PROSES DEMOKRATISASI DI INDONESIA Oleh : Restik Anggada Pratama (071112045), Ari Putra Prima (071112064), M. Hafiz Algifari (070912092) dan I ndra Putra Y. R (070912094)
Reformasi politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan sebuah momen paling bersejarah bagi perjalanan demokratisasi di Indonesia. Peristiwa ini menurut pendapat umum diibaratkan sebagai sebuah tunas baru yang akan tumbuh dan berkembang untuk mencerahkan iklim demokrasi di Indonesia. Reformasi 1998 yang dimulai pada bulan mei juga tercatat sebagai sebuah langkah awal untuk mengakhiri rezim otoriter yang dipraktekan pemerintahan orde baru. Orde baru yang selama masa pemerintahannya lebih dari tiga puluh dua tahun menerapkan sistem monopoli kekuasaan yang di komandoi oleh Soeharto. Sistem monopoli kekuasaan yang berpangkal pada Soeharto tersebut dapat dilihat bagaimana dominannya kekuasaan soeharto pada masa pemerintahannya yang berlangsung lebih dari tiga dekade. Keberlangsungan masa pemerintahan Orde Baru tidak pernah terlepas dari peran mesin politik yang digerakan oleh Soeharto yaitu Golongan Karya (Golkar). Untuk menambah dominasi kekuasaan politiknya, Soeharto juga menerapkan sistem Dwi Fungsi ABRI. Dwi Fungsi ABRI menerapkan bahawa Militer/ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) tidak lagi hanya bertugas sebagai lembaga yang berperan dalam ketahanan negara melainkan juga ikut ambil bagian dalam kekuasaaan politik dengan menempatkan utusan-utusannya di lembaga legislatif/DPR. Birokrasi kekuasaan pada saat itu juga di isi oleh orang-orang yang secara emosional memiliki kedekatan dengan Soeharto. Secara tidak langsung birokrasi pada masa Orde Baru didominasi oleh oknum-oknum yang memiliki loyalitas Praktek monopoli kekuasaan yang dimainkan oleh pemerintahan Orde Baru lebih cenderung kepada pemerintahan yang bersifat Otokrasi dari pada yang selama ini mereka klaim sebagai demokrasi Pancasila. Di Indonesia, Presiden Soeharto yang juga disebut sebagai bapak, secara jelas menunjukan beberapa pole prilaku penguasa kesultanan: Ia seperti umumnya sultan membentuk hubungan patron-klien (bapakisme). 1 Soeharto menempatkan dirinya tepat berada di puncak hiarki kekuasaan di Indonesia. Soeharto kerap menempatkan orang-orang terdekatnya untuk menempati jabatan pemerintahan yang dipimpinnya. Jadi, secara jelas Orde Baru mempraktekan sistem nepotisme dan melakukan pembatasan terhadap orang-orang yang
1 Schuck, Christoph. 2010. Demokrasi di Indonesia: Teori&Praktek. Yogyakarta: Graha Ilmu., Hal.76.
2 Demokratisasi di Indoneisa berada diluar lingkaran barisan pendukung dimana hal ini mirip dengan gaya pemerintahan otokrasi. Praktek monopoli kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru juga sampai kedalam hal Ideologi. Pancasila diterapkan sebagai ideologi tunggal bagi organisasi politik maupun organisasi masyarakat yang berproses pada masa pemerintahannya. Dengan ideologi Pancasila ini pulalah Soeharto kerap kali melegalisasi kebijakan/tindakan yang diambilnya. Namun Pancasila pada Orde Baru diinterpretasikan berbeda oleh Soeharto dari pada Pancasila yang di konsep/diajukan oleh bapak pendiri banaagsa seperi Soekarno, Hatta, ataupun M. Yamin. Selama kekuasaan Soeharto sikap keras kekuasaan Orde Baru dilegitimasi lewat Pancasila, dan karenanya, menjadi ancamana bagi kesatuan negara Indonesia. 2 Keadaan ini menggambarkan seolah-olah apa saja yang dilakukan Soeharto selalu benar/berkaitan dengan Pancasila. Hal ini disebabkan karena Pancasila yang dimaksud merupakan sebuah konsepsi pemikiran yang dibuat oleh Soeharto sendiri. Banyak kalangan menilai bahwa apa yang dilakukan Soeharto pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan praktek dari rezim militer murni. Masuknya militer dalam lembaga kekuasaan negara (DPR) dan terpilihnya mantan-mantan/purnawirawan militer sebagai menteri ataupun kepala daerah memperkuat bahwa Orde Baru tidak lebih dari sebuah rezim militer. Namun penulis menilai bahwa apa yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru tidak dapat dikatakan sebagai rezim militer murni. Soeharto tidak pernah menguasi Indonesia dengan cara junta militer, melainkan dengan cara menggunakan militer untuk masuk kedalam majelis permusyawaratan. Jumlah anggota parlemen seutuhnya juga bukan berasal dari kalangan militer, melainkan ada juga yang berasal dari partai politik dan utusan golongan yang lain. Namun sesuatu yang harus menjadi perhatian utama adalah, kedudukan anggota parlemen yang non militer juga sangat di dominasi oleh kelompok yang loyal terhadap Soeharto. Golkar sebagai lembaga politik yang selalu unggul mutlak dalam setiap penyelenggaran pemilu merupakan barisan setia pendukung kekuasaan Soeharto. Sedangkan anggota parlemen yang berasal dari utusan golongan juga merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan pemimpin yang dianggap memimpin dengan tangan besi tersebut. Praktis hanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang berada diluar barisan pendukung Soeharto. Namun tetap saja kekuatan kedua partai ini (PPP & PDI) tidak sebanding jika dibandingkan dengan kekuatan barisan pendukung Soeharto. Pengawasan kedua partai ini dalam parlemen
2 Ibid, Hal. 77.
3 Demokratisasi di Indoneisa terhdapa pemerintahan Orde Baru juga sangat lemah dan bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada. Kondisi ini yang membuat rezim pemerintahan Orde Baru dapat langgeng berkuasa lebih dari tiga puluh dua tahun lamahnya.
Runtuhnya Rezim Soeharto dan berakhirnya Orde Baru Goyahnya kekuasaan Orde Baru bermula dari krisis ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1997. Inflasi terhadap rupiah yang terlalu tinggi terhadap rupiah membuat orang-orang kelas menengah kebawah semakin menderita. Hanya dalam beberapa bulan, krisis ekonomi telah memporakporandahkan perekonomian di Indonesia. Pemerintah pun terkesan tidak mampu untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut. Karena sangat menderita dengan krisis ekonomi tersebut, maka mulai terjadi penurunan legitimasi kekuasaan pada pemerintahan Orde Baru. Hal ini ditandai dengan terjadinya aksi-aksi di daerah untuk menurunkan harga bahan pokok yang dinilai sudah melambung terlalu tinggi. Sehingga sangat sulit bagi masyarakat secara umum untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orde Baru sepertinya telah kehilangan strategi untuk mengatasi krisis ekonomi. Hal ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun. Masyarakat melakukan aksi-aksi untuk menuntut perbaikan pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Soeharto mendapat goncangan dari luar. Kondisi ini diperparah karena Orde Baru juga diguncang dari dalam dimana beberapa menteri mulai menunjukan sikap ketidakberpihakan terhadap pemerintahan. Beberapa petinggi partai Golkar yang selama ini loyal terhadap Soeharto juga mulai ragu atas kesanggupan pemerintahan Orde Baru mengatasi krisis. Kekuatan oposisi juga ikut mengguncang kekuasaan Orde Baru. Golongan islam yang diwakili oleh Abdurrahman Wahid dan Amin Rais dan golongan Nasionalis yang diwakili oleh megawati juga gencar melancarkan kritik terhadap pemerintahan. Demonstrasi rakyat yang dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi besar-besaran dari pusat hingga daerah. Hal ini juga mengakibatkan kekuatan dukungan terhdapa pemerintahan mulai menipis. Kejadian-kejadian ini menjadi pukulan telak bagi pemerintahan Orde Baru sehingga memaksa Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden republik indonesia dan untuk kemudian posisinya digantikan oleh Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai wakil presiden. Namun masa pemerintahan Habibie juga berakhir sangat sebentar karena sidang Istimewa MPR memutuskan untuk melakukan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang baru.
4 Demokratisasi di Indoneisa Pemilu pada tahun 1999 merupakan Pemilu pertama yang diselenggarahkan pasca Orde Baru. Dalam Pemilu tersebut jumlah partai politik (parpol) yang semula hanya 3, membludak menjadi 48 partai. Dengan bergantinya rezim pemerintahan, menarik untuk dilihat bagaimana sebenarnya proses pergantian rezim kekuasaan tersebut jika dihubungkan dengan proses demokratisasi di Indonesia. Krisis legitimasi yang melanda pemerintahan Orba membuat rakyat Indonesia mulai melakukan pergolakan untuk melawan rezim penguasa. Aksi masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi dimana-mana. Aksi dilakukan untuk menuntut mundur penguasa Orde Baru Soeharto karena dinilai telah gagal dalam mengatasi masalah krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Namun pergolakan yang dilakukan juga tidak berjalan dengan mulus. Sadar kekuasaannya mulai di guncang, Soeharto kemudian memerintahkan militer untuk menghadang aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat tersebut. Bahkan militer tidak segan-segan untuk melakukan tindakan represif yang berujung pada kematian di kalangan demonstran. Jatuhnya korban pada pihak demosntran tidak membuat nyali masyarakat menjadi ciut, tetapi justru melecut semangat para demostran untuk terus melakukan aksi demi sebuah cita-cita yang mulia yaitu Indonesia baru tanpa Orba. Pergolakan tidak hanya dilakaukan oleh kelompok mahasiswa dan rakayat saja, melainkan juga dikalangan politisi yang berada dalam gerbong oposisi. Kekuatan politik di luar rezim penguasa seperti kelompok Islam NU(Abdurahman wahid), Muhamadiyah (Amien Rais) dan Kelompok Nasionalis (megawati) juga ikut melakukan pergolakan menentang rezim penguasa. Tokoh-tokoh masyarakat juga ikut menyatakan untuk melakukan pergolakan melawan kekuasaan Orde Baru. Situasi ini membuat rezim Orde Baru semakin terdesak. Dukungan masa yang begitu kuat untuk melakukan pergolakan membuat oknum-oknum yang semula hanya berada dilingkaran kekuasaan mulai berbalik untuk ikut bergabung melengserkan kekuasaan Soeharto. Desakan yang terus menerus dilakukan masa telah membuat sebagian pendukung Soeharto mulai meletakan loyalitas mereka selama ini. Hal ini ditandai dengan mengundur dirikannya sepuluh menteri dalam kabinet pemerintahan pada saat itu. Beberapa tokoh sentral partai golkar yang selama ini loyal terhadap Soeharto juga sudah mulai menarik dukungannya. Kali ini tekanan yang didapatkan Soeharto tidak hanya berasal dari luar, melainkan dari dalam lingkaran kekuasaannya sendiri. Kondisi ini membuat Soeharto benar- benar tersudut.
5 Demokratisasi di Indoneisa Posisi Soeharto pada saat itu sudh sangat terjepit karena mendapat tekanan baik dari dalam maupun dari luar. Kekuatan militer yang selama ini digunakan untuk melawan rakyat juga mulai kekurangan kekuatan karena menghadapi banyaknya jumlah rakyat yang turun dalam aksi demonstrasi. Pembangkangan juga terjadi di kubu militer dengan mengundurdirikannya Pangksotrad pada saat itu yaitu Prabowo yang notabene adalah menantu dari Soeharto itu sendiri. Kondisi ini benar-benar membuat Soeharto mulai kehilangan kekuasaan karena ditinggalkan oleh orang-orang yang selama ini setia mendukungnya, Pergolakan yang dilakukan rakyat akhirnya tidak dapat terbendung lagi. Mahasiswa berhasil menduduki kantor MPR, dan suara-suara untuk meminta Soeharto mundur pun mulai lantang terdengar. Karena telah kehilangan pendukungnya, maka Soeharto pun kemudian menyatakan mengundurkan diri dari jabatnnya sebagai Presiden Republik Indonesia di hadapan anggota MPR. Mahasiswa yang berada diluar gedung MPR, yang menyaksikan pembacaan pidato pengunduran diri tersebut lewat layar televisi menyambut dengan tepuk tangan yang meriah. Kekuasaan Soeharto sebagai presiden pun berakhir sudah. Setelah Soeharto mengundurkan diri, maka sesuai dengan konstitusi pada saat itu posisi Soeharto sebagai Presiden akan digantikan oleh Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden. Keadaan ini membuat pergolakan massa terus berlanjut. Para demostran menginginkan rezim Orde Baru benar-benar harus lengser sampai kroni-kroninya. 3 Habbie merupakan tangan kanan Soeharto, jadi rakyat kembali melakukan aksinya untuk melengserkan Habibie dari kursi presiden. Konsolidasi pun mulai dibangun diantara para demostran, tokoh oposisi dan tokoh masyarakat. Rakyat kemudian menuntut untuk dilakukan pemilihan umum yang demokratis untuk selanjutnya memilih anngota DPR dan Presiden serta Wakil Presiden yang baru. Setelah kekuasan Orde Baru berakhir maka dunia perpolitikan di Indonesia memasuki babak yang baru. Tidak ada yang bisa menjamin kelompok mana yang akan menjadi penguasa selanjutnya. Kelompok oposisi memang menjadi kelompok yang paling berpeluang untuk menjadi penguasa selanjutnya. Tapi tidak tertutu kemungkinan bahwa kelompok pemerintah sebelumnya juga dapat merebut kembali kekuasaannya. Ini disebabkan karena pada saat seperti ini Indonesia memasuki masa transisi dimana sebuah Era Politik (Orde Baru) telah berakhir dan Era selanjutnya akan datang. Namun seperti apa Era selanjutnya tersebut masih menjadi sebuah
3 Budiman, Arief. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Aksi Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal. 115.
6 Demokratisasi di Indoneisa misteri. Sesuai apa yang di utarakan oleh Guillermo ODonnel dan Philippe C. Schmitter 4 bahwa masa transisi mengara kepada sebuah ketidakpastian.
Transisi Otokrasi Menuju Demokrasi Untuk menentukan rezim penguasa pada masa selanjutnya, maka pada tahun 1999 diselenggarakanlah pemilihan umum. Pemilihan umum kali ini tidak hanya diikuti oleh tiga kontestan yang menjadi peserta dalam pemilu pada masa Orba melainkan berkembang menjadi 48 peserta partai politik. Banyaknya jumlah parpol yang berpartisipasi dalam pemilu juga diakibatkan karena pasca Orba pemerintah memberi kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik sebagai manifestasi dari kebebasan berserikat yang juga dijunjung oleh paham demokrasi. Pemilu ini kemudian menjadikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pemenang dalam pemilu tersebut. Sedangkan dalam pemilihan presiden yang dilakukan anggota DPR/MPR Abdurahman Wahid berhasil keluar sebagai peraih suara terbanyak disusul oleh Megawati Soekarno putri. Dengan hasil ini maka Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pasca runtuhnya kekuasaan Orde Baru. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Guillermo ODonnell dan Philippe Schmitter bahwa masa transisi adalah sebuah rangkaian kemungkinan dan ketidakpastian. 5 Abdurahman Wahid atau yang akrab di panggil Gusdur juga harus lengser di tengah-tengah masa jabatannya. Gusdur yang sesuai dengan konstitusi seharusnya memiliki masa jabatan sebagai presiden selama lima tahun akhirnya ditengah jalan mendapat tekanan dari parlemen dan diberhentikan melalui Sidang Istimewa MPR. Pertanggungjawaban Gusdur sebagai Presiden tidak diterima oleh sebagian besar anggota MPR sehingga Gusdur diberhentikan secara paksa oleh parlemen. Sebagai penggantinya Megawati yang semula menjabat sebagai wakil presiden kemudian diangkat menjadi presiden menggantikan gusdur. Megawati menggantikan Gusdur untuk melanjutkan masa pemerintahan presiden yang berasal dari Partai Kebangkitan bangsa tersebut. Masa pemerintahan Gusdur yang begitu cepat membuktikan bahwa Indonesia pada saat itu masih berada dalam proses transisi untuk memasuki format politik yang baru. Memasuki Era Reformasi, Iklim demokrasi mulai terasa dalam dunia politik di Indonesia. Pemerintah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membentuk
4 ODonnell & C. Schmitter. 1993. Transisi Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES, Hal. 75 5 Ibid
7 Demokratisasi di Indoneisa partai-partai politik. Kebijakan ini sangat selaras dengan apa yang menjadi nilai-nilai fundamental dalam demokrasi yaitu asas kebebasan, keadilan dan persamaan (egaliter). Kebebasan yaitu rakayat diberi kebebasan untuk berserikat dengan cara membentuk partai politik baru. Hal ini tidak dapat kita temui pada Orde Baru yang membatasi jumlah partai politik hanya tiga partai saja. Dengan dibukanya akses untuk membentuk partai politik secara bebas, maka masyarakat tidak lagi merasa terkekang dalam menentukan pilihan politiknya yang selama ini dialami masyarakat pada masa pemerintahan Soeharto. Iklim demokrasi juga dapat dirasakan dengan diamandemenya undang-undang dasar 1945 sebanyak emapat kali pasca runtuhnya Orba. 6 Amandemen yang dilakukan berkutat pada pembatasan kekuasaan presiden supaya tidak terlalu dominan. Hal ini diperlukan supaya pemerintahan seperti Orde Baru tidak terulang lagi di indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa masa pemerintahan Presiden berlangsung paling lama hanya dua periode dimana masa satu periodenya selama lima tahun. Ini untuk menghindari terjadinya rezim tirani yang selama ini dipraktekan oleh Soeharto. Satu hal lagi yang dapat dirasakan dari iklim demokrasi diawal Era Reformasi adalah dengan kembalinya militer ke barak. Dwi Fungsi ABRI yang selama ini dijunjung dalam Orde Baru seketika dihapuskan karena tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi. Militer merupakan alat negara yang bertugas menjaga ketahan nasional dan tidak memiliki kedudukan dalam politik. Hal ini dilakaukan untuk mencegah militerisasi yang selama ini dipraktekan oleh rezim Orde Baru. Sehingga fungsi militer seutuhnya tercuraahkan pada masalah ketahanan negara dan tidak ada lagi menyangkut kepersoalan politik. Pergolakan yang terjadi di ujung masa pemerintahan Orde Baru telah membawa arus politik di Indonesia memasuki masa transisi. Indonesia mengalami situasi politik yang tidak menentu dan selalu berubah-ubah. 7 Transisi ini kemudian menunjukan kearah perubahan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari terciptanya nuansa-nuansa yang lebih demokratis pada era reformasi ini. Masyarakat tidak lagi dibatasi dalam hal kebebasan untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Kebebasan untuk membentuk paartai politik membuat masyarakat lebih leluasa untuk menyampaikan aspirasi poltiiknya melalui partai yang menjadi pilih poltiik dari masyarakat tersebut. 8
Masa transisi politik yang dialami Indonesia ternyata membawa angin segar bagi proses demokratisasi di negara agraria ini. Praktek-praktek politik yang selama ini tidak pernah di
8 Demokratisasi di Indoneisa lakukan pada masa Orde Baru mulai kelihatan pada Era Reformasi. Reformasi politik pada tahun 1998 tersebut benar-benar telah mereformasi sendi-sendi politik banaagsa Indonesia. Tidak ada lagi kekuasaan yang terlalu dominan pada salah satu lemabag negara (seperti yang terjadi pada Orba dimana Eksekutif menjadi sangat dominan bagi lembaga-lembaga kekuasaan negara lainnya. Proses transisi politik yang menuju tansisi demokrasi di Indonesia bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Dalam sebuah proses transisi menuju demokrasi, diperlukan adanya tahapan-tahapan politik yang secara berkala akan mengarah kepada sebuah proses demokratisasi yang utuh. 9 Tahapan pertama adalah memperlemah rezim otoriter. 10 Rezim otoriter yang lemah akan mengurangi legitimasi pada pemerintahan. Pada masa Orde Baru krisis legitimasi bermula dari ketidak mampuan pemerintah Orba dalam mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Inilah yang kemudian membuat keraguan masyarakat terhadap pemerintah sehingga kekuatan pemerintah otoriter tersebut menjadi berkurang. Kondisi ini dibutuhkan sebagai langkah awal terguncangnya kekuasaan otoriter karena mulai meragukan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi ditenagah-tengah masyarakat. Tahapan yang kedua adalah menegosisikan. Yaitu bagaimana kekuatan yang berada diluar pemerintah otoriter tersebut mampu bernegosiasi untuk menyatukan kekuatan. 11 Hal ini dibutuhkan untuk mengimbangi kekuasaan pemerintahan otoriter yang begitu dominan. Dominasi kekuasaan pemerintah juga harus diimbangi dengan kekuatan yang kontra terhadap pemerintahan tersebut, karena jika tidak kekuatan yang berada diluar pemerintah akan dengan muda dapat dikebiri oleh pemerintah. Dalam orde baru kekuatan soeharto begitu dominan. Namun berkat negosiasi yang dilakukan elemen-elemen yang berada diluar lingkaran kekuasaan, diantaranya kelompok oposisi, tokoh masyarakat, mahasiswa dan dukungan rakayat Indonesia maka kekuasaan pemerintahan Orde Baru yang begitu domnian pun pada akhirnya dapat digoyang juga. Tahapan yang ketiga adalah membangkitkan kembali masyarakat sipil dan restrukturisasi. 12 Dalam sebuah proses tansisi sangat diperlukan peran serata dari masyarakat civi atau yang biasa disebut sebagai civil society. Civil society merupakan struktur dalam masyarakat yang bersifat kritis dan aktif terhadap isu-isu politik yang terjadi dalam sebuah negara. Pada masa Orde Baru, peranan civil society dimainkan oleh mahasiswa. Dimana dengan
9 Huntington, Samuel P. 1991. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Grafiti, Hal. 78 10 Ibid, Hal. 81 11 Ibid, Hal. 93 12 Ibid, Hal. 98
9 Demokratisasi di Indoneisa militansi dan daya kritisnya mahasiswa melakukan aksi-aksi untuk mengkritisi pemerintahan Orde Baru yang dikenal sangat otoriter. Tahapan keempat adalah menyelenggarakan pemilu. 13 Pemilu adalah sebuah tahapan yang demokratis untuk memilih pemimpin negara dan wakil-wakil rakyat. Ketiga tahapan sebelumnya merupakan tahapan persiapan untuk melakukan transisi tersebut. Sedangkan tahapan keempat inilah tahapan penentu apakah sebuah transisi tersebut mempunyai kesempatan untuk terjadi. Dalam kasus di Indonesia, setelah Soeharto mengundurkan diri dan Habibie diberhentikan dalam Sidang Istimewa MPR, maka di lakaukan pemilihan umum yang diselenggarakan secara demokratis. Dalam kasus diatas jika kelompok yang selama ini berada diluar lingkaran kekuasaan yang menang, maka masih ada kemungkinan terjadi tarnsisi menuju demokrasi, namun apabila yang memenangkan rezim tersebut adalah kelompok kekuasaan sebelumnya maka rezim politik yang otoriter dapat terus berlanjut. Keempat tahapan ini lah yang akan dilalui sebuah negara dalam transisi menuju demokrasi. Tahapan-tahapan diatas merupakan sesuatu yang saling berkaitan satu sama lainnya. Setiap tahapannya mempunyai problem masing-masing yang harus dihadapi oleh sebuah negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi. Transisi menuju demokrasi memerlukan proses yang sangat panjang. Hal ini disebabkan karena rezim yang harus digulingkan sebelumnya adalah rezim otoriter yang mempunyai kekuatan poltiik yang dominan. Jadi untuk mengakhiri dominasi rezim otoriter tersebut dibutuhkan perencanaan yang matang dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Transisi menuju demokrasi yang terjadi di Indonesia merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Seperti yang diutarakan pada bab sebelumnya bahwa terdapat empat pola tansisi menuju demokrasi. Adapun tansisi yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah pola yang berbentuk replacement. Bentuk adalah sebuah proses menuju demokrasi dimana kelompok oposisi memimpin perjuangan untuk mewujudkan demokrasi dengan cara menggulingkan pemerintahan sebelumnya. Namun apa yang dimaksud dengan kata menggulingkan tidak harus bermakna sebagai sebuah usaha kudeta politik. Tansisi yang terjadi di Indonesia sangat mirip dengan pola yang dijelaskan diatas. Dimana perjuangan mewujudkan demokrasi di rintis oleh kelompok oposisi yang berjuang melawan dominasi pemerintahan otoriter Soeharto pada saat itu. Kelompok oposisi yang dimaksud dalam hal ini bukanlah hanya kelompok oposisi dalam kategori elit yang menempatkan diri di parlemen.
13 Ibid, Hal. 103
10 Demokratisasi di Indoneisa Melainkan semua pihak yang berada diluar keuasaan pemerintahan Soeharto pada saat itu. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan oposisi dalam kondisi ini juga termasuk mahasiswa, tokoh masyarakat dan seluruh rakyat indonesia yang ikut melawan rezim otoriter Orde Baru. Pola replecement ini tidak lah harus memutus kelompok rezim yang berkuasa yang sebelumnya. Pola pergantian rezim kekuasaan sebisa mungkin diselesaikan dengan cara sedemokratis mungkin. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi pertikaian yang besar antara kelompok pendukung pemerintah dan kelompok oposisi. Seperti halnya pada Era reformsai dimana pemerintahan pada saat itu tidak membubarkan golkar, sekalipun golkar adalah partai yang melanggengkan kekuasaan Soeharto selama masa pemerintahan Orde Baru.
KESIMPULAN Ada beberapa pertanyaan utama yang muncul pada proses demokratisasi di Indonesia. Pertama, siapakah actor utama dibalik proses perubahan dari otokrasi dimasa pemerintahan Presiden Soeharto menuju kearah demokrasi yang disebut dengan era reformasi. Kemudian pertanyaan yang kedua adalah bagaimana interaksi antar actor itu terjadi serta sepakat-sepakat apa yang kemudian dihasilkan dari interaksi antar actor tersebut. Lantas factor apa saja yang mempengaruhi dan menjadi kendala dalam proses demokratisasi di Indonesia. Sesuai dengan penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua actor dalam proses demokratisasi di Indonesia yakni actor formal dan actor informal. Dari data yang didapatkan penulis, actor utama dari kalangan actor formal ada tiga orang, yakni Abdurahman Wachid, Megawati Soekarno Putri dan Amien Rais. Ketiga actor ini mempunyai peran dominan dalam perubahan dari otokrasi menjadi demokrasi. Selain ketiga actor tersebut, turut berperan pula pejabat-pejabat serta anggota dewan yang terpilih pada pemilu 1999 yang mempunyai tujuan yang sama yakni perubahan yang lebih baik dari pemerintahan otoriter menjadi lebih demokratis. Disamping itu, peran actor informal juga tidak kalah penting. Mahasiswa, tokoh masyarakat, serta peran media masa merupakan actor informal yang mempunyai peran yang sangat besar dalam menggulingkan rezim Soeharto. Dari actor-aktor diatas lantas timbul lah interaksi antar actor yang lantas menghasilkan sepakat-sepakat untuk menciptakan satu iklim pemerintahan yang baru, yang lebih demokratis, dan lebih baik sehingga dengan demikian bentuk pemerintahan yang baru ini dapat mengakomodir kepentingan rakyat dan tidak semata- mata menguntungkan pihak tertentu. Adanya transisi menuju demokrasi ini juga terjadi karena adanya dua factor yakni factor internal dan factor eksternal. Faktor internal yang berupa desakan
11 Demokratisasi di Indoneisa dari masayarakat Indonesia merupakan factor utama yang menyebabkan tumbangnya pemerintahan Soeharto. Selain itu, desakan internasional atas rezim Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 32 tahun menjadi factor eksternal yang mendukung adanya perubahan ke arah demokrasi.
REFERENSI
Almond, Gabriel A. 1990. A Discpline Devided: School and Sect in Political Science. Newbury Park London New Delhi: SAGE Publication. Anonim. 1985. Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol. Jakarta: Rajawali Pers Budiarjo, Miriam. 1992. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Budiman, Arief. 1992. State and civil society in Indonesia. Australia: Aristoc Press. Budiman, Arief. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
12 Demokratisasi di Indoneisa Dahl, Robert. 1991. Analisa Politik Modern. Jakarta: Bumi Akasara. Hatta, Mohammad. 1980. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: UI Press. Huntington, Samuel P. 1991. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Grafiti Hermawan, Eman. 2001. Politik Membela yang Benar: Teori, Kritik & Nalar. Yogyakarta: KLIK Lipset, Martin. 2007. Political Man: Basis Sosial dan Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Meyer, Thomas. 2002. Demokrasi: Sebuah Pengantar Untuk Penerapan. Jakarta: FES ODonnell & C. Schmitter. 1993. Transisi Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES Ramanathan, K. 1988. Konsep dan Asas Politik. Pulau Pinang: ALMS Digital Sabine. 1963. Teori-Teori Politik. Bandung: Dwhiwantara Schmid, Von. 1984. Ahli-Ahli Besar Tentang Negara dan Hukum. Jakarta: Pembangunan Soltau, R.H. 1977. Ilmu Politik. Jakarta Sulastomo. 2001. Demokrasi atau Democrazy. Jakarta: Rajawali Pers Treanor, Paul. 2001. Kebohongan Demokrasi. Yogyakarta: Istawa Fukuyama, F. 1992. The end of historis and the last man. New York: Free Press.