Anda di halaman 1dari 22

Kelainan Kulit Papula Eritematous Skuamosa pada Anak

1. Pendahuluan
Kulit merupakan suatu lapisan terluar yang menutupi organ-organ dalam tubuh maupun luar.
Ketika suatu organisme parasit misalnya menginfeksi tubuh maka tidak memungkinkan kulit
akan terkena dampaknya, baik dampak primer maupun dampak sekunder. Untuk yang dampak
primer, kulit merupakan tempat yang memang akan diinfeksi oleh organisme parasit, sedangkan
dampak yang sekunder, kulit akan terkena dampaknya mungkin oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi organ sistemik. Pada penyakit kulit banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya suatu bentuk infeksi atau kelainan kulit. Bentuk infeksi atau kelainan kulit itu sendiri
dibagi menjadi effloresensi primer dan sekunder. Dimana effloresensi primer merupakan
kelainan kulit yang pertama yaitu, makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula,
pustul, dan kista. Effloresensi sekunder yaitu skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks.
Effloresensi primer sangat penting untuk mendiagnosis penyakit kulit yang sedang diderita.
Pada saat seorang pasien datang dengan suatu keluhan misalnya keluhan pada kulit ada
baiknya pada anamnesis ditanyakan riwayat penyakit, penggunaan obat-obatan untuk penyakit
yang di deritanya maupun untuk penyakit lain, penyakit yang diderita oleh anggota keluarga lain,
penyakit-penyakit lain yang diderita sekarang maupun pada masa lampau dan kebiasaan tertentu.
Anamnesis tidak perlu lebih terperinci akan tetapi dapat dilakukan lebih terarah kepada diagnosis
banding setelah dan sewaktu infeksi. Anamnesis yang terarah juga biasanya dilakukan
bersamaan dengan inspeksi. Pada inspeksi yang perlu diperhatikan ialah lokalisasi, warna,
bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan effloresensi. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga
kemungkinan, eritema, purpuran, dan trlangiektaksis. Setelah diinspeksi dapat dilakukan palpasi
untuk menemukan adanya dolor, kalor, fungsio laesa, rubor dan tumor, ada tidaknya perbesaran
kelenjar regional maupun kelenjar generalisata.

2. Pembahasan
Skenario kasus: seorang anak laki-laki usia 10 tahun dibawa ibunya datang kepoliklinik
dengan beruntus (papul) bersisik kemerahan yang terasa gatal pada badan serta kedua tungkai
atas dan bawah sejak 2 minggu yang lalu. Kulit terlihat sangat kering.
Diketehui pada anamnesis bahwa anak laki-laki tersebut mengeluh beruntus (papul) yang
bersisik kemerahan, hal ini telah di derita semenjak 2 minggu yang lalu. Pada lesi-lesi tersebut
terasa gatal dan permukaan kulit kering. Berdasarkan skenario kasus kita mendapat diagnosis
banding beberapa penyakit dermatitis atopik, dermatitis kontak iritan, prurigo, dan skabies.
2.1 Dermatitis
Dermatitis merupakan peradangan kulit sebagai respon terhadap pengaryh faktor eksogen
dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa effloresensi polimorfik )eritema, edema,
papul, vesikel, skuama likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
kronis. Nama lain dari dermatitis ialah ekzem. Penyebab dari dermatitis yang eksogen ialah
bahan kimia, mikroorganisme, dan dapat pula endogen misalnya dermatitis atopik. Umumnya
penderita dermatitis datang dengan keluhan gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium
penyakit, memiliki batas sirkumskrip, dapat pula difus, penyebarannya lokal maupun
generalisata. Pada stadium akut kelainan kulit dapat berupa eritema, edema, vesikel atau bula,
erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah. Pada stadium subakut, eritema dan edema berkurang,
eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis lesi tampak kering, skuama,
hiperpingmentasi, papul, dan likenifikasimungkin juga terdapat ekskoriasi karena garukan.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis memberikan gambaran awal
kronis. Demikian pula jenis efloresensi tidak selalu harus polomorfik, mungkin hanya
oligomorfik.
1
2.1.1 Dermatitis Atopik
a. Anamnesis
Saat pasien datang dengan keluhan keadaan kulit yang gatal, serta benjolan kecil kurang
dari 0.5 cm berwarna kemerahan, dan kulit juga terlihat bersisik serta pasien tersebut juga
mengeluh kulitnya sangat kering pada badan dan juga kedua ekstremitas baik atas maupun
bawah sejak 2 minggu yang lalu. Di ketahui pasien memiliki riwayat asma bronkial, dan
alergi pada makanan laut serta sempat juga terinfeksi panu (Pitiriasis versikolor) tetapi sudah
menghilang 1 bulan yang lalu. pasien sudah meminum obat warung anti alergi tapi tidak
kunjung sembuh. Pasien mengaku bahwa kakaknya pernah mengalami penyakit yang sama
sewaktu bayi namun telah sembuh.
2

Pada anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan juga stadium penyakit tersebut
apakah termasuk stadium aku, subakut, atau kronis. Tapi tidak semua lesi pada stadium-
stadium tersebut muncul berurutan, bisa saja lesi kronis yang lebih dulu tampak, tempat
predileksi utama pada badan, ekstremitas atas maupun bawah. Pada riwayat penyakit dahulu
adanya alergi terhadap suatu faktor eksogen maupun endogen, alergi tersebut sering
rekurens, dapat sembuh sendiri, atau semakin berat bertambahnya umur, biasanya penderita
dermatitis atopi mudah terinfeksi penyakit lain seperti jamur dan bakteri, adanya riwayat
penyakit lain seperti asma bronkial dan hay fever,. Riwayat penyakit keluarga juga
didapatkan bahwa orang tuan atau keluarga terdekat yang masih memiliki hubungan darah
juga pernah mengalami hal serupa, alergi atau memiliki hipersensitivitas terhadap faktor
eksogen maupun faktor endogen.
2
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan papul yang padat, eritema, dan skuama, serrta kulit
yang sangat kering. Predileksi di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
leher, dan jarang pada wajah. Karena penderita sering menggaruk kadang bisa didapat erosi,
likenifikasi, dan ada skuama. Akibat dari garukan kulitnya mmenebal dan perubahan kulit
lain yang menyebabkan gatal. Ada 2 macam kriteria untuk menentukan diagnosis DA yaitu
kriteria mayor: pruritus, dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak, dermatitis di
fleksura pada dewasa, dermatitis kronis atau residif, riwayat atopi penderita atau keluarga.
Kriteria minor: Xerosis, infeksi kulit, dermatitis nonspesifik pada tangan dan kaki, iktiosos/
hiperliniar palmaris/keratosis pilaris, pitiriasis alba, dermatitis di papila mamae, white
dermographism dan delayed blanch response, keilitis, lipatan infraorbital Dennie-morgan,
konjungtivitis berulang, keratokonus, katarak subskapsular anterior, orbita menjadi gelap,
muka pucat atau eritem, gatal bila berkeringat, intolerans terhadap wol atau pelarut lemak,
aksentuasi perifolikular, hipersensitif terhadap makanan, perjalanan penyakit dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan atau emosi, tes kulit alergi tipe dadakan positif, kadar IgE di
dalam serum meningkat, awitan pada usia dini. Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan
eosinofil meningkat.
2
c. Pembahasan
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,
vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau
alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema
adalah peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal
masa kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan,
dan gangguan tidur. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama
terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga
anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5
tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa.
3

Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk
menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march.
Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit
ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah
eksema atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis. Diperkirakan angka
kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1% dan
prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Sangat mungkin
peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri,
makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga
disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.
3

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa
gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan
lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus
kontralateral dan korteks untuk diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan
intensitas rendah menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan
nonimunologik. Multifaktor DA mempunyai penyebab multi faktorial antara lain faktor
genetik, emosi, trauma, keringat, imunologik. Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang
menurun. Interleukin spesifik alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin
IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.
Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini
menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi endotelium
pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset
CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+,
CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas ligand yang
menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis karena mereka
diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix(ECM). Sel-sel T tersebut mensekresi
IFN g yang melakukanupregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikannya peka
terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinocyte diinduksi oleh Fas ligand yang
diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di microenvironment. Respon imun
kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+
CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah besar IL-5 dan
IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan terjadi induksi
pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik
didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan
eosinofil. Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33,
kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen
dari mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya
berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Resiko seorang kembar
monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86%.
1-3
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%),
terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama
yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian
hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu
penyakit atopi. Ekspresi sitokin, keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat
berperan pada reaksi inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut
ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis
disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA
akut. Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan
(makanan dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I.
Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun
pada 80% penderita dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+),
sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun
dengan akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat. Di antara
mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah vasoaktif amin,
seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan sebagainya, sehingga dapat
dipahami bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering digunakan,
namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai saat ini masih banyak silang
pendapat para ahli mengenai manfaat antihistamin pada DA. Trauma mekanik (garukan)
akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya di epidermis, yang selanjutnya
akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya eksema. Antigen Presenting Cells,
kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi untuk
mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya, dan beperan
untuk mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan
yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.
1-3

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor
genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang
lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit
yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan
rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan
mengakibatkan rasa gatal.
Faktor-faktor pencetus DA ialah Makanan, berdasarkan hasil Double Blind Placebo
Controlled Food Challenge(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan
berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan
umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai
macam makanan. Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak
berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih
diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan
kepastiannya. Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi
positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in
vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR
dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan
bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah
tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim. Infeksi kulit, penderita
dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman
umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada 90%
lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 10
7
koloni/cm
2
pada bagian lesi tersebut.
Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai
superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin.
Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika
terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.
1-3
Umumnya gejala DA timbul sebelum bayi berumur 6 bulan, dan jarang terjadi di bawah
usia 8 minggu. Dermatitis atopik dapat menyembuh dengan bertambahnya usia, tetapi dapat
pula menetap bahkan meluas dan memberat sampai usia dewasa. Terdapat kesan bahwa
makin lama dan makin berat dermatitis yang diderita semasa bayi makin besar kemungkinan
dermatitis tersebut menetap sampai dewasa, sehingga perjalanan penyakit dermatitis atopik
sukar diramalkan. Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk
anak, dan bentuk dewasa. DA pada infantil (usia 2 bulan-2 tahun),secara klinis berbentuk
dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor
ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi pada muka lebih sering
pada bayi yang masih muda, sedangkan kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sel sudah
merangkak. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan
yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang
mencolok sel bayi gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita
dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur. DA pada anak (2-10 tahun) ,seringkali bentuk
anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun diantaranya terdapat suatu periode
remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan
predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan periorbita. DA pada remaja
dan dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka,
leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan gejala
utama likenifikasi dan skuamasi.
1
Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu: White
dermatographism yaitu goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan
dalam waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna
putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya. Reaksi vaskular paradoksal merupakan adaptasi
terhadap perubahan suhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas penderita DA mendapat
pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan
dibandingkan dengan orang normal. Lipatan telapak tangan , terdapat pertambahan
mencolok lipatan pada telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas
untuk DA. Garis Morgan atau Dennie , terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata. Sindrom
buffed-nail , kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangal gatal.
Allergic shiner , sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan
berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan
timbunan melanin. Hiperpigmentasi, terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus
menerus. Kulit kering, kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan
berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea
berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan
xerosis, terutama pada musim panas. Delayed blanch , penyuntikan asetilkolin pada kulit
normal menghasilkan keluarnya keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi
eritema ringan dengan delayed blanch, hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau
peningkatan permeabilitas kapiler. Keringat berlebihan, penderita DA cenderung berkeringat
banyak sehingga pruritus bertambah. Gatal dan garukan berlebihan, penyuntikan bahan
pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama 5-10 menit,
sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit. Hanifin dan Lobitz
(1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar untuk menegakkan
diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi dalam kriteria mayor
dan kriteria minor. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA meliputi pruritus dan
kecenderungan dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan gambaran
morfologi dan distribusi yang khas. Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang
menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada
kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada pengamatan, lesi di muka dan punggung
bukan diakibatkan oleh garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum
mempunyai mekanisme gatal-garuk.
1

Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan, Imunoglobulin IgG, IgM, IgA dan IgD
biasanya normal atau sedikit meningkat pada penderita DA. Tujuh persen penderita DA
mempunyai kadar IgA serum yang rendah, dan defisiensi IgA transien banyak dilaporkan
pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE meningkat pada 80-90% penderita DA dan lebih tinggi lagi
bila sel asma dan rinitis alergika. Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan
berat ringannya penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik
pada saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednison atau
azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.
Limfosit ,jumlah limfosit absolut penderita alergi dalam batas normal, baik pada asma, rinitis
alergilk, maupun pada DA Walaupun demikian pada beberapa penderita DA berat. dapat
disertai menurunnya jumlah sel T dan meningkatnya sel B. Eosinofil , kadar eosinofil pada
penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya IgE, tetapi
tidak seiring dengan beratnya penyakit. Leukosit polimorfonuklear (PMN), dari hasil uji nitro
blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN biasanya dalam batas normal. Komplemen,
pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit meningkat. Bakteriologi ,
kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri patogen, seperti Staphylococcus
aureus. walaupun tanpa gejala klinis infeksi. Uji kulit dan provokasi , diagnosis DA
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk mencari penyebab timbulnya DA harus
disertai anamnesis yang teliti dan bila perlu dengan uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi.
Korelasi uji kulit hanya baik hasilnya bila penyebabnya alergen hirup. Untuk makanan
dianjurkan dengan uji eliminasi dan provokasi. Reaksi pustula terhadap 5% nikel sulfat yang
diberikan dengan uji tempel dianggap karakteristik untuk DA oleh beberapa pengamat.
Patogenesis reaksi pustula nikel fosfat ini belum diketahui walaupun data menunjukkan
reaksi iritan primer.
1

Diagnosis banding dermatitis atopik ialah dermatitis Kontak Alergi, dermatitis
Numularis, skabies. Komplikasi pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi
lain di kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah mendapat
infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses, vaksinia. Molluscum
contagiosum dan herpes). Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau
vaksinia dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini
sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga
maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang anggota
keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta,
kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal. Penderita DA, mempunyai
kecenderungan meningkatnya jumlah koloni Staphylococcus aureus. Untuk terapinya dapat
di gunakan kortikosteroid topikal, hidrasi kulit, imunomodulator topikal,antihistamin,
kortikosteroid, antiinfeksi, interferon, dan siklosporin.
1-3
(gambar 1)

Gambar 1: Dermatitis atopik
Sumber: www.google.com
2.1.2 Dermatitis kontak iritan
a. Anamnesis
Pada anamnesis penderita kontak iritan akan datang dengan keluhan gatal yang sangat
pada predileksi tertentu. Pasien juga mengeluh kulitnya kering pada temapt predileksi
tersebut, adanya warna kemerahan namun jarang papul, pasien juga dapat datang dengan
keluhan rasa terbakar pada tempat yang terkenan iritan. Pada identitas pasien juga penting
ditanyakan pekerjaan, karena dermatitis kontak iritan berhubungan dengan gesekan yang
terus menerus atau kontak yang terus-menerus. Contohnya jika pasien bekerja sebagai
pembantu rumah tangga, predileksinya pada telapak tangan atau telapak kaki tempat yang
terkenan kontak fisik secara terus-menerus. Perempuan lebih rentan daripada laki-laki. Pada
anak-anak dan usia lanjut juga mudah teriritasi karena ketebalan kulit yang berbeda dengan
orang dewasa produktif. Ada baiknya juga ditanyakan seringnya memakai suatu benda yang
dapat memungkinkan terjadinya iritas dan iritasi mereda setelah tidak terpapar lagi dengan
bahan iritan pada riwayat penyakit sekarang, juga sejak kapan iritasinya timbul (iritasi dapat
timbul mingguan, bulanan, hingga tahunan), . Biasanya pada riwayat penyakit dahulu, pasien
juga mengeluhkan hal yang sama yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Tidak ada atau
jarang riwayat penyakit keluarga yang sama yang di derita pasien karena tergantung dari
bahan iritan yang mengiritasi pasien tersebut.
4

b. pemeriksaan fisik dan penunjang
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tempat yang terpapar iritan, misalnya pada pembantu
rumah tangga, biasanya bahan iritan berupa detergent. Pada DKI akut, kulit terasa perih, rasa
terbakar, panas, adanya eritema dan edema, bula, mungkin ada nekrosis, pinggir kelainan
kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris. DKI akut lambat gambaran klinis sama
tetapi muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak, penderisa baru merasa perih pada esok hari
dan sore harinya sudah menjadi vesikel bahkan nekrosis. DKI kumulatif/DKI kronis berupa
kulit kering, eritema, skuama, hiperkeratosis, likenifikasi, difus. Jika kontak terus-menerus
kulit dapat retak (fisura). Terasa gatal umum terjadi, adakalanya skuama tanpa eritema
sehingga sering diabaikan. Sering berhubungan dengan pekerjaan yang melakukan kontak
secara terus-menerus. Jarang digukan pemeriksaan penunjang, hasil diagnosis dinyatakan
dengan anamnesis yamg cermat dan pemeriksaan fisik. Tetapi untuk DKI kronis kadang
digunakan uji tempel untuk mengetahui bahan iritannya.
4
c. Pembahasan
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel
epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah
tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah
bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh
sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas
terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi
peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit sesudah mendapat paparan iritan baik
satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja atau kecelakaan) biasanya dari
iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang merusak kulit secara
kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya. Penyebab timbulnya dermatitis kontak
iritan cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan adalah substansi
yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam
konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak
dari dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah
sebagai berikut : sabun, detergen, dan pembersih lainnya dan bahan-bahan industri, seperti
petroleum, klorinat hidrokarbon, etil, eter, dan lain-lain.
4

Faktor predisposisinya mencakup keadaan panas dan dingin yang ekstrim, kontak yang
frekuen dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya. Penggunaan
berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak pada sel.
Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah
mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi
pada kulit. Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan
lamanya terpajan dari bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit
kering, fissura, dan eritema. A mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang
berkelanjutan. Pajanan yang berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada
sekeliling kulit yang terkadang menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat
menyebabkan reaksi yang berat. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda
terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara
bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari
kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan
kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan
kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang
terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya), personal higiene dan
luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan.
1,4

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan
oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui
membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan
asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem
kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan
membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang
akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan
sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik
sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada dua jenis bahan
iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut.
1,4
Dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis
kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut.
Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema,
vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam
fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat
setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga
yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah
esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan
nekrosis.
1,4
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak
dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma
mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun,
pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena
kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun
kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis
iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala
klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan
likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat
retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama
tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu,
baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan
terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan
lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.
1,4

Pengkajian pasien gangguan alergik umumnya mencakup pemeriksaan darah, sediaan
apus sekresi tubuh test kkulit dan RASt (Radioallergosorbent test) hasil pemeriksaan darah
akan memberikan data-data yang suportif untuk pelbagai kemungkinan diagnostik, kendati
demikian tes darah hasil laboratorium bukan Kriteria utama dalam pemeriksaan gangguan
alergik. Pemeriksaan awal dapat mencakup pemeriksaan ini : Hitung darah lengkap dan
hitung jenis eosinofil dalam keadaan normal merupakan 1% sampai 4% dari jumlah total sel
darah putih. Tingkat antara 5% sampai 15% adalah nonspesifik tetapi benar-benar
menunjukkan reaksi alergik. Eosinofilia sedang 15%hingga 40% leukosit dalam darah
sebagai eosinofel ditemukan pada pasien gangguan alerik disamping pasien gangguan
malignitas, immunodefisiensi, infeksi parasit, penyakit jantung congenital, dan pada pasien
yang mengalamidialisis peritoneal. Kadar total serum Ig E, kadar total serum IgE, yang
tinggi mendukung diagnosis penyakit atopik ; kendati demikian, kadar IGE yang normal
tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosisi gangguan alergik. Kadar IgE tidak sesensitif
pemeriksaan PRIST (paper radio immunosorbent test) dan ELISA (Enzyme-linked
immunosrbent assay). Tes kulit. Tes kulit mencakup penyuntikan intra dermal atau aplikasi
superficial yang dilakukan secara bersamaan waktunya pada tempat-tempat terpisah dengan
menggunakan beberapa jenis larutan. Larutan ini masing-masing mengandung antigen yang
mewakili suatu jenis alergen, termasuk tepung sari. Tes provokasi, tes provokasi meliputi
pemberian allergen secara langsung pada mukosa respiratorius dengan mengamati respon
target tersebut. Tipe pengujian ini sangat membantu dalam mengena allergen yang bermakna
secara klinis pada pasien-pasien dengan hasil positif, kekurangan yang utama pada tipe
pengujian ini adalah keterbatasan satu antigen persesi dan risike timbulnya gejala yang berat,
khususnya bronkhospasme pada pasien asma. Tes radioallergosorbent, merupakan test
pemeriksaan kadar IgE. Spesifik allergen. Sample serum pasien dikenakan dalam jumlah
kompleks allergen yang dicurigai. Jika terdapat antibody, kompleks ini akan berikatan
dengan allergen yang berlabel-radio aktif.
4
(Gambar 2)

Gambar 2: Dermatitis kontak iritan
Sumber: www.google.com
2.2 Skabies
a. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan gatal pada lesi yang berbentuk papul padat, dan kemerahan
serta terdapat pada pergelangan tangan bagian volar, sela-sela jari, dan bagian bokong sejak 2
minggu yang lalu. Pasien mengaku pada malam hari terasa semakin gatal, untuk
menghilangkan rasa gatal pasien sempat meminum obat warung. Pasien memiliki hygiens
yang kurang baik karena pasien selama ini tinggal bersama keluarganya di tempat tinggal
atau lingkungan yang padat. Pasien juga mengatakan, ia sekamar dengan adiknya dan sering
sekali meminjam pakaian adiknya tersebut. Adiknya pun pernah mengalami penyakit yang
sama seperti pasien namun sudah sembuh beberapa hari yang lalu. Pada riwayat penyakit
dahulu, pasien tidak memiliki riwayat alergi, atau penyakit sistemik lainnya.
5

b. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pada pemeriksaan fisik inspeksi terdapat lesi berbentuk papulo vesikulae yang polimorf
pada tempat predileksi dan gambaran yang khas pada skabies yaitu kunikulus. Kunikulus
pada tempat predileksi berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjangnya 1cm, pada ujung terowongan itulah terdapat lesi papul atau vesikel.
Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna
kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga
kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan
membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen
selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali.
Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immersi pada lesi, dan epidermis diatasnya
dikerok secara perlahan-lahan.
5
C. Pembahasan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabei dan produknya. Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient,
berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450
mikron x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x
150 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat.
5
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas
kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang
digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2
atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur
sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12 hari. Telur menetas menjadi larva
dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam
folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa.
Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah
kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7
14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit
pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.
5
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi
kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang
terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan
waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat
lebih luas dari lokasi tungau.
5
Gejala klinis berupa Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini (bertelur) lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya
seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang
padat penduduknya, serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai
pembawa (carrier). Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm,
pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),
umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling
diagnostik dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gejala yang
ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul
disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada
kulit. Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-
lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Di daerah
tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi sekunder oleh streptococcus
aureus atau staphylococcus pyogenes.
4,5
Diagnosis ditegakkan atas dasar :adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk
garis lurus atau kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada
ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame
(wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang terdapat di
muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat
terjadi diseluruh permukaan kulit. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies
topikal yang efektif. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota
keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari disebabkan
oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat.
4,5
(gambar 3)

Gambar 3: Scabies
Sumber: www.google.com
2.3 Prurigo
a. Anamnesis
Pasien biasanya anak-anak 3 tahun (perempuan lebih rentan) datang dengan keluhan gatal
dengan teraba benjolan padat kecil-kecil, dan tidak berwarna di ekstremitas bagian ekstensor
dan meluas ke bokong dan perut, wajah juga terkena. Terdapat bekas garukan sehingga kulit
terlihat erosi. Anak tersebut memiliki kakak (5 tahun, perempuan )yang juga memiliki
keluhan yang sama. Pasien tinggal di wilayah pinggiran yang padat, kumuh dan dekat dengan
tempat pembuangan sampah.
1
b. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda khas papul-papul miliar tidak berwarna,
berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada di lihat. Ada erosi pada bekas garukan. Kulit
yang sakit tampak gelap kecoklatan dan berlikenifikasi. Lesi tersebut terdapat pada
ekstremitas ekstensor yang meluas hingga bokong.
1
c. Pembahasan
Prurigo Hebra adalah penyakit kulit kronik dimulai sejak bayi atau anak.Kelainan kulit
terdiri atas papul-papul miliar berbentuk kubah yang sangat gatal dan lebih mudah diraba
daripada dilihat.Tempat terutama di daereah ekstremitas bagian ekstensor. Sering terdapat
pada keadaan sosio-ekonomi dan higiene yang rendah.Umumnya terdapat pada
anak.Penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki. Penyebabnya yang pasti belum
diketahui.Umumnya ada saudara yang juga menderita penyakit ini, karena itu ada yang
menganggap penyakit ini herediter. Sebagian ahli berpendapat bahwa kulit penderita peka
terhadap gigitan serangga,misalnya nyamuk.Mungkin antigen atau toksin yang ada dalam
ludah serangga menyebabkan alergi.Disamping itu juga terdapat beberapa faktor yang
berperan,antara lain : suhu, investasi parasit (misalnya Ascaris dan Oxyuris). Juga infeksi
fokal misalnya tonsil atau saluran cerna, endokrin, alergi makanan. Pendapat lain
mengatakan penyakit ini didasari faktor atopi. Sering dimulai pada anak berusia diatas 1
tahun.Kelainan yang khas adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna, berbentuk
kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Garukan menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta,
hiperpigmentasi dan likenifikasi. Jika telah kronik,tampak kulit yang sakit lebih gelap
kecoklatan dan berlikenifikasi. tempat predileksi di ekstremitas bagian ekstensor dan
simetris, dapat meluas ke bokong dan perut, muka dapat pula terkena. Biasanya bagian distal
lengan dan tungkai lebih parah daripada bagian proksimal. Tungkai lebih parah daripada
lengan. KGB regional biasanya membesar, tidak nyeri, tidak bersupurasi,pada perabaan
teraba lebih lunak. Pembesaran tersebut disebut bubo prurigo. Bila penyakitnya ringan
disebut prurigo mitis,hanya terbatas di ekstremitas bagian ekstensor dan sembuh sebelum
akilbalik. Jika penyakit lebih berat disebut prurigo feroks (agria),lokasi lesi lebih luas dan
berlanjut hingga dewasa.
1,4

Gambaran histopatologi tidak khas, sering ditemukan akantosis, hiperkeratosis, edema
pada epidermis bagian bawah, dan dermis bagian atas. Pada papul yang masih baru terdapat
pelebaran pembuluh darah, infiltrasi ringan sel radang sekitar papul dan dermis
bagian atas.Bila telah kronik, infiltrat kronis ditemukan di sekitar pembuluh darah serta
deposit pigmen di bagian basal. Sebagai diagnosis banding adalah skabies. Pada skabies,
gatal terutama pada malam hari orang-orang yang berdekatan juga terkena.Kelainan kulit
berupa banyak vesikel dan papul pada lipatan-lipatan kulit. Dengan menghindari hal-hal yang
berkaitan dengan prurigo,yaitu menghindari gigitan nyamuk atau serangga, mencari dan
mengobati infeksi fokal, memperbaiki higiene perseorangan maupun lingkungan.Pengobatan
berupa simtomatik yaitu mengurangi gatal dengan pemberian sedativa. Contoh pengobatan
topikal ialah dengan sulfur 5-10% dapat diberi dalam bentuk bedak kocok
atau salap.Untukmengurangi gatal dapat diberikan mentol 0,25-1% atau kamper 2-3%. Bila
terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik topikal.Kadang dapat diberi steroid topikal bila
kelainan tidak begitu luas.
1,4
(gambar 4).

Gambar 4: Prurigo hebra
Sumber: www.google.com
3. Kesimpulan
Jadi seorang anak dengan usia 10 tahun datang dengan keluhan gatal pada kulit, papul
berwarna kemerahan dan kuli bersisik (skuama) serta terlihat kulitnya sangat kering, kita bisa
memberikan diagnosis banding berupa dermatitis (dermatitis kontak iritan dan dermatitis
atopik), scabies, dan prurigo. Kita dapat menentukan work diagnosisnya dengan pemeriksaan
penunjang.
Daftar pustaka
1. Editor: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta:
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.34-42, 122-5, 129-53, 272-5.
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.400-1.
3. Gendo U. Integrasi kedokteran barat dan kedokteran tradisional cina. Jakarta: Penerbit
Kanisius; 2006.h.319-29.
4. Brown RG, Burns T. Lecture notes dermatology. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005.h.10-9, 66-77.
5. Editor: Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.274-300.

Anda mungkin juga menyukai