Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FAKTOR AKTIVITAS PADA HIPERTENSI






Oleh :
Parvinaa Palanisamy
090100450
Pembimbing :
Dr. Putri Chairani Eyanoer, MS.Epi, PhD




DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/
ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014




KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia Nya
yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Dr. Putri selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan
dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Ucapan jutaan terima kasih ini penulis tujukan kepada kedua orang tua penulis yaitu
Bapak Palanisamy dan Ibu Ranjoo Tham yang telah memberikan dorongan dan doa restu,
baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Kepada
teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Makalahl ini
tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik
demi perbaikan. Akhirnya semoga proposal penelitian ini ada manfaatnya. Demikian dan
terima kasih.

Medan, 08 Juni 2014.

Parvinaa Palanisamy




BAB I
PENDAHULUAN

Kemajuan disegala bidang kehidupan terutama teknologi menyebabkan perubahan
perilaku gerak manusia. Keadaan ini makin diperburuk oleh perilaku yang kurang sehat
disertai stress psikologi, yang secara tidak langsung akan menurunkan derajat kesehatan
seseorang. Keadaan kurangnya aktivitas menjadi pemicu hipertensi yang merupakan faktor
resiko mayor yang memicu terjadinya serangan jantung dan stroke.
Hipertensi adalah salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat, karena hipertensi sering muncul tanpa gejala dan sering disebut sebagai The
Silent Killer. Menurut JNC VII tahun 2003, batas tekanan darah yang masih di anggap
normal adalah kurang dari 120/80 mmHg. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan derajat tingginya
tekanan darah, yaitu hipertensi derajat I (140-159/90-99 mmHg), hipertensi derajat II (160-
179/100-109 mmHg).
Pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia di atas 65 tahun
didapatkan antara 60-80%. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan
energi untuk mengerjakannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain sebagainya.
Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang
serta yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani disebut olahraga. Manfaat
olahraga antara lain dapat memperpanjang usia, menyehatkan jantung, otot, dan tulang,
bisalebih mandiri, mencegah obesitas, mengurangi kecemasan dan depresi, dan memperoleh
kepercayaan diri yang lebih tinggi. Secara global data WHO tahun 2011 menunjukkan, di
seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan
perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara
maju dan 639 juta sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Aktivitas fisik kini sudah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas. Biasanya mereka
melakukan aktivitas untuk menjaga kesehatan tubuhnya, salah satunya dengan cara
berolahraga. Berolahraga sekarang sangat diminati banyak masyarakat, terbukti dari
bertumbuhnya pusat pusat olahraga serta dipenuhinya ruang-ruang publik pada hari libur oleh
masyarakat yang berolahraga. Pada perkembangannya, banyak masyarakat melakukan
olahraga yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sebenarnya tidak
banyak biaya untuk melakukan aktivitas tersebut, kita cukup melakukan aktivitas fisik yang
rutin, aktivitafisik secara teratur minimal 30 menit aktivitas sedang pada setidaknya 5 hari
perminggu atau 20 menit, aktivitas fisik berat setidaknya 3 hari perminggu. Ini bisa
mengurangi resiko tersebut dikarenakan aktivitas akan melebarkan diameter pembuluh darah
(vasodilatasi) dan membakar lemak dalam pembuluh darah jantung, sehingga aliran darah
lancar.


























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIPERTENSI

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dan dapat menimbulkan komplikasi pada
ginjal, jantung dan otak. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada saat istirahat
atau pagi hari pada saat bangun tidur (basal).
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20
tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar
90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala
dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit
lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo),
jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan
mimisan.
Hipertensi merupakan kondisi umum yang paling sering ditemukan pada pusat kesehatan
primer dan mengarah pada infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian bila tidak
dideteksi dini dan diterapi secara tepat. Pasien ingin diyakinkan bahwa terapi tekanan darah
akan mengurangi beban penyakitnya, sementara dokter menginginkan petunjuk pada
manajemen hipertensi menggunakan bukti scientific terbaik.

2.2. Faktor Resiko Hipertensi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang beresiko untuk hipertensi, baik yang
bersifat dapat dimanipulasi maupun yang tidak dapat dimanipulasi. Faktor-faktor tersebut
antara lain : kelebihan berat badan, usia, ras, herediter, perbedaan kultur, diet, pola makan,
dan pola hidup, serta jenis kelamin.



2.3 Klasifikasi Hipertensi
The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health Organization-
International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi,
definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.





a) Hipertensi Esensial (primer)
Hipertensi esensial meliputi hampir 99 % dari seluruh pasien hipertensi dan sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya faktor genetik, metabolisme natrium dalam ginjal dan aldosteron (Guyton,1994).
Hipertensi esensial merupakan hipertensi dengan penyakit asal tidak diketahui dan adanya
tendensi herediter yang kuat. Pada hipertensi ini selain sulit diketahui apa penyakit asalnya,
sulit juga untuk diketahui mekanisme apa yang memulainya dan bagaimana perjalanannya.
Namun demikian berdasarkan pada hasil pengamatan ahli dapat diketahui mekanismenya
apabila diketahui yang terlibat dalam proses kejadiannya.
Ciri-ciri penderita hipertensi esensial antara lain :
1. Tekanan darah arteri rata-rata meningkat 40-60 %
2. Renal blod flow (RBF) pada stadium akhir menurun mencapai setengah normal
3. Resistensi terhadap aliran darah yang melewati ginjal meningkat 2-4 kali lipat
4. Terdapat penurunan renal blod flow (RBF), tetapi glomerular filtration rate masih kurang
lebih normal. Dalam hal ini dengan tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan adekuat
lewat glomerulus ke tubulus renalis
5. Curah jantung kurang lebih normal
6. Tekanan perifer meningkat + 40-60 % sesuai dengan meningkatnya tekanan darah
7. Hampir semua penderita hipertensi esensial ginjal tidal mengekresikan air dan garam
dalam jumlah yang cukup kecuali pada tekanan darah yang tinggi (Sidabutar, 1993)

b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi yang diketahui penyebabnya hanya sebagian kecil
saja. Penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah:
1. Hipertensi renal dapat disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal, penyakit arteri renalis,
dan penyakit yang menyebabkan kompresi ginjal
2. Hipertensi endokrin disebabkan oleh kelebihan mineral kortikoid dan glukkortikoid serta
pemakaian obat kontrasepsi oral
3. Hipertensi neurogenik seperti kondisi ansietas, gangguan pusat vasomotor, penyakit
modulla spinalis, dan saraf tepi
4. Penyakit kelainan pembuluh darah seperti cortatio aortae
5. Hipertensi pada toxeemia gravidarum seperti pada preeklampsia dan ekslampsia
6. Kelainan lain seperti polisitemia dan hiperkalsemia

2.4 PENANGANAN HIPERTENSI
Sasaran dari publikasi pengobatan antihipertensi adalah untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. Sejak sebagian besar orang
dengan hipertensi, khususnya yang berumur > 50 tahun, fokus utama adalah pencapaian TDS
target. Tekanan darah target adalah <140/90 mmHg yang berhubungan dengan penurunan
komplikasi penyakit kardiovaskuler. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau
panyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg. Untuk pencapaian tekanan
darah target di atas, secara umum dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
a) Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi merupakan suatu cara
pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak terabaikan dalam
penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya hidup memperlihatkan dapat menurunkan
tekanan darah yang meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight atau
obesitas. Sama seperti JNC 7, JNC 8 juga merekomendasikan modifikasi pola hidup sebagai
komponen terapi yang penting. Intervensi pola hidup termasuk penggunaan Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH) eating plan, penurunan berat badan, pengurangan
konsumsi garam menjadi kurang dari 2.4 grams per hari, dan paling sedikit 30 menit aktivitas
aerobik pada banyak hari dalam seminggu.
Sebagai tambahan, untuk menunda perkembangan hipertensi dan mengurangi risiko
kardiovaskular, konsumsi alkohol harus dibatasi menjadi 2 gelas sehari pada pria dan 1 gelas
sehari pada wanita. Perlu diketahui bahwa 1 gelas terdiri dari 12 ons bir, 5 ons wine atau 1.5
ons dari 80-proof liquor. Berhenti merokok juga menurunkan risiko kardiovaskular.
Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka penanganan hipertensi.

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
(Skala)
Menurunkan
Berat Badan
Memelihara Berat Badan Normal
(Indeks Massa Tubuh 18.524.9 kg/m2).
5-20 mmHg/ 10 kg penurunan
Berat Badan
Melakukan
pola diet
Mengkonsumsi makanan yang kaya dengan
buah-buahan, sayuran, produk makanan
8 14 mmHg
berdasarkan
DASH
yang rendah lemak, dengan kadar lemak
total dan saturasi yang rendah.
Diet Rendah
Natrium
Menurunkan Intake Garam sebesar 2-8
mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-hari
(2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).
2-8 mmHg
Olahraga Melakukan Kegiatan Aerobik fisik secara
teratur, seperti jalan cepat (paling tidak 30
menit per-hari, setiap hari dalam seminggu).
4 9 mmHg
Membatasi
Penggunaan
Alkohol
Membatasi konsumsi alkohol tidak lebih
dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml ethanol;
misalnya 24 oz bir, 10 oz anggur, atau 3 0z
80 whiski) per-hari pada sebagian besar
laki-laki dan tidak lebih dari 1 gelas per-hari
pada wanita dan laki-laki yang lebih kurus.
2 -4 mmHg
Tabel 2.3 Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi
*


DASH, Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi
* Untuk semua penurunan resiko kardiovaskuler, berhenti merokok
Efek implementasi dari modifikasi di atas bergantung pada dosis dan waktu, dan lebih baik
pada beberapa orang.

b) Terapi Farmakologi
Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas
obat antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin
reseptor bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker (CCB), dan diuretik jenis
tiazide, dapat menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ target.
Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada hampir semua
hasil percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan percobaan yang telah
dipublikasikan baru-baru ini oleh ALLHAT (Antihipertensive and Lipid Lowering Treatment
to Prevent Heart Attack Trial), yang juga memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat
dibandingkan dengan kelas antihipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi
kardiovaskuler. Selain itu, diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat
antihipertensi kombinasi, yang dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan
lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan agen obat antihipertensi lainnya. Meskipun
demikian, sebuah pengecualian didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan oleh Second
Australian National Blood Pressure yang melaporkan hasil penggunaan obat awal ACEI
sedikit lebih baik pada laki-laki berkulit putih dibandingkan pada pasien yang memulai
pengobatannya dengan diuretik.
Obat diuretik jenis tiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua pasien
dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara kombinasi dengan satu
kelas antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB) yang memperlihatkan manfaat
penggunaannya pada hasil percobaan random terkontrol. Daftar faktor resiko yang disertai
dengan jenis obat antihipertensi sebagai pengobatan awal dapat dilihat pada tabel 4. Jika
salah satu obat tidak dapat ditoleransi atau kontraindikasi, sedangkan kelas lainnya
memperlihatkan khasiat dapat menurunkan resiko kardiovaskuler, obat yang ditoleransi
tersebut harus diganti dengan jenis obat dari kelas berkhasiat tersebut.
Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih
obat antihipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan
obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan
dosis adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10
mmHg di atas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua
kelas obat, keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah
disatukan (tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan
kemungkinan pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat, namun harus
tetap memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada pasien dengan diabetes,
disfungsi autonom, dan pada beberapa orang yang berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat
generik harus dipertimbangkan untuk mengurangi biaya pengobatan.

Kelas Obat (Nama Dagang) Dosis
Penggunaan
(Mg/hari)
Frekuensi
Penggunaan/hari
Diuretik Tiazide Klorotiazide (Diuril)
Klortalidone (generik)
Hidroklorotiazide (Mikrozide,
HidroDIURIL

)
Polythiazide (Renese)
125-500
12,5-25
12,5-50
2-4
1,25-2,5
1-2
1
1
1
1
Indapamide (Lozol

)
Metalazone (Mykrox)
Metalazone (Zaroxolyn)
0,5-1,0
2,5-5
1
1
Loop Diuretik Bumetanide (Bumex
)

Furosemide (Lasix

)
Torsemid (Demadex

)
0,5-2
20-80
2,5-10
2
2
1
Diuretik Hemat
Kalium
Amiloride (Midamor

)
Triamterene (Dyrenium)
5-10
50-100
1-2
1-2
Aldosteron
Reseptor Bloker
Eplerenone (Inspra)
Spironolakton (Aldactone

)
50-100
25-50
1
1
Beta bloker Atenolol (Tenormin

)
Betaxolol (Kerione

)
Bisoprolol (Zebeta

)
Metaprolol (Lopressor

)
Metoprolol Extended Release
(Toprol XL)
Nadolod (Corgard

)
Propanolol (Indera

l)
Propanolol Long acting (Inderal
LA

)
Timolol (Blocadren

)
25-100
5-20
2,5-10
50-100
50-100
40-120
40-160
60-180
20-40
1
1
1
1-2
1
1
2
1
2
Beta bloker
aktivitas
simpatomimetik
intrinsik
Acebutolol (Sectral

)
Penbutolol (Levatol)
Pindolol (Generik)
200-800
10-40
10-40
2
1
2
Kombinasi Alpha
dan Beta Bloker
Carvedilol (Coreg)
Labetolol (Normodyne, Trandate

)
12,5-50
200-800
2
2
ACEI Benazepril (Lotensin

)
Captopril (Capoten

)
Enalapril (Vasotec

)
Fosinopril (Monopril)
lisinopril (Prinivil, Zestril)
moexipril (Univasc)
10-40
25-100
5-40
10-40
10-40
7.5-30
1
2
1-2
1
1
1
perindopril (Aceon)
quinapril (Accupril)
ramipril (Altace)
trandolapril (Mavik)
4-8
10-80
2.5-20
1-4
1
1
1
1
Angiotensin II
Antagonis
candesartan (Atacand)
eprosartan (Teveten)
irbesartan (Avapro)
losartan (Cozaar)
olmesartan (Benicar)
telmisartan (Micardis)
valsartan (Diovan)
8-32
400-800
150-300
25-100
20-40
20-80
80-320
1
1-2
1
1-2
1
1
1-2
CCB Non
Dihidropiridin
Diltiazem extended release
(Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac)
diltiazem extended release
(Cardizem LA)
verapamil immediate release (Calan,
Isoptin)
verapamil long acting (Calan SR,
Isoptin SR)
verapamilCoer, Covera HS,
Verelan PM)
180-420
120-540
80-320
120-480
120-360
1
1
2
1-2
1
CCB-
Dihidropiridin
amlodipine (Norvasc)
felodipine (Plendil)
isradipine (Dynacirc CR)
nicardipine sustained release
(Cardene SR)
nifedipine long-acting
(Adalat CC, Procardia XL)
nisoldipine (Sular)
2,5-10
2,5-20
2,5-10
60-120
30-60
10-40
1
1
2
2
1
1
Alpha 1 Bloker doxazosin (Cardura)
prazosin (Minipress)
terazosin (Hytrin)
1-16
2-20
1-20
1
2-3
1-2
Alpha 2 agonis clonidine (Catapres) 0,1-0,8 2
sentral dan obat
lainnya yang
bekerja sentral
clonidine patch (Catapres-TTS)
methyldopa (Aldomet)
reserpine (generic)
guanfacine (Tenex)
0,1-0,3
250-1000
0,1-0,25
0,5-2
1 Minggu
2
1
1
Vasodilator
Langsung
hydralazine (Apresoline)
minoxidil (Loniten)
25-100
2,5-80
2
1-2
Tabel 2.4. Obat-Obat Oral Antihipertensi
*


Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk follow paling
tidak dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target tercapai. Kunjungan yang
lebih sering dibutuhkan untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 2 atau jika disertai
dengan komplikasi penyakit penyerta. Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin harus
dilakukan paling tidak sebanyak 1-2 kali per-tahun. Setelah tekanan darah mencapai target
dan stabil, follow up dan kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali.
Penyakit penyerta seperti gagal jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah
kunjungan. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk mendapatkan
nilai tekanan darah target, dan penghindaran penggunaan tembakau harus dilakukan.
Penggunaan aspirin dosis rendah dilakukan hanya ketika tekanan darah terkontrol, oleh
karena resiko stroke hemoragik yang meningkat pada pasien dengan hipertensi tidak
terkontrol.

2.5 HIPERTENSI DAN LATIHAN OLAHRAGA
Pengobatan pada hipertensi semestinya dilakukan secara nonfarmakologi. Upaya non
farmakologi yang lebih memasyarakat adalah olahraga aerobik, karena pelaksanaanya mudah
,murah, meriah, manfaat dan aman. Banyak bentuk olahraga aerobik yang dapat ditempuh
oleh para pasien hipertensi, mulai dari jalan cepat, jogging, senam aerobik, dan lainnya yang
dilakukan secara sukarela dan sesuai dengan peminatnya terhadap macam olahraga aerobik.

2.5.1. Olahraga Untuk Penderita Hipertensi
Penderita hipertensi atau mereka yang mengidap penyakit tekanan darah tinggi dapat
mengikuti program olahraga atau latihan yang sesuai dengan kondisi penyakitnya. Seseorang
mungkin saja hanya mengidap hipertensi tanpa mengidap penyakit laiannya, salah satunya
ialah penyakit jantung koroner (PJK).
Untuk penderita hipertensi faktor yang harus diperhatikan adalah tingginya tekanan
darah. Semakin tinggi tekanan darah semakin keras kerja jantung, sebab untuk mengalirkan
drah saat jantung memompa berarti jantung harus mengeluarkan tenaga sesuai dengan
tingginya tekanan itu. Bila jantung tidak mampu memompa dengan tekanan setinggi itu,
berarti jantung akan gagal memompa darah.

Masuk akal bagi penderita hipertensi faktor tekanan darah memegang peranan penting
dalam menentukan boleh tidaknya berolahraga, takaran dan jenis olahraga yang akan
dilakukan. Jika dalam keadaan istirahat atau diam seseorang yang tekanan darahnya sudah
mencapai 200/120 mmHg, dapat dibayangkan bila bergerak atau melakukan aktivitas fisik
tekanan darahnya akan semakin naik pula.

Oleh karena itu beberapa hal yang dapat dijadikan acuan yang harus dipenuhi sebelum
memutuskan untuk berolahraga diantaranya adalah :

1. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa dengan obat terlebih
dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan
tekanan diastolik tidak melebihi 100 mmHg. Artinya seseorang yang menderita hipertensi
jika ingin berolahraga harus mengontrol tekanan darahnya, kalau mungkin sampai taraf relatif
normal yaitu tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

2. Hal yang sangat bijak jika sebelum berolahraga anda mendapatkan informasi mengenai
penyebab hipertensi yang sedang diderita, sekaligus kalau mungkin juga informasi mengenai
kondisi organ tubuh lainnya yang akan terpengaruh oleh penyakit tersebut. Antara lain
bagaimana keadaan jantung, ginjal, serta pemeriksaan laboraturium darah maupun urin.
Kondisi organ tersebut akan mempengaruhi keberhasilan dalam memperoleh pengaruh
positifolahraga yang anda lakukan.

3. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban
(treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta perubahan aktivitas listrik
jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik. Berdasarkan hasil uji latih ini dosis
latihan dapat diberikan secara akurat.

4. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga dapat
diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban. Apakah obat sudah tepat, artinya tekanan
darah berada dalam lingkup ukuran normal atau masih menunjukan reaksi hipertensi saat
anda diberi tes pembebanan.

5. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan (endurance) dan tidak
boleh menambah peningkatan tekanan sehingga bentuk latihan yang paling tepat adalah jalan
kaki, bersepeda, senam dan berenang (olahraga aerobik).

6. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan. Olahraga yang bersifat kompetisi
dikhawatirkan akan memacu emosi sehingga akan mempercepat peningkatan tekanan darah.

7. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan. Seperti angkat beban dan sejenisnya
. Olahraga ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah secara mendadak dan melonjak.

8. Secara teratur memeriksa tekanan darah sebelum dan sesudah latihan. Olahraga pada
penderita tidak hanya ditentukan oleh denyut jantung tetapi juga berdasarkan reaksi tekanan
darahnya.

9. Salah satu hasil dari olahraga pada penderita hipertensi adalah terjadi penurunan tekanan
darah, sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi. Bagi penderita hipertensi
ringan (tensi 160/95 mmHg tanpa obat), maka olahraga disertai pengaturan makan
(mengurangi konsumsi garam) dan penurunan beratbadan (bagi yang berlebih) dapat
menurunkan tekanan darah sampai tingkat normal (140/80 mmHg).

10.Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan adanya kaitan dengan beban
emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik dilakukan pengendalian
emosi. Upaya yang mungkin dilakukan adalah mendekatkan diri dengan Tuhan.

11. Jika hasil latihan menunjukan penurunan tekanan darah, maka dosis obat yang sedang
digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian. Untuk itu tanyakan pada dokter ahli yang
menangani hal tersebut.


2.6 Mekanisme Menurunnya Tekanan Darah
Untuk mengetahui mekanisme menurunya tekanan darah, sebaiknya kita simak
dahulu fenomena alam. Kalau kita perhatikan arus sungai, arus menjadi deras jika sungainya
kecil, sebaliknya jika arusnya lambat maka sungainya lebar. Arus sungai diidentikkan dengan
aliran darah didalam pembuluh darah, jika pembuluhnya mengecil tekanannya akan
meningkat, sebaliknya jika pembuluh melebar tekanan akan turun. Salah satu hasil latihan
fisik yang teratur adalah pelebaran pembuluh darah sehingga tekanan darah yang tinggi akan
menurun. Pengaturan lain yang akan mempengaruhi turunnya tekanan darah adalah
terkendalinya pusat pengaturan darah di dalam tubuh. Hal lain adalah hormonal yang biasa
memacu tekanan darah semakin sedikit dikeluarkan atau dipakai. Semua faktor diatas
memberi kontribusi atas turunnya tekanan darah.

2.7 Manfaat Latihan Olahraga Bagi Jantung dan Tubuh

Manfaat olahraga bagi jantung dan tubuh antara lain :
a. Kerja jantung efisien
b. Keluhan nyeri dada ketika melakukan aktifitas akan berkurang atau menghilang
c. Kadar lemak didalam darah akan semakin menurun
d. Pembuluh darah jantung atau arteri koroneria akan lebih besar dan lebar dibanding dengan
orang yang tidak terlatih. Disamping itu kolateral atau pembuluh darah baru bila sudah terjadi
penyempitan atau penyumbatan.
e. Pembuluh darah setelah operasi atau setelah pelebaran dengan balon tetap terbuka.
f. Mencegah timbulnya penggumpalan darah.
g. Enzim bekerja lebih efisien.
h. Kemampuan tubuh atau kesegaran jasmani akan meningkat.






BAB III
KESIMPULAN

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit yang
mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang
ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan
penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Tekanan darah dalam
kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki
tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh
aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah
ketika beristirahat.
Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup tidak hanya dilakukan
untuk kategori pre-hipertensi. Hal ini juga dilakukan untuk kategori tingkat lanjut yakni
hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2, oleh karena hipertensi merupakan penyakit
degeneratif yang muncul akibat perilaku gaya hidup yang salah. Aktifitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah.
Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu
ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging,
berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus
konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk
pasien dengan kerusakan organ target.







DAFTAR PUSTAKA

1. Human Kinetic. Exercise has beneficial effect on hypertenion.
http://www.humankinetics.com/excerpts/excerpts/exercise-has-beneficial-effect-on-
hypertension-and-cardiovascular-disease [Accessed 5 Juni 2014]
2. JNC VIII 2013 . Available from http://lia2112.blogspot.com/2014/05/eighth-joint-
national-committee-jnc-8.html [Accessed 6 Juni 2014]
3. Mayo Clinic. Lack of activity and high blood pressure: Whats the connection?
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/high-blood-pressure/basics/risk-
factors/con-20019580 [Accessed 7 Juni 2014]
4. JNC VIII Terbaru,Perbedaan JNC VII dan JNC VIII Imam A. 2013. Available from:
http://dokter-medis.blogspot.com/2013/12/perbandingan-antara-joint-national.html
[Accessed 7 Juni 2014]
5. Public Health Journal Faktor perilaku dalam hubungan kejadian hipertensi .
http://publichealth-journal.helpingpeopleideas.com/faktor-perilaku-dan-hypertensi
[Accessed 6 Juni 2014]
6. Second Hypertension Cause-Lack of exercise. 2010. Available from:
http://thediabetesclub.com/second-hypertension-cause-lack-of-exercise-part-2/ [Accessed
6 Juni 2014]

Anda mungkin juga menyukai