Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L)
a. Sistematika tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Dicotyledeneae
Order : Myrtales
Family : Cumbretaceae
Genus : Terminalia
Species : Terminalia catappa Linn
(Hutapea, 1994)

Gambar 1. Daun ketapang (Terminalia catappa L.)

b. Nama Daerah
Nama daerah tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) di
beberapa wilayah Indonesia antara lain hatapang (Batak), katapieng
(Minangkabau), katapang (Sunda), talisei, tarisei, salrise (Sulawesi
Utara), lisa, klihi (Nusa Tenggara), ketapas (Timor Timur), dan kalis,
kris (Papua Barat) (Heyne, 1987).
c. Morfologi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
Ketapang (Terminalia catappa L.) mempunyai penampilan sebagai
berikut tinggi pohon mencapai 40 meter, cabang-cabangnya tumbuh
mendatar dan bertingkat seperti pagoda. Daun ketapang lebar berbentuk
bulat telur dengan pangkal daun runcing dan ujung daun lebih tumpul,
tepi daun rata, tulang daun berbentuk menyirip dan daging daun yang
tipis dan lunak. Bunga ketapang berukuran kecil dan terkumpul di
ujung ranting, berwarna kuning kehijauan dengan panjang sekitar 8-25
cm. Buah ketapang berbentuk bulat telur agak gepeng, berwarna hijau
kekuningan saat masih muda dan menjadi ungu kemerahan saat matang.
Ketapang tersebar secara luas di seluruh wilayah Indonesia, mudah
ditemukan di daerah pesisir pantai, halaman perkantoran, tepi jalan atau
taman-taman rekreasi dan dataran rendah hingga ketinggian sekitar 500
meter diatas permukaan laut (Thomson dan Evans, 2006).
d. Kandungan Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
Zat-zat yang terkandung pada pohon ketapang di antaranya
violaxanthin, lutein, dan zeaxanthin, serta dapat ditemukan juga
senyawa flavonoid seperti kuersetin dan asam fenolat (Dewi et al,
2004). Daun ketapang juga mengandung tannin, alkaloid, flavonoid,
saponin, fenolik dan minyak atsiri (Rahayu, et al., 2009). Zat kimia
dalam ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat antibakteri adalah
tannin (Chee Mun, 2003) dan flavonoid (Dewi, et al., 2004). Penelitian
yang dilakukan Siri, et al (2008) dalam Haryadi (2012), menyatakan
bahwa tumbuhan obat yang memiliki kandungan flavonoid, steroid dan
tanin yang tinggi akan efektif sebagai bakterisidal.
1) Flavonoid
Flavanoid dapat ditemukan pada semua bagian tumbuhan
termasuk buah, akar, daun dan kulit luar batang (Worotikan, 2011).
Flavonoid merupakan senyawa polar yang mudah larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol, butanol dan aseton (Markham, 1988
dalam Lisyaningsih, 2013). Sifat fisika dari senyawa flavonoid
termasuk dalam senyawa fenol yang merupakan benzene
tersubstitusi dengan gugus OH, senyawa flavonoid ini banyak
diperoleh dari tumbuhan.

Gambar 3. Gambaran Umum Struktur Flavonoid
Flavonoid merupakan pigmen tanaman yang berfungsi untuk
memproduksi warna bunga merah atau biru, pigmentasi kuning pada
kelopak, dan bertanggung jawab melindungi tanaman dari pengaruh
buruk sinar ultra violet dan berperan sebagai pemberi warna pada
tanaman. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri yaitu
berperan secara langsung dengan mengganggu fungsi sel
mikroorganisme dan penghambatan siklus sel mikroba (Haris, 2011).
Manfaat utama flavonoid yaitu untuk melindungi struktur sel,
sebagai antiinflamasi dan anti bakteri (Lenny, 2006 cit Lisyaningsih,
2013).
Pemeriksaan kualitatif kandungan senyawa flavonoid
menggunakan kromatografi lapis tipis didapatkan bahwa ekstrak
etanol mengandung flavonoid yang merupakan golongan fenol yang
mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak
membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi, sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba (Pelczar dan Chan, 1988).
2) Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang
bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan
menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis
(Robinson, 1991).

Gambar 2. Struktur Kimia Tanin (C
76
H
52
O
46
)
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman
seperti daun, buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Tanin
merupakan salah satu senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri.
Tanin adalah senyawa fenolik kompleks yang memiliki berat
molekul 500-3000. Tanin dapat digunakan sebagai antibakteri karena
mempunyai gugus fenol, sehingga tanin mempunyai sifat-sifat
seperti alkohol yaitu bersifat antiseptik yang dapat digunakan
sebagai komponen antimikroba (Robinson, 1991). Senyawa tanin
dapat larut dengan pelarut dari polar sampai semipolar.
Mekanisme kerja tanin sebagai anti mikroba yaitu dengan
mendenaturasi polipeptida dinding sel bakteri sehingga akan
menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Pada perusakan membran
sel, ion H
+
dari senyawa fenol dan turunannya akan menyerang
gugus polar sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi
gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat, hal ini megakibatkan
fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk sel, akibatnya
membran akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan
pertumbuhan bahkan kematian (Sari dan Puspita, 2010 cit Gilman et
al., 1991).
Identifikasi terhadap senyawa tanin dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu diberikan larutan FeCl
3
akan berwarna biru tua/
hitam kehijauan, warna coklat dari senyawa tanin dapat ditemukan
ketika ditambahkan dengan Kalium Ferrisianida dan amoniak serta
pengendapan dengan garam Cu, Pb, Sn dan Kalium Bikromat
berwarna coklat.
e. Khasiat Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
Ketapang umumnya digunakan sebagai pohon peneduh sakaligus
sabagai tanaman hias karena memiliki bentuk yang rindang dan
bercabang menyerupai pagoda. Pepagan (kulit luar) dan daunnya
berguna untuk menyamak kulit, pewarna alami, dan sebagai tinta
(Heyne, 1987).
Daun ketapang digunakan untuk mengobati rematik pada sendi.
Biji ketapang mengandung minyak mirip minyak almond, bila dimakan
berkhasiat meredakan radang rongga perut. Tanin dari pepagan dan
daunnya digunakan sebagai astringen pada disentri dan sariawan serta
sebagai diuretik, kardiotonik dan dipakai sebagai obat luar pada erupsi
kulit. (Thomson dan Evans, 2006).



2. Pengolahan Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1979).
Beberapa tahapan dalam pembuatan simplisia adalah sebagai berikut :
1) Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada bagaian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau
bagian tanaman saat panen, waktu panen, lingkungan tempat tumbuh.
2) Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Simplisia harus bebas
dari bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotor lainnya.
3) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor
lainnya yang melekat pada bahan simplisia, air yang digunakan adalah
air bersih yang berasal dari mata air, sumur atau PAM.
4) Perajangan
Perajangan bahan simplisia untuk memperluas permukaan bahan baku
agar semakin cepat kering.


5) Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak dan simplisia dapat disimpan dalam waktu yang lebih
lama. Suhu terbaik untuk pengeringan tidak melebihi 60C.
6) Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu
gosong, bahan yang rusak atau dibersihkan dari kotoran.
7) Pengepakan dan Penyimpanan
Simplisia perlu ditempatkan dalam wadah yang inert (tidak mudah
bereaksi dengan bahan lain), tidak beracun, dan mampu melindungi
simplisia dari cemaran mikroba, kotoran dan serangga. Penyimpanaan
simplisia perlu memperhatikan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara.
8) Pemeriksaan Mutu Simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik dan
makroskopik.
(Gunawan dkk, 2004)
3. Metode Ekstraksi
Ektraksi atau penyarian merupakan kegiatan penarikan zat-zat aktif
yang didapat dari bagian tanaman obat. Ekstrak adalah sedian kering,
kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung
kemudiaan seluruh atau sebagian pelarutnya diuapkan dan serbuk atau
massa yang tertinggal disesuaikan keadaannya dengan suhu yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 1995). Empat metode ekstraksi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan
pelarut dengan perendaman, pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
yang sederhana. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama
dan seterusnya. Waktu maserasi umumnya dilakukan selama 5 hari.
Bahan simplisia yang sudah halus direndam dalam bahan
pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung
dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau
perubahan warna) dan didiamkan. Semakin besar perbandingan
simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil
yang diperoleh. Hasil ekstraksi disimpan dalam kondisi dingin selama
beberapa hari, lalu cairannya dituang dan disaring (Voigt, 1995).
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan pelarut yang
selalu baru, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Perkolasi
dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkulator)
yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstaksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir
turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk
kasar (Voight,1995).
3) Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang terus
menerus, umumnya dilakukan dengan alat soxhlet sehingga terjadi
ekstraksi kesinambungan dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Soxhlet merupakan alat yang
umumnya dipakai untuk melakukan ekstraksi dengan pelarut uap,
cairan penyarian naik ke atas melalui pipa samping, kemudian
diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan penyariaan sambil
turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia, karena adanya sifon,
seluruh cairan akan kembali ke labu. Cara ini menguntungkan karena
uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping
(Depkes RI, 1986).

4) Infusa
Infusa adalah sedian cair yang dibuat dengan menyari mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 90C selama 15 menit.
Pembuatannya yaitu dengan mencampur simplisia dengan derajat
halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, kemudian
panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 90C sambil sesekali diaduk. Serkai selagi panas melalui
kain flannel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh infusa yang dikehendaki (Depkes RI, 1995).
Penyarian senyawa aktif dari tanaman memerlukan cairan penyari
yang cocok sehingga senyawa kandungan yang diinginkan dapat terpisah
dari senyawa lainnya. Farmakope Indonesia menetapkan beberapa cairan
penyari yaitu etanol, air, etanol-air atau eter. Etanol mempunyai sifat
selektif, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, dan kuman sulit tumbuh
dalam etanol 20% ke atas. Etanol dapat melarutkan alkaloid, minyak
menguap, glikosida, kurkumin, antrakinon, flavinoid, steroid, damar, dan
klorofil. Lemak malam dan saponin hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986).
4. Bakteri Escherchia coli
Klasifikasi dari Escherichia coli adalah sebagai berikut :
Kingdom : Prokaryota
Division : Protophyta
Classis : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
(Bergey et al., 1994)
Escherichia coli termasuk ke dalam bakteri Gram negatif dengan
berbentuk batang pendek, berukuran 0,6-0,7 m, beberapa strain
mempunyai kapsul. E. coli mempunyai antigen O, H dan K. Saat ini
sudah ditemukan 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K dan 50 tipe
antigen H (Karsinah et al., 1994 cit Lisyaningsih, 2013). E. coli
umumnya hidup pada suhu 20
o
C-40
o
C, optimum pada suhu 37
o
C
(Jawetz, et al., 1996).
Escherichia coli merupakan flora normal yang banyak ditemukan
pada usus besar manusia. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan
infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers
diarrhea. E. coli dapat menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih
bawah seperti urethritis, cystitis dan urethrocystitis. Sebanyak 70-80%
kasus infeksi saluran kemih akut dan 15% kasus infeksi nosokomial
disebabkan oleh E. coli (Kayser et al., 2005).
E. coli umumnya tumbuh baik pada semua media yang biasa
dipakai di laboratorium mikrobiologi. Kemampuan E. coli dalam
menginvasi sel mukosa dan menimbulkan kerusakan sel sehingga terjadi
diare membuat bakteri ini di golongkan menjadi bakteri patogen bagi
manusia. Terjadinya diare yang disertai adanya darah, mucus dan pus
menjadi ciri khas sifat patogen dari enteroinvasive E. coli (Karsinah et
al., 1994 cit Lisyaningsih, 2013).
5. Bakteri Staphylococcus aureus
Klasifikasi dari Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut :
Divisi : Protophyta
Class : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
(Dwijoseputro, 1994)
Staphylococcus berasal dari kata Yunani yaitu staphyle yang
berarti sekelompok anggur. S. aureus termasuk bakteri Gram positif,
berbentuk bulat dengan garis tengah 0,1-1,5 m, dan memiliki rangkaian
tak beraturan seperti buah anggur. Dinding sel S. aureus memiliki
peptidoglikan yakni suatu polimer polisakarida dan protein bersifat
antigen yang membentuk eksoskeleton kaku pada struktur dinding sel.
Bakteri ini tidak dapat bergerak, tidak membentuk spora, aerob, dan ada
yang fakultatif anaerob serta tidak membentuk kapsul dan dapat
berkembangbiak pada suhu 37
o
C (Jawetz, et al., 1996; Stanway, 2007).
Bakteri ini umumnya terdapat pada beberapa bagian tubuh manusia
yakni kulit dan membran mukosa (hidung dan tenggorokan) sehingga
dapat masuk kedalam tubuh dengan mudah melalui makanan. S. aureus
dapat menimbulkan penyakit melalui pembentukan zat ekstraselular yang
dibentuk yaitu berupa toksin dan enzim. Beberapa toksin dan enzim yang
dihasilkan oleh S. aureus antara lain enzim katalase, koagulase,
hialuronidase, serta eksotoksin, leukosidin, toksin eksfoliatif, Toksin
Sindroma Syok Toksik (TSST-1) (Wannet, et al., 2005; Jawetz, et al.,
1996).
S. aureus dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksi
mulai dari infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai dengan
infeksi sistemik. Infeksi kulit yang biasanya disebabkan oleh S. aureus
yaitu impetigo, selulitis, folikulitis, abses. S. aureus dapat menyebabkan
keracunan makanan karena adanya enterotoksin yang dihasilkan oleh S.
aureus yang terdapat pada makanan yang tercemar. Gejala yang muncul
akibat keracunan makanan ini yaitu sakit kepala, mual, muntah, disertai
diare yang muncul setelah empat sampai lima jam mengkonsumsi
makanan tersebut (Salmenlina, 2002).
6. Antiseptik
Antiseptik adalah zat yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang hidup di permukaan
tubuh (Darmadi, 2004; Jawetz, et al., 1996). Menurut Pelczer dan Chan
(2005) antiseptik merupakan suatu substansi yang melawan infeksi atau
mencegah pertumbuhan atau kerja mikroorganisme dengan cara
menghancurkan atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme. Sifat antiseptik yang ideal adalah :
a. Efektivitas germinisida tinggi
b. Bersifat letal pada mikroorganisme
c. Kerja cepat dan tahan lama
d. Spektrum sempit terhadap infeksi mikroorganisme yang sensitif
e. Tegangan permukaan yang rendah untuk pemakaian topikal
f. Indek terapi tinggi ini merupakan faktor pentu antiseptik
g. Tidak memberikan efek sistemik bila diberikan secara topikal
h. Tidak merangsang terjadinya alergi, dan
i. Tidak diabsorpsi
(Darmadi, 2004)
Tiga mekanisme kerja menurut Jawetz, et al., (1996) dalam
menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri adalah sebagai
berikut :
a) Merusak DNA
Beberapa agen antimikroba bekerja dengan merusak DNA dengan
salah satu jalan membentuk alkylating agent pada struktur basa purin
dan pirimidin. Perubahan struktur basa purin dan pirimidin membuat
terganggunya proses replikasi DNA sehingga menimbulkan efek
kematian sel.
b) Denaturasi protein
Denaturasi protein merupakan gangguan struktur protein tersier pada
bakteri oleh sejumlah agen fisik atau kimia sehingga protein menjadi
tidak berfungsi.
c) Gangguan membran atau dinding sel
Membran sel bertindak sebagai barier selektif, membiarkan beberapa
senyawa masuk atau keluar dari dalam sel dan menolak senyawa lain
yang bersifat asing. Beberapa senyawa secara aktif dipindahkan
melalui membran sel. Membran juga merupakan tempat enzim yang
dilibatkan dalam biosintesis komponen selaput sel. Beberapa zat
tertentu dapat masuk dan merusak enzim yang terdapat pada
membran sel sehingga dapat merubah komponen penyusun membran
yang membuat sel mengalami lisis.
Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme
bergantung pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi dan lama
paparan. Konsentrasi mempengaruhi adsorpsi atau penyerapan komponen
antiseptik. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat
fungsi biokimia membran bakteri, namun tidak membunuh bakteri
tersebut. Pada konsentrasi antiseptik tinggi, komponen antiseptik masuk
kedalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk
menghambat biosintesis makromolekul, persipitasi protein intraseluler
dan asam nukleat (DNA atau RNA). Lama paparan antiseptik dengan
banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus.
Beberapa bahan aktif yang dapat digunakan sebagai antiseptik
yaitu alkohol, iodin atau iodofor, klorheksidin glukonat (CHG),
Heksaklorofen (HCP), Para-kloro-meta-silenol (PCMX) dan Triklosan.
Terdapat dua bahan aktif yang sering digunakan dalam gel antiseptik
tangan yaitu alkohol dan triklosan (Ascenzi, 1996).
Triklosan memiliki spektrum yang luas terhadap gram positif dan
gram negatif tetapi berefek lemah terhadap jamur dan virus (Ascenzi,
1996). Alkohol memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas dalam
membunuh bakteri, virus dan jamur tetapi tidak bersifat sporisida.
Mekanisme kerja alkohol sebagai antiseptik dengan jalan mendenaturasi
protein dan melarutkan lemak. Kadar antiseptik optimal dari alkohol
yaitu sebesar 60-90%. Dua macam alkohol yang dapat digunakan sebagai
antiseptik kulit adalah etanol dan isopropanol (Jawetz, et al., 1996).
7. Gel
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI, 1995). Gel merupakan bentuk
sediaan semi padat dan mengandung banyak air. Penampilan gel
transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi. Gel
mempunyai sifat yang menyejukkan, melembabkan, mudah
penggunaannya, dan mudah terpenetrasi pada kulit (Hidayatussaadah,
2008).
Syarat bahan pembentuk gel untuk sediaan farmasi dan kosmetik
adalah inert, aman, dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
Karakteristik gel pada sediaan farmasi dan kosmetik adalah sebagai
berikut :
1. Swelling
Gel dapat mengembang dengan menyerap cairan dengan
penambahan volume.
2. Syneresis
Syneresis merupakan proses keluarnya cairan yang terjerat dalam gel
akibat adanya kontraksi matriks dalam sistem gel. Syneresis dapat
terjadi selama penyimpanan dan perubahan temperatur dapat
menyebabkan gel mengerut sehingga gel dapat kembali menjadi
bentuk padat atau cairnya. Syneresis yang terjadi selama
penyimpanan menunjukan bahwa gel tidak stabil.
3. Rheologi
Larutan pembentukan gel dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastik yang khas dengan ditunjukkan
oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran. Keuntungan
dari bentuk sediaan gel diantaranya tidak lengket, tidak mengotori
pakaian, mudah dioleskan, mudah dicuci, tidak meninggalkan
lapisan berminyak pada kulit, viskositas gel tidak mengalami
perubahan yang berarti selama penyimpanan.
(Lieberman et al., 1989)
Sediaan gel umumnya mengandung bahan aktif dan komponen
bahan lain seperti bahan pengembang (pembentuk gel), air, humektan
dan bahan pengawet (Voight, 1994).
Beberapa bahan pembentuk yang dapat digunakan untuk membuat
sediaan gel adalah sebagai berikut :
Bahan Pembuatan Gel
Daerah
Konsentrasi (%)
Anorganik
Salisiliumdioksida terdispersi tinggi (Aerosil )
Bentonit

15 - 20
15 20
Organik
Eterselulosa
Metilselulosa
Etilselulosa
Hidroksietilselulosa
Etilhidroksietilselulosa
Natriumkarboksimetilselulosa
Natriumkarboksimetilamilopektin


5 - 10
5 - 10
10 - 15
10 - 15
6 - 12
2 5
Natrium alginat 2 6
Tragakan 2 5
Carbomer 0,5 2
Polivinil alkohol 12 15
Polivinil pirolidon 10 15
Tabel 1. Bahan Pembentuk Gel (Voight, 1994; Rowe et al., 2009)
Formula yang dapat dijadikan alternatif untuk memformulasikan
beberapa senyawa aktif adalah :
Bahan Fungsi
Ekstrak daun ketapang Senyawa aktif
Karbopol (0,5%) Pembentuk gel
Trietanolamin (0,5%) Penetral
Propilen glikol (15%) Humektan
Aquades ad Pelarut pembentuk gel
Tabel 2. Formula Pembuatan Gel
8. Monografi Bahan
a. Aquades
Aquades atau air murni adalah air yang dimurnikan yang yang
diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion,
osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang
memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan
lain. Pemerian berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, pH
antara 5,0 dan 7,0 (Depkes RI, 1995). Aquades berfungsi untuk
mengembangkan bahan pembentuk gel serta penambah volume. Zat
tambahan seperti humektan, pengawet dan pewangi diperlukan untuk
membentuk gel yang baik (Rusdiana et al., 2007).
b. Karbopol
Karbopol atau carbomer adalah sintesa dengan bobot molekul
tinggi dari asam akrilat mata rantai silang dengan alil sukrosa atau alil
ester pentaeritritol. Mengandung tidang kurang dari 56,0% dan tidak
lebih dari 68,0% gugus asam karboksilat (-COOH) dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan. Pemerian karbopol berupa serbik halus,
putih, sedikit berbau karakteristik, higroskopis, setelah netralisasi
dengan alkali hidroksida atau amina larut dalam air, etanol dan
gliserol (Depkes RI, 1995).
Karbopol digunakan sebagai bahan pembentuk gel karena
memiliki sifat penyerapan terhadap air sangat baik dan akan
mengembang dalam air hingga 1000 kali volume asli dan 10 kali
diameter aslinya, aman dan efektif, non-sensitisiasi yaitu memiliki
sifat iritasi yang sangat rendah dan tidak sensitif dalam penggunaan
berulang serta tidak ada efek pada aktivitas dari suatu obat dan tidak
dapat menembus kulit atau mempengaruhi aktivitas obat (Hosmani,
2006). Larutan karbopol sangat dominan mempengaruhi viskositas
dari sediaan yaitu dengan penambahan larutan karbopol maka
viskositas dari sediaan akan semakin meningkat (Yuliani, 2005).
Karbopol digunakan secara luas pada formulasi farmasetika cair
atau semipadat sebagai suspending agent pada beberapa sediaan
seperti krim, gel dan salep untuk mata, rektal, topikal. Penggunaan
karbopol dalam formulasi farmasetik sebagai berikut :
Penggunaan Konsentrasi (%)
Emulsifying agent 0,1 0,5
Gelling agent 0,5 2,0
Suspending agent 0,5 1,0
Tablet binder 5,0 10,0
Tabel 3. Penggunaan Karbopol (Rowe et al., 2009)
c. Trietanolamin
Pemerian trietanoamin berupa cairan agak higroskopik, kental,
tidak berwarna sampai kuning muda, bau amoniak, dapat bercampur
dengan air dan etanol dan larut dalam kloroform (Depkes RI, 1995).
Trietanolamin (TEA) digunakan sebagai penetral (alkalizing agent)
sehingga dapat meningkatkan viskositas karbopol.
d. Propilen glikol
Pemerian propilen glikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna,
rasa khas, praktis tidak berbau dan menyerap air pada udara lembab.
Propilen glikol dapat bercampur dengan air, aseton dan kloroform,
larut dalam eter dan beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak (Depkes RI, 1995). Propilen glikol
(PG) digunakan sebagai humektan karena dapat menyerap uap air dari
udara sehingga menghasilkan efek melembabkan.

B. Penelitian yang relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Neelavathi dkk tahun 2012 (Departement
of Biochemistry, S.T.E.T. Womens College, Mannargudi) yang berjudul
Antibacterial Activities of Aqueous and Ethanolic Extracts of Terminalia
catappa Leaves and Bark against Some Pathogenic Bacteria, bahwa
ekstrak etanol daun ketapang (Terminalia catappa L.) mempunyai
kandungan senyawa tanin, flavonoid dan fenol. Ekstrak etanol daun
ketapang dengan konsentrasi sebesar 300 g/ml efektif digunakan
sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
dengan diameter zona hambat sebesar 13 mm dan 17 mm.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rismala Dewi dkk tahun 2004
(Departemen Farmasi, ITB) yang berjudul Pemeriksaan Kandungan
Flavonoid dan Asam Fenolat Daun Gugur Ketapang (Terminalia catappa
L.) bahwa hasil penapisan fitokimia menunjukkan adanya golongan
senyawa flavonoid, tanin dan steroid/ triterpenoid. Salah satu senyawa
flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil asetat dengan KLT dan sinar UV
merupakan senyawa kuersetin dan didapatkan senyawa asam fenolat dari
hasil kromatografi kertas ekstrak etanol daun ketapang (Terminalia
catappa L.).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Famella Yulistia Pramita tahun 2013
(Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura
Pontianak) yang berjudul Formulasi Sediaan Gel Antiseptik Ekstrak
Metanol Daun Kesum (Polygonum minus Huds) bahwa ekstrak metanol
daun kesum dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% mempunyai efek
antibakteri terhadap Escherichia coli dan pada ekstrak metanol daun
kesum konsentrasi 15% memiliki potensi sebagai antiseptik.
C. Rancangan Penelitian
1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dan rancangan
penelitian menggunakan 1 kelompok kontrol positif, 1 kelompok kontrol
negatif dan 3 kelompok konsentrasi perlakuan ekstrak daun ketapang
yaitu 150 g/ml, 300 g/ml dan 450 g/ml.
2. Cara Analisis
Data yang didapatkan terdiri dari dua bagian, yaitu data penilaian
stabilitas sediaan dan data hasil pengukuran diameter zona hambat dan
zona bunuh masing-masing formula. Data hasil uji stabilitas sediaan gel
diantaranya pengukuran pH, daya sebar, viskositas, homogenitas,
konsistensi dan organoleptis dianalisis secara deskriptif, sedangkan data
hasil pengukuran diameter zona hambat dan zona bunuh masing-masing
formula dianalisis menggunakan uji ANAVA satu jalan program SPSS
dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila terdapat pengaruh konsentrasi
formula terhadap zona hambat dan zona bunuh, dilanjutkan dengan uji
Turkey HSD (Sign. > 0,5%) dan untuk mengetahui konsentrasi paling
efektif terhadap zona hambat dan zona bunuh dilakukan dengan uji
Duncan.

3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak daun
ketapang (Terminalia catappa L.).
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Kadar Hambat
Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) terhadap E.coli
dan S. Aureus.
c. Variabel terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah media, sterilisasi alat
dan bahan, suhu dan waktu inkubasi, bakteri E.coli dan S. Aureus.
D. Kerangka Teori










Gambar 4. Kerangka Teori
Ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa L.)
Senyawa flavonoid
Gel antiseptik
tangan bahan aktif
alkohol 60%
Senyawa tanin
Mendenaturasi
protein sel bakteri
dan merusak
permeabilitas
dinding sel
bakteri
Mendenaturasi
protein sel bakteri
dan merusak
permeabilitas
dinding sel
bakteri
Mendenaturasi
protein dengan
jalan dehidrasi
dan merusak
permeabilitas
dinding sel
bakteri
Kadar Hambat Minimal dan Kadar Bunuh Minimal
E. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel tergantung


F. Hipotesis
1. Gel ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L.) mempunyai efek
antiseptik terhadap bakteri E. coli dan S. aureus.
2. Gel ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa L.) pada konsentrasi
tertentu memiliki efektivitas sebagai antiseptik terhadap bakteri E. coli
dan S. aureus.
Kadar Hambat Minimal
(KHM) dan Kadar Bunuh
Minimal (KBM) terhadap E.
coli dan S. aureus.
Konsentrasi ekstrak daun
ketapang (Terminalia
catappa L.)

Anda mungkin juga menyukai