Anda di halaman 1dari 8

Yesung Allo Padang, I Ketut Putra Jaya D, Rudy Sutanto Reduksi Hidrogen Sulfida ( S)..

6

REDUKSI HIDROGEN SULFIDA ( S) DARI BIOGAS DENGAN
MENGGUNAKAN BESI OKSIDA (F )
Reducing Hydrogen Sulfida ( S) From Biogas Using Ferri Oxyde (F )

Yesung Allo Padang, I Ketut Putra Jaya D, Rudy Sutanto

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mataram
Jln.Majapahit No.62 Mataram Nusa Tenggara Barat Kode Pos : 83125
Telp.(0370)636087; 636126; ext 128 Fax (0370)636087


ABSTRAK

Biogas adalah salah satu sumber bahan bakar alternatif yang akhir-akhir ini makin
dikenal. Biogas mengandung berbagai zat dengan didominasi oleh metana (CH
4
) dan
karbondioksida (CO
2
). Zat lainnya adalah hidrogen sulfida (H
2
S) yang jumlahnya sangat kecil
dibandingkan dengan dua zat sebelumnya. Akan tetapi sifatnya yang sangat korosif, berbau
busuk dan di lingkungan menghasilkan SO
2
yang berujung pada hujan asam, maka kadarnya
harus dikurangi atau jika bisa dihilangkan dari biogas. Biogas yang telah dikurangi hidrogen
sulfida-nya akan menjadi lebih aman untuk manusia dan ramah untuk lingkungan.Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hidrogen sulfida yang dapat diserap dari
biogas oleh absorbent besi oksida (Fe
2
O
3
). Kadar hidrogen sulfida sebelum dan sesudah
pemurnian diukur. Bahan baku Biogas diperoleh dari chicken droppings yang diproses di
biodigester selama 4 minggu. Komposisi chicken droppings : air adalah 1 : 1. Kecepatan aliran
biogas yang melalui absorbent divariasikan 1 liter/menit, 2 liter/menit dan 3 liter/menit. Besi
oksida dibuat dengan membubut besi menjadi geram-geram halus lalu dimasukkan ke dalam
tabung dari pipa PVC panjang 40 cm dan diameter 2 inci (5,08 cm) sebanyak 270 gram.
Oksigen dimasukkan ke tabung dan dibiarkan selama 10 cm.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar hidrogen sulfida dalam biogas sebelum pemurnian sekitar 1.314 ppm, sedangkan
setelah pemrunian rata-rata 14,43 ppm untuk laju aliran 1 liter/menit, 256,57 ppm untuk laju
aliran 2 liter/menit dan 446.86 ppm untuk laju aliran 3 liter/menit.

Kata Kunci : Feses Ayam, Biogas, Hidrogen Sulfida

ABSTRACT

Currently, biogas becomes very popular as a source of alternative energy .Biogas
contains substances mainly methane (CH
4
) and carbondioxide (CO
2
).Another substance is
sulfur dioxide(H
2
S) which is very small quantity compare to the first two.However sulfur dioxide
is very corrosif, bad smell and produce SO
2
that result in acid rain.This substance is also toxid,
hence its presence must be reduced or even diminshed.The purpose of this research is to
determine how much hydrogen sulfide can be absorbed from biogas by means of ferri oxyde
absorbent. The amount of hydrogen sulfide before and after purification was measured.
Feedstock used was chicken droppings mixed with water with the ratio 1:1. Flow rate of the
biogas passed absorbent was varied by 1 liter / minute, 2 liters / min, 3 liters / min. Ferri oxyde
was made from 270 gram iron chips, put in to a 40 cm long PVC pipe with 2 inchis in diameter.
In the tube, oxygen was introduced and let still for 10 minutes.The results show that before
purification the amount of methane gas in the biogas is 57.2%, while hydrogen sulfide is 1,314
ppm. After purification methane quantity is 57.2% for all variation while hydrogen sulfide range
from 2 ppm 484 ppm.

Keywords: Chicken manure, Biogas, Hydrogen Sulfide.

Jurnal Teknik REKAYASA, Volume 13 No 1 Juni 2012


7

PENDAHULUAN
Penggunaan energi yang semakin
meningkat dan keterbatasan energi fosil
yang tersedia mengakibatkan terjadinya
krisis energi. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut diperlukan beberapa
pengembangan terhadap energi baru
terbarukan. Energi terbarukan merupakan
sumber energi yang dihasilkan dari sumber
daya energi yang secara alamiah tidak akan
habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola
dengan baik, contohnya panas bumi, tenaga
air, tenaga angin, biomassa dan biogas
(Immanue, 2010).
Limbah peternakan merupakan
salah satu sumber bahan yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Limbah ternak adalah sisa buangan dari
suatu kegiatan usaha peternakan seperti
usaha pemeliharaan ternak, rumah potong
hewan, pengolahan produk ternak, dan
sebagainya (Allo Padang, 2011). Salah satu
limbah ternak yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber bahan penghasil biogas,
namun untuk memperoleh kotorannya maka
sebaiknya lantai kandang dipasangi terpal
sehingga pengumpulan kotorannya menjadi
lebih mudah. Berdasrkan nilai ekonomis
setelah pengolahan limbah bisa
dikelompokkan menjadi dua yaitu: limbah
ekonomis dan limbah non-ekonomis.
Limbah ekonomis adalah limbah yang bisa
diproses menjadi produk baru yang memiliki
nilai jual, sedangkan limbah non-ekonomis
tidak. Cara penanganan limbah non-
ekonomis hanya ditujukan agar limbah
mudah diuraikan dan tidak mencemari
lingkungan. Dari kotoran ayam, ada
beberapa produk yang bisa diperoleh, yaitu
biogas, pupuk padat, dan pupuk cair (Anne,
2010).
Biogas terdiri dari gas metana
(CH
4
) sebesar 55-75%, karbondioksida
(CO
2
) sebesar 24-45%, hidrogen (H
2
)
sebesar 1-5%, oksigen (O
2
) sebesar 0,1-
0,5%, dan hidrogen sulfida (H
2
S) sebesar 0-
3% (Sulistyo, 2010). Adanya kandungan
hidrogen sulfida akan berdampak negatif
terhadap biogas yang dihasilkan karena
hidrogen sulfida memiliki sifat korosif
terhadap logam, pada konsentrasi tertentu
bersifat racun, berbau busuk dan
berpengaruh terhadap lingkungan lokal
sebagai hujan asam apabila emisi biogas
dilepas langsung ke atmosfer.
Berdasarkan uraian dari latar
belakang, maka permasalahn yang dapat
dirumuskan sebagai objek penelitian adalah
bagaimana memurnikan biogas kotoran
ayam dari kandungan hidrogen sulfida
menggunakan ferri oksida.
Adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh kecepatan laju aliran biogas
melewati tabung absorben terhadap
penyerapan kadar hidrogen sulfida dan
berapa kadar hidrogen sulfida dalam biogas
sebelum dan sesudah pemurnian.

TINJAUAN PUSTAKA
Kotoran ayam secara umum terdiri
dari sisa pakan yang tidak tercerna seperti
selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan
unsur anorganik. Rata-rata produksi
buangan segar ternak ayam petelur adalah
0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan
kering sebanyak 26% (Prasetyanto, 2011).
Biogas merupakan bahan bakar gas yang
dapat diperbaharui (renewable) yang
dihasilkan secara fermentasi anaerob dari
bahan organik dengan bantuan bakteri.
Bakteri yang berperan dalam proses
tersebut adalah bakteri metanogenik dan
asidogenik (Haryati, 2006). Gas metana
yang merupakan komponen gas yang paling
dominan pada biogas memiliki sifat tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
H
2
S adalah rumus kimia dari gas
hidrogen sulfida. Satuan ukurnya adalah
part per million (ppm). Memiliki sifat
beracun, korosif, barbau busuk (Hutagaol,
2009).
Umumnya pemisahan gas hidrogen
sulfida (H
2
S) pada biogas dengan
mengabsorpsi gas tersebut menggunakan
absorben ferri oksida (Fe
2
O
3
) (Rosmayati
dkk, 2010:27). Absorbsi adalah proses
pemisahan bahan dari suatu campuran gas
dengan cara pengikatan bahan tersebut
pada permukaan absorben. Reaksi kimia
yang terjadi saat pembentukan (Fe
2
O
3
)
adalah sebagai berikut (Anonim2, 2012:):
4Fe + 3O
2
2Fe
2
O
3

Sedangkan reaksi kimia antara ferri
oksida (Fe
2
O
3
) dengan hidrogen sulfida
adalah :
2Fe
2
O
3
+ 6H
2
S 2Fe
2
S
3
+6H
2
O
Sifat absorben berbasis Fe
2
O
3

diketahui memiliki kapasitas yang cukup
besar untuk menarik senyawa pengotor
hidrogen sulfida dalam biogas. Absorben
juga harus memiliki sifat yang kuat dan
regenerabilitanya baik sehingga volume
kebutuhannya relatif tidak banyak dan
Yesung Allo Padang, I Ketut Putra Jaya D, Rudy Sutanto Reduksi Hidrogen Sulfida ( S)..
8

frekuensi penggantiannya tidak sering
(Rosmayati dkk, 2010).
Menurut murjito (2011), proses
pembentukan biogas melalui pencernaan
anaerobik merupakan proses bertahap
denga tiga tahap utama yaitu :
Hydrolysis. Pada tahap ini bahan
dienzimatik secara eksternal oleh enzim
ekstaselular (selulose, amilase, protease,
dan lipase). Bakteri memutuskan rantai
panjang karbohidrat komplek, protein dan
lipida menjadi senyawa rantai pendek.
Acidifikasi. Pada tahap ini bakteri
menghasilkan asam, mengubah senyawa
rantai pendek hasi proses tahap hidrolisis
menjadi asam asetat, hidrogen dan
karbondioksida. Untuk menghasilkan
asam asetat, bakteri tersebut
memerlukan oksigen dan karbon yang
diperoleh dari oksigen yang terlarut
dalam larutan.
Methanogenesis. Pada tahap ini, bakteri
metanogenik mendekomposisikan
senyawa dengan berat molekul rendah
menjadi senyawa dengan berat molekul
tinggi.
Ada beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan biogas,
antara lain :
Rasio C/N. Apabila di dalam bahan
terdapat unsur C terlalu banyak maka
unsur N akan cepat habis. Hal ini
mengakibatkan bakteri berhenti bekerja.
Sebaliknya jika unsur N terlalu tinggi
maka unsur C akan lebih cepat habis.
Unsur N yang banyak tersisa akan
menguap dalam bentuk amonia. Bakteri
memakan habis unsur C tiga puluh kali
lebih cepat daripada unsur N (Sulistyo,
2010)
Derajat Keasaman (pH). Kisaran pH
yang diijinkan dalam proses
pembentukan biogas adalah 6,8-8,0.
Nilai pH akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan aktifitas bakteri
(Anonim1, 2012:7)
Proses fermentasi anaerobik dapat
berlangsung pada kisaran 5
o
C - 55
o
C,
sedangkan temperatur optimum adalah
(35
o
C) ( Muryanto dkk, 2012).
Kandungan Air. Mikroorganisme dalam
kegiatannya membutuhkan air. Jumlah
air yang dibutuhkan dalam pembentukan
biogas tidak sama tergantung dari bahan
yang digunakan.
Pengadukan. Bahan baku yang sukar
dicerna dalam digester akan membentuk
kerak pada permukaan cairan, hal ini
akan menghambat laju produksi biogas
sehingga diperlukan pengadukan untuk
mencegah hal tersebut.
Racun. Adanya racun bagi
mikroorganisme pembentuk biogas akan
menghambat pembentukan biogas
(Anonim1, 2012).




Gambar 1. Rangkaian Peralatan Uji








Jurnal Teknik REKAYASA, Volume 13 No 1 Juni 2012


9

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam
penelitian dikategorikan dalam dua
kelompok: alat utama dan alat tambahan.
Alat utama diantaranya digester/reaktor
sebagai alat pembuat biogas, biogas tester
untuk menguji kandungan zat yang ada di
dalam biogas, plastik penampung biogas,
pompa vakum untuk untuk mengalirkan
biogas, flowmeter untuk mengukur laju
aliran biogas dan tabung absorben.
Sementara alat tambahan diantaranya
selang, stopwatch, ember pencampur dan
stop kran.
Sedangkan bahan yang digunakan
adalah adalah kotoran ayam sebagai bahan
baku isian digester, besi pejal untuk
membuat besi oksida (Fe
2
O
3
), oksigen
sebagai bahan pemicu terbentuknya besi
oksida dan air sebagai pengencer bahan
isian digester..
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur-prosedur dalam
kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Digester dibuat dengan drum bekas
dengan kapasitas 209 liter. Drum
digunakan dengan cara ditidurkan
(dipasang memanjang).
2. Pada bagian atas bagian drum dibuat
saluran gas dengan diameter inchi.
Pada sisi kiri dibuat saluran masuk untuk
bahan isian dibuat menggunakan pipa
dengan diameter 3 inchi, sedangkan sisi
yang berlawanan (kanan) dibuat saluran
untuk pembuangan bahan sisa.
Diameternya dipakai pipa 2 inchi.
3. Bahan masukan menggunakan kotoran
ayam dicampur dengan air dengan
perbandingan 1 : 1.
4. Bahan baku pembuatan biogas
dimasukkan ke dalam digester dan
dibiarkan selama 4 minggu.
5. Biogas yang diperoleh selama 4 minggu
tersebut disimpan sementara di dalam
plastik penampung.
6. Setelah biogas yang dihasilkan cukup
banyak maka peralatan uji yang terdiri
dari, tabung absorben, ferri oksida,
flowmeter, pompa vacum, biogas tester,
dan stopwatch disiapkan.
7. Selang dihubungkan ke plastik
penampung. Alat lain yang dipasang
sepanjang selang ini secara berurutan
adalah pompa vakum, flowmeter, tabung
absorbent dan terakhir adalah biogas
tester. Di ujung biogas tester dipasang
penampung gas hasil pemurnian.
8. Laju aliran biogas ditentukan dengan
membuka dan menutup katup sesuai
dengan laju yang diinginkan. Besarnya
laju aliran dibaca di flow meter.
9. Kadar hidrogen sulfida pada biogas
setelah melewati tabung absorben diukur
menggunakan biogas tester sampai
menit ke tujuh.
10. Semua hasil pengukur dicatat dan
selanjutnya dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari pengujian dapat dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengujian
Waktu
(Menit)
Hidrogen Sulfida (ppm)
1 lt/min 2 lt/min 3 lt/min
1 2 199 414
2 8 230 426
3 9 247 431
4 12 256 447
5 14 273 456
6 24 291 470
7 32 300 484

Kandungan yang terdapat dalam biogas
pada umumnya adalah gas metana (CH
4
),
gas karbondioksida (CO
2
), hidrogen (H
2
),
hidrogen sulfida (H
2
S) dan gas-gas lainnya
dalam jumlah yang sedikit. Untuk
mengetahui kadar dan kandungan dalam
biogas digunakan alat biogas tester.
Hidrogen sulfida yang terkandung dalam
biogas relatif kecil namun sangat merugikan
karena beracun dan bersifat korosif. Untuk
mengurangi kandungan hidrogen sulfida
pada biogas dapt dilakukan dengan
penyerapan menggunakan ferri oksida
(Fe
2
O
3
). Biogas yang mengandung hidrogen
sulfida yang melewati tabung absorben akan
mengalami penyerapan hidrogen sulfida
melalui reaksi kimia yang terjadi antara ferri
oksida dengan hidrogen sulfida membentuk
(Fe
2
S
3
), sehingga kadar hidrogen sulfida
yang terkandung dalam biogas akan
berkurang. Kandungan hidrogen sulfidayang
terdapat dalam biogas kotoran ayam
sebelum dimurnikan dan setelah dimurnikan
dapat dilihat pada gambar 2.

Yesung Allo Padang, I Ketut Putra Jaya D, Rudy Sutanto Reduksi Hidrogen Sulfida ( S)..
10




Gambar 2. Kadar Hidrogen Sulfida Biogas Kotoran Ayam Variasi Perlakuan Biogas








Dari gambar 2 terlihat bahwa kadar
gas hidrogen sulfida kotoran ayam pada
masing-masing variasi perlakuan memiliki
kadar hidrogen sulfida berkisar antara 14,43
ppm 1.314 ppm. Biogas kotoran ayam
yang memiliki kadar hidrogen sulfida
tertinggi adalah pada perlakuan IV yaitu
tanpa pemurnian, sedangkan biogas kotoran
ayam yang memiliki kadar hidrogen sulfida
terendah adalah pada perlakuan I yaitu
dengan laju aliran biogas 1 liter/menit yaitu
14,43 ppm. Kemudian disusul oleh biogas
dengan perlakuan ke II yaitu dengan laju
aliran biogas 2 liter/menit sebesar 256,57
ppm selanjutnya biogas pada perlakuan III
dengan laju aliran biogas 3 liter/menit
sebesar 446,86 ppm. Adanya penurunan
kadar hidrogen sulfida pada biogas kotoran
ayam dengan perlakuan I, II, III disebabkan
karena biogas yang mengandung hidrohen
sulfida dialirkan melewati tabung absorben
yang telah berisi ferri oksida mengalami
reaksi kimia membentuk (Fe
2
S
3
) sehingga
kadar hidrogen sulfida yang terkandung
dalam biogas koptoran ayam menjadi
berkurang.
Penurunan kadar hidrogen sulfida
pada biogas kotoran ayam paling besar
terjadi pada laju aliran biogas 1 liter/menit
yaitu terjadi penurunan sebesar 1.299,57
ppm, dan penurunan kadar hidrogen sulfida
pada biogas kotoran ayam paling kecil
terjadi pada laju aliran biogas 3 liter/menit
yaitu terjadi penurunan sebesar 867,14
ppm. Sedangkan untuk laju aliran biogas 2
liter/menit terjadi penurunan kandungan
hidrogen sulfida sebesar 1.057,43 ppm.
Adanya perbedaan penurunan kadar
hidrogen sulfida pada biogas kotoran ayam
disebabkan karena ferri oksida (Fe
2
O
3
) yang
terdapat dalam tabung absorben memiliki
bentuk dan ukuran yang berbeda sehingga
saat pengisian ferri oksida kedalam tabung
absorben susunanya tidak beraturan atau
acak. Susunan yang tidak beraturan ini akan
membentuk rongga-rongga yang akan dilalui
oleh biogas. Biogas yang mengalir melewati
rongga-rongga tersebut akan mengalami
kontak dengan ferri oksida kemudian terjadi
reaksi kimia atau penyerapan hidrogen
sulfida oleh ferri oksida. Rongga-rongga
yang tidak beraturan mengakibatkan kontak
yang terjadi antara hidrogen sulfida dengan
ferri oksida tidak seragam untuk masing-
masing laju aliran, hal inilah yang
menyebabkan adanya perbedaan
penurunan kadar hidrogen sulfida pada
masing-masing variasi laju aliran.
Semakin besar laju aliran biogas
melewati tabung absorben maka semakin
kecil penurunan kadar hidrogen sulfida
dalam biogas. Hal ini disebabkan karena
dengan semakin meningkatnya kecepatan
laju aliran biogas maka kontak yang terjadi
antara biogas yang mengandung hidrogen
sulfida dengan ferri oksida semakin singkat
dan biogas lebih cepat keluar dari tabung
absorben. Reaksi kimia penyerapan
hidrogen sulfida tidak terjadi dengan

Jurnal Teknik REKAYASA, Volume 13 No 1 Juni 2012


11




Gambar 3. Hubungan Waktu Kadar Hidrogen Sulfida



















maksimal, begitu juga sebaliknya semakin
kecil laju aliran biogas melewati tabung
absorben maka semakin besar kandungan
hidrogen sulfida yang dapat diserap oleh
ferri oksida.
Gambar 3 menunjukkan kadar
hidrogen sulfida sebagai fungsi waktu
kontak dengan absorbent. Untuk setiap
variasi kecepatan laju aliran biogas melewati
tabung absorben, kemampuan ferri oksida
untuk menyerap hidrogen sulfida akan
menurun seiring bertambahnya waktu.
Untuk kecepatan laju aliran 1 liter/menit
pada menit pertama terjadi penyerapan
hidrogen sulfida paling besar yaitu dari
1.314 ppm menjadi 2 ppm, untuk menit
kedua kadar hidrogen sulfida menjadi 8
ppm, menit ketiga menjadi 9 ppm, menit
keempat menjadi 12 ppm, menit kelima
menjadi 14 ppm, menit keenam menjadi 24
ppm dan menit ketujuh menjadi 32 ppm.
Untuk kecepatan laju aliran 2 liter/menit
kadar hidrogen sulfida pada menit pertama
adalah 199 ppm, menit kedua menjadi 230
ppm, menit ketiga menjadi 247 ppm, menit
keempat menjadi 256 ppm, menit kelima
menjadi 273 ppm, menit keenam menjadi
291 ppm dan pada menit ketujuh menjadi
300 ppm. Sedangkan untuk kecepatan laju
aliran 3 liter/menit kadar hidrogen sulfida
pada menit pertama adalah 414 ppm, menit
kedua menjadi 426 ppm, menit ketiga
menjadi 431 ppm, menit keempat menjadi
447 ppm, menit kelima menjadi 456 ppm,
menit keenam menjadi 470 ppm dan menit
ketujuh menjadi 484 ppm. Apabila dilihat
dari pola penurunan kandungan hidrogen
sulfida, semakin besar waktu maka semakin
kecil kadar hidrogen sulfida yang diserap.
Semakin lama biogas dialirkan ke dalam
tabung absorben dengn kecepatan laju
aliran yang konstan akan membuat ferri
oksida menjadi jenuh hal inilah yang
menyebabkan penyerapan kadar hidrogen
sulfida menjadi menurun.
Persentase penurunan kadar
hidrogen sulfida adalah 98,9 % untuk
kecepatan laju aliran 1 liter/menit, 80,47%
untuk kecepatan laju aliran 2 liter/menit, dan
65,9% untuk kecepatan laju aliran 3
liter/menit.

KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Semakin besar kecepatan laju aliran
biogas melewati tabung absorben maka
semakin kecil persentase penurunan
hidrogen sulfida yang terjadi.
2. Hidrogen sulfida yang terserap pada
kecepatan laju aliran 1 liter/menit adalah
1.299,57 ppm, 1.057,43 ppm untuk
kecepatan laju aliran 2 liter/menit dan
867,14 ppm untuk kecepatan laju aliran 3
liter/menit.
3. Kadar hidrogen sulfida pada biogas
kotoran ayam sebelum dimurnikan
memiliki rata-rata nilai sebesar 1.314
ppm, sedangkan kadar hidrogen sulfida
Yesung Allo Padang, I Ketut Putra Jaya D, Rudy Sutanto Reduksi Hidrogen Sulfida ( S)..
12

pada biogas kotoran ayam setelah
dimurnikan rata-rata memiliki nilai
sebesar 14,43 ppm untuk kecepatan laju
aliran 1 liter/menit, 256,57 ppm untuk
kecepatan laju aliran 2 liter/menit dan
446,86 ppm untuk kecepatan laju aliran 3
liter/menit.

DAFTAR PUSTAKA

Allo Padang, Yesung., 2011, Materi
Pelatihan Teknologi Energi Biogas,
Fakultas Teknik, Universitas
Mataram.
Anne., 2010, Cara Penanganan Limbah
Peternakan Ayam.
http://www.anneahira.com.
Diunduh tanggal 27 Mei 2012.
Anonim1., 2012, Riset Teknik Pembuatan
Biogas Sebagai Sumber Energi.
http://www.bbrp2b.kkp.go.id.
Diunduh tanggal 13 Januari 2012.
Anonim2., 2012, Konsep Kimia Dasar Untuk
PGSD. http:www.google.com.
diunduh tanggal 16 September
2012.
Haryati, Tuty., 2006. Biogas: Limbah
Peternakan Yang Menjadi Sumber
Energi Alternatif, Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Hutagaol, Nur Indah., 2009, Studi Pengaruh
Kadar Hidrogen Sulfida Yang
Terdapat Pada Minyak Bumi Dalam
Proses Pengolahan di PT Pertamina
EP Region Sumatera Field
Pangkalan Susu. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
Medan
Immanue, Univer., 2012, Potensi Biomassa
Sebagai Sumber Energi Terbarukan
Di Indonesia. http://www.scribd.com.
Diunduh Tanggal 10 Januari 2012.

















Murjito., 2011, Desain Alat Penangkap Gas
Methan Pada Sampah Menjadi
Biogas. Teknik Mesin Universitas
Muhammadiyah Malang.
Muryanto, H., Agus, Muntoha, dan
Widagdo., 2011, Rekomendasi
Teknologi Instalasi Biogas Drum
Skala Rumah Tangga.
http://www.google.com. Diunduh
tanggal 02 November 2011.
Prasetyanto, Nova., 2011, Kadar S, N ,
dan Debu Pada Peternakan Ayam
Broiler Dengan Kondisi Lingkungan
Yang Berbeda Di Kabupaten Bogor
Jawa Barat, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Rosmayati, Lisna dan Yayun Andriani.,
2010, Penerapan Nanoteknologi
Pada Aplikasi Adsorben Untuk
proses Pemurnian Gas Bumi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi
Lemiga.
Sulistyo, Agung., 2010, Analisis
Pemanfaatan Sampah Organik Di
Pasar Induk Kramat Jati Sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas,
Fakultas Teknik Program Magister
Teknik Elektro, Universitas
Indonesia.
Jurnal Teknik REKAYASA, Volume 13 No 1 Juni 2012


13

Anda mungkin juga menyukai