Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Trakeobronkhial
2.1.1 Anatomi
Traktus trakeobronkhial terdiri dari trakhea dan bronkus. Trakea merupakan pipa yang
terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu bersilia, mulai
dari kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga
ke dua pada orang dewasa dan setinggi iga ke tiga pada anak-anak. Trakea terletak di tengah-
tengah leher dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke rongga
mediastinum di belakang manubrium sterni.
Trakea sangat elastis dan panjang serta letaknya berubah ubah tergantung pada posisi
kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian
posteriornya tidak bertemu.






Gambar 2.1. Anatomi traktus trakeobronkhial (Probst R et al 2006)

Universitas Sumatera Utara
Di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan batas dengan esofagus yang
disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party wall). Panjang
trakea kira-kira 12 sentimeter pada pria dan 10 sentimeter pada wanita. Diameter
anteroposterior rata-rata 13 milimeter, sedangkan diameter transversal rata-rata 18 milimeter.
Trakea bercabang dua di setinggi torakal empat menjadi bronkus utama kanan dan kiri di
antara keduanya terdapat karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari garis median, sehingga
lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih
pendek dari bronkus utama kiri, panjangnya pada orang dewasa 2-5 cm dan mempunyai 6-8
cincin tulang rawan. Panjang bronkus utama kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang
rawan sebanyak 9-12 buah. (Probst R et al 2006; Elstad M, Smith EM, 2009)





Gambar 2.2 Potongan melintang jika dilihat dengan bronkoskopi (Lore J M;
Medina J E 2005)



Universitas Sumatera Utara
Bronkus utama kanan membentuk sudut 25
o
ke kanan dari garis tengah, sedangkan
bronkus utama kiri membuat sudut 45
o
ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian bronkus
utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen
yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama
kanan dibandingkan bronkus utama kiri. Faktor lain yang mempermudah masuknya benda
asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu
ke kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan
dengan udara inspirasi ke bronkus kiri. Bronkus utama kanan bercabang menjadi tiga yaitu
superior, medius dan inferior sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi dua yaitu
superior dan inferior. Ukuran traktus trakeobronkhial pada orang dewasa, pria dan wanita
serta pada anak-anak dan bayi berlainan. Ukuran traktus trakeobronkhial pada kadaver
menurut Chevalier J ackson (J ackson C, J ackson CL 1950) :
Tabel 2.1 Ukuran panjang dan diameter trakea dan bronkus
Dewasa
Pria
Wanita
Dewasa
Anak-
anak
Bayi
Diameter trakea (mm) 14x20 12x16 5x10 6x7
Panjang trakea (cm) 12 10 6 4
Panjang bronkus kanan (cm) 2,5 2,5 2 1,5
Panjang bronkus kiri (cm) 5 5 3 2,5
J arak gigi atas ke trakea (cm) 15 13 10 9
J arak gigi atas ke bronkus sekunder
(cm)
32 28 19 15

2.1.2. Fisiologi
Fungsi traktus trakeobronkhial yaitu (J ackson C, J ackson CL 1950; Stell
PM,Evan CC 1994) :
1. Ventilasi
Universitas Sumatera Utara
Traktus trakeobronkhial berguna untuk pasase udara (konduksi) setelah dari hidung-
faring-laring sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke bronkus respiratorius, tempat
terjadinya pertukaran udara. Duktus alveolaris dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.
2. Drainase paru
Drainase sekret dari paru ke traktus trakeobronkhial kemudian ke faring dilakukan
oleh mekanisme gerakan silia (ciliary wafting), batuk (tussive squeeze) dan hembusan
mendehem (bechic blast).
3. Daya perlindungan paru
Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :
a. Mukus, yang berasal dari sel goblet yang menjaga supaya selaput lendir trakea dan
bronkus selalu basah dan licin. Sekret berupa mukus membentuk palut lendir (mucous
blanket) untuk menangkap partikel debu dan mikroorganisme yang teraspirasi. Sekret
bergerak ke arah laring dan faring oleh mekanisme silia dan batuk.
b. Mekanisme mukosiliar
Pada yang bernafas melalui hidung, partikel debu dan mikroorganisme telah disaring
di hidung dan nasofaring tetapi bila bernafas melalui mulut penyaringan itu belum
terlaksana. Di laring dan trakea mukosa diliputi oleh epitel torak bersilia, kecuali di
pita suara. Epitel torak bersilia diliputi oleh palut lendir tipis. Gerak silia yang efektif,
tergantung pada komposisi dan viskositas mukus. Kekeringan menyebabkan
degenerasi dan kerusakan silia, demikian juga pada perubahan panas dan perubahan
pH.
c. Kontraksi otot bronkus.
Bila terdapat udara yang merangsang masuk ke dalam traktus trakeobronkhial , maka
akan terjadi kontraksi otot bronkus, sehingga lumen menyempit. Kontraksi otot
Universitas Sumatera Utara
bronkus juga disebabkan reflek nasobronkial, bila ada stimulasi pada selaput lendir
hidung akan terjadi reflek yang menyebabkan kontraksi otot bronkus yaitu reflek
batuk. Timbul karena rangsangan pada ujung nervus vagus yang ada pada lapisan
epitel.
d. Makrofag alveolar. Mikroorganisme yang terdapat di dalam alveolus akan diserang
oleh makrofag yang terdapat dalam alveolus.
4. Mengatur keseimbangan kardiovaskular.
5. Mengatur tekanan intrapulmonal.
6. Mengatur tekanan CO
2
dalam darah.
2.2 Aspirasi Benda Asing Di Traktus Trakeobrokial
2.2.1 Definisi
Aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah masuknya benda yang
berasal dari luar tubuh ke dalam saluran traktus trakeobronkhial.
2.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda
asing ke dalam saluran nafas antara lain : faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kondisi sosial, tempat tinggal), faktor kegagalan mekanisme proteksi yang normal
(keadaan tidur, kesadaran menurun alkoholisme dan epilepsi), faktor fisik, faktor dental,
faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis,) faktor ukuran,bentuk dan sifat dari benda asing,
yaitu organik (kacang-kacangan, tulang) dan anorganik (pluit mainan, jarum, peniti,
manik-manik, kancing, mainan, kerikil), faktor kecerobohan (J ackson C, J ackson CL
1950).
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Epidemiologi
Beberapa penelitian deskriptif di beberapa negara melaporkan angka kejadian aspirasi
benda asing di traktus trakeobronkhial lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan, yaitu 51%-75% dengan perbandingan 1,5-3:1 dan rata-rata terjadi pada kelompok
umur 0-5 tahun yaitu 60%-75%. (Baharloo dkk 1999; Rehman dkk 2000; Srppnath dkk 2002;
Swanson dkk 2002; Kaur dkk 2002; Ayed dkk 2003 ; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk
2006; Mahyar dkk 2006; Mahafza dkk 2007 ; Cataneo dkk 2008; Huang dkk 2008; Saragih
dkk 2007).
2.2.3 Keluhan Utama
Alasan utama pasien datang berobat ke rumah sakit adalah riwayat terhirup atau
tersedak benda asing. Namun, ada juga yang datang karena batuk tidak sembuh-sembuh dan
sesak nafas atau gejala pernafasan kronis lainnya mirip asma bronkial namun tidak sembuh
dengan pengobatan yang sesuai. Hal ini dapat terjadi karena sering kali saat terhirup atau
tersedak benda asing tidak ada saksi dan sering terjadi pada anak-anak di bawah umur tiga
tahun.
Hazdiraz dkk (2006) melaporkan alasan utama pasien datang ke rumah sakit dan
dilakukan bronkoskopi adalah riwayat aspirasi benda asing dan diikuti sesak nafas (85%),
riwayat infeksi paru-paru yang resisten(11,6%) dan kondisi klinis seperti asma bronkhial
(1,7%) yang tidak sembuh dengan pengobatan, gambaran radiologi yang abnomal (1%) dan
hemoptysis (0,38%). Studi lain melaporkan kasus yang di evaluasi sebagai kasus aspirasi
benda asing di traktus trakheobronkial dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ada
tidaknya riwayat aspirasi benda asing, kelompok pertama terdiri dari 438 kasus yang
memiliki riwayat aspirasi benda asing, sedangkan kelompok kedua 156 kasus yang datang
dengan gejala pulmonary kronik atau rekuren tanpa riwayat aspirasi benda asing. Pada
Universitas Sumatera Utara
kelompok ini dijumpai 25% kasus dijumpai benda asing ditraktus trakheobronkial (Emir dkk
2001)
2.2.5 Gejala Dan Tanda
Gejala dan tanda benda asing dalam traktus trakeobronkhial tergantung pada lokasi,
derajat sumbatan (total atau sebagian) dan sifat, bentuk dan ukuran benda asing.
J ika benda asing berada di trakea akan timbul gejala batuk dengan tiba-tiba, tersedak,
selain itu terdapat juga gejala suara serak, sesak nafas, rasa tercekik (choking) dan sianosis.
Terdapat tanda patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud, dan astmatoid wheeze
(nafas berbunyi saat ekspirasi). J ika benda asing masih dapat bergerak dan sampai di
karina, timbul batuk sehingga benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan benda asing
itu pada pita suara dapat menimbulkan getaran di daerah tiroid, yang disebut oleh J ackson
sebagai palpatory thud, atau dapat di dengar dengan stetoskop di daerah tirod yang disebut
dengan audible slap. Tanda palpatory thud dan audible slap lebih jelas teraba dan terdengar
bila penderita tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk. Sedangkan mengi (astmatoid
wheeze) dapat didengar pada saat penderita membuka mulut dan tidak ada hubungannya
dengan asma bronkial. Benda asing yang tersangkut di karina dapat menyebabkan atelektasis
pada satu paru dan emfisema paru sisi lain tergantung pada derajat sumbatan yang
diakibatkan oleh benda asing tersebut. Pada fase pulmonum benda asing berada di bronkus
dan dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu
secara progresif dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan mengi.
Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung pada bentuk,
ukuran dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema, atelektasis, drowned lung serta
abses paru. (J ackson C, J ackson CL 1950; Mohr MR 1990;Stell PM,Evan CC 1994)
Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian melaporkan gejala dan tanda yang sering terjadi pada pasien
dengan aspirasi benda asing pada traktus trakeobronkhial disebut penetrated syndrome
yaitu rasa tercekik tiba-tiba yang dikuti oleh batuk, bisa disertai muntah atau tidak. (Emir dkk
2001; Srppnath dkk 2002; Tomaske dkk 2006; Mahyar dkk 2006; Cataneo dkk 2008).
Baharloo melaporkan 49% kasus dari 112 kasus yang mengalami hal tersebut, gejala lain
yaitu demam, berkurangnya suara pernafasan dan wheezing. Delapan kasus terdapat sianosis,
2 kasus asimptomatik. Studi lain melaporkan gejala dan tanda yang paling sering terjadi
adalah batuk (90,4%), berkurangnya udara inspirasi (66,7%) dan sesak nafas (Ayed dkk
2003), Saragih dkk 2007 melaporkan dari 21 kasus 42,8% mengeluhkan sesak nafas.
Mahafza dkk (2007) melaporkan dari 336 kasus, gejala batuk merupakan gejala yang paling
sering dialami pada semua jenis benda asing, dialami 105 pasien (88,2%) dengan jenis benda
asing biji-bijian, 82 kasus dengan jenis benda asing kacang-kacangan, 79 kasus dengan benda
asing sayuran, 15 pasien dengan benda asing plastik, 13 kasus dengan benda asing logam, 7
kasus dengan benda asing tulang ikan.
2.2.6 Durasi
Pada penelitian deskriptif yang membagi sampelnya menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok anak-anak dan dewasa, pasien datang paling cepat setelah tiga hari dan paling
terlambat adalah 11 bulan. Pada jenis benda asing organik lebih cepat datang dari pada pada
kasus benda asing tipe anorganik. Tidak terdapat korelasi antara keterlambatan diagnosis
dengan lokasi benda asing dan gejala yang terkait pada penelitian mereka. (Baharloo dkk
1999). Ayed dkk (2003) melaporkan 87% kasus datang sebelum 24 jam dan 26 datang
setelah 24 jam. Rata-rata durasi waktu antara saat terjadi aspirasi dengan saat ditegakkan
diagnosis adalah 48 jam. Emir dkk (2001) melaporkan 46,3% kasus datang pada hari saat
terjadi aspirasi, 27% pada hari ke 2-7, dan 26,7% setelah hari ke delapan. Hampir semua
Universitas Sumatera Utara
kasus datang terlambat ke rumah sakit, 32% datang 7-14 hari setelah terjadi aspirasi.
(Srppnath 2002 )
2.2.7 Lokasi Benda Asing
Benda asing di bronkus lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan karena bronkus
kanan hampir merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut
dengan trakea. Penderita dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah sakit
kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada fase ini keadaan umum penderita masih baik
dan foto rontgen thorak belum memperlihatkan kelainan.
Baharloo dkk (1999) melaporkan distribusi benda asing pada traktus trakheobronkial
saat dilakukan bronkoskopi pada dua kelompok yaitu kelompok anak-anak 52,5% benda
asing berada di bronkus kanan dan 47,5% berada pada bronkus kiri (tidak terdapat perbedaan
yang signifikan). Pada kelompok dewasa 69% benda asing terdapat pada bronkus kanan, dan
31% pada bronkus kiri, (signifikan dengan uji chi-square P<0.005), 3,6% kasus terdapat pada
kedua bronkus. Studi lain melaporkan lokasi tersering adalah bronkus utama kanan 60,9%
dari 524 kasus (Mahafza dkk 2007),75,6% dari 86 kasus (Mise dkk 2009), 55,7% dari 370
kasus (Tomaske dkk 2006), 50,4% dari 101 kasus (Mahyar dkk 2006), Saragih dkk 2007
melaporkan lokasi benda asing tersering di trakea yaitu 52,4% dari 21 kasus. Di bagian THT
RS.Hasan Sadikin Bandung dilaporkan 10 kasus aspirasi benda asing di traktus
trakheobronkial selama 1 tahun (1998), 5 di bronkus kanan, 1 di bronkus kiri sisanya di laring
dan trakhea.
2.2.8 J enis Benda Asing
J enis benda asing yang paling banyak terhirup adalah jenis organik, merupakan 90%
dari seluruh kasus, dimana lebih dari 50% berupa kacang (Baharloo dkk 1999), studi lain
Universitas Sumatera Utara
melaporkan benda asing tersering yang teraspirasi adalah biji-bijian, kacang-kacangan
(26,8%) dan sayuran (25,3%) (Ayed dkk 2003; Mahafza dkk 2007), 85,1% biji-bijian, kacang
almond dan kenari (Mahyar dkk 2006), kacang (51,6%) , berikutnya mainan plastik dan
peniti (Tomaske dkk 2006), Cataneo dkk (2008) melaporkan benda asing yang paling sering
yaitu biji-bijian ( kacang tanah, kacang hijau dan jagung) dan benda-benda kecil yang terbuat
dari plastik dan logam. Mise dkk (2009) melaporkan jenis benda asing tersering adalah tulang
hewan (39,5%). Studi lain melaporkan jenis benda asing terbanyak adalah pluit plastik
(Rehman dkk, 2000), hazelnut, biji bunga matahari, jarum pentul, tutup pulpen (Emir dkk
2001) jarum pentul 53,6% dari 41 kasus (Nurbaiti dkk 2003), kacang tanah 38%, selebihnya
jarum pentul, pluit sepatu anak-anak, peniti, tutup pulpen, tulang ayam, biji sawo (Saragih
dkk 2007).
2.2.9 Pemeriksaan penunjang
Benda asing yang bersifat radioopak dapat dibuat foto thorak segera setelah kejadian
sedangkan benda asing yang radiolusen (seperti kacang-kacangan) lebih bermakna jika telah
melewati waktu 24 jam setelah kejadian, kadang-kadang dapat menampilkan kelainan
atelektasis dan emfisema paru. Saat dilakukan pemeriksaan radiologi, posisi leher tegak
untuk penilaian jaringan lunak leher dan foto thorak anteroposterior dan lateral. Pada foto
lateral dilakukan dengan lengan dibelakang punggung, leher dan kepala ekstensi untuk
melihat keseluruhan jalan nafas dari mulut sampai karina.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu yaitu video fluoroskopi,
bronkogram dan pemeriksaan laboratorium. (J ackson C, J ackson CL 1950; Stell PM, Evan
CC 1994)
Sebuah penelitian melaporkan gambaran radiologi pada dua kelompok, yaitu
kelompok anak-anak dan kelompok dewasa, yang paling sering pada kelompok anak-anak
Universitas Sumatera Utara
adalah terperangkapnya udara (64%), sedangkan atelektasis merupakan gambaran radiologi
tersering pada kelompok dewasa (50%). Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua
kelompok dengan uji chi-square yaitu P<0,005. Terdapat tujuh kasus yang tidak dilakukan
foto thorak. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara gambaran radiologi dan
penanganan yang terlambat. Demam dijumpai pada 77% kasus dengan gambaran radiologi
pneumonia dan 31% pada gambaran radiologi normal. Terdapat perbedaan yang signifikan
dengan uji chi-square, P=0,016. (Baharloo dkk 1999). Studi lain melaporkan emfisema
obstruktif dan kolaps paru unilateral pada gambaran radiologi, jika benda asing sudah lama
berada di bronkus. J uga bisa tampak gambaran pneumonia persisten dan abses paru (Emir
dkk 2001), unilateral overdistensi, atelektasis dan radioopak, (Tomaske dkk 2006), gambaran
radiologi normal, radioopak, hiperinsuflasi (Cataneo dkk 2008). Nurbaiti dkk (2003)
melaporkan 60,1% kasus yang menunjukkan gambaran benda asing dengan jenis benda asing
terbanyak yaitu jarum pentul.
2.2.10 Diagnosis
Diagnosis benda asing di traktus trakeobronkhial ditegakkan berdasarkan anamnesis
yang teliti dan cermat terhadap gejala (adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul rasa
tercekik, batuk, sesak nafas dan lain-lain ), dan tanda yang dijumpai pada pemeriksaan fisik
(palpasi dan auskultasi) dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang.
Diagnosis pasti ditegakkan setelah dilakukan endoskopi atas indikasi diagnostik dan
terapi. (J ackson C, J ackson CL 1950; Stell PM,Evan CC 1994)
2.2.11 Penatalaksanaan
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan penderita dengan benda asing di traktus trakeobronkhial datang ke rumah
sakit sudah melewati fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan
secara lebih optimal baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih.
Benda asing di traktus trakeobronkhial harus dikeluarkan dengan menggunakan
bronkoskopi, baik bronkoskopi kaku atau pun rigid. (J ackson C, J ackson CL 1950; J ohnson
D, Gans S 1976, Lore J M., Medina J E 2005)
Tabel 2.2 Ukuran alat endoskopi pada bayi dan anak
Usia Laringoskop Bronkoskop
Prematur 6 3,0 mm x 20 cm
Baru lahir 6 3,5 mm x 25 cm
3-6 bulan 9 3,5 mm x 30 cm
1 tahun 9 4,0 mm x 30 cm
2 tahun 11 4,0 mm x 30 cm
4 tahun 11 5,0 mm x 35 cm
5-7 tahun 12 5,0 mm x 35 cm
8-12 tahun 16 6,0 mm x 35 cm
7,0 mm x 35 cm

Tahapan Tindakan
Pembiusan dengan endotrakeal di awali dengan premedikasi yang adekuat. Posisi pasien
trendelenburg. Asisten memegang pada kepala penderita untuk mengatur posisi.
A. Bronkoskopi/Trakeoskopi dengan Bantuan Laringoskop
1. Dilakukan tindakan laringoskopi dengan menggunakan laringoskop dengan
removable slide. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri.
2. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan lalu dimasukkan dengan panduan
laringoskop melalui laring menuju trakea.
3. Slide dari laringoskop dilepas dan laringoskop ditarik kebelakang sehingga hanya
bronkoskop yang tertinggal.
Universitas Sumatera Utara
4. Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik billiard sehingga
tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti kanul suction,
teleskop, forsep.
5. Dilakukan inspeksi dinding trakea dengan menggerakkan bronkoskop dari sisi ke sisi
lain, atas dan bawah dengan memakai teleskop untuk evaluasi adanya benda asing
(bentuk, besar, posisi). Kemudian benda asing diekstraksi dengan forsep yang sesuai.
Sebelum melakukan ekstraksi dipastikan bahwa benda asing dalam posisi searah
dengan lumen dan ujung yang tajam (berbahaya) mengarah kebawah sehingga aman
dalam melakukan ekstraksi.
6. Bronkoskopi dilanjutkan kebawah sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung
distal trakea. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengn posisi kepala
dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan
memiringkan kepala ke kanan. Bila ditemukan benda asing lakukan ekstraksi.
B. Bronkoskopi/Trakeoskopi tanpa Laringoskop
1. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pulpen. Bronkoskop
dimasukkan sedikit agak ke sudut kanan mulut dilanjutkan kebelakang sampai
melewati lidah dan epiglotis.
2. Bronkoskop melewati bawah epiglotis, glotis, pita suara, komisura posterior. Kepala
lebih ekstensi sehingga bronkoskop masuk ke trakea.
3. Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik billiard sehingga
tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti suction kanul,
teleskop, forsep.
4. Dilakukan inspeksi dinding trakea dengan menggerakkan bronkoskop dari sisi ke sisi
lain, atas dan bawah dengan memakai teleskop untuk evaluasi adanya benda asing
(bentuk, besar, posisi). Kemudian benda asing diekstraksi dengan forsep yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum melakukan ekstraksi dipastikan bahwa benda asing dalam posisi searah
dengan lumen dan ujung yang tajam (berbahaya) mengarah kebawah sehingga aman
dalam melakukan ekstraksi.
5. Bronkoskopi dilanjutkan kebawah sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung
distal trakea. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengn posisi kepala
dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan
memiringkan kepala ke kanan. Bila ditemukan benda asing lakukan ekstraksi.
2.2.12 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat benda asing antara lain emfisema,
atelektasis, pneumonia, pembentukan abses, sepsis, perforasi/fistula.
Komplikasi akibat tindakan antara lain :
1. Subglotik edema terutama pada anak di bawah 2 tahun dengan benda asing berupa
makanan. Hal ini dihindari dengan tidak melakukan tindakan bronkoskopi yang
berulang. Bila terjadi sub glotik edema segera dilakukan trakeostomi rendah yaitu di
bawah cincin trakea II.
2. Surgical syok, hal ini dapat terjadi karena operasi berlangsung lama, dianjurkan
tindakan bronkoskopi pada bayi dilakukan dalam waktu 15 menit sedangkan untuk
anak dibawah 5 tahun selama 30 menit.
3. Penumpukan sekret pada bronkus, terutama bila benda asing berupa makanan,
sehingga akhirnya terjadi impending asphyxia akibat sekretnya sendiri.
Mallick dkk (2005), melaporkan komplikasi yang terjadi pada 28 kasus aspirasi benda
asing yang terlambat ditangani dari 128 pasien, yaitu pneumonia, bronkiektasi, dan fistula
bronkoesofageal. Hazdiras dkk (2006) melaporkan 42 pasien mengalami infeksi dan
membutuhkan pengobatan yang progresif, 30 pasien mengalami hipoksia dan bradikardia saat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan bronkoskopi, 37 mengalami edema laring, spame laringeal dan bronkus, 6
perdarahan, 2 pneumothorax, 1 pneumomediastinum dan 8 kasus kematian. Rehman dkk
(2007) melaporkan komplikasi edema laring terjadi empat kasus, dan dua kasus meninggal
karena serebral anoksia.
Pan H dkk (2010) melaporkan 368 kasus aspirasi benda asing di traktus
trakeobronkhial di sebuah rumah sakit di China, tiga kasus membatukkan benda asing
sebelum dilakukan bronkoskopi, empat kasus meninggal karena gagal nafas yang lama dan
koma yang dalam, dua kasus mengalami hipoksia dan selebihnya berhasil dilakukan
bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing.
Nurbaiti (2003) melaporkan komplikasi yang terjadi yaitu atelektasis empat kasus,
meninggal dua kasus, semuanya terjadi pada balita dengan benda asing kacang tanah.










Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konsepsional




FAKTORPERSONAL
UMUR
JENISKELAMIN
KONDISI
DENTAL
KONDISIFISIK
PEKERJAAN
KONDISISOSIAL

KEGAGALAN
MEKANISMEPROTEKSI
NORMAL
FAKTORKEJIWAAN
EMOSI
GGN PSIKIS
FAKTORBENDAASING
ORGANIK
ANORGANIK
ASPIRASIBENDA
ASING
LOKASIBENDA
ASING
GAMBARAN
RADIOLOGIS
TINDAKAN
KOMPLIKASI
RESPON
PENDERITA
TANDAFISIK:
Stridor
Wheezing
Diminishedair
GEJALA:
Batuk
Sesaknafas
FAKTORKECEROBOHAN
PENDERITA
LINGKUNGAN













Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsepsional
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Kerja

REKAM MEDIK









1. J enis Kelamin
2. Umur
3. Keluhan Utama
4. Gejala
5. Tanda Fisik
6. J enis Benda Asing
7. Durasi
8. Gambaran Radiologi
9. Lokasi Benda Asing
10. Komplikasi

ASPIRASI BENDA ASING DI


TRAKTUS
TRAKEOBRONKIAL
Gambar 2.4. Skema Kerangka Kerja







Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai