Bab 5

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

71

BAB V. SISTEM KONTROL AKHIR



Pendahuluan
Dalam bab ini, akan dibahas bagian-bagian dan cara kerja sistem kontrol
akhir, serta contoh-contoh penggunaannya. Pada suatu aplikasi proses kontrol
tertentu, pengukuran dan evaluasi dari beberapa variabel terkontrol dibawa oleh
representasi analog berenergi rendah atau representasi digital dari variabel. Sinyal
kontrol yang membawa informasi umpan balik kembali ke proses untuk
melakukan aksi/tindakan korektif yang perlu juga dinyatakan oleh tingkat
representasi yang sama rendahnya. Secara umum, proses yang dikontrol itu
sendiri dapat melibatkan kondisi energi tinggi seperti aliran dari ribuan meter
kubik cairan atau ratusan ribu newton gaya hidrolik, seperti halnya yang terjadi di
sebuah pabrik baja. Fungsi dari elemen kontrol akhir adalah menterjemahkan
sinyal-sinyal kontrol energi rendah ketingkat tindakan yang sesuai dengan proses
yang dikontrol. Hal in dapat dipandang sebagai penguatan dari sinyal kontrol,
walaupun dalam banyak kasus, sinyal ini juga dikonversikan menjadi suatu
bentuk yang sama sekali lain.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
bagian-bagian dan prinsip kerja sistem kontrol akhir, memberikan contoh-contoh
aktuator yang sering digunakan pada sistem kontrol, dan menjelaskan beberapa
elemen kontrol akhir dan kriteria penggunaannya.

5.1 Operasi Kontrol Akhir
Cara kerja kontrol akhir melibatkan sejumah langkah yang diperlukan
untuk mengkonversikan sinyal kontrol (yang dibangkitkan oleh alat kontrol
proses) menjadi aksi proporsional pada proses itu sendiri. Jadi, untuk
menggunakan sinyal kontrol 4 - 20 mA untuk menvariasikan suatu itngkat aliran
yang besar, dari katakanlah 10,0 m
3
/menit sampai 50,0 m
3
/menit sudah tentu
memerlukan beberapa operasi lanjutan. Operasi lanjutan tertentu bervariasi
berdasarkan desain kontrol proses akan tetapi generalisasi tertentu dapat dibuat
72
berdasarkan tahapan-tahapan dari sinyal kontrol sampai ke elemen kontrol akhir
itu sendiri.
Untuk suatu aplikasi kontrol proses tertentu, konversi alat kontrol proses
menjadi suatu fungsi kontrol dapat dijelaskan secara bertahap seperti ditunjukkan
pada Gambar 5.1. Disini, sinyal kontrol masukan boleh diambil dari berbagai
bentuk, termasuk arus listrik, sinyal digital, atau tekanan pneumatik.






Gambar 5.1. Elemen-elemen operasi kontrol akhir
5.1.1 Konversi Sinyal
Tahap ini mengacu pada modifikasi yang harus dibuat pada sinyal kontrol
untuk melakukan interfis dengan tahap kontrol berikutnya, yakni aktuator
(penggerak). Jadi, jika suatu elemen kontrol katup akan dioperasikan dengan
aktuator motor listrik. Maka sinyal kontrol DC 4/20 mA harus dimodivikasi untuk
mengoperasikan motor. Jika motor DC digunakan mungkin dilakukan konversi
dari arus ke tegangan dan amplifikasi. Tipe-tipe standar modifikasi sinyal
dibicarakan secara lebih rinci dalam Bab 5.2. Peralatan-peralatan yang melakukan
konversi sinyal seperti ini disebut transduser, karena mengkonversikan sinyal-
sinyal kontrol dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya seperti dari arus ketekanan,
dari arus ketegangan, dan seterusnya.
5.1.2 Aktuator (Penggerak)
Hasil konversinyal memberikan sinyal yang telah diperkuat dan/atau
sinyak yang telah diubah yang dirancang untuk beroperasi (menggerakkan) suatu
mekanisme guna mengubah variabel yang sedang dikontrol pada proses. Efek
langsungnya biasanya diimplementasikan oleh sesuatu di proses misalnya katup
Sinyal kontrol
Elemen kontrol
akhir
Proses
Aktuator Konversi sinyal
73
atau pemanas yang harus dioperasikan oleh sejumlah perlengkapan. Aktuator
adalah terjemahan dari sinyal kontrol (terkonversi) menjadi tindakan pada elemen
kontrol. Jadi, jika sebuah katup akan dioperasikan, maka aktuator adalah sebuah
peralatan yang mengkonversikan sinyak kontrol menjadi tindakan fisik berupa
bukaan atau tutupan katup tersebut. Sejumlah contoh penggerak dalam
penggunaan di kontrol proses dibicarakan pada Bab 5.3.
5.1.3 Elemen Kontrol
Peralatan ini mempunyai pengaruh langsung pada variabel dinamis proses
dan dirancang sebagai bagian integral dari proses. Jadi, jika kita ingin mengontrol
aliran maka elemen kontrol yang berupa sebuah katup, harus ada langsung di
sistem aliran. Demikian juga, jika kita ingin mengontrol suhu, maka mekanisme
atau elemen kontrol yang punya pengaruh langsung terhadap suhu harus
dilibatkan di proses. Ini bisa berupa kombinasi pemanasan/pendingin yang
digerakkan secara listrik oleh relay atau katup pneumatik guna mengontrol fluks
dari reaktan. Pada Gambar 5.2, diperlihatkan sebuah sistem kontrol yang dipakai
untuk mengontrol suhu pembakaran kue yang ditentukan oleh warna kue tersebut.
Sistem pengukuran optik menghasilkan sinyal 4 20 mA yang merupakan
reprerentasi analog dari warna kue (dengan demikian menunjukkan pembakaran
yang tepat).

Gambar 5.2. Sistem proses kontrol yang memperlihatkan cara kerja kontrol akhir
74
Alat kontrol membandingkan pengukuran dengan set point dan
mengeluarkan sinyal 4 20 mA yang meregulasi kecepatan motor pengumpan
sabuk ban berjalan guna mengatur waktu pembakaran di oven.
Cara kerja kontrol akhir digambarkan oleh konversi sinyal yang
mentranformasikan sinyal 4 20 mA menjadi sinyal 50 100 V yang dibutuhkan
oleh kontrol kecepatan motor. Motor itu sendiri adalah penggerak, sedangkan
rakitan sabuk ban berjalan adalah elemen kntrol.
Karena aplikasi teknik proses kontrol di industri bervariasi seperti jenis
industri itu sendiri, dalam hal ini tidak praktis jika kita ingin membahas teknik
kontrol akhir secra keseluruhan. Dengan memperlajari sejumlah contoh saja,
pembaca diharapkan siap untuk menganalisis dan memahami teknik-teknik
lainnya yang ada di industri.

5.2 Konversi Sinyal
Tujuan utama dari konversi sinyal adalah mengkonversikan sinyal kontrol
energi rendah menjadi sinyal energi tinggi untuk mengendalikan penggerak.
Sinyal-sinyal keluaran alat kontrol biasanya ada dalam salah satu dari ketiga
bentuk berikut ini :
1. Sinyal arus listrik, biasanya 4 sampai 20 mA.
2. Sinyal tekanan pnemetik, biasanya 3 sampai 15 psi (0,2 1 Bar)
3. Sinyal-sinyal digital, biasanya tegangan-tegangan level TTL dalam
format seri atau paralel.
Ada sejumlah skema yang berbeda untuk konversi sinyal-sinyal ini ke
bentuk-bentuk lain tergantung pada bentuk akhir yang diinginkan dan pada
teknologi yang dipakai untuk menghasilkan konversi ini.

5.2.1 Sinyal Listrik Analog
a. Relai
Konversi yang umum adalah untuk menggunakan sinyal alat kontrol guna
mengaktifkan sebuah relai apabila kontrol on-off atau kontrol dua posisi sudah
mencukupi. Dalam beberapa kasus, sinyal arus rendah tidak cukup kuat untuk
mengendalikan sebuah relai industri yang berat, dan sebuah amplifier harus
75
dipakai untuk memperbesar sinyal kontrol pada suatu tingkat yang memadai untuk
melakukan pekerjaan ini.
Relai merupakan saklar elektromagnetik yang berfungsi untuk
memutuskan, membuat atau mengubah satu atau lebih kontak elektrik. Ada
beberapa macam relai yang terdapat di pasaran. Pada pokoknya relai digunakan
sebagai alat penghubung pada rangkaian. Relai dapat berupa IC, transistor dan
relai mekanis. Relai pengendali elektromagnetis (an electromechanical relay =
EMR) adalah saklar magnetis. Relai ini menghubungkan rangkaian beban on/off
dengan pemberian energi elektromagnetik, yang membuka atau menutup kontak
pada rangkaian. EMR mempunyai variasi aplikasi yang luas baik pada rangkaian
listrik maupun elektronis.
Relai biasanya hanya mempunyai satu kumparan, tetapi relai dapat
mempunyai beberapa kontak. Jenis EMR diperlihatkan pada Gambar 5.3. Relai
elektromekanik berisi kontak diam dan kontak bergerak. Kontak yang bergerak
dipasang pada plunger. Kontak ditunjuk sebagai normally open (NO) dan
normally close (NC). Apabila kumparan diberi tenaga, terjadi medan
elektromagnetis. Aksi dari medan pada gilirannya menyebabkan plunger bergerak
pada kumparan kontak NO dan membuka kontak NC.

Gambar 5.3. Relai elektromekanis (EMR)
Salah satu aplikasi pokok relai adalah untuk mengontrol rangkaian beban arus
tinggi dengan rangkaian kontrol arus rendah. Hal ini memungkinkan karena arus
yang dapat ditangani oleh kontak dapat jauh lebih besar dibandingkan dengan
yang diperlukan untuk mengoperasikan kumparan. Kumparan relai mampu
76
dikontrol dengan sinyal arus rendah dari rangkaian terpadu dan transistor seperti
diperlihatkan pada Gambar 5.4. Pada rangkaian tersebut, sinyal kontrol elektronis
menghidupkan atau mematikan transistor yang pada gilirannya menyebabkan
kumparan relai diberi energi atau dihilangkan energinya. Arus pada rangkaian
kontrol yang terdiri dari transistor dan kumparan relai sangat kecil. Arus pada
rangkaian daya, yang terdiri dari kontak-kontak dan motor kecil, jauh lebih besar
dalam perbandingan.

Gambar 5.4. Rangkaian pengontrol relai
Tingkat tegangan pada kumparan relay yang diberi energi, menyebabkan
penghubungan kontak yang disebut tegangan pick-up (tegangan tarik). Setelah
relay diberi energi, tingkat tegangan pada kumparan relai di mana kontak kembali
pada kondisi tidak dioperasikan disebut tegangan drop out (tegangan lepas).
Kumparan relai dirancang untuk tidak lepas sampai penurunan tegangan pada
penurunan tegangan minimum sekitar 85% dari tegangan kerja. Kumparan relai
juga tidak akan menarik (memberi energi) sampai tegangan meningkat pada 85%
tegangan kerja. Pada umumnya kumparan akan beroperasi terus-menerus pada
110% dari tegangan kerja, tanpa merusakkan kumparan.
Relai elektromekanis dibuat dalam berbagai jenis untuk berbagai aplikasi.
Kumparan relai dan kontak mempunyai ukuran kerja yang terpisah. Kumparan
relai biasanya dirancang bekerja pada pengoperasian dengan arus DC atau AC,
tegangan atau arus, tahanan dan daya pengoperasian normal. Kumparan relai yang
sangat peka dirancang untuk bekerja pada rentang miliampere rendah, sering
dioperasikan dari transistor atau rangkaian terpadu. Apabila relai digunakan pada
77
suatu aplikasi, maka langkah pertama adalah harus menentukan tegangan kontrol
(kumparan) pada relai yang akan bekerja. Terdapat kumparan yang mencakup
sebagian besar tegangan standard. Gambar 5.5 memperlihatkan beberapa jenis
relai yang biasa di jumpai di pasaran.


Gambar 5.5. Jenis relai di pasaran
b. Amplifier
Amplifier DC atau AC berdaya tinggi seringkali dapat memberikan
konversi dari sinyal kontrol energi rendah menjadi energi tinggi. Amplifier seperti
ini dapat berfungsi sebagai kontrol motor, kontrol panas, kontrol tingkat cahaya,
dan kebutuhan-kebutuhan industri lainnya.
c. Kontrol Motor
Banyak rangkaian kontrol motor yang dirancang sebagai unit paket yang
menerima sinyal DC tingkat rendah untuk mengontrol kecepatan motor secara
langsung. Jika sistem seperti ini tidak tersedia, dapat dibuat rangkaian-rangkaian
dengan memakai amplifier dan SCR atau TRIAC guna melakukan kontrol ini.

5.2.2 Sinyal Listrik Digital
Konversi sinyal digital menjadi bentuk yang diinginkan oleh operasi
kontrol akhir biasanya dilakukan memakai sistem yang telah dibicarakan pada bab
3. Disini kita singgung sekali lagi elemen-elemen dasar dari keluaran yang
melakukan interface antara komputer dan kontrol akhir.
a. Kontrol On/Off
Ada sejumlah kasus dalam kontrol proses dimana algoritma kontrol
dicapai dengan komando-komando sederhana bagi perlengkapan luar guna
mengubah kecepatan, menyalakan (atau mematikan), menggerakkan ke atas, dan
seterusnya. Dalam kasus-kasus seperti ini komputer dpat membebani jalur
keluaran dengan 1 atau nol (0). Dengan demikian kita dapat memakai sinyal
78
sederhana ini untuk menutup sebuah relai atau mengaktifkan beberapa rangkaian
luar.
b. DAC
Pada waktu keluaran digital harus memberikan kontrol yang halus sebagaimana
halnya pada pengaturan posisi katup, komputer harus memberikan keluaran pada
DAC yang selanjutnya menentukan keluaran analog yang tepat.
c. Aksi Langsung
Sebagaimana pemakaian teknik digital dan teknik komputer pada kontrol
proses menjadi lebih meluas, banyak metoda-metoda baru tentang kontrol akhir
yang dikembangkan sehingga dapat langsung digerakkan oleh komputer. Jadi,
sebuah motor step (tangga) dapat berinterface dengan amat mudah dengan sinyal-
sinyal digital yang dikeluarkan sebuah komputer. Pada pengembangan lain, dibuat
IC IC khusus untuk mengenyampingkan elemen-elemen akhir dan
membolehkan sinyal digital untuk dihubungkan secara langsung.

5.2.3 Sinyal Pneumatik
Pneumatik mempunyai spektrum yang lebar bagi aplikasi-aplikasi tentang
tekanan fluida bagi kebutuhan industri. Yang paling umum adalah untuk
memberikan suatu gaya dengan tekanan fluida yang bekerja pada sebuah torak
atau diafragma. Pada bagian ini, akan dibahas tentang pneumatik sebagai sarana
penjalaran informasi, yaitu sebagai pembawa sinyal, dan bagaimana sinyal
tersebut dapat dikonversikan menjadi bentuk-bentuk lain.
Prinsip
Pada suatu sistem pneumatik, informasi dibawa oleh sebuah tekanan gas di
dalam pipa. Jika kita mempunyai pipa dengan panjang tertentu dan menaikkan
tekanan gas di salah satu ujungnya, kenaikan tekanan ini akan menjalar
disepanjang pipa sampai tekanan naik mencapai suatu harga baru. Sinyal tekanan
bergerak sepanjang pipa dengan kecepatan dalam daerah kecepatan suara dalam
gas (udara), yaitu sekitar 330 m/s (1082 ft/s). Jadi, jika sebuah transduser
mengubah-ubah terkanan gas pada salah satu ujung pipa yang panjangnya 330 m
untuk menanggapi beberapa variabel terkontrol, maka tekanan yang sama itu akan
79
muncul pada ujung pipa yang lain setelah penundaan sekitar satu detik. Untuk
instalasi-instalasi proses kontrol, waktu tunda ini tanpa konsekwensi, walaupun
sangat lambat dibandingkan dengan sinyal listrik. Tipe penjalaran sinyal ini
dipakai bertahun-tahun lamanya dalam kontrol proses sebelum teknologi
listrik/elektronik maju sampai pada suatu tingkat keandalan dan keamanan yang
dapat dipakai dengan penuh kepercayaan. Pneumatik masih tetap dipakai pada
sejumlah instalasi karena adanya bahaya yang berasal dari perlengkapan listrik,
atau sebagai sisa-sisa pemakaian sebelumnya, di mana konversi menjadi metoda
listrik akan menimbulkan masalah biaya. Secara umum, sinyal pneumatik dibawa
bersama-sama udara kering yang bertindak sebagai gas di mana informasi sinyal
telah disetel untuk daerah 3 sampai 15 psi. Pada sistem metrik dipakai daerah 20
sampai 100 kPa. Ada 3 tipe konversi sinyal yang paling utama yang akan
dibicarakan di bawah ini.
a. Penguatan
Sebuah amplifier pnematik, juga disebut relay atau booster, menaikan
tekan dan/atau volume aliran udara dengan jumlah yang proposional linier
terhadap sinyal masukan. Jadi, jika booster mempunyai penguatan tekanan
sebesar 10, keluarannya akan sebesar 30 150 spi untuk masukan sebesar 3 15
spi. Hal ini dilakukan melalui sebuah regulator yang diaktifkan oleh sinyal
kontrol. Diagram skematik dari salah satu tipe booster tekanan ini diperlihatkan
pada Gambar 5.6.
Perlu dicatat bahwa pada waktu tekanan sinyal berubah-ubah, gerakan diafragma
akan memindahkan plug di badan booster. Jika gerakannya ke bawah, kebocoran
gas dikurangi, dan tekanan di jalur keluaran ditingkatkan. Peralatan yang
diperlihatkan di sini adalah peralatan kerja balik karena tekanan sinyal tinggi akan
mengakibatkan tekanan keluaran menjadi berkurang. Masih banyak rancang
bangun lain yang dapat dipergunakan untuk keperluan penguatan.

80

Gambar 5.6.
Sebuah amplifier pneumatik atau booster mengkonversikan sinyal
tekanan menjadi tekanan yang lebih tinggi atau menjadi tekanan yang
sama besarnya dengan volume udara yang lebih banyak
b. Sistem Nosel/Flapper
Konversi sinyal yang sangat penting adalah dari tekanan menjadi gerakan
mekanis dan sebaliknya. Hal ini bisa diberikan oleh sistem nosel/flapper
(seringkali disebut juga sebagai sistem Nosel/baffle). Diagram peralatan ini
diperlihatkan pada Gambar 5.7(a). Sebuah suplai tekanan teregulasi biasanya di
atas 20 psig memberikan sumber udara melalui hambatan (restriksi). Nosel ini
terbuka pada ujungnya dimana ada kesenjangan antara nosel dan flapper, dan
udara keluar di daerah ini. Jika flapper bergerak ke bawah dan menutup bukaan
nosel sehingga tidak ada udara yang bocor, tekanan sinyal akan naik mencapai
tekanan suplai. Pada waktu flapper bergerak menjauhi, tekanan sinyal akan turun
karena adanya kebocoran gas. Akhirnya, pada waktu flapper ini jauh, tekanan
akan stabil pada suatu harga yang ditentukan oleh kebocoran maksimum melalui
nosel. Gambar 5.7(b) memperlihatkan hubungan antara tekanan sinyal dan jarak
kesenjangan. Perlu dicatat bahwa sensitivitas yang besar dari sistem ini ada di
bagian tengah. Nosel/flapper dirancang untuk beroperasi di daerah bagian tengah
dimana kemiringan garis adalah paling besar. Dibagian ini, tanggapannya akan
81
sedemikian rupa bahwa gerakan yang sangat kecil dari flapper akan mengubah
tekanan dengan suatu harga tertentu.

Gambar 5.7. Prinsip dari sistem nosel/flapper

c. Konverter Arus ke Tekanan
Konventer arus ke tekanan (Konverter IP) adalah elemen yang sangat
penting dalam kontrol proses. Seringkali, pada waktu kita ingin memakai sinyal
arus listrik tingkat rendah untuk mengerjakan suatu pekerjaan, adalah lebih mudah
untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan sinyal pneumatik.
Konventer IP memberikan linieritas untuk menterjemahkan arus 4 sampai 20 mA
menjadi sinyal 3 sampai dengan 15 psig. Ada banyak rancangan bagi konventer
ini, tetapi prinsip dasar hampir selalu melibatkan pemakaian sistem nosel/flapper.
Gambar 5.8 mengilustrasikan cara yang mudah dan sederhana dalam
membuat/mengkonstruksikan konventer seperti ini.
82

Gambar 5.8. Prinsip konventer arus ke tekanan (IP)
Perhatikan bahwa arus yang dilewatkan sebuah kumparan menghasilkan
sebuah gaya yang cenderung untuk menarik flaper ke bawah dan menutup
kesenjangan. Ini berarti bahwa arus yang tinggi menghasilkan tekanan yang besar
sehingga peralatan ini merupakan peralatan kerja langsung. Penyetelan pegas dan
posisi relatif terhadap pivot memungkinkan unit ini dikalibrasi sehingga 4 mA
menunjuk pada 3 psig dan 20 mA menunjuk pada 15 psig.

5.3 Aktuator (Penggerak)
Jika sebuah katup (valve) dipakai untuk mengontrol aliran fluida, sejumlah
mekanisme harus membuka atau menutu katup secara fisik. Jika sebuah pemanas
(heater) dipakai untuk memanaskan sebuah system, sejumlah peralatan harus
mematikan (meng-OFF-kan) atau menyalakan (meng-ON-kan) pemanas atau
mengubah-ubah eksitasinya. Ini merupakan contoh-contoh akan kebutuhan sebuah
penggerak di loop kontrol proses. Aktuator bias mempunyai sejumlah bentuk
yang berbeda-beda guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari loop-loop
kontrol proses. Pada bagian ini akan dibahas beberapa tipe aktuator listrik,
pneumatik dan hidrolik.


4-20 mA
83
5.3.1 Aktuator Listrik
Beberapa tipe aktuator elektrik:
- Solenoid
- Motor stepper
- Motor DC
- brushless DC-motors
- Motor Induksi
- Motor Sinkron
Pada bagian ini hanya solenoid dan motor stepper, karena motor DC, induksi dan
sinkron telah dibahas pada mata kuliah Mesin Listrik.
Suatu solenoid adalah suatu alat dasar yang mengkonversi suatu sinyal listrik
ke dalam gerakan mekanis, pada umumnya seperti garis. Seperti ditunjukkan Gambar
5.9, solenoid terdiri dari suatu kumparan dan alat pengisap. Pengisap tersebut
mungkin adalah free-standing atau dimuati pegas. Kumparan mempunyai beberapa
rating tegangan atau arus dan tipenya mungkin dc atau ac. Spesifikasi solenoid
meliputi rating listrik dan gaya pengisap menarik atau mendorong ketika yang diberi
tegangan tertentu]. Beberapa solenoid terbatas hanya untuk tugas sebentar-sebentar
oleh karena batasan yang berkenaan dengan panas. Dalam hal ini, duty cycle
maksimum (persentase total waktu) akan ditetapkan. Solenoid digunakan ketika suatu
gaya mendadak yang besar harus dipakai untuk melaksanakan beberapa pekerjaan.

Gambar 5.9. Solenoid
Motor Stepper adalah motor DC yang gerakannya bertahap (step per step) dan
memiliki akurasi yang tinggi tergantung pada spesifikasinya. Motor stepper
mengkonversikan pulsa elektrik yang diberikan padanya menjadi gerakan diskrit
rotor yang disebut step. Motor stepper terdiri dari staor electromagnet dan rotor
magnet permanen. Setiap motor stepper mampu berputar untuk setiap stepnya dalam
84
satuan sudut (0.75, 0.9, 1.8), makin kecil sudut per step-nya maka gerakan per step-nya
motor stepper tersebut makin presisi.
Motor stepper banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang biasanya cukup
menggunakan torsi yang kecil, seperti untuk penggerak piringan disket atau piringan CD.
Dalam hal kecepatan, kecepatan motor stepper cukup cepat jika dibandingkan dengan
motor DC. Motor stepper merupakan motor DC yang tidak memiliki komutator. Pada
umumnya motor stepper hanya mempunyai kumparan pada statornya sedangkan pada
bagian rotornya merupakan magnet permanent. Dengan model motor seperti ini maka
motor stepper dapat diatur posisinya pada posisi tertentu dan/atau berputar ke arah yang
diinginkan, searah jarum jam atau sebaliknya.
Kecepatan motor stepper pada dasarnya ditentukan oleh kecepatan pemberian data pada
komutatornya. Semakin cepat data yang diberikan maka motor stepper akan semakin
cepat pula berputarnya. Pada kebanyakan motor stepper kecepatannya dapat diatur dalam
daerah frekuensi audio dan akan menghasilkan putaran yang cukup cepat.
Untuk mengatur gerakan motor per step-nya dapat dilakukan dengan 2 cara
berdasarkan simpangan sudut gerakannya yaitu full step dan half step.



Step S3 S2 S1 S0
1 0 0 0 1
2 0 0 1 0
3 0 1 0 0
4 1 0 0 0
1 0 0 0 1

85


(a). Kontruksi Motor Stepper dalam Satu Kali Putaran dengan gerakkan
Full Step



(b). Kontruksi Motor Stepper dalam Gerakkan Half Step
Gambar 5.10. Konstruksi Motor Stepper

Step S3 S2 S1 S0
1 0 0 0 1
2 0 0 1 1
3 0 1 0 0
4 0 1 1 0
5 0 1 0 0
6 1 1 0 0
7 1 0 0 0
8 1 0 0 1
1 0 0 0 1

86
5.3.2 Aktuator Pneumatik
Aktuator digunakan untuk mennggerakkan control valve. Pengoperasian
aktuator melibatkan penempatan bagian yang dapat digerakkan (plug, ball or
vane). Adapun bagian-bagian aktuator dapat dilihat pada Gambar 5.11. Prinsip
kerja aktuator yaitu tekanan udara yang masuk melalui air inlet mendorong
actuator yang ditahan dua buah atau lebih per/pegas penahan, sehingga spindle
penggerak valve terangkat. Besarnya persentase valve opening sebanding dengan
besarnya persentase air pressure yang masuk.

Gambar 5.11. Pneumatic actuator
(Sumber : http://www.spiraxsarco.com/resources/steam-engineering-tutorials/)


Gambar 5.12. Control valve with actuator normaly closed type
(Sumber : http://www.spiraxsarco.com/resources/steam-engineering-tutorials/)
Return spring
Return spring
Diaphragma
Actuator stop
Air inlet
Actuator stem seals
Actuator stop
Vent Plug
Spindle movement
with increase in
air pressure
Air inlet
87
5.3.3 Aktuator Hidrolik
Untuk beberapa kasus yang membutuhkan gaya yang sangat besar, luas
diafragma pneumatik yang dibutuhkan untuk sinyal-sinyal control standar
mungkin akan menjadi terlalu besar dilihat dari pertimbangan praktis. Dalam
kasus seperti ini, digunakan aktuator hidrolik. Prinsip kerjanya diperlihatkan pada
Gambar 5.13.









Gambar 5.13. Penggerak hidrolik mengkonversikan sebuah gaya kecil F1 menjadi
gaya yang sudah diperkuat

Gagasan dasarnya sama dengan gagasan dari pneumatik kecuali bahwa fluida
yang dipakai untuk memberikan tekanan adalah fluida non kompresibel. Tekanan
ini dapat dibuat menjadi sangat besar dengan cara menyetel luas torak A1.
Tekanan hidroliknya adalah:

1
1
A
F
P
H
= (5-1)
dengan: P
H
= tekanan hidrolik [Pa]
F
1
= gaya torak yang diterapkan [N]
A
1
= luas torak penekan [m
2
]
Gaya yang dihasilkan pada piston (torak) kerja adalah:
F
W
= P
H
A
2
(5-2)
dengan: F
W
= gaya torak kerja [N]
A
2
= luas torak kerja [m
2
]
Jadi gaya kerja dalam bentuk gaya terapan adalah:
1
1
2
F
A
A
F
W
= (5-3)
A
2
A
1
P
H P
H
F
W
F
1
Fluida hidrolik

88
5.4 Elemen Kontrol Akhir
Elemen kontrol aktual (yang merupakan bagian dari proses itu sendiri)
biasa berupa sejumlah peralatan yang berlainan.
Dalam sistem pneumatik, katup kontrol arah/katup memori sering dianggap
sebagia elemen kontrol akhir. Gambar 5.14 memperlihatkan komponen-komponen
utama sistem pneumatik, sebuah solenoid valve/katup kontol arah dan simbolnya
yang penomorannya sesuai dengan DIN ISO 5599.










Gambar 5.14. (a) Komponen-komponen sistem pneumatik, (b) dan (c): Katup 5/2
double solonoid dan simbolnya

Dalam sistem listrik ada beberapa kasus, di mana kontrol kecepatan motor
merupakan tindakan menengah pada suatu aplikasi proses kontrol. Jadi, pada
operasi sebuah kiln reaksi bahan kimia padat, laju rotasi (umpan) dapat diubah-
ubah dengan kontrol kecepatan motor.


ELEMEN KERJA:
Silinder kerja tunggal
Silinder kerja ganda
Silinder kerja putar
ELEMEN KONTROL AKHIR:
Katub memori 3/2
Katub memori 4/2
Katub memori 5/2
ELEMEN PROSESOR:
Fungsi logika OR
Fungsi logika AND
ELEMEN MASUKAN:
Katub kontrol 3/2 N.C.
Katub kontrol 3/2 N.O.
SUMBER ENERGI:
Kompressor
Unit Pelayan Udara
ALIRAN
ENERGI
K
o
m
p
o
n
e
n
-
k
o
m
p
o
n
e
n
u
t
a
m
a
s
i
s
t
e
m
p
n
e
u
m
a
t
i
k

(a)
(b)
(c)
89
5.5 Penutup
5.5.1 Kesimpulan
1. Fungsi kontrol akhir dapat diimplementasikan oleh pengkondisian sinyal,
sebuah actuator, dan sebuah elemen control akhir.
2. Pengkondisian sinyal melibatkan perubahan sebuah sinyal control menjadi
bentuk sinyal dan daya yang diperlukan untuk memberikan energy kepada
aktuator.
3. Aktuator adalah tahap antara, antara sinyal control yang dikonversikan dan
elemen kontrol akhir. Aktuator listrik yang umum adalah solenoid, motor
stepper, motor DC dan motor AC.
4. Aktuator pneumatic dan hidrolik sering dipakai pada kontrol proses karena
memungkinkan dihasilkannya gaya-gaya yang sangat besar dari system
tekanan yang sederhana.
5. Elemen kontrol akhir aktual bervariasi sebagaimana aplikasinya di industri.
5.5.2 Contoh Soal
1. Sebuah amplifier maknetis membutuhkan sinyal masukan 5 10 V dari sinyal
kontrol 4 20 mA. Rancang sebuah sistem konversi sinyal yang dapat
memberikan hubungan di atas.
Penyelesaian:
Pertama-tama kita harus mengkonversikan arus ke tegangan dan selanjutnya
memberikan penguatan serta bias yang dikehendaki. Kita dapat memperoleh
tegangan dengan memakai sebuah resistor di jalur arus, katakanlah resistansinya
adalah 100 ohm. Maka, 4 20 mA menjadi 0,4 2,0 V. Sekarang sistem amplifier
harus memberikan keluaran :
V
out
= KV
in
+ V
B

Di mana K adalah penguatan dan V
B
adalah tegangan bias. Kita tahu bahwa
masukan 0,4 V harus memberikan keluaran 5 V dan masukan 2 V harus
memberikan keluaran 10 V. Dengan memakai persamaan-persamaan simultan
berikut kita bisa mencari K dan V
B
:
5 = 0,4 K + V
B

10 = 2 K + V
B

90
Dari sini diperoleh :
5 = 1,6 K
K = 3,125
Dengan demikian : V
B
= 3,75
Jadi : V
out
= 3,125 V
in
+ 3,75
Gambar berikut memperlihatkan bagaimana hal ini dapat diimplementasikan
memakai konvigurasi Op Amp.


Rangkaian Op Amp yang dipakai untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan
pengkondisian sinyal contoh 1

2. Sebuah kata digital 4 bit akan dipakai untuk mengontrol penyetelan pemanas
resistif 2 ohm. Keluaran panas bervariasi sebagai masukan 0 24 V bagi
pemanas. Dengan memakai DAC 10 V dan sebuah amplifier serta amplifier
arus tinggi berpenguatan 1, hitunglah :
(a). Penyetelan dari disipasi panas minimum sampai maksimun
(b). Bagaimana daya bervariasi dengan perubahan LSB.
Penyelesaian:
(a). Sebuah kata digital 4 bit mempunyai 16 keadaan. Jadi, DAC mengeluarkan
tegangan dari 0 V untuk sebuah 0000
2
masukan sampai 9,375 V untuk
masukan 1111
2
. Jika kita memakai penguatan sebesar 2,56; maka masukan
pemanas menjadi 0 24 V dalam tahapan 1,5 V.
91
Disipasi panas dapat dicari dari :
R
v
P
2
= (5-4)
Selanjutnya, untuk minimum P = 0 karena V = 0 dan untuk maksimum :

=
2
) 24 (
P
2
out
V

P
maks
= 288 W
(b). Variasi dalam pemanasan dengan tegangan tidaklah linier karena daya
bervariasi sebagai kuadrat tegangan. Kita dapat mencari kenaikan daya untuk
suatu perubahan tak hingga di tegangan dengan menurunkan Persamaan
(5-4).
R
V 2
dv
dp
=
Untuk langkah digital terhingga, diperoleh :
R R
P
2 2
) V - V ( V
=
yang merupakan perubahan dalam pemanasan per langkah perubahan di
tegangan yang berkaitan dengan sebuah perubahan bit.
Karena V = 1,5 V, maka:
LSB W P /
R
) 1,5 - 2V ( 1,5
=
Ini berarti bahwa perubahan bit pertama menghasilkan perubahan daya
sebesar 1,125 W dan bit terakhir sebesar 34,875 W.

3. Sebuah motor stepper mempunyai 10
o
per step dan harus berotasi pada 250
rpm. Berapakah laju pulsa masukanyang dibutuhkan perdetik?
Penyelesaian:
Satu rotasi penuh adalah sebesar 360
o
, sehingga 10
o
per step (langkah) akan
memerlukan 36 langkah guna melengkapi satu putaran.
Jadi, (250 rpm)(36 pulsa/putaran) = 9000 pulsa/menit.
Oleh karenanya: (9000 pulsa/menit)(1 menit/60 detik) = 150 pulsa/detik.


92
5.5.3 Test/Umpan Balik
1. Sebuah sinyal kontrol 4 20 mA dibebani dengan sebuah resistor 100 dan
harus menghasilkan keluaran pengendali motor sebesar 20 40 V. Carilah
sebuah persamaan yang menghubungkan arus masukan pada tegangan
keluaran yang diinginkan.
2. Sebuah motor dikendalikan oleh sebuah sinyal digital yang mempunyai
variasi kecepatan sebesar 200 rpm per volt dengan rpm minimum pada 5 V
dan maksimum pada 10 V. Carilah kata kecepatan minimum, kata kecepatan
maksimum dan perubahan kecepatan per perubahan LSB. Pakailah DAC 5
bit, 15 V.
3. Sebuah motor step mempunyai 130 langkah per putaran. Carilah laju
masukan digital yang menghasilkan 10,5 putaran per detik.
4. Sebuah sistem hidrolik mempergunakan torak-torak berdiameter 2 cm dan 40
cm. Berapakah gaya yang bekerja pada torak yang kecil yang bias menaikkan
massa sebesar 500 kg? Berapakah tekanan pneumatik yang dibutuhkan pada
torak kecil guna menghasilkan gaya yang diperlukan?

Anda mungkin juga menyukai