digantikan oleh Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden. Namun masa
pemerintahan Habibie juga berakhir sangat sebentar karena sidang Istimewa MPR memutuskan
untuk melakukan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang
baru.

4 Demokratisasi di Indoneisa
Pemilu pada tahun 1999 merupakan Pemilu pertama yang diselenggarahkan pasca Orde
Baru. Dalam Pemilu tersebut jumlah partai politik (parpol) yang semula hanya 3, membludak
menjadi 48 partai. Dengan bergantinya rezim pemerintahan, menarik untuk dilihat bagaimana
sebenarnya proses pergantian rezim kekuasaan tersebut jika dihubungkan dengan proses
demokratisasi di Indonesia.
Krisis legitimasi yang melanda pemerintahan Orba membuat rakyat Indonesia mulai
melakukan pergolakan untuk melawan rezim penguasa. Aksi masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa mulai terjadi dimana-mana. Aksi dilakukan untuk menuntut mundur penguasa Orde
Baru Soeharto karena dinilai telah gagal dalam mengatasi masalah krisis ekonomi yang melanda
Indonesia. Namun pergolakan yang dilakukan juga tidak berjalan dengan mulus. Sadar
kekuasaannya mulai di guncang, Soeharto kemudian memerintahkan militer untuk menghadang
aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat tersebut. Bahkan militer tidak segan-segan untuk
melakukan tindakan represif yang berujung pada kematian di kalangan demonstran.
Jatuhnya korban pada pihak demosntran tidak membuat nyali masyarakat menjadi ciut,
tetapi justru melecut semangat para demostran untuk terus melakukan aksi demi sebuah cita-cita
yang mulia yaitu Indonesia baru tanpa Orba. Pergolakan tidak hanya dilakaukan oleh kelompok
mahasiswa dan rakayat saja, melainkan juga dikalangan politisi yang berada dalam gerbong
oposisi. Kekuatan politik di luar rezim penguasa seperti kelompok Islam NU(Abdurahman
wahid), Muhamadiyah (Amien Rais) dan Kelompok Nasionalis (megawati) juga ikut melakukan
pergolakan menentang rezim penguasa. Tokoh-tokoh masyarakat juga ikut menyatakan untuk
melakukan pergolakan melawan kekuasaan Orde Baru. Situasi ini membuat rezim Orde Baru
semakin terdesak.
Dukungan masa yang begitu kuat untuk melakukan pergolakan membuat oknum-oknum
yang semula hanya berada dilingkaran kekuasaan mulai berbalik untuk ikut bergabung
melengserkan kekuasaan Soeharto. Desakan yang terus menerus dilakukan masa telah membuat
sebagian pendukung Soeharto mulai meletakan loyalitas mereka selama ini. Hal ini ditandai
dengan mengundur dirikannya sepuluh menteri dalam kabinet pemerintahan pada saat itu.
Beberapa tokoh sentral partai golkar yang selama ini loyal terhadap Soeharto juga sudah mulai
menarik dukungannya. Kali ini tekanan yang didapatkan Soeharto tidak hanya berasal dari luar,
melainkan dari dalam lingkaran kekuasaannya sendiri. Kondisi ini membuat Soeharto benar-
benar tersudut.

5 Demokratisasi di Indoneisa
Posisi Soeharto pada saat itu sudh sangat terjepit karena mendapat tekanan baik dari
dalam maupun dari luar. Kekuatan militer yang selama ini digunakan untuk melawan rakyat juga
mulai kekurangan kekuatan karena menghadapi banyaknya jumlah rakyat yang turun dalam aksi
demonstrasi. Pembangkangan juga terjadi di kubu militer dengan mengundurdirikannya
Pangksotrad pada saat itu yaitu Prabowo yang notabene adalah menantu dari Soeharto itu
sendiri. Kondisi ini benar-benar membuat Soeharto mulai kehilangan kekuasaan karena
ditinggalkan oleh orang-orang yang selama ini setia mendukungnya,
Pergolakan yang dilakukan rakyat akhirnya tidak dapat terbendung lagi. Mahasiswa
berhasil menduduki kantor MPR, dan suara-suara untuk meminta Soeharto mundur pun mulai
lantang terdengar. Karena telah kehilangan pendukungnya, maka Soeharto pun kemudian
menyatakan mengundurkan diri dari jabatnnya sebagai Presiden Republik Indonesia di hadapan
anggota MPR. Mahasiswa yang berada diluar gedung MPR, yang menyaksikan pembacaan
pidato pengunduran diri tersebut lewat layar televisi menyambut dengan tepuk tangan yang
meriah. Kekuasaan Soeharto sebagai presiden pun berakhir sudah.
Setelah Soeharto mengundurkan diri, maka sesuai dengan konstitusi pada saat itu posisi
Soeharto sebagai Presiden akan digantikan oleh Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai
wakil presiden. Keadaan ini membuat pergolakan massa terus berlanjut. Para demostran
menginginkan rezim Orde Baru benar-benar harus lengser sampai kroni-kroninya.
3
Habbie
merupakan tangan kanan Soeharto, jadi rakyat kembali melakukan aksinya untuk melengserkan
Habibie dari kursi presiden. Konsolidasi pun mulai dibangun diantara para demostran, tokoh
oposisi dan tokoh masyarakat. Rakyat kemudian menuntut untuk dilakukan pemilihan umum
yang demokratis untuk selanjutnya memilih anngota DPR dan Presiden serta Wakil Presiden
yang baru.
Setelah kekuasan Orde Baru berakhir maka dunia perpolitikan di Indonesia memasuki
babak yang baru. Tidak ada yang bisa menjamin kelompok mana yang akan menjadi penguasa
selanjutnya. Kelompok oposisi memang menjadi kelompok yang paling berpeluang untuk
menjadi penguasa selanjutnya. Tapi tidak tertutu kemungkinan bahwa kelompok pemerintah
sebelumnya juga dapat merebut kembali kekuasaannya. Ini disebabkan karena pada saat seperti
ini Indonesia memasuki masa transisi dimana sebuah Era Politik (Orde Baru) telah berakhir dan
Era selanjutnya akan datang. Namun seperti apa Era selanjutnya tersebut masih menjadi sebuah

3
Budiman, Arief. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Aksi Politik,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal. 115.

6 Demokratisasi di Indoneisa
misteri. Sesuai apa yang di utarakan oleh Guillermo ODonnel dan Philippe C. Schmitter
4
bahwa
masa transisi mengara kepada sebuah ketidakpastian.

Transisi Otokrasi Menuju Demokrasi
Untuk menentukan rezim penguasa pada masa selanjutnya, maka pada tahun 1999
diselenggarakanlah pemilihan umum. Pemilihan umum kali ini tidak hanya diikuti oleh tiga
kontestan yang menjadi peserta dalam pemilu pada masa Orba melainkan berkembang menjadi
48 peserta partai politik. Banyaknya jumlah parpol yang berpartisipasi dalam pemilu juga
diakibatkan karena pasca Orba pemerintah memberi kebebasan kepada masyarakat untuk
mendirikan partai politik sebagai manifestasi dari kebebasan berserikat yang juga dijunjung oleh
paham demokrasi. Pemilu ini kemudian menjadikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) sebagai pemenang dalam pemilu tersebut. Sedangkan dalam pemilihan presiden yang
dilakukan anggota DPR/MPR Abdurahman Wahid berhasil keluar sebagai peraih suara
terbanyak disusul oleh Megawati Soekarno putri. Dengan hasil ini maka Abdurahman Wahid dan
Megawati Soekarno Putri ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pasca runtuhnya
kekuasaan Orde Baru.
Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Guillermo ODonnell dan Philippe Schmitter
bahwa masa transisi adalah sebuah rangkaian kemungkinan dan ketidakpastian.
5
Abdurahman
Wahid atau yang akrab di panggil Gusdur juga harus lengser di tengah-tengah masa jabatannya.
Gusdur yang sesuai dengan konstitusi seharusnya memiliki masa jabatan sebagai presiden
selama lima tahun akhirnya ditengah jalan mendapat tekanan dari parlemen dan diberhentikan
melalui Sidang Istimewa MPR. Pertanggungjawaban Gusdur sebagai Presiden tidak diterima
oleh sebagian besar anggota MPR sehingga Gusdur diberhentikan secara paksa oleh parlemen.
Sebagai penggantinya Megawati yang semula menjabat sebagai wakil presiden kemudian
diangkat menjadi presiden menggantikan gusdur. Megawati menggantikan Gusdur untuk
melanjutkan masa pemerintahan presiden yang berasal dari Partai Kebangkitan bangsa tersebut.
Masa pemerintahan Gusdur yang begitu cepat membuktikan bahwa Indonesia pada saat itu masih
berada dalam proses transisi untuk memasuki format politik yang baru.
Memasuki Era Reformasi, Iklim demokrasi mulai terasa dalam dunia politik di Indonesia.
Pemerintah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membentuk

4
ODonnell & C. Schmitter. 1993. Transisi Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES, Hal. 75
5
Ibid

7 Demokratisasi di Indoneisa
partai-partai politik. Kebijakan ini sangat selaras dengan apa yang menjadi nilai-nilai
fundamental dalam demokrasi yaitu asas kebebasan, keadilan dan persamaan (egaliter).
Kebebasan yaitu rakayat diberi kebebasan untuk berserikat dengan cara membentuk partai politik
baru. Hal ini tidak dapat kita temui pada Orde Baru yang membatasi jumlah partai politik hanya
tiga partai saja. Dengan dibukanya akses untuk membentuk partai politik secara bebas, maka
masyarakat tidak lagi merasa terkekang dalam menentukan pilihan politiknya yang selama ini
dialami masyarakat pada masa pemerintahan Soeharto.
Iklim demokrasi juga dapat dirasakan dengan diamandemenya undang-undang dasar
1945 sebanyak emapat kali pasca runtuhnya Orba.
6
Amandemen yang dilakukan berkutat pada
pembatasan kekuasaan presiden supaya tidak terlalu dominan. Hal ini diperlukan supaya
pemerintahan seperti Orde Baru tidak terulang lagi di indonesia. Undang-Undang Dasar 1945
mengatur bahwa masa pemerintahan Presiden berlangsung paling lama hanya dua periode
dimana masa satu periodenya selama lima tahun. Ini untuk menghindari terjadinya rezim tirani
yang selama ini dipraktekan oleh Soeharto. Satu hal lagi yang dapat dirasakan dari iklim
demokrasi diawal Era Reformasi adalah dengan kembalinya militer ke barak. Dwi Fungsi ABRI
yang selama ini dijunjung dalam Orde Baru seketika dihapuskan karena tidak sejalan dengan
nilai-nilai demokrasi. Militer merupakan alat negara yang bertugas menjaga ketahan nasional dan
tidak memiliki kedudukan dalam politik. Hal ini dilakaukan untuk mencegah militerisasi yang
selama ini dipraktekan oleh rezim Orde Baru. Sehingga fungsi militer seutuhnya tercuraahkan
pada masalah ketahanan negara dan tidak ada lagi menyangkut kepersoalan politik.
Pergolakan yang terjadi di ujung masa pemerintahan Orde Baru telah membawa arus
politik di Indonesia memasuki masa transisi. Indonesia mengalami situasi politik yang tidak
menentu dan selalu berubah-ubah.
7
Transisi ini kemudian menunjukan kearah perubahan yang
lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari terciptanya nuansa-nuansa yang lebih demokratis pada era
reformasi ini. Masyarakat tidak lagi dibatasi dalam hal kebebasan untuk berpartisipasi dalam
bidang politik. Kebebasan untuk membentuk paartai politik membuat masyarakat lebih leluasa
untuk menyampaikan aspirasi poltiiknya melalui partai yang menjadi pilih poltiik dari
masyarakat tersebut.
8

Masa transisi politik yang dialami Indonesia ternyata membawa angin segar bagi proses
demokratisasi di negara agraria ini. Praktek-praktek politik yang selama ini tidak pernah di

6
Budiman, Arief. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal. 66
7
Ibid, Hal. 79
8
Ibid, Hal. 93

8 Demokratisasi di Indoneisa
lakukan pada masa Orde Baru mulai kelihatan pada Era Reformasi. Reformasi politik pada tahun
1998 tersebut benar-benar telah mereformasi sendi-sendi politik banaagsa Indonesia. Tidak ada
lagi kekuasaan yang terlalu dominan pada salah satu lemabag negara (seperti yang terjadi pada
Orba dimana Eksekutif menjadi sangat dominan bagi lembaga-lembaga kekuasaan negara
lainnya. Proses transisi politik yang menuju tansisi demokrasi di Indonesia bukanlah sesuatu
yang terjadi begitu saja. Dalam sebuah proses transisi menuju demokrasi, diperlukan adanya
tahapan-tahapan politik yang secara berkala akan mengarah kepada sebuah proses demokratisasi
yang utuh.
9
Tahapan pertama adalah memperlemah rezim otoriter.
10
Rezim otoriter yang lemah
akan mengurangi legitimasi pada pemerintahan. Pada masa Orde Baru krisis legitimasi bermula
dari ketidak mampuan pemerintah Orba dalam mengatasi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia. Inilah yang kemudian membuat keraguan masyarakat terhadap pemerintah sehingga
kekuatan pemerintah otoriter tersebut menjadi berkurang. Kondisi ini dibutuhkan sebagai
langkah awal terguncangnya kekuasaan otoriter karena mulai meragukan masyarakat untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi ditenagah-tengah masyarakat.
Tahapan yang kedua adalah menegosisikan. Yaitu bagaimana kekuatan yang berada
diluar pemerintah otoriter tersebut mampu bernegosiasi untuk menyatukan kekuatan.
11
Hal ini
dibutuhkan untuk mengimbangi kekuasaan pemerintahan otoriter yang begitu dominan.
Dominasi kekuasaan pemerintah juga harus diimbangi dengan kekuatan yang kontra terhadap
pemerintahan tersebut, karena jika tidak kekuatan yang berada diluar pemerintah akan dengan
muda dapat dikebiri oleh pemerintah. Dalam orde baru kekuatan soeharto begitu dominan.
Namun berkat negosiasi yang dilakukan elemen-elemen yang berada diluar lingkaran kekuasaan,
diantaranya kelompok oposisi, tokoh masyarakat, mahasiswa dan dukungan rakayat Indonesia
maka kekuasaan pemerintahan Orde Baru yang begitu domnian pun pada akhirnya dapat
digoyang juga.
Tahapan yang ketiga adalah membangkitkan kembali masyarakat sipil dan
restrukturisasi.
12
Dalam sebuah proses tansisi sangat diperlukan peran serata dari masyarakat civi
atau yang biasa disebut sebagai civil society. Civil society merupakan struktur dalam
masyarakat yang bersifat kritis dan aktif terhadap isu-isu politik yang terjadi dalam sebuah
negara. Pada masa Orde Baru, peranan civil society dimainkan oleh mahasiswa. Dimana dengan

9
Huntington, Samuel P. 1991. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Grafiti, Hal. 78
10
Ibid, Hal. 81
11
Ibid, Hal. 93
12
Ibid, Hal. 98

9 Demokratisasi di Indoneisa
militansi dan daya kritisnya mahasiswa melakukan aksi-aksi untuk mengkritisi pemerintahan
Orde Baru yang dikenal sangat otoriter.
Tahapan keempat adalah menyelenggarakan pemilu.
13
Pemilu adalah sebuah tahapan
yang demokratis untuk memilih pemimpin negara dan wakil-wakil rakyat. Ketiga tahapan
sebelumnya merupakan tahapan persiapan untuk melakukan transisi tersebut. Sedangkan tahapan
keempat inilah tahapan penentu apakah sebuah transisi tersebut mempunyai kesempatan untuk
terjadi. Dalam kasus di Indonesia, setelah Soeharto mengundurkan diri dan Habibie
diberhentikan dalam Sidang Istimewa MPR, maka di lakaukan pemilihan umum yang
diselenggarakan secara demokratis. Dalam kasus diatas jika kelompok yang selama ini berada
diluar lingkaran kekuasaan yang menang, maka masih ada kemungkinan terjadi tarnsisi menuju
demokrasi, namun apabila yang memenangkan rezim tersebut adalah kelompok kekuasaan
sebelumnya maka rezim politik yang otoriter dapat terus berlanjut.
Keempat tahapan ini lah yang akan dilalui sebuah negara dalam transisi menuju
demokrasi. Tahapan-tahapan diatas merupakan sesuatu yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Setiap tahapannya mempunyai problem masing-masing yang harus dihadapi oleh sebuah negara
yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi. Transisi menuju demokrasi memerlukan
proses yang sangat panjang. Hal ini disebabkan karena rezim yang harus digulingkan
sebelumnya adalah rezim otoriter yang mempunyai kekuatan poltiik yang dominan. Jadi untuk
mengakhiri dominasi rezim otoriter tersebut dibutuhkan perencanaan yang matang dan
membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Transisi menuju demokrasi yang terjadi di Indonesia merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Seperti yang diutarakan pada bab
sebelumnya bahwa terdapat empat pola tansisi menuju demokrasi. Adapun tansisi yang terjadi di
Indonesia merupakan sebuah pola yang berbentuk replacement. Bentuk adalah sebuah proses
menuju demokrasi dimana kelompok oposisi memimpin perjuangan untuk mewujudkan
demokrasi dengan cara menggulingkan pemerintahan sebelumnya. Namun apa yang dimaksud
dengan kata menggulingkan tidak harus bermakna sebagai sebuah usaha kudeta politik. Tansisi
yang terjadi di Indonesia sangat mirip dengan pola yang dijelaskan diatas. Dimana perjuangan
mewujudkan demokrasi di rintis oleh kelompok oposisi yang berjuang melawan dominasi
pemerintahan otoriter Soeharto pada saat itu. Kelompok oposisi yang dimaksud dalam hal ini
bukanlah hanya kelompok oposisi dalam kategori elit yang menempatkan diri di parlemen.

13
Ibid, Hal. 103

10 Demokratisasi di Indoneisa
Melainkan semua pihak yang berada diluar keuasaan pemerintahan Soeharto pada saat itu.
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan oposisi dalam kondisi ini juga termasuk mahasiswa,
tokoh masyarakat dan seluruh rakyat indonesia yang ikut melawan rezim otoriter Orde Baru.
Pola replecement ini tidak lah harus memutus kelompok rezim yang berkuasa yang
sebelumnya. Pola pergantian rezim kekuasaan sebisa mungkin diselesaikan dengan cara
sedemokratis mungkin. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi pertikaian yang besar antara
kelompok pendukung pemerintah dan kelompok oposisi. Seperti halnya pada Era reformsai
dimana pemerintahan pada saat itu tidak membubarkan golkar, sekalipun golkar adalah partai
yang melanggengkan kekuasaan Soeharto selama masa pemerintahan Orde Baru.

KESIMPULAN
Ada beberapa pertanyaan utama yang muncul pada proses demokratisasi di Indonesia.
Pertama, siapakah actor utama dibalik proses perubahan dari otokrasi dimasa pemerintahan
Presiden Soeharto menuju kearah demokrasi yang disebut dengan era reformasi. Kemudian
pertanyaan yang kedua adalah bagaimana interaksi antar actor itu terjadi serta sepakat-sepakat
apa yang kemudian dihasilkan dari interaksi antar actor tersebut. Lantas factor apa saja yang
mempengaruhi dan menjadi kendala dalam proses demokratisasi di Indonesia.
Sesuai dengan penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua actor dalam
proses demokratisasi di Indonesia yakni actor formal dan actor informal. Dari data yang
didapatkan penulis, actor utama dari kalangan actor formal ada tiga orang, yakni Abdurahman
Wachid, Megawati Soekarno Putri dan Amien Rais. Ketiga actor ini mempunyai peran dominan
dalam perubahan dari otokrasi menjadi demokrasi. Selain ketiga actor tersebut, turut berperan
pula pejabat-pejabat serta anggota dewan yang terpilih pada pemilu 1999 yang mempunyai
tujuan yang sama yakni perubahan yang lebih baik dari pemerintahan otoriter menjadi lebih
demokratis. Disamping itu, peran actor informal juga tidak kalah penting. Mahasiswa, tokoh
masyarakat, serta peran media masa merupakan actor informal yang mempunyai peran yang
sangat besar dalam menggulingkan rezim Soeharto. Dari actor-aktor diatas lantas timbul lah
interaksi antar actor yang lantas menghasilkan sepakat-sepakat untuk menciptakan satu iklim
pemerintahan yang baru, yang lebih demokratis, dan lebih baik sehingga dengan demikian
bentuk pemerintahan yang baru ini dapat mengakomodir kepentingan rakyat dan tidak semata-
mata menguntungkan pihak tertentu. Adanya transisi menuju demokrasi ini juga terjadi karena
adanya dua factor yakni factor internal dan factor eksternal. Faktor internal yang berupa desakan

11 Demokratisasi di Indoneisa
dari masayarakat Indonesia merupakan factor utama yang menyebabkan tumbangnya
pemerintahan Soeharto. Selain itu, desakan internasional atas rezim Soeharto yang telah
berkuasa lebih dari 32 tahun menjadi factor eksternal yang mendukung adanya perubahan ke
arah demokrasi.



















REFERENSI

Almond, Gabriel A. 1990. A Discpline Devided: School and Sect in Political Science. Newbury
Park London New Delhi: SAGE Publication.
Anonim. 1985. Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol. Jakarta: Rajawali Pers
Budiarjo, Miriam. 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Budiman, Arief. 1992. State and civil society in Indonesia. Australia: Aristoc Press.
Budiman, Arief. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

12 Demokratisasi di Indoneisa
Dahl, Robert. 1991. Analisa Politik Modern. Jakarta: Bumi Akasara.
Hatta, Mohammad. 1980. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: UI Press.
Huntington, Samuel P. 1991. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Grafiti
Hermawan, Eman. 2001. Politik Membela yang Benar: Teori, Kritik & Nalar. Yogyakarta:
KLIK
Lipset, Martin. 2007. Political Man: Basis Sosial dan Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Meyer, Thomas. 2002. Demokrasi: Sebuah Pengantar Untuk Penerapan. Jakarta: FES
ODonnell & C. Schmitter. 1993. Transisi Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES
Ramanathan, K. 1988. Konsep dan Asas Politik. Pulau Pinang: ALMS Digital
Sabine. 1963. Teori-Teori Politik. Bandung: Dwhiwantara
Schmid, Von. 1984. Ahli-Ahli Besar Tentang Negara dan Hukum. Jakarta: Pembangunan
Soltau, R.H. 1977. Ilmu Politik. Jakarta
Sulastomo. 2001. Demokrasi atau Democrazy. Jakarta: Rajawali Pers
Treanor, Paul. 2001. Kebohongan Demokrasi. Yogyakarta: Istawa
Fukuyama, F. 1992. The end of historis and the last man. New York: Free Press.

Anda mungkin juga menyukai